torsio testis
-
Upload
dhinasty-wirakusumah -
Category
Documents
-
view
204 -
download
17
Transcript of torsio testis
I. Identitas
Nama : An. HUmur : 16 tahunJenis kelamin : Laki-lakiAgama : IslamPendidikan : SMAPekerjaan : -Alamat : Desa CupangTanggal masuk : 4 November 2011
II. Anamnesis (Autoanamnesis 4 November 2011)
Keluhan Utama : Kantung kemaluan sebelah kanan membesar dan terasa nyeriKeluhan Tambahan : Nyeri perut, mual dan muntah
Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan kantung kemaluan sebelah
kanan membesar sebesar telur ayam negeri, berwarna kemerahan dan terasa nyeri. Keluhan ini dirasakan pasien sejak + 3 hari SMRS. Benjolan ini muncul secara tiba-tiba setelah pasien bermain bola bersama teman-temannya pada saat sore hari, dan mulai membesar pada saat malam harinya dan terasa nyeri. Keluhan juga disertai dengan nyeri perut serta mual dan muntah. Gangguan BAB dan BAK disangkal, dan keluhan demam pun disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan yang sama disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa pada keluarga pasien disangkal.
III. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis Keadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Compos mentisTekanan Darah : 120/70 mmHgNadi : 86 x/menitRespirasi : 20 x/menitSuhu : 36,5oC
1
KepalaMata : Konj. Anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek pupil +/+Hidung : Epistaksis -/-, deviasi septum (-)Mulut : Tidak ada kelainanLeher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-), massa (-)
ThoraksInspeksi : Hemitorak simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus vokal dan taktil simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua hemitorak
Auskultasi : Pulmo : VBS kanan = kiri normal, ronki -/-, wheezing -/-
Cor : Bunyi jantung I -II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, simetris, massa (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba pembesaran
Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-
Bawah : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-
Status lokalis
Regio scrotalis dextra
Inspeksi
Terlihat benjolan sebesar telur ayam negeri
Kulit berwarna kemerahan dan edema
Palpasi
Teraba massa berukuran 7 x 5 cm
Teraba lembut
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : tidak dilakukan
Tes Transiluminasi (-)
2
IV. Pemeriksaan Penunjang
USG Doppler
V. Resume
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan scrotum dextra membesar,
berwarna kemerahan dan terasa nyeri sejak 3 hari SMRS. Benjolan muncul secara
mendadak setekah pasien bermain bola. Pasien juga mengeluh nyeri perut serta mual dan
muntah. Keluhan demam pun disangkal.
Status lokalis regio scrotalis dextra
Inspeksi
Terlihat benjolan sebesar telur ayam negeri
Kulit berwarna kemerahan dan edema
Palpasi
Teraba massa berukuran 7 x 5 cm
Teraba lembut
Tes Transiluminasi (-)
VI. Diagnosis Kerja
Torsio testis dextra
VII. Diagnosis Banding
- Epididimitis akut
- Hernia skrotalis inkarserata
- Tumor testis
- Hidrokel terinfeksi
- Edema skrotum
- Orchitis
- Varikokel
VIII. Penatalaksanaan
Detorsi manual
3
IX. Prognosa
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad fungsionam : Dubia
4
ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1 SKROTUM
Organ reproduksi pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis,
prostat dan penis. Skrotum terdiri atas kulit yang membentuk kantung yang mengandung
funikulus spermatikus, epididimis, dan testis. Di bawah kulit skrotum terdapat fasia darto
yang mengandung serat elastik, jaringan ikat, dan otot polos. Suplai darah ke skrotum
dilakukan oleh arteri pudenda interna dan oleh cabang pudenda profunda arteri femoralis.
Vena skrotalis berjalan bersama arteri pudenda interna dan pudenda profunda serta bermuara
ke dalam vena pudenda dan safena. Persarafan kulit ke skrotum dari cabang nervus
ilioinguinalis dan spermatika eksterna serta drainase limfe ke nodi limfatisi inguinalis
superficialis dan profundi. Skrotum dibentuk pada pria oleh fusi benjolan genital yang
membentuk labia mayora pada wanita.
