Anatomi Testis

27
Anatomi Testis Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis pada orang dewasa adalah 4×3×2,5 cm dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis dapat digerakan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogenia dan sel Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel Leyding. Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leyding atau disebut sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi diepididimis setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah dicampur dengan cairan-caidari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat menbentuk cairan semen. Vaskularisasi Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu : 1. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta 2. Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior 3. Arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis. Plesksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel.

Transcript of Anatomi Testis

Page 1: Anatomi Testis

Anatomi Testis

Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis pada orang dewasa

adalah 4×3×2,5 cm dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid kedua buah testis terbungkus oleh

jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis

yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada

disekitar testis memungkinkan testis dapat digerakan mendekati rongga abdomen untuk

mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. 

Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas

tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogenia dan sel Sertoli, sedang

diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel Leyding. Sel-sel spermatogenia pada proses

spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal

sperma, sedangkan sel-sel Leyding atau disebut sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan

hormon testosteron. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan

mengalami pematangan atau maturasi diepididimis setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa

bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas

deferens. Sel-sel itu setelah dicampur dengan cairan-caidari epididimis, vas deferens, vesikula

seminalis, serta cairan prostat menbentuk cairan semen.

Vaskularisasi 

Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu : 

1. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta 

2. Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior 

3. Arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika. 

Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis. Plesksus

ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel. 

Page 2: Anatomi Testis

Gambar 1. Anatomi normal testis

HIDROCELE

Definisi

Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara lapisan parietalis

dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga itu memang

ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.

Epidemiologi

Di USA, insidensi hidrokel adalah sekitar 10-20 per 1000 kelahiran hidup dan lebih sering

terjadi pada bayi premature. Lokasi tersering adalah di sebelah kanan, dan hanya 10% yang terjadi

secara bilateral.

Insidensi PPPVP menurun seiring dengan bertambahnya umur. Pada neonates, 80%-94%

memiliki PPPVP. Risiko hidrokel lebih tinggi pada bayi premature dengan berat badan lahir kurang

dari 1500 gram dibandingkan dengan bayi aterm.

Etiologi

Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : (1) belum sempurnanya

penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis atau (2)

belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.

1

Page 3: Anatomi Testis

Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab

sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan

terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu

mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis. Kemudian hal ini dapat

menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di

dalam funikulus spermatikus.

Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya yaitu:

1. Hidrokel_primer

Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus vaginalis. Prosesus

vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik yang melintasi kanalis inguinalis

dan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan terapi karena dengan

sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika akan diabsorpsi.

2. Hidrokel_sekunder

Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat dalam suatu masa dan

dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan

testis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena suatu proses neoplastik.

Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya produksi cairan

berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfe

dalam lapisan luar tunika.

Berdasarkan kejadian:

1. Hidrokel akut

Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan berrwarna

kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel polimorf.

2. Hidrokel kronis

Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan dan walaupun akan

menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang menyebabkan nyeri.

Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel,

yaitu

1. Hidrokel testis.

Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba. Pada

anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.

2. Hidrokel funikulus.

Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis, sehingga

pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong

hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.

3. Hidrokel Komunikan 

Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga prosesus

vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya dapat

2

Page 4: Anatomi Testis

berubah-ubah yaitu bertambah pada saat anak menangis. Pada palpasi kantong hidrokel

terpisah dari testis dan dapat dimasukkan kedalam rongga abdomen 

Patofisiologi

Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir) ataupun

ketidaksempurnaan dari prosesus vaginalis tersebut menyebabkan tidak menutupnya rongga

peritoneum dengan prosessus vaginalis. Sehingga terbentuklah rongga antara tunika vaginalis dengan

cavum peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem limfatik disekitar.

Hidrokel cord terjadi ketika processus vaginalis terobliterasi di atas testis sehingga tetap terdapat

hubungan dengan peritoneum, dan processus vaginalis mungkin tetap terbuka sejauh batas atas

scrotum. Area seperti kantung di dalam canalis inguinalis terisi dengan cairan. Cairan tersebut tidak

masuk ke dalam scrotum.

