Referat TB Kehamilan

34
REFERAT TUBERKULOSIS PADA KEHAMILAN Pembimbing dr.Edihan, Sp.OG Oleh: Felicia Lukito (2011-061-042) Tia Listyana (2011-061-050) DEPARTEMEN ILMU KANDUNGAN & KEBIDANAN

Transcript of Referat TB Kehamilan

Page 1: Referat TB Kehamilan

REFERAT

TUBERKULOSIS PADA KEHAMILAN

Pembimbing

dr.Edihan, Sp.OG

Oleh:

Felicia Lukito (2011-061-042)

Tia Listyana (2011-061-050)

DEPARTEMEN ILMU KANDUNGAN & KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA

JAKARTA

2012

Page 2: Referat TB Kehamilan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Menurut World

Health Organization (WHO), insidens TB pada tahun 2008 adalah 9,4 juta dan 3,6 juta di

antaranya menginfeksi wanita. TB merupakan salah satu penyebab terbesar kematian pada

wanita, yaitu sekitar 700.000 kematian setiap tahun, dan sepertiga dari kematian tersebut terjadi

pada wanita usia subur. Suatu penelitian lain yang dilakukan di UK pada tahun 2008, insidens

TB pada kehamilan adalah 4,2 per 100.000 kehamilan. TB pada kehamilan dapat bermanifestasi

sebagai TB pulmoner dan TB ekstrapulmoner. Pada 2 penelitian yang dilakukan di UK, 53% dan

77% dari wanita hamil dilaporkan mengalami TB ekstrapulmoner.

Indonesia belum mempunyai data prevalensi TB pada perempuan hamil. Di poliklinik

tuberkulosis Persatuan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) tahun 2006 dan 2007

terdapat 0,2% perempuan hamil yang mengidap TB. Angka tersebut sebanding dengan

prevalensi TB pada masyarakat umum. Untuk itu diasumsikan bahwa penyebaran TB pada

perempuan hamil minimal tidak berbeda dengan sebaran di kalangan masyarakat. Oleh karena

itu usaha penapisan seharusnya dapat dilakukan pada populasi perempuan hamil mengingat

risiko yang lebih tinggi yang akan didapat oleh ibu dan janin.

Periode prenatal dengan jadwal pemeriksaan berkala yang telah ditetapkan oleh WHO

memberi kesempatan untuk membantu usaha ini dengan melakukan pemeriksaan dan

pengobatan, terutama pada perempuan hamil yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi penyakit

ini. Pada perempuan hamil TB memberi pengaruh pada kehamilan dan janin terkait dengan

keterlambatan pengobatan. Lebih dari 90% perempuan hamil dengan TB aktif muncul dari

populasi perempuan hamil dengan infeksi tuberkulosis yang tidak diobati.2,10,11 Mortalitas

perinatal pada perempuan hamil yang menderita TB enam kali lebih tinggi jika dibandingkan

kontrol dengan insidens prematuritas dan berat badan lahir rendah meningkat dua kali lipat.

Page 3: Referat TB Kehamilan

Diagnosis dan pengobatan yang terlambat berhubungan dengan meningkatnya morbiditas ibu

empat kali lebih tinggi.12

Pada masa sebelum ditemukannya kemoterapi, didapatkan kematian sampai 70%

disebabkan oleh TBC pada wanita usia reproduksi. Setelah kemoterapi ditemukan insidens TBC

meningkat kembali, hal ini dikarenakan timbulnya bermacam-macam faktor, salah satunya

infeksi human immunodeficiency viral (HIV).3 TBC pada kehamilan mempunyai gejala klinis

yang serupa dengan TBC perempuan tidak hamil. Diagnosis mungkin ditegakkan terlambat

karena gejala awal yang tidak khas. Keluhan yang sering ditemukan batuk, demam, malaise,

penurunan berat badan dan hemoptisis.3,4

Pemeriksaan penunjang dalam hal ini pemeriksaan uji tuberkulin diikuti oleh foto toraks

merupakan pemeriksaan yang dianjurkan pada kelompok TBC risiko tinggi. Faktor lain yang

berperan adalah pemberian regimen terapi yang tepat. Risiko yang dihadapi oleh ibu dan janin

lebih besar bila tidak mendapatkan pengobatan TBC dibandingkan risiko pengobatan itu sendiri.

Pemberian regimen kemoterapi yang tepat dan adekuat akan memperbaiki kualitas hidup ibu,

mengurangi efek samping obat anti tuberculosis (OAT) terhadap janin dan mencegah infeksi

yang terjadi pada bayi yang baru lahir.4,5

Page 4: Referat TB Kehamilan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menular dan dapat menyerang berbagai

organ dalam tubuh, dan terutama menyerang paru. Infeksi ini disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis.