2.2 FUNIKULUS SPERMATIKUS
Funikulus spermatikusyang menggantung testis adalah struktur yang ditutupi oleh
fasia yang mengandung arteri dan vena spermatika, pleksus pampiniformis, saluran limfe,
persarafan autonom ke testis dan muskulus kremaster. Kontraksi muskulus kremaster
mengubah posisi testis untuk regulasi suhu. Penting bahwa suhu testis dipertahankan lebih
rendah dari pada suhu bagian tubuh lainnya untuk spermatogenesis yang optimum.
2.3 TESTIS
Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis pada orang
dewasa adalah 4x3x2,5 cm, dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis
terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea
5
terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos.
Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan
mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis agar tetap stabil.
Testis normal dibungkus oleh tunika albuginea. Pada permukaan anterior dan lateral,
testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan
viseralis yang yang langsung menempel pada testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan
parietalis yang menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum.untuk spermatogenesis,
testis membutuhkan suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu tubuh, sehingga kulit skrotum
tipis sekali tanpa jaringan lemak di subkutis, yaitu lapisan isolasi suhu.
Secara histopatologis, testis terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli
seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli,
sedang di antara tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada
proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makan
pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi
dalam menghasilkan hormone testosterone.
2.4 EPIDIDIMIS
Epididimis merupakan duktus yang melingkar-lingkar, terletak posterolateral terhadap testis
dan terdiri dari bagian atas (globus mayor) dan bagian bawah (globus minor). Globus mayor
berhubungan dengan testis melalui duktus eferen dari testis dan merupakan tempat apendiks
epididimis. Suplai arteri ke epididimis diberikan oleh arteri spermatika interna dan arteri
duktus deferentis. Vena epididimalis mengalir ke dalam pleksus pampiniformis. Aliran limfe
epididimis ke nodi limfatisi iliaka eksterna dan hipogastrika. Sperma berjalan ke dalam
epididimis melalui duktus efferen dari rete testis dan kemudian melalui vas deferen ke dalam
6
ampulla. Di samping memberikan jalan untuk spermatozoa, epididimis juga menyokong
pematangan spermatozoa selama perjalanan. Kerusakan epididimis akibat peradangan atau
trauma dapat menyebabkan masalah fertilitas.
Gambar 1. Anatomi pada testis kanan yang normal
Gambar 2. Potongan sagital testis dan epididymis dilihat dari lateral
2.5 FISIOLOGI
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan
mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa
bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula
7
vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas
deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.
2.6 VASKULARISASI
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu:
(1) arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta
(2) arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior
(3) arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika.
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus
Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai
varikokel.
Gambar 3. Vaskularisasi testis
8
TORSIO TESTIS
3.1 DEFINISI
Torsio testis adalah suatu kegawatdaruratan yang merupakan akibat terpeluntirnya
funikulus spermatikus. Terpeluntirnya funukulus spermatikus berbahaya karena akan
menyebabkan terjadinya gangguan vaskularisasi dari testis yang dapat berakibat terjadinya
infark pada testis. Akibtanya akan terjadi strangulasi suplai aliran darah ke testis yang
bersangkutan dan bila dibiarkan berlangsung lebih dari 3-4 jam menyebabkan terjadinya
infark dan kemudian atrofi dari organ-organ bersangkutan. Kesempatan untuk
menyelamatkan ischemic testis yang terpeluntir hanya 6 jam.
3.2 INSIDENS
Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun,
dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Usia lebih tua pun
masih mungkin terjadi apalagi jika dulu mempunyai riwayat torsio pada salah satu testisnya.
Di samping itu tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir
menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik
unilateral maupun bilateral.