Cairan yanng seharusnya merupakan keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh

sistem limfatik di sekitarnya. Tetapi pada penyakit ini, telah terganggunya sistem sekresi atau

reabsorbsi cairan limfa. Dan terjadilah penimbunan di tunika vaginalis tersebut. Akibat dari tekanan

yang terus-menerus, mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus.

Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh darah yang ada di daerah sekitar

testis tersebut.

Selama perkembangan janin, testis terletak di sebelah bawah ginjal, di dalam rongga

peritoneal. Ketika testis turun melalui canalis inguinalis ke dalam scrotum, testis diikuti dengan

ekstensi peritoneum dengan bentuk seperti kantung, yang dikenal sebagai processus vaginalis. Setelah

testis turun, procesus vaginalis akan terobliterasi dan menjadi fibrous cord tanpa lumen. Ujung distal

dari procesus vaginalis menetap sebagai tunika yang melapisi testis, yang dikenal sebagai tunika

vaginalis. Normalnya, region inguinal dan scrotum tidak saling berhubungan dengan abdomen. Organ

viscera intraabdominal maupun cairan peritonel seharusnya tidak dapat masuk ke dalam scrotum

ataupun canalis inguinalis. Bila procesus vaginalis tidak tertutup, dikenal sebagai persistent patent

processus vaginalis peritonei (PPPVP).

3

Page 5: Anatomi Testis

Gambar 2. Patogenesis Hidrokel

Bila PPPVP berdiameter kecil dan hanya dapat dilalui oleh cairan, dinamakan sebagai

hidrokel komunikan. Bila PPPVP berdiameter besar dan dapat dilalui oleh usus, omentum, atau organ

viscera abdomen lainnya, dinamakan sebagai hernia. Banyak teori yang membahas tentang kegagalan

penutupan processus vaginalis. Otot polos telah diidentifikasi terdapat pada jaringan PPPVP, dan tidak

terdapat pada peritoneum normal. Jumlah otot polos yang ada mungkin berhubungan dengan tingkat

patensi processus vaginalis. Sebagai contoh, jumlah otot polos yang lebih besar terdapat pada kantung

hernia dibandingkan dengan PPPVP dari hidrokel. Penelitian terus berlanjut untuk menentukan peranan

otot polos pada pathogenesis ini.

Mekanisme terjadinya PPPVP juga berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan

intraabdominal. Keadaan apapun yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraabdominal

dapat menghambat atau menunda proses penutupan processus vaginalis. Keadaan tersebut antara lain

batuk kronis (seperti pada TB paru), keadaan yang membuat bayi sering mengedan (seperti feses

keras), dan tumor intraabdomen. Keadaan tersebut di atas menyebabkan peningkatan risiko terjadinya

PPPVP yang dapat berakibat sebagai hidrokel maupun hernia.

4

Page 6: Anatomi Testis

Gambar 3. Jenis-jenis Hidrokel

Gambaran Klinis

Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan

penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum

yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan

pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan

beberapa macam hidrokel, yaitu (1) hidrokel testis, (2) hidrokel funikulus, dan (3) hidrokel komunikan.

Pembagian ini penting karena berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat

melakukan koreksi hidrokel.

Gambar 4. Hidrokel komunikans (pada anak)

5

Page 7: Anatomi Testis

Gambar 5. Hidrokel non-komunikans (pada dewasa)

Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat

diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.

Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial

testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis,

kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.

Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga

peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis, kantong

hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. Pada palpasi,

kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen.

Pemeriksaan Fisik

Lakukan pemeriksaan pada posisi berbaring dan berdiri. Jika pada posisi berdiri tonjolan

tampak jelas, baringkan pasien pada posisi supine. Bila terdapat resolusi pada tonjolan (dapat

mengecil), harus dipikirkan kemungkinan hidrokel komunikan atau hernia.

