Undescendcus Testis,REFERAT Urologi

21
Undescendcus Testis A. Pendahuluan Undescendcus testis (UDT) atau cryptorchidism adalah kelainan genitalia kongenital tersering pada anak laki- laki. 1,2 Meskipun mekanisme terjadinya UDT masih menjadi kontroversial, faktor prematuritas, berat bayi baru lahir yang rendah, kecil untuk masa kehamilan, kehamilan kembar dan pemberian estrogen pada trimester pertama dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya UDT. Testis dapat kembali turun spontan ke testis sekitar 70 – 77% pada usia 3 bulan. 1 Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT akan menimbulkan efek pada testis di kemudian hari. UDT akan meningkatkan risiko infertilitas, keganasan sel germinal, trauma dan torsio testis. 3 Esensi terapi rasional yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil terjadinya risiko komplikasi tersebut dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy). B. Definisi Undescendcus testis (UDT) atau disebut juga Kriptorkismus adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua testis ke dalam skrotum. 4 1

Transcript of Undescendcus Testis,REFERAT Urologi

Undescendcus Testis

A. Pendahuluan

Undescendcus testis (UDT) atau cryptorchidism adalah kelainan genitalia

kongenital tersering pada anak laki-laki. 1,2 Meskipun mekanisme terjadinya UDT

masih menjadi kontroversial, faktor prematuritas, berat bayi baru lahir yang

rendah, kecil untuk masa kehamilan, kehamilan kembar dan pemberian estrogen

pada trimester pertama dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya UDT. Testis

dapat kembali turun spontan ke testis sekitar 70 – 77% pada usia 3 bulan. 1

Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT akan menimbulkan efek pada testis di

kemudian hari. UDT akan meningkatkan risiko infertilitas, keganasan sel

germinal, trauma dan torsio testis.3 Esensi terapi rasional yang dianut hingga saat

ini adalah memperkecil terjadinya risiko komplikasi tersebut dengan melakukan

reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal

ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).

B. Definisi

Undescendcus testis (UDT) atau disebut juga Kriptorkismus adalah

gangguan perkembangan yang ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu

atau kedua testis ke dalam skrotum.4

C. Epidemiologi

Undenscended testis (UDT) merupakan kelainan genitalia kongenital yang

paling sering ditemukan pada anak laki-laki. Angka kejadian pada bayi laki-laki

yang lahir cukup bulan sebesar 3 % dan meningkat menjadi 30% pada bayi yang

lahir prematur. Sepertiga kasus mengalami UDT bilateral sedangkan dua-

pertiganya adalah unilateral.1,5,6 Faktor predisposisi terjadinya UDT adalah

prematuritas, berat bayi baru lahir yang rendah, kecil pada masa kehamilan,

kehamilan kembar dan pemberian estrogen pada trimester pertama.6 Testis dapat

mengalami desensus secara spontan dengan bertambahnya usia, sehingga

prevalensinya menjadi sekitar 0,7-0,9 % pada saat umur 1 tahun.

1

Setelah usia 1 tahun, testis yang letaknya abnormal jarang dapat mengalami

desensus secara spontan.7

D. Embriologi dan penurunan testis

Apabila mudigah secara genetik bersifat pria, sel-sel benih primordial

yang membawa gabungan kromosom seks XY pada minggu ke-6 umur kehamilan

mengalami migrasi dari yolk sac ke genital ridge. Dibawah pengaruh kromosom

Y yang menjadi faktor penentu testis, korda kelamin primitif terus-menerus

berproliferasi dan menembus ke dalam medulla untuk membentuk korda testis.