3.3 ETIOLOGI
Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos
masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika
vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpeluntir pada sumbu funikulus
spermatikus. Terpeluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.
Torsio testis ekstravaginal ini mencakup 5% dari semua torsio testis.
9
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem
penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada
permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh
permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini
menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis
dan menggantung pada funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomali bell
clapper. Keadaan ini memudahkan testis mengalami torsio intravaginal. Torsio intravaginal
terjadi pada 95% dari semua torsio testis.
Gambar 4. Torsio testis berdasarkan klasifikasinya
Frekuensi torsio testis dikatakan lebih sering pada anak-anak dengan undescendend
testis atau kriptorkisme. Hal ini disebabkan oleh testis yang tidak terfiksasi dengan baik.
3.4 PATOGENESIS
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan
menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan
sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara
berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain
10
adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.
Arah dari torsio testis (dilihat dari kaudal) yaitu :
Testis kanan : arah puntiran mengikuti atau searah dengan jarum jam
Testis kiri : puntiran berlawanan dengan arah jarum jam
Terpeluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstuksi aliran darah testis dan
menimbulkan gejala yang terjadi tiba-tiba. Terdapat nyeri yang akut pada testis dan mungkin
terjadi referred pain ke inguinal dan daerah abdominal. Testis akan sangant lembut jika
dipalpasi. Dalam waktu 1-2 jam testis akan membengkak yang ditandai dengan edema dan
bengkak pada kulit skrotum. Jika torsio testis tidak segera dipebaiki, kongesti vena akan terus
berlanjut dan mengganggu suplai aliran darah ke testis. Pembengkakan akan terus
berlangsung, terjadi akumulasi cairan di dalam tunika vaginalis dan testis menjadi infark.
Gambar 5. Torsio testis yang terjadi pada testis kiri
3.5 GEJALA KLINIS
Pada anamnesis akan didapatkan:11
pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan
diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikenal sebagai akut skrotum.
Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga
jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut.
Biasanya nyeri testis hebat timbul tiba-tiba yang sering disertai nyeri perut
serta mual atau muntah. Nyeri perut selalu ada karena berdasarkan perdarahan
dan persarafannya, testis tetap merupakan organ perut.
Pada bayi gejalanya tidak khas, yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusu.
3.6 DIAGNOSIS
Diagnosis torsio testis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
pemeriksaan fisis, didapatkan
Testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis
sisi kontralateral, kulit skrotum menunjukkan udem dan merah sehingga
menyulitkan palpasi. Testis yang bersangkutan dirasakan membesar.
Terjadi retraksi-retraksi dari testis ke arah kranial, karena funikulus
spermatikus yang terpuntir tadi memenedek.
Refleks kremaster mungkin tidak ada, testis umumnya sangat nyeri tekan dan
elevasi tidak menghilangkan nyeri seperti sering terjadi pada epididimitis akut.
Kadang-kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi dapat diraba adanya
lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Bila telah berlangsung lama
maka testis menyatu dengan epididimis dan sukar dipisahkan, keduanya
12
membengkak, timbul effusian, hiperemia, udema kulit dan subkutan Keadaan
ini biasanya tidak disertai dengan demam.
Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan
pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah
lama dan telah mengalami keradangan steril.
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torio testis dengan keadaan
akut skrotum yang lain adalah dengan memakai: stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler,
dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada
torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan
adanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan
aliran darah ke testis. Ultrasonografi Doppler memiliki kegunaan besar dalam membedakan
antara diagnosa di atas dengan pengesampingan torsio testis. Tidak adanya aliran darah ke
testikel yang terpengaruh dicatat dalam torsio testis, sedangkan aliran darah yang meningkat
dicatat dalam epididymitis/orchitis. Aliran menuju testikel dapat muncul di appendage
torsion. Tentunya penemuan ini sebaiknya dikombinasikan dengan tanda dan gejala pada
pemeriksaan fisik. Ultrasonografi Doppler pada gambar 6 memperlihatkan torsi akut yang
mengenai testis kiri anak laki-laki 14 tahun yang menderita nyeri akut selama 4 jam. Dengan
catatan penurunan aliran darah pada testis kiri dibandingkan dengan testis kanan.