Bila tonjolan tidak terlihat, lakukan valsava maneuver untuk meningkatkan tekanan

intaabdominal. Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan dengan menyuruh pasien meniup balon,

atau batuk. Pada bayi, dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada abdomen (palpasi dalam)

atau dengan menahan kedua tangan bayi diatas kepalanya sehingga bayi akan memberontak sehingga

akan menimbulkan tonjolan.

Pemeriksaan transiluminasi pada scrotum menunjukkan cairan dalam tunika vaginalis

mengarah pada hidrokel. Namun, tes ini tidak sepenuhnya menyingkirkan hernia.

6

Page 8: Anatomi Testis

Gambar 6. Tes Transiluminasi

Pemeriksaan penunjang

1. Transiluminasi

Merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya menemukan massa

skrotum..Dilakukan didalam suatu ruang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi

pembesaran skrotum . Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat

ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang

mengandung cairan serosa, seperti hidrokel .

2. Ultrasonografi

Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan membantu melihat

adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal (varikokel) dan kemungkinan

adanya tumor.

Diferential Diagnosis

Secara umum adanya pembengkakan skrotum memberikan gejala yang hampir sama dengan hidrokel,

sehingga sering salah terdiagnosis. Oleh karena itu diagnosis banding hidrokel adalah : 

Hernia scrotalis:

Hidrokel dan hernia inguinalis bermanifestasi klinis sebagai benjolan pada daerah testis dengan

perbedaan utama berupa benjolan pada hernia bersifat hilang timbul, sedangkan pada hidrokel,

benjolan dapat berkurang tapi lama. Dengan melakukan tes transiluminasi, hidrokel memberikan hasil

tes yang positif sedangkan pada hernia inguinalis hasil tes negatif. Pentingnya membedakan kedua

kasus tersebut sehubungan dengan penanganan yang dilakukan untuk kemudian mengurangi

komplikasi yang dapat terjadi.

Varikokel

Adalah varises dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena

spermatika interna. 

Gambaran klinis : 

Anamnesa : 

7

Page 9: Anatomi Testis

1. Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah. 

2. Terdapat benjolan di atas testis yang tidak nyeri. 

3. Terasa berat pada testis 

Pemeriksaan Fisik : (Pasien berdiri dan diminta untuk manuver valsava) 

Inspeksi dan Palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing di dalam kantung, yang letaknya di

sebelah kranial dari testis, permukaan testis licin, konsistensi elastis.

Pada posisi berbaring, benjolan akan menghilang, sedangkan pada hidrokel tidak hilang, hanya dapat

berkurang tetapi butuh waktu yang lama.

Torsi Testis

Adalah keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir sehingga terjadi gangguan vaskularisasi dari

testis yang dapat berakibat terjadinya gangguan aliran darah daripada testis. 

Gambaran klinis : 

Anamnesa :

1. Timbul mendadak, nyeri hebat dan pembengkakan skrotum. 

2. sakit perut hebat, kadang mual dan muntah. 

3. nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal. 

Pemeriksaan Fisik : 

1. Inspeksi 

testis bengkak, terjadi retraksi testis ke arah kranial, karena funikulus spermatikus terpuntir dan

memendek, testis pada sisi yang terkena lebih tinggi dan lebih horizontal jika dibandingkan testis sisi

yang sehat. 

2. Palpasi teraba lilitan / penebalan funikulus spermatikus

Pemeriksaan fisik yang paling sensitive pada torsio testis adalah hilangnya reflex kremaster.

Refleks kremaster dilakukan dengan menggores atau mencubit paha bagian medial, menyebabkan

kontraksi musculus cremaster yang akan mengangkat testis. Refleks kremaster dikatakan positif

bila testis bergerak ke arah atas minimal 0.5 cm.

Pada torsio appendix testis, teraba adanya nodul keras berdiameter 2-3 mm di ujung atas testis,

dapat tampak berwarna kebiruan, yang dikenal dengan “blue dot sign”.

Prehn’s sign negative mengindikasikan nyeri tidak berkurang dengan pengangkatan testis dapat

menunjukkan adanya torsio testis, merupakan operasi CITO dan harus dikoreksi dalam 6 jam.