Korda testis dalam bulan ke-4 menjadi berbentuk seperti tapal kuda dan ujungnya

bersambungan dengan ujung rete testis. Pada saat ini korda testis tersusun dari sel-

sel benih primordial dan sel-sel sustentakular sertoli yang berasal dari epitel

permukaan kelenjar.8

Testis yang berisi prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi

tubulus seminiferous dan sel-sel interstisial leydig) dengan stimulasi FSH yang

dihasilkan pituitary mulai aktif berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan

mengeluarkan MIF (Mullerian Inhibiting Factor). MIF selain menyebabkan

involusi ipsilateral dari duktus mullerian, juga meningkatkan reseptor androgen

pada membran sel Leydig. Stimulasi chorionic gonadotropin yang dihasilkan

plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi testosteron yang

sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi epididimis, vas deferens,

dan vesika seminalis.9

Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun

mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa

terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik

(anatomik), dan neural. Penurunan testis terjadi dalam 2 fase yaitu Fase

transabdominal dan fase inguinoscrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol

hormonal yang berbeda. Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15

kehamilan, di mana testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio

inguinal.

2

Hal ini terjadi karena adanya regresi ligamentum suspensorium cranialis dibawah

pengaruh androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculum (ligamen

yang melekatkan bagian inferior testis ke-segmen bawah skrotum) di bawah

pengaruh MIF. Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic

maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3

kehamilan terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke-

arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7

kehamilan. Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28

sampai dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio

inguinal ke dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya

belum diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran

calcitonin gene-related peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus

genitofemoral untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis

dari gubernaculum. 1,5,9

Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan

abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum

abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya

ujung dari processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju skrotum. Proses

penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan. 5,8

A B

Gambar 1. A: Skema penurunan testis menurut Hutson. Antara minggu ke- 8–15 gubernaculum (G) berkembang pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum suspensorium cranialis (CSL) mengalami regresi. Migrasi gubernaculum ke-skrotum terjadi pada minggu ke- 28-35. B: Peranan gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi dan gubernaculum mengalami perkembangan; sebaliknya pada betina CSL

3

menetap, dan gubernaculum menipis dan memanjang. (Dikutip dari : Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF. Anatomical and Functional of Testicular Descent and Cryptorchidism. Endocrine Reviews 1997; 18 (2): 259-75).

E. Etiologi

Mekanisme terjadinya Undescended Testis ( UDT ) berhubungan dengan

banyak faktor. Segala bentuk gangguan pada proses penurunan testis akan

berpotensi menimbulkan UDT (seperti terlihat pada tabel 1).9

Tabel 1: Kemungkinan penyebab UDT

A Defisiensi Androgen/blockadeDefisiensi Pituitary/placental gonadotropin Disgenesis GonadAndrogen sythesis defect ( jarang ) Androgen receptor defect ( jarang )

B Anomali mekanisPrune belly syndrome (bladder blocks inguinal canal) Posterior urethral valves(bladder blocks inguinal canal) Abdominal wall defects (low abdominal pressure/gubernacular rupture) Chromosomal/malformation syndrome ( Connective tissue defect block migration)

C Anomali neurologisMyelomeningocele (GNF dysplasia) GFN/CGRP anomalies

D Anomali yang didapatCerebral palsy (cremaster spasticity) Ascending/retractile testes (? Fibrous remnant of processus vaginalis)

UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri (isolated

anomaly), atau kelainan yang terjadi bersamaan dengan kelainan kromosom,

endokrin, intersex, dan kelainan bawaan lainnya. Bila disertai dengan kelainan

bawaan lain seperti hipospadia, kemungkinan lebih tinggi disertai dengan kelainan

kromosom (sekitar 12 – 25 %). Faktor keturunan berperan pada kasus UDT yang

isolated, sekitar 4,0 % anak-anak UDT mempunyai ayah yang UDT, dan 6,2 –

9,8% mempunyai saudara laki-laki UDT, atau pada laki-laki yang mempunyai

anggota keluarga UDT risiko 3,6 kali terjadi UDT dibanding dengan populasi

umum.5,6

F. Klasifikasi

Terdapat beberapa tipe UDT : 2,5,6

4

1. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan

parsial melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi

teraba (palpable) dan tidak teraba (impalpable).

2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang

normal.

3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat

refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis

inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya.

Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis,

menjadi: abdominal, inguinal, dan suprascrotal (gambar 2). Gliding testis atau

sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat

dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan

dilepaskan.2,5

Gambar 2: Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis.

G. Komplikasi

1. Risiko Keganasan

Terdapat hubungan antara UDT dengan keganasan testis. Insiden

keganasan testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko

terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan

berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal.5 Suatu meta-

analisis tentang keganasan testis dari 21 studi kontrol, menunjukkan terdapat

peningkatan rasio 3,5- 17,1 pada laki-laki dengan riwayat UDT. Makin tinggi

5

lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai risiko

menjadi ganas 5x lebih besar dibanding testis inguinal.2

Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan, tetapi akan

lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah

dilakukan orchiopexy.3,5

2. Infertilitas

Laki-laki yang memiliki riwayat UDT berisiko untuk mengalami

infertilitas, pada umumnya memiliki kualitas semen yang buruk dan jumlah

sperma yang rendah dibandingkan dengan laki-laki normal yang tidak memiliki

riwayat UDT.2 Penderita UDT bilateral mengalami penurunan fertilitas yang lebih

berat dibandingkan penderita UDT unilateral, dan apalagi dibandingkan dengan

populasi normal. Penderita UDT bilateral mempunyai risiko infertilitas 6x lebih

besar dibandingkan populasi normal (38% infertil pada UDT bilateral

dibandingkan 6% infertil pada populasi normal), sedangkan pada UDT unilateral

berisiko hanya 2x lebih besar. Perubahan gambaran histologis yang bermakna

mulai tampak setelah umur 1 tahun, semakin memburuk dengan bertambahnya

umur. Fertilitas masih dapat diperbaiki dengan pengobatan dan dapat dicegah

dengan penatalaksaan dini pada kasus UDT.2,3,10

3. Komplikasi lain

Komplikasi lain yang dapat terjadi pada UTD adalah risiko trauma testis

terhadap tulang pubis, risiko torsio testis dan faktor psikologis terhadap kantong

skrotum yang kosong.3,5,11

H. Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis yang ditanyakan adalah tentang prematuritas penderita

(30% bayi prematur mengalami UDT), penggunaan obat-obatan saat ibu hamil

(estrogen), riwayat operasi inguinal. Harus dipastikan juga apakah sebelumnya

testis pernah teraba di skrotum pada saat lahir atau tahun pertama kehidupan

(testis retractile akibat refleks cremaster yang berlebihan sering terjadi pada umur

6

4-6 tahun). Riwayat keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan genitalia,

dan kematian neonatal.5,11

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan hangat.

Pemeriksaan secara umum harus dilakukan dengan mencari adanya tanda-tanda

sindrom tertentu, dismorfik, hipospadia, atau genitalia ambigu.5,12

Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang dengan

”frog leg position” dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat dan akan lebih

baik bila menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari SIAS menyusuri kanalis

inguinalis ke-arah medial dan skrotum (gambar 3). Bila teraba testis harus dicoba

untuk diarahkan ke-skrotum, dengan kombinasi ”menyapu” dan ”menarik”

terkadang testis dapat didorong ke dalam skrotum. Dengan mempertahankan

posisi testis didalam skrotum selama 1 menit, otot-otot cremaster diharapkan akan

mengalami ”fatigue”; bila testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan

testis yang retractile sedangkan pada UDT akan segera kembali begitu testis

dilepas. Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.12

Gambar 3. Teknik pemeriksaan testis. A: Menyusuri kanalis inguinalis dimulai dari SIAS. B&C: Bila teraba testis, ‘menggiring ‘ testis dengan ujung-ujung jari. D: Memanipulasi ke-dalam skrotum. (Dikutip dari : Docimo SG, Silver RI, Cromie W. The Undescended Testicle: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2000; 62: 2037-44).

Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur

penurunan yang normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal

akibat torsi. Testis kontralateralnya biasanya mengalami hipertrofi. Lokasi UDT

tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti supraskrotal (20%), dan

7

intra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang baik akan dapat

menentukan lokasi UDT tersebut.3,5,12

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan

laboratorium lebih lanjut. Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis

dengan disertai hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis

kromosom dan hormonal (yang terpenting adalah 17-hydroxyprogesterone) untuk

menyingkirkan kemungkinan intersex.2,5,11

Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT

bilateral dengan usia < 3 bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan

testosteron akan dapat membantu menentukan apakah terdapat testis atau tidak.

Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan pemeriksaan hormonal tersebut harus

dilakukan dengan melakukan stimulasi test menggunakan hCG (human chorionic

gonadotropin hormone). Ketiadaan peningkatan kadar testosteron disertai

peningkatan LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan anorchia.2,11

Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon

testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Respon

testosteron normal pada hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi,

respon normal setelah hCG test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa

kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas,

dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi

hCG hanya sekitar 2-3x.5

4. Pemeriksaan Pencitraan

USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah

inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan

tangan.6,11 Pada penelitian terhadap 66 kasus rujukan dengan UDT tidak teraba

testis, USG hanya dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis inguinal; dan tidak

dapat mendeteksi testis intra-abdomen, hal ini tentunya sangat tergantung dari

8

pengalaman dan kwalitas alat yang digunakan.5 CT scan dan MRI mempunyai

ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG terutama diperuntukkan testis

intra-abdomen (tak teraba testis). MRI mempunyai sensitifitas yang lebih baik

untuk digunakan pada anak-anak yang lebih besar (belasan tahun).

MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan keganasan testis.2,5 Baik USG, CT scan

maupun MRI tidak dapat dipakai untuk mendeteksi vanishing testis ataupun

anorchia.5

5. Laparoskopi

Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi UDT tidak

teraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode invasif yang cukup

aman oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih

besar dan setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di

inguinal.5 Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi

cincin inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-patent), testis dan

vaskularisasinya serta struktur wolfian-nya. Tiga hal yang sering dijumpai saat

laparoskopi adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang mengindikasikan

anorchia (44%), testis intra-abdomen (36%), dan struktur cord (vasa dan vas

deferens) yang keluar ke-dalam cincin inguinalis interna.5,13

I. Terapi

Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah

memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan

reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal

ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy)3,5,7

Terapi Hormonal

Terapi hormonal pada UDT telah dimulai semenjak tahun 1940-an,

terutama banyak digunakan di Eropa. Hal ini didasarkan fakta bahwa defisiensi

aksis hipotalamus-pituitary-gonad merupakan penyebab terbanyak UDT. Hormon

yang biasa digunakan adalah hCG, gonadotropin-releasing hormone (GnRH) atau

9

LH-releasing hormone (LHRH).3,5 Hormon hCG mempunyai kerja mirip LH

yang dihasilkan pituitary, yang akan merangsang sel Leydig menghasilkan

androgen. Cara kerja peningkatan androgen pada penurunan testis belum

diketahui pasti, tapi diduga mempunyai efek pada cord testis atau otot cremaster.2

Berbagai regimen pemberian hCG telah direkomendasikan. Rekomendasi yang

sering digunakan adalah dari International Health Foundation dan WHO yang

merekomendasikan pemberian 250 IU untuk bayi < 12 bulan, 500 IU untuk umur

1-6 tahun, dan 1.000 IU untuk umur > 6 tahun, masing masing kelompok umur

diberikan 2x seminggu selama 5 minggu. Faktor yang mempengaruhi

keberhasilan terapi adalah: makin distal lokasi testis makin tinggi

keberhasilannya, makin tua usia anak makin respon terhadap terapi hormonal,

UDT bilateral lebih responsif terhadap terapi hormonal daripada unilateral.2,5,6

Terapi Pembedahan

Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus

UDT adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus

mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi, psikologis

anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda.5,11 Mengingat 75 % kasus UDT akan

mengalami penurunan testis spontan sampai umur 1 tahun, maka pembedahan

biasanya dilakukan setelah umur 1 tahun.1,7 Pertimbangan lain adalah setelah 1

tahun akan terjadi perubahan morfologis degeneratif testis yang dapat

meningkatkan risiko infertilitas.2,10 Keberhasilan orchyopexy berkisar 67-100 %

bergantung pada umur penderita, ukuran testis, contralateral testis, dan

keterampilan ahli bedah.5

Prinsip dasar orchiopexy adalah :