13
Gambar 6. Ultrasonografi Doppler
3.7 DIAGNOSIS BANDING
1. Epididimitis akut. Disebabkan oleh sejumlah organisme. Pada pria di atas usia 35
tahun E. Coli merupakan penyebab terlazim epididimitis, pada pria di bawah usia 35
tahun Chlamydia Trachomatis merupakan organisme penyebab terlazim epididimitis.
Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri skrotum akut
biasanya disertai dengan pembengkakan, terdapat kenaikan suhu tubuh, keluarnya
nanah dari uretra, ada riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama bukan
dengan istrinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya.
Epididimitis dan atau orchitis dapat diasosiasikan dengan demam, dysuria, dan
serangan bertahap dari rasa sakit scrotal biasanya selama beberapa hari. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan skrotum membesar, dapat ditemukan nyeri tekan pada
funikulus spermatikus dan pada palapsi menunjukkan epididimis yang nyeri dan
menebal.
Jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, pada epididimitis akut terkadang nyeri
akan berkurang sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (tanda dari Prehn).
14
Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan
sedimen urine didapatkan adanya leukosituria atau bekteriuria.
2. Hernia skrotalis. Gejala berupa benjolan di daerah inguinal yang mencapai skrotum.
Biasanya didahului dengan anamnesis didapatkan benjolan yang dapat keluar dan
masuk ke dalam skrotum. Benjolan dapat timbul pada saat berdiri atau mengedan.
Terasa nyeri bila menjadi inkarserata.
3. Hidrokel terinfeksi, dengan anamnesis sebelumnya sudah ada benjolan di dalam
skrotum. Hidrokel merupakan pengumpulan cairan di dalam ruang antara kedua
lapisan membran tunika vaginalis. Diagnosis hidrokel ditegakkan dengan tes
transiluminasi positif.
4. Tumor testis. Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam
testis. Tumor testis merupakan pertumbuhan sel-sel ganas didalam testis yang dapat
menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum.
Kebanyakan terjadi pada usia dibawah 40 tahun. Beberapa faktor yang menunjang
timbulnya tumor testis adalah:
testis undesensus
perkembangan testis yang abnormal
sindroma klinefelter
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
darah untuk petanda tumor Alfa Feto Protein (AFP), Human Chorionic Gonadotropin
(HCG) dan Lactic Dehydrogenase (LDH).
15
5. Edema skrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya
pembuntuan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang
tidak diketahui sebabnya (idiopatik).
6. Varikokel. Adalah pelebaran abnormal (varises) dari pleksus pampiniformis yang
mengalirkan darah dari testis. Lebih sering mengenai testis kiri. Biasanya tidak ada
gejala yang menyertai varikokel, namun beberapa pria terdapat perasaan berat pada
sisi yang terkena. Pada pemeriksaan fisik terdapat massa yang teraba sebagai
‘sekantung cacing’ massa ini timbul pada posisi tegak tetapi dapat mengosongkan
isinya, dan tidak teraba pada sisi berbaring. Perbaikan varikokel yaitu dengan cara
pembedahan.
7. Orkhitis. Orkhitis merupakan peradangan testis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pembengkakan testis kanan dan kiri. Orkhitis akut ditemukan sebagai penyulit
penyakit virus, misalnya yang paling sering adalah parotitis epidemika.