Hematocele

Adalah penumpukan darah di dalam tunika vaginalis, biasanya didahului oleh trauma. 

Gambaran klinik : benjolan pada testis 

Pemeriksaan Fisik : 

- Masa kistik 

-Transiluminasi (-) 

8

Page 10: Anatomi Testis

Tumor testis

Keganasan pada pria terbanyak usia antara 15-35 tahun. 

Gambaran klinis : 

Anamnesa : 

keluhan adanya pembesaran testis yang tidak nyeri. 

Terasa berat pada kantong skrotum 

Pemeriksaan Fisik : 

Benjolan pada testis yang padat, keras, tidak nyeri pada palpasi. 

Terapi

Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan

setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri; tetapi jika hidrokel masih tetap ada

atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi. Mayoritas hidrokel pada neonates akan

hilang karena penutupan spontan dari PPPVP awal setelah kelahiran. Cairan dalam hidrokel biasanya

akan direabsorpsi sebelum bayi berumur 1 tahun. Berdasarkan fakta tersebut, observasi umumnya

dilakukan pada hidrokel pada bayi.

Indikasi operasi perbaikan hidrokel :

o Gagal untuk hilang pada umur 2 tahun

o Rasa tidak nyaman terus-menerus akibat hidrokel permagna

o Pembesaran volume cairan hidrokel sehingga dapat menekan pembuluh darah

o Adanya infeksi sekunder (sangat jarang)

Gambar 7. Hidrokel testis

Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini disertai dengan

hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan herniografi. Pada hidrokel

testis dewasa dilakukan pendekatan scrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong

hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord. Plikasi kantong hernia

(Lord’s procedure) digunakan untuk hidrokel ukuran kecil sampai medium. Tehnik ini mengurangi

resiko terjadiya hematoma. Eversi dan penjahitan kantong hidrokel dibelakang testis (Jaboulay

9

Page 11: Anatomi Testis

procedure) dihubungkan dengan pengurangan kejadian rekurensi, tetapi tidak mengurangi resiko

terjadinya hematom. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.

Penatalaksanaan Post Operasi Hidrokel

Penyembuhan post-operasi hidrokel biasanya cepat.

Terapi yang diberikan antara lain :

Analgetik

Bayi – Ibuprofen 10mg/kg setiap 6-8 jam; paracetamol 15 mg/kg setiap 6-8 jam; hindari

penggunaan narkotika pada bayi karena adanya risiko apneu

Anak yang lebih besar – Paracetamol dengan kodein (1mg/kg kodein) setiap 6-8 jam

Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang (naik sepeda) harus dihindari untuk

mencegah perpindahan testis yang mobile keluar dari scrotum, dimana dapat terjebak oleh

jaringan ikat dan mengakibatkan cryptorchidism sekunder.

Pada anak dengan usia sekolah, aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6 minggu.

Karena kebanyakan operasi hidrokel dilakuakn pada dasar pasien rawat jalan (outpatient), pasien

dapat kembali ke sekolah segera setelah tingkat kenyamanan memungkinkan (biasanya 1-3 hari

post-operasi).

Teknik Operasi Hidrokel (High Ligation)o Memeriksa anak untuk mengkonfirmasi adanya testis.

o Membuat incisi inguinal kecil

o Masuk ke canalis inguinalis dan diseksi PV, yang merupakan kantung hidrokel, harus bebas dari

vas deferens dan pembuluh darah.

o Keluarkan isi kantung hidrokel (cairan) ke dalam abdomen

o Ligasi kantung pada atau di atas annulus inguinalis interna

o Inspeksi annulus inguinalis interna untuk memastikan seluruh isi kantung telah dikeluarkan

seluruhnya.

o Jahit lapisan fascia dan kulit..

10

Page 12: Anatomi Testis

A. Incisi pada kuadran bawah abdomen sepanjang 2-4cm, ke arah lateral dari

titik tepat di atas spina pubic.

