Referat TB HIV.docx

download Referat TB HIV.docx

of 6

Transcript of Referat TB HIV.docx

  • 7/26/2019 Referat TB HIV.docx

    1/6

    I. PENDAHULUAN

    The World Health Organization (WHO) memprediksi bahwa penyebab kematian orang

    denganAcquired immunedeficiency syndrome (AIDS) adalah tuberkulosis (TB) paru sebesar

    13%. Infeksi TB paru diukur ketika seseorang yang diduga menginhalasi droplet yangmengandung bakteri

    Mycobacterium tuberculosis(M. tb). Respons sistem imun membatasi

    multiplikasi basil tuberkel 212 minggu setelah infeksi. Kondisi basil tuberkel persisten selama

    bertahuntahun berubah menjadiLatent Tuberculosis Infection (LTBI). Seseorang dengan LTBI

    tidak memberikan gejala dan tidak menularkan. Tuberkulosis paru dapat berkembang segerasetalah terpajan (penyakit primer) atau setelah reaktivasi dari LTBI (Reactivation Disease).

    Penyakit primer berjumlah sekitar 1/3 atau lebih kasus pada populasi dengan TB-HIV (Human

    immunodeficency Virus) .

    II. ETIOLOGI

    Human Immunodeficiency Virus adalah virus sitoplastik dari familiRetroviridae.

    Berdasarkan strukturnya HIV termasuk famili retrovirus yang merupakan virus RNA(Ribonucleacid Acid) dengan berat molekul 9.7 kilobases(kb). Virus HIV pertama kali

    diidentifikasi oleh Luc Montainer di Institut Pasteur Paris tahun 1983 disebut HIV-1.

    Karakteristik virus sepenuhnya diketahui oleh Robert Gallo di Washington dan Jay Levy di San

    Fransisco tahun 1984. Tahun 1986 HIV-2 berhasil diisolasi dari pasien di Afrika Barat.

    Gambar 1. Struktur HIV

    III. PATOGENESIS

    Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh manusia diawali interaksi gp 120 pada selubung

    HIV berikatan dengan reseptor spesifik CD4. Sel target utama adalah sel yang mampu

    mengekspresikan reseptor CD4 antara lain astrosit, mikroglia, monosit-makrofag, limfosit,

    Langerhans dandendritik. Ikatan terjadi akibat interaksi gp 120 HIV dengan CD4. Ikatan

    semakin kuat dengan kehadiran ko-reseptor kedua yang memungkinkan gp 41 menjalankan

    fungsinya sebagai perantara masuknya virus ke dalam sel target. Koreseptor lini kedua adalah

    chemokine reseptor 5 (CCR5) dan chemokine reseptor 4 (CXCR4).

    Proses internalisasi limfosit T oleh HIV selain terjadi perubahan melalui aktivasi limfositT-CD4 maupun HIV juga membangkitkan timbulnya protein stres temasuk heat shock protein 70

    (Hsp70). Kontak yang terjadi mengakibatkan limfosit T terpacu sehingga mengalami stres

    dengan berbagai perubahan. Perubahan diawali dengan ekpresi reseptor CD43 (sialophorin) pada

    permukaan limfosit T. Reseptor CD43 yang terekspresi tersebut menjadi aktivator baik terhadap

    limfosit T-CD4 sendiri maupun terhadap HIV. Peningkatan aktivitas limfosit T-CD4 yang

  • 7/26/2019 Referat TB HIV.docx

    2/6

    terinfeksi HIV akan menginduksi T-helper 1 (Th-1) mensekresi Interleukin (IL)-1, IL-2, Tumor

    necrosis factor (TNF)- dan Interferon (IFN)- sehingga kadar didalam darah meningkat.

    Pada TB paru aktif, makrofag terinfeksi oleh M. tb yang akan mengekspresikan TNF-

    bersamaan dengan Monocyte Chemotact ic Protein 1 (MCP- 1) yang mengaktifkan replikasi

    HIV-1. The Long Terminal Repeat (LTR) HIV mengandung 2 NF-kB. TNF- menginduksi

    replikasi HIV dimediasi dengan peningkatan aktifitas NF-kB di sel mononuklear. M.

    tuberculosis dapat menyebabkan infeksi lanjut pada CD4 sel T limfosit dan monosit. M.

    tuberculosis juga mengaktifkan replikasi HIV-1 pada CD4 T limfosit yang terinfeksi laten.