8. Torsio appendix testis. Dapat muncul dengan cara yang sama seperti testicular torsion
akut. Kelunakannya terkumpul pada bagian atas testis dan karakteristik tanda “titik
biru” pada kulit scrotum dapat sebagai tanda khas torsio appendix testis. Titik biru ini
diakibatkan kongesti venous atas appendix testis atau torsed appendage. Color
Doppler ultrasound scanning memiliki kegunaan besar dalam membedakan antara
diagnosa di atas dengan pengesampingan testicular torsion. Tidak adanya aliran darah
ke testikel yang terpengaruh dicatat dalam testicular torsion, sedangkan aliran darah
yang meningkat dicatat dalam epididymitis/orchitis. Aliran menuju testikel dapat
muncul di appendage torsion.
16
3.8 TERAPI
Detorsi Manual
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan
memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Detorsi manual dapat dilakukan pada
kasus-kasus yang dini atau merupakan tindakan awal bagi pasien sebelum dibawa ke rumah
sakit. Detorsi manual dilakukan dengan lokal anstesi (lidokain 1%) pada funikulus
spermatikus di anulus eksternus 10-20 cc. Tindakan ini dilakukan dengan mengingat arah
torsi sebelumnya. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar
testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi ke arah
medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi
berhasil operasi harus tetap dilaksanakan. Reduksi yang berhasil akan memberikan
pemulihan segera untuk aliran darah ke testis. Tindakan ini tidak boleh dianggap sebagai
pengobatan atau terapi definitif dan eksplorasi gawat darurat harus tetap dilakukan pada
kesempatan awal.
17
Reduksi manipulatif tidak dapat menjamin penyembuhan sempurna dan masih ada
torsi dengan tingkat tertentu, meskipun pemasokan darah telah dipulihkan. Selain itu
abnormalitas semula yang menyebabkan torsi masih tetap ada dan mungkin melibatkan testis
pada sisi yang lain. Oleh karena itu fiksasi operatif kedua testis diharuskan.
Operasi
Eksplorasi mutlak dilakukan pada setiap kasus yang diduga torsio, dilakukan di
bawah anastesi umum. Testis harus dipaparkan tanpa ditunda-tunda lagi dengan membuat
irisan ke dalam skrotum. Bila ternyata benar suatu torsi segera lakukan detorsi lalu elevasi
beberapa saat kemudian diamati apakah ada perubahan warna untuk melihat apakah testis
masih baik (viable) atau tidak.
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang
benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio
masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis.
Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos
kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.
Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3
tempat untuk mencegah agar testis tidak terpeluntir kembali, sedangkan pada testis yang
sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian
disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap
dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang tebentuknya antibody antisperma
sehingga mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari.
Pada penderita-penderita dengan riwayat torsio yang berulang, sebaiknya pada
penderita ini dilakukan orkidopeksi elektif.18
Penyelamatan terhadap testis selama 6 jam atas torsio yang terjadi adalah sangat baik.
Lebih lama dari 6 jam cenderung mencemaskan, namun eksplorasi harus dilakukan untuk
menghilangkan bagian testis yang nekrosis, sebagai konsekuensinya penurunan kesuburan
dapat terjadi akibat hilangnya infarcted testicle tadi.
Pada beberapa kasus, torsio terjadinya ringan saja sehingga nyerinya hilang timbul
dan kurang jelas. Keadaan ni disebut torsio kronik. Seringkali kasus seperti ini tidak pernah
membawa pasien ke dokter karena gejalanya memang tidak mengganggu, namun sayangnya
proses kematian testis tetap berlangsung, walau dengan perlahan. Dalam waktu lebih dari 6
bulan gejalanya adalah testis yang mengalami torsio akan menciut karena mati dan tidak
mendapatkan suplai nutrisi dari pembuluh darah. Jika testis yang menciut ini terjadi
sebaiknya kecurigaan ke arah torsio kronik perlu dicurigai dan pasien harus segera dibawa ke
dokter, namun kali ini bukan untuk menyelamatkan testis yang mengalami torsio dan menciut
melainkan untuk menyelamtkan testis yang satunya yang masih hidup untuk difiksasi sebagai
upaya preventif.