B. Fascia superfisialis telah diincisi. Musculus obliqus externus terlihat.

C. Musculus obliqus externus telah diincisi, tampak kantung hidrokel dan cord.

D. Fascia oblique externus dijepit, memperlihatkan musculus cremaster dan

fascia spermaticus interna melapisi kantung dan cord.

11

Page 13: Anatomi Testis

E. Kantung yang melalui canalis inguinalis dan annulus inguinalis externa

dipisahkan dari cord di bawahnya. Ujung distal telah dibuka sebagian. Ujung proximal akan

dilakukan high ligation pada leher kantung.

F. Ujung proximal kantung diangkat. Retroperitoneal fat pad yang selalu ada

dan merupakan indikasi titik untuk high ligation. Jahitan dilakukan pada leher kantung. Setelah

dijahit, jahitan kedua dilakukan pada distal dari jahitan pertama untuk memastikan ligasi yang

permanen.

G. Musculus oblique externus dijahit.

H. Menjahit jaringan subcuticular.

Komplikasi operasi

Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.

Penyulit

Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel permagna

bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi testis.

Prognosis

Dengan terapi operasi, angka rekurensi adalah kurang dari 1%.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Benson CD, Mustard WT. Pediatric Surgery. Volume 1. 1962. Year Book Medical Publishers,

Inc. USA. p. 580-582

2. Sjamsuhidajat R. dan Jong W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 4, Jakarta, EGC, 1997

3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia. p 118-129

4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12. McGraw-Hill

Companies. New York. p 245-259  

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Epididimitis adalah suatu kondisi medis yang dalam hal ini terdapat peradangan pada

epididimis (suatu struktur melengkung di bagian belakang testis yang fungsinya sebagai

pengangkut, tempat penyimpanan, dan pematangan sel sperma yang berasal dari testis).

Kondisi ini mungkin dapat sangat menyakitkan, dan skrotum bisa menjadi merah, hangat, dan

bengkak. Ini mungkin akut (tiba-tiba menyerang) namun jarang menjadi kronis.

12

Page 14: Anatomi Testis

2. Epidemiologi

Epididimitis diderita 1 dari 144 klien laki-laki (0,69 %) pada usia 18-50 tahun atau sekitar

600.000 kasus pada laki-laki usia 18-35 tahun di Amerika Serikat. Epididimitis diderita

terutama oleh laki-laki usia 16-30 tahun dan usia 51-70 tahun. Dilaporkan baru-baru ini

terdapat kasus meningkatnya penyakit ini di Amerika Serikat yang dihubungkan dengan

meningkatnya laporan kasus Chlamydia dan Gonorrhoeae.

3. Etiologi

Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia klien, sehingga penyebab

dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi :

Infeksi bakteri non spesifik

Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella) menjadi

penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa dengan usia lebih

dari 35 tahun dan homoseksual. Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium,

Mycoplasma, dan Mima polymorpha juga dapat ditemukan pada golongan penderita

tersebut. Infeksi yang disebabkan oleh Haemophilus influenza dan N meningitides

sangat jarang terjadi.

Penyakit Menular Seksual (PMS)

Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang dari 35 tahun

dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae,

Treponema pallidum, Trichomonas dan Gardnerella vaginalis juga sering terjadi

pada populasi ini.

Virus

Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada epididimitis

yang disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan virus

yang sering menyebabkan epididimitis selain Coxsackie virus A dan Varicella.

TB (Tuberculosis)

13

Page 15: Anatomi Testis

Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberculosis sering terjadi di daerah endemis

TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis.

Penyebab infeksi lain (seperti Brucellosis, Coccidioidomycosis, Blastomycosis,

Cytomegalovirus, Candidiasis, CMV pada HIV) dapat menjadi penyebab terjadinya

epididimitis namun biasanya hanya terjadi pada individu dengan sistem imun tubuh

yang rendah atau menurun.

Obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital) memicu terjadinya refluks.

Vaskulitis (seperti Henoch-Schönlein purpura pada anak-anak) sering menyebabkan

epididimitis akibat adanya proses infeksi sistemik.