    Masuknya monosit kedalam sel dendrit dapat memfasilitasi trasmisi HIV-1 ke CD4 T limfosit

    yang apabila berdiferensiasi ke M. tb dapat menyebabkan berkembang menjadi infeksi latenHIV-1.

    IV. GEJALA KLINIS

    Gejala klinik HIV merupakan gejala dan tanda infeksi virus akut, keadaan asimptomatis

    berkepanjangan hinggga manifestasi AIDS berat. Gejala klinik HIV dapat dibagi menjadi 4 tahap

    yaitu :

    1. Tahap pertama

    Merupakan tahap infeksi akut. Pada tahap ini muncul gejala tapi tidak spesifik. Tahap ini muncul

    6 minggu pertama setelah pajanan HIV berupa demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri

    menelan dan pembesaran kelenjar getah bening.

    2. Tahap kedua

    Merupakan tahap asimptomatis. Pada tahap ini gejala dan keluhan menghilang. Tahap ini

    berlangsung selama 6 minggu sampai beberapa bulan atau tahun setelah infeksi tetapi penderita

    masih normal.

    3. Tahap ketiga

  • 7/26/2019 Referat TB HIV.docx

    3/6

    Merupakan tahap simptomatis. Keluhan penderita lebih spesifik dengan gradasi sedang sampai

    berat. Berat badan menurun tetapi tidak sampai 10%. Pada selaput mulut terjadi sariawan

    berulang, infeksi bakteri pada saluran napas atas, namun penderita dapat melakukan aktifitas

    meskipun terganggu. Penderita lebih banyak di tempat tidur.

    4. Tahap keempat

    Merupakan tahap lanjut atau tahap AIDS. Gejala yang muncul berupa berat badan turun lebih

    10%, diare lebih 1 bulan, demam yang tidak diketahui penyebabnya berlangsung selama 1 bulan,

    kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, TB paru. Penderita hanya berbaring ditempat tidur lebih

    dari 12 jam sehari selama sebulan terakhir. Dapat terjadi berbagai macam infeksi berupa

    pneumocystis pneumonia, toksoplasmosis otak, penyakit sitomegalovirus, infeksi virus herpes,

    kandidiosis pada esofagus, trakea, bronkus, paru, infeksi jamur seperti histoplasmosis. Dapat

    juga ditemukan keganasan termasuk keganasan kelenjar getah bening dan sarcoma kaposi.

    Individu yang terinfeksi HIV pada TB paru aktif sangat dipengaruhi oleh derajat

    imunodefisiensi.6 Pada pasien terinfeksi HIV dengan CD4+ > 350 cell/L gejala klinik TBsesuai dengan pasien TB tanpa HIV. Gejala mayor terbatas pada paru dan biasanya gambaran

    foto toraks lobus atas berupa gambaran infiltrat fibronodular dengan atau tanpa kavitas.8 Gejala

    ekstraparu lebih sering timbul pada pasien HIV dibandingkan pada pasien yang tidak terinfeksi

    HIV, walaupun manifestasi klinik antara pasien terinfeksi HIV dengan tidak terinfeksi HIV tidak

    secara substantial berbeda. Pada HIV stadium lanjut gambaran foto toraks pada pasien TB paru

    berbeda dibandingkan dengan pasien dengan derajat keparahan imunosupresi lebih rendah. Pada

    lobus bawah, lobus tengah, gambaran infiltrate milier lebih biasa dan kavitas lebih jarang.

    Limfadenopati mediastinum juga dapat ditemukan. Walaupun dengan gambaran foto toraks

    normal, pasien terinfeksi HIV dan TB paru dapat memberikan hasil dahak yang positif dan hasil

    kultur.Peningkatan derajat imunodefisiensi, TB ekstraparu (limfadenitis, pleuritis, pericarditis

    dan meningitis) dengan atau tanpa keterlibatan paru ditemukan pada gejala mayor dengan jumlah

    CD4+ < 200 cell/L. Pada beberapa pasien TB dapat menjadi penyakit sistemik yang berat

    dengan demam tinggi, progresif, dan sindoma sepsis. Penemuan histopatologi juga dipengaruhi

    oleh derajat imunodefisiensi. Pasien dengan fungsi relatif imun terdapat tipikal inflamasi

    granulomatosa yang diasosiasikan dengan penyakit TB. Pada pasien dengan imunodefisiensi

    berat dan kadar mikobakterium yang tinggi, penyakit TB dapat menjadi subklinik atau

    oligoasimptomatis.