1. Mobilisasi yang cukup dari testis dan pembuluh darah

2. Ligasi kantong hernia

3. Fiksasi yang kuat testis pada skrotum

10

Testis sebaiknya direlokasi pada subkutan atau subdartos pouch

skrotum.6,7,11

Algoritma penatalaksanaan Undescendsus Testis 12

Gambar 4: Algoritma penatalaksanaan UDT pada anak. Anak yang lebih besar sebaiknya segera dirujuk saat diagnosis ditegakkan. LH=luteinizing hormone; FSH=follicle-stimulating hormone; MIS=mullerian inhibiting substance; hCG=human chorionic gonadotropin (Dikutip dari : Docimo SG, Silver RI, Cromie W. The Undescended Testicle: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2000; 62: 2037-44)

11

Daftar Pustaka

1. Sumfest,JM., 2009, Cryptorchidism, Medscape Reference, tersedia pada http://www.emedicine.medscape.com.

2. Mathers, MJ, Sperling, H, Rubben, H, Roth, S., 2009, The Undescended Testis : Diagnosis, Treatment, and Long- Term Consequences, Dtsch Arztebl Int 2009; 106(33): 527–32, tersedia pada http://ncbi.nlm.nih.gov.

3. Mouriquand, P.D.E., 2008, Undescended testes in children: the paediatric urologist’s point of view, EJE-08-0162, tersedia pada http://www.eje-online.org.

4. Dorland, W.A. Newman., 2006, Kamus Kedokteran Dorland, Ed ke-29, EGC, Jakarta.

5. Faizi, M. Dan EP, Netty., Penatalaksanaan Undescendcus Testis Pada Anak, Divisi Endokrinologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR Surabaya, tersedia pada http://www.pediatric.com .

6. Medicare Taiwan, 20012, Cryptorchidism, tersedia pada www.urology-textbook.com.

7. Purnomo, Basuki B., 2007, Dasar-Dasar Urologi, Ed ke-2, Sagung Seto, Jakarta.

8. Sadler, TW., 2000. Embriologi Kedokteran Langman, Ed ke-7, EGC, Jakarta.

9. Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF., Anatomical and Functional of Testicular Descent and Cryptorchidism, Endocrine Reviews 1997; 18 (2): 259-75, tersedia pada http://www.edrv.endojournals.org.

10. Chung, Eric and Brock, Gerald B., Cryptorchidism and its impact on male fertility: a state of art review of current literature, Assoc J 2011;5(3): 210-4.

11. Firdaoessaleh., 2007, Diagnosis dan Penatalaksanaan Undescended Testis, Maj Kedokt Indon; 57 (1): 33-37, tersedia pada http://mki.idionline.org.

12. Docimo SG, Silver RI, Cromie W., The Undescended Testicle: Diagnosis and Management, Am Fam Physician 2000; 62: 2037-44).

13. Denes, Francisco T et all., 2008, Laparoscopic Diagnosis and Treatment of Nonpalpable Testis, International Braz J Urol;34 (3): 329-335

12

Referat

Undescendsus Testis

DISUSUN OLEH:

Sri NuryaniNIM. I 11106014

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran

13

Program Studi Pendidikan Dokter

Universitas Tanjungpura

RSU DR SOEDARSO

Tahun 2012

LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui referat dengan judul:

Undescendsus Testis

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu Bedah

Telah disetujui,

Pontianak, Mei 2012 Disusun oleh

Pembimbing,

dr. Fedri Yance, Sp.U Sri Nuryani

14

15