Penggunaan Amiodarone dosis tinggi

Amiodarone adalah obat yang digunakan pada kasus aritmia jantung dengan dosis

awal 600 mg/hari-800 mg/hari selama 1-3 minggu secara bertahap dan dosis

pemeliharaan 400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200

mg/hari) akan menimbulkan antibodi miodarone HCL yang kemudian akan

menyerang epididimis sehingga timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering

terkena adalah bagian cranial dari epididmis dan kasus ini terjadi pada 3-11 % klien

yang menggunakan obat Amiodarone.

Prostatitis

Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan

oleh bakteri maupun non bakteri dapat mnyebar ke skrotum menyebabkan timbulnya

epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat, pembengkakan, kemerahan dan jika

disentuh terasa sangat nyeri. Gejala yang juga sering menyertai adalah nyeri di

selangkangan, daerah antara penis dan anus serta punggung bagian bawah, demam

dan menggigil. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang membengkak

dan terasa nyeri jika disentuh

Tindakan pembedahan seperti prostatektomi

Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi preoperasi

pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13 % kasus yang dilakukan prostatektomi

suprapubik.

Kateterisasi dan instrumentasi

Terjadi epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun pemasangan instrumentasi

dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar hingga ke epididimis.

Blood borne infection

Epididimitis terjadi melalui infeksi yang penyebarannya melalui darah dari focus

primer yang jauh, seperti kulit, gigi, telinga, dan tenggorokan.

4. Patofisiologi

Epididimitis merupakan suatu infeksi epididimis yang biasanya turun dari prostat atau saluran

urine yang terinfeksi. Kondisi ini dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari Gonorrhoeae.

Pada pria dibawah 35 tahun penyebab utama epididimitis adalah Chlamydia trachomatis.

14

Page 16: Anatomi Testis

Infeksi mulai menjalar dari bagian atas melalui urethra dan duktus ejakulatorius kemudian

berjalan sepanjang vas deferens ke epididimis. Rasa nyeri dirasakan pada unilateral dan rasa

sakit pada kanalis inguinalis sepanjang jalur vas deferens kemudian mengalami nyeri dan

pembengkakan pada skrotum dan daerah lipatan paha. Epididimis menjadi bengkak dan

sangat sakit, suhu tubuh meningkat, menggigil, demam dan urine dapat mengandung nanah

(pyuria) dan bakteri (bakteriuria).

5. Klasifikasi

Epididimitis dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronis, tergantung pada lamanya gejala.

Epididimitis akut

Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam

beberapa hari (kurang dari enam minggu). Epididimitis akut biasanya lebih berat

daripada epididimitis kronis.

Epididimitis kronis

Epididimitis yang telah terjadi selama lebih dari enam minggu, ditandai oleh

peradangan bahkan ketika tidak adanya suatu infeksi. Pengujian diperlukan untuk

membedakan antara epididimitis kronis dengan berbagai gangguan lain yang dapat

menyebabkan nyeri skrotum konstan, termasuk di dalamnya kanker testis, urat

skrotum membesar (varikokel), dan kista dalam epididimis. Selain itu, saraf-saraf di

daerah skrotum yang terhubung ke perut kadang-kadang menyebabkan sakit mirip

hernia. Kondisi ini dapat berkembang bahkan tanpa adanya penyebab yang telah

dijelaskan sebelumnya. Dalam kondisi seperti ini diperlukan perawatan yang

mungkin agak lama. Hal ini dikarenakan terdapat hipersensitivitas struktur tertentu,

termasuk saraf dan otot, yang dapat menyebabkan atau berkontribusi pada

epididimitis kronis.