Penatalaksanaan torsio menjadi tindakan darurat segera dilakukan karena angka
keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan bertambahnya
lama waktu terjadinya torsio. Adapun penyebab tersering hilangnya testis adalah
keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal (29%) dan
keterlambatan terapi (13%)
3.9 PROGNOSIS
6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam
dilakukan orkidektomi.
19
Gambar 6. A. Lonceng dengan bandul; B. Dasar anatomik torsio testis; C. Keadaan torsio
testis sewaktu operasi; D dan E. Keadaan setelah testis dipuntir kembali dan difiksasi untuk
mencegah kekambuhan.
KESIMPULAN
Torsio testis merupakan suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir
sehingga terjadi gangguan vaskularisasi dari testis yang dapat berakibat terjadinya infark
daripada testis. Peristiwa ini biasanya terjadi pada laki-laki usia 12-20 tahun dan terjadinya
mendadak. Akibatnya akan terjadi strangulasi suplai aliran darah ke testis yang bersangkutan
dan bila dibiarkan berlangsung lebih dari 3-4 jam, menyebabkan terjadinya infark dan
kemudian atrofi dari organ-organ yang bersangkutan.
Torsio testis bisa terjadi pada semua umur tetapi insidensi tertinggi terdapat pada
lelaki dewasa muda dan dapat juga terjadi pada masa janin dan neonatus di dalam rahim atau
sewaktu persalinan. Torsio testis yang sering terjadi pada lelaki dewasa muda yaiu jenis torsi
yang disebut sebagai torsio testis intravaginalis. Sedangkan torsio testis yang terjadi pada
janin atau neonatus biasanya torsi testis ekstravaginalis.
20
Pada anamnesis, terdapat nyeri hebat dan pembengkakan dalam skrotum timbul
mendadak, sakit perut hebat, kadang-kadang disertai dengan rasa mual dan muntah. Nyeri
dapat juga menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah. Testis yang bersnagkutan
dirasakan membesar. Terjadi retraksi dari testis ke arah kranial karena funikulus spermatikus
tadi memendek. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau
menyusui. Pada pemeriksaan fisik testis pada sisi yang terkena sering lebih tinggi dan lebih
horizontal jika dibandingkan dengan sisi testis yang lain. Testis mebengkak. Testis umumnya
sangat neri tekan dan elevasi tidak menghilangkan nyeri.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis torsio testis
adalah pemeriksaan seimen urine dan pemeriksaan darah, pemeriksaan dengan stetoskop
Doppler, ultrasonografi Doppler dan sintigrafi testis.
Tindakan untuk mengatasi torsio testis terdiri dari 2 cara, yaitu detorsi atau reposisi
manual dan eksplorasi atau dengan cara pembedahan. Penyelamatan terhadap testis selsma 6
jam atau torsio yang terjadi adalah sangat baik. Lebih lama dari 6 jam cenderung
mencemaskan, namun eksplorasi harus dilakukan untuk menghilangkan bagian testis yang
nekrosis, sebagai konsekuensinya penurunan kesuburan dapat terjadi.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 1994. Hal: 464-465, 491-492.
2. Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta. 2005. Hal: 797-799.
3. Purnomo, B Basuki. Dasar-dasar Urologi Edisi Kedua. Penerbit CV. Sagung Seto.
Jakarta.2007. Hal: 96-97.
4. Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Karta. 2000. Hal: 580.
5. Scott Roy. Urology Illustrated. Churchill Livingstone. Edinburgh London and New
York. 1975. Hal: 325.
6. Doherty GM. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill. 2006.
Hal: 1197.
7. http://medicom.blogdetik.com/2009/03/07/torsio_testis/
8. http://imodeharyoga.com/2008/10/the_acute scrotum/
9. http://graphics8.nytimes.com/images/2007/08/01/heath/ad
10. http://medicastore.com/images/torsio_testis.jpg
11. http://medicastore.com/images/torsio_testis2.jpg
12. http://www.aafp.org/afp/990215ap/817_f2.jpg
22