  • 7/26/2019 Referat TB HIV.docx

    4/6

    V. DIAGNOSIS

    Seseorang dengan infeksi HIV, pemeriksaan untuk TB paru termasuk dengan menanyakantentang kombinasi dari gejala klinik yang terdapat pada pasien dan tidak hanya menanyakan

    keluhan batuk saja. Ini seperti terapi dengan obat anti retrovirus dan terapi preventif dengan

    izoniazid dapat mulai diberikan pada orang yang tidak ada gejala, namun pemeriksaan kultur

    mikobakterium tetap dikerjakan.

    a) Diagnosis of Latent Tuberculosis Infection (LTBI)

    Semua pasien yang didiagnosis HIV sebaiknya diperiksa LTBI. Seseorang dengan hasil

    pemeriksaan LTBI menunjukkan negatif, infeksi HIV lanjut (CD4+ < 200 cell/ L) dan tanpa

    indikasi pemberian terapi empiris LTBI seharusnya dilakukan kembali uji LTBI ketika mulai

    terapiART dan kadar CD4+ e 200 cell/L.

    Pada umumnya uji rutin untuk LTBI direkomendasikan untuk orang terinfeksi HIV yang

    termasuk kategori resiko tinggi untuk berulang atau terpajan idividu dengan TB paru, orang

    dengan hidup dengan faktor risiko terinfeksi HIV, pecandu aktif, atau memiliki factor risiko

    sosial demografi untuk TB. Setiap pasien dengan HIV dan uji LTBI positif seharusnya dilakukan

    foto toraks dan evaluasi klinik untuk TB aktif.

    b) Diagnosis TB Paru Aktif

    Evaluasi dugaan HIV yang berhubungan dengan TB seharusnya dilakukan pada

    pemeriksaan foto toraks yang merujuk kepada kemungkinan lokasi anatomi penyakit. Sampeldari dahak dan kultur seharusnya didapatkan dari pasien dengan gejala paru dan kelainan

    gambaran foto toraks.

    Gambaran normal foto toraks tidak dapat menyingkirkan kemungkinan TB aktif ketika

    kecurigaan terhadap penyakit ini tinggi dan sampel dari dahak tetap harus didapatkan.

    Hasil pengambilan dahak 3 hari lebih disarankan pagi hari dapat meningkatkan hasil dari

    hapusan dan kultur. Lebih dari dari pasien HIV dengan penyakit TB paru menunjukkan

  • 7/26/2019 Referat TB HIV.docx

    5/6

    hasil negatif palsu.

    Serostatus HIV tidak mempengaruhi hasil dari pemeriksaan hapusan dahak dan kultur.

    Hasil positif lebih sering didapatkan pada penyakit paru dengan kavitas. Hasil

    dari pemeriksaan hapusan dahak dan kultur yang berasal dari spesimen ekstraparu lebih tinggi

    diantara pasien imunodefisiensi lanjut dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi. Uji

    Nucleic acid amplication (NAA), juga disebut Direct Amplification Test dapat langsung

    diterapkan pada spesimen klinik seperti dahak dan sangat membantu dalam proses evaluasi

    pasien dengan hasil hapusan dahak positif. Hasil positif NAA pada hapusan dahak sangat

    merefleksikan TB aktif. Pada orang dengan hasil dahak negatif atau penyakit ekstraparu maka

    penggunaan NAA harus digunakan dan diinterpretasikan sesuai dengan penyebabnya.

    Pada pasien dengan tanda TB ekstraparu, aspirasi jarum halus atau biopsi dari lesi kulit,

    kelenjar limfe, cairan pleura dan perikardial harus dilakukan. Kultur darah dari mikobakterium

    dapat membantu pasien dengan tanda penyebaran penyakit atau perburukan imunodefisiens.

    VI.

    PENATALAKSANAANPengobatan TB

    Ada tiga kategori pengobatan TB, dan kategori dipilih untuk kita berdasarkan beberapa

    kriteria, dengan pengobatan lebih manjur/ lebih lama diberikan pada orang dengan TB kambuh

    atau setelah pengobatan yang gagal. Namun kebanyakan kasus, baik TB paru maupun di luar

    paru, diobati dengan kategori 1. Pengobatan kategori ini dilakukan dengan dua tahap atau fase:

    pada fase intensif, kita harus minum empat jenis OAT selama sedikitnya dua bulan untuk

    mengubah infeksi menjadi tidak aktif dan tidak dapat menular lagi. Pengobatan pada fase intensif

    ini bisanya diberi kode yang berikut:

    2HRZE (dua bulan isoniazid + rifampisin + pirazinamid + etambutol, sekali sehari)

    Setelah fase ini berhasil, yang dibuktikan oleh pemeriksaan dahak dengan mikroskop,pengobatan masuk fase lanjutan dengan hanya dua jenis OAT dipakai tiga kali seminggu untuk

    empat bulan berikut.