6. Manifestasi klinis

Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga berasal dari sumber

infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari sumber infeksi asli seperti duh urethra dan

nyeri atau itching pada urethra (akibat urethritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi yang

meningkat, dan rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang disebut

Cystitis), demam, nyeri pada daerah perineum, frekuensi miksi yang meningkat, urgensi, dan

rasa perih dan terbakar saat miksi (akibat infeksi pada prostat yang disebut Prostatitis), demam

dan nyeri pada region flank (akibat infeksi pada ginjal yang disebut Pielonefritis). Gejala lokal

pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri mulai timbul pada bagian belakang salah

satu testis namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh testis, skrotum dan kadang ke

daerah inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi. Biasanya hanya mengenai salah

satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan muntah. Selain itu bisa juga disertai

dengan pembengkakan dan kemerahan testicular dan/atau scrotal dan urethral discharge.

Gejala lain yang mungkin ditemukan antara lain benjolan di testis, pembengkakan testis pada

15

Page 17: Anatomi Testis

sisi epididimis yang terkena, pembengkakan selangkangan pada sisi yang terkena, nyeri testis

ketika buang air besar, keluar nanah dari urethra, nyeri ketika berkemih, nyeri ketika

berhubungan seksual atau ejakulasi, darah di dalam semen, dan nyeri selangkangan.

7. Pemeriksaan diagnostik/penunjang

A. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift

to the left (10.000-30.000/ µl).

Sperma analisa dimana terdapat leukosit > 1 juta/ml

Kultur semen sebagai konfirmasi untuk mendapatkan kuman penyebab dari

epididimitis.

Kultur urine dan pewarnaan gram untuk kuman penyebab infeksi.

Analisa urine untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak.

Tes penyaringan untuk Chlamydia dan Gonorrhoeae.

Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita.

B. Pemeriksaan radiologis

1. Colour Doppler Ultrasonography

Pemeriksaan ini memiliki rentang tentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini

lebih banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum

lainnya.

Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi klien (seperti ukuran

bayi berbeda dengan dewasa).

Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah pada

arteri testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung

meningkat.

Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mngetahui adanya abses skrotum sebagai

komplikasi dari epididimitis.

Epididimitis kronis daapt diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang

disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo

yang heterogen pada ultrasonografi.

2. Nuclear Scintigraphy

Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk mengkonfirmasi

hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi.

Pada epididimitis akut akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras.

Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100 % dalam menentukan daerah iskemia akibat

infeksi.

Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu.

16

Page 18: Anatomi Testis

Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam melakukan

interpretasi.

3. Vesicourethrogram (VCUG), Cystourethroscopy, dan USG abdomen

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali congenital pada klien anak-

anak dengan bakteriuria dan epididimitis.

8. Pemeriksaan fisik

Pada inspeksi ditemukan skrotum bisa menjadi merah dan bengkak. Ini mungkin akut

(tiba-tiba menyerang) namun jarang menjadi kronis, dan terdapat pembesaran skrotum

dan isinya, dan terdapat nanah pada urine.

Pada palpasi ditemukan testis pada posisi normal vertikal, ukuran kedua testis sama besar,

dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis. Setelah beberapa hari, epididimis dan

testis tidak dapat teraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Akan teraba

pembesaran atau penebalan dari epididimis secara keseluruhan, di kauda atau di kaput

yang mengindikasikan kuman penyebab infeksi. Ditemukan juga rasa nyeri yang

terlokalisir di epididimis dengan suhu yang sedikit meningkat karena aliran darah

meningkat di daerah tersebut. Kulit skrotum teraba panas, kenyal, merah, dan bengkak

karena adanya edema dan infiltrate. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi

bengkak dan nyeri.

Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal

Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke atas

karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun pemeriksaan ini

kurang spesifik.

Pembesaran kelenjar getah bening di regio inguinalis.

Pada pemeriksaan colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronis yaitu adanya

pengeluaran secret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.

Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan.

Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital pada traktus

urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dan lain-lain.

9. Kriteria diagnosis

Epididimitis akan sulit untuk membedakan dari torsio testis (kondisi ketika saluran spermatika

ke kedua testis memotong suplai darah). Keduanya dapat terjadi pada waktu yang sama.