    Pengobatan pada fase lanjutan ini diberi kode yang berikut:

    4H3R3 (empat bulan isoniazid + rifampisin, tiga kali seminggu)

    Kategori 2 adalah pengobatan yang lebih manjur dan lama untuk pasien kambuh atau

    setelah pengobatan kategori 1 gagal, atau pun yang drop out (berhenti pengobatan sebelum

    selesai). Kategori 3 dipakai pasien BTA negatif dan dianggap sakit ringan, termasuk beberapa

    jenis TB luar paru; pengobatan ini hanya memakai tiga jenis obat pada fase intensif, tetapi jangka

    waktu tetap sama dengan kategori 1.

    Bila pengobatan awal gagal, terutama karena kurang kepatuhan terhadap obat, bakteri

    dapat menjadi resistan (kebal) terhadap beberapa jenis obat anti-TB. TB ini disebut sebagai

    MDR (multidrugresistant, atau resistan terhadap beberapa obat). MDR TB juga dapat ditularkan

    kepada orang lain. MDR-TB ini sangat sulit diobati, dan sering memakai obat jenis lain. Saat ini

    belum jelas apakah MDR-TB adalah masalah besar di Indonesia.

  • 7/26/2019 Referat TB HIV.docx

    6/6

    Pengobatan HIV

    Pada umumnya, pemakaian obat-obat ini adalah dengan kombinasi satu sama lainnya karena

    pemakaian obat tunggal tidak menyembuhkan dan bisa memicu munculnya virus yang resisten

    terhadap obat tersebut. Pemakaian obat kombinasi menjadi standar pengobatan AIDS saat ini,yang disebut highly active antiretroviral threrapy (HAART).

    Zidovudin (ZDV) : Merupakan analog nukleosida, dan bekerja pada enzim reversetranscriptase. CDC telah menyarankan pemakaian obat ini untuk infeksi HIV. Dosis:

    500-600 mg/hari, pemberian setiap 4 jam @ 100 mg,

    Didanosin (DDI) : Belum ada rekomendasi pemberian DDI sebagai terapi pertama,melainkan dipakai bila penderita tidak toleran terhadap ZDV, atau sebagai pengganti

    ZDV dimana ZDV sudah amat lama dipakai, atau bila pengobatan dengan ZDV tidak

    mendapatkan hasil. Dosis: 2x100 mg, setiap 12 jam (BB60 Kg)

    Dideoxycytidine (DDC, Zalcitabine): Diberikan sebagai kombinasi dengan ZDV, tetapibelum cukup pengalaman untuk pemakaian tersebut. Dosis: 0,03 mg/KgBB, diberikan

    setiap 4 jam. Obat-obat lain: Berbagai jenis obat antiretroviral dikembangkan namun masih dalam taraf

    penelitian. Yang cukup menjanjikan ialah derivat HEPT dan TIBO, yang menghambat

    HIV-1 secara sangat spesifik, namun tidak HIV-2. Senyawa ini bekerja pada enzim

    reverse transcriptase. Vaksin untuk mencegah penularan HIV sampai saat ini belumdiketemukan.

    Terapi kombinasi : Banyak ahli cenderung mempergunakan terapi kombinasi ZDV dengan obat

    antiretroviral lain, misalnya: Triple: Saquinavir 1800 mg/hari (Ro.31-8959), ZDV 600 mg/hari,DDC 2,5 mg/hari. Double: DDC+ZDV, DDC+saquinavir. Terapi kombinasi terbukti

    memberikan hasil lebih baik dan mengurangi kemungkinan timbulnya resistensi virus terhadap

    obat-obat antiretroviral tersebut.

    Daftar Pustaka :

    1. Arief Riadi, Tuberkulosis dan HIV-AIDS, Jurnal Tuberkulosis Indonesia vol.8 Maret

    2012, Jakarta . 2006.2. Diagnoses of HIV/AIDS 32 states, 20002003. MMWR Morb Mortal Weekly Rep

    2004;53:1106-10.