Epididimitis biasanya memiliki bentuk serangan bertahap. Pada pemeriksaan fisik, testis

biasanya ditemukan berada dalam posisi normal vertikal, ukuran yang sama dengan

pasangannya, dan tidak naik tinggi. Temuan khas adalah kemerahan, hangat, dan

pembengkakan skrotum, dengan kelembutan belakang testis, jauh dari tengah (ini adalah

posisi normal dari epididimis relatif terhadap testis). Refleks kremaster, apabila sebelumnya

17

Page 19: Anatomi Testis

normal, akan tetap terlihat normal. Ini adalah tanda yang berguna untuk mebedakannya dari

torsio testis.

Analisis urine kemungkinan normal atau tidak normal. Sebelum munculnya teknik-teknik

canggih pencitraan medis, eksplorasi bedah adalah standar perawatan. Saat ini USG Doppler

adalah tes yang lebih disukai. Hal ini dapat menunjukkan peningkatan aliran darah (juga

dibandingkan dengan sisi normal), sebagai lawan dari torsio testis. Pengujian tambahan

mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi penyebab yang mendasari. Pada anak-anak,

sebuah kelainan saluran kemih sering ditemukan. Pada pria aktif secara seksual, tes untuk

penyakit menular seksual dapat dilakukan. Ini mungkin termasuk mikroskop dan pembiakan

dari sampel urine, Gram strain dan pembiakan dari cairan atau swab dari saluran kemih, tes

amplifikasi asam nuklir (untuk memperkuat dan mendeteksi DNA atau asam nukleat mikroba

lainnya) atau tes untuk sifilis dan HIV.

10. Diagnosis banding

Diagnosis banding epididimitis meliputi :

1) Orchitis

2) Hernia inguinalis inkarserata

3) Torsio testis

4) Seminoma testis

5) Trauma testis

11. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis dan bedah, yaitu :

a. Penatalaksanaan medis

Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi. Antibiotik yang sering

digunakan adalah :

Fluoroquinolones, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti resisten

terhadap kuman Gonorrhoeae.

Cefalosporin (Ceftriaxon).

Levofloxacin atau Ofloxacin untuk mengatasi infeksi Chlamydia, pada kasus

yang disebabkan oleh organisme enterik (seperti E. coli) dan digunakan pada

klien yang alergi penisilin.

Doxycycline, Azithromycin, dan Tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi

bakteri non gonokokal lainnya.

Pada anak-anak, Fluoroquinolones dan Doxycycline sebaiknya dihindari. Bakteri

yang menyebabkan infeksi saluran kemih sering menjadi penyebab epididimitis

pada anak. Kotrimoksasol atau penisilin yang cocok (misalnya Sefaleksin) dapat

digunakan. Jika ada penyakit menular seksual, pasangannya juga harus dirawat.

Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti :

18

Page 20: Anatomi Testis

Pengurangan aktivitas.

Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua

sampai tiga hari untuk mencegah regangan berlebihan pada skrotum.

Kompres es/kompres dingin pada skrotum untuk mengurangi rasa sakit.

Pemberian analgesik dan NSAID.

Mencegah penggunaan instumentasi pada urethra.

b. Penatalaksanaan bedah

Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi :

Scrotal exploration

Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan

orchitis seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis

tentang gangguan intrascrotal baru dapat ditegakkan saat melakukan

orchiectomy.

Epididymectomy

Tindakan ini dilaporkan telah berhasil mengurangi nyeri yang disebabkan oleh

epididimitis kronis pada 50 % kasus.

Epididymotomy

Tindakan ini dilakukan pada klien dengan epididimitis akut supurativa.

12. Komplikasi

Komplikasi dari epididimitis adalah :

1) Abses dan pyocele pada scrotum

2) Infark pada testis

3) Epididimitis kronis dan orchalgia

4) Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi dari duktus

epididimis

5) Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism

6) Fistula kutaneus

7) Penyebaran infeksi ke organ lain atau sistem tubuh.

13.Prognosis

Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotik yang tepat dan adekuat serta

melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner seksualnya. Kekambuhan

epididimitis pada seorang klien adalah hal yang biasa terjadi.

19