2.2 Etiologi dan Mikrobiologi Tuberkulosis

Penyebab dari penyakit tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis,yang

mempunyai karakteristik mikrobiologi yaitu bersifat an aerobic, non-spore-forming, nonmotile

bacillus, merupakan salah satu dari lima anggota Mycobacterium tuberculosis complex, di mana

yang lain adalah: M. bovis, M. ulcerans, M. Africanum, andM. microti, akan tetapi M.

tuberculosis adalah yang bersifat pathogen pada manusia. Golongan mycobacterium lain yang

juga dapat menginfeksi manusia adalah Mycobacterium leprae, M. avium, M. Intracellulare, and

M. scrofulaceum.29

2.2 Patofisiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis dapat menyerang hampir semua organ tubuh, tetapi yang biasa diserang

adalah paru (lebih kurang 80%).29,34. Pada pasien pengidap HIV, pola dari infeksi TBC ini agak

berbeda, yang mana cenderung terjadi TBC extrapulmonal.29 Hampir semua infeksi TBC

disebabkan oleh penularan melalui inhalasi dari partikel-partikel yang infeksius yang dikeluarkan

oleh pasien pengidap TBC lewat batuk, bersin, berbicara, atau menggunakan tissue yang

mengandung kuman TBC. Cara penularan lain yang mungkin terjadi yaitu lewat mulut dengan

mengkonsumsi susu yang tidak dioasteurisasi dan bisa juga melalui implantasi langsung melalui

kulit yang tidak intact atau melalui conjunctiva. Aerosolized tuberculosis particles dengan besar

Page 5: Referat TB Kehamilan

partikel antara 1-5µm dapat dibawa ke udara bebas dan dapat menyebar ke tempat yang jauh dan

dapat menginfeksi orang-orang di sekitarnya. Setelah sampai di paru, maka terjadi reaksi dari

tubuh, terjadi proses fagositosis oleh makrofag paru, terjadi reaksi granulomatous, yang mana

kemudian menimbulkan pembentukan Ghon’s focus. Basil TBC ini tetap berada dalam kondisi

dorman dalam Ghon’s focus ini untuk waktu yang lama, yang mana suatu saat dapat berubah

menjadi reaktif terutama bilamana seseorang mengalami kondisi immunocompromised atau

mengidap penyakit lain yang melemahkan sistem imunnya. 29,30

2.4 Tuberkulosis pada Kehamilan

Berbagai opini dari praktisi medis mengenai tuberkulosis pada kehamilan secara singkat

direfleksikan sebagai suatu kondisi kesehatan masyarakat yang signifikan. Hal tersebut

digambarkan dengan pisau bermata dua, sisi pertama adalah efek tuberkulosis pada kehamilan

dan pola perkembangan neonatus, sisi lainnya merupakan efek kehamilan terhadap

perkembangan tuberkulosis. Tuberkulosis tidak hanya menyumbang proporsi yang signifikan

dalam beban penyakit global, juga merupakan kontributor yang signifikan untuk kematian ibu,

merupakan salah satu penyakit dari tiga penyebab utama kematian di kalangan wanita usia 15-45

tahun. Angka insiden TB pada kehamilan tidak tersedia di banyak negara karena banyak faktor

perancu. Namun demikian, diperkirakan bahwa kejadian TB pada wanita hamil akan sama

tingginya pada populasi umum, dengan kejadian mungkin lebih tinggi di negara berkembang.

2.4.1 Efek Kehamilan pada Tuberkulosis

Peneliti dari zaman Hippocrates telah menyatakan kekhawatiran mereka tentang efek tak

diinginkan yang mungkin ada pada kehamilan dengan TB paru. Terjadinya TB diyakini sebagai

akibat dari peningkatan tekanan intraabdomen terkait dengan kehamilan. Keyakinan ini dipegang

secara luas sampai awal abad keempat belas. Peneliti seperti Hedvall dan Schaefer menunjukkan

tidak adanya keuntungan maupun efek samping dari kehamilan terhadap progresi TB. Namun,

kehamilan yang berurutan dapat memberikan efek negatif yaitu menimbulkan reaktivasi

tuberkulosis laten.

Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa diagnosis tuberkulosis pada kehamilan

mungkin lebih sulit dilakukan, karena gejala awalnya mungkin dianggap berasal dari

Page 6: Referat TB Kehamilan

kehamilan.Penurunan berat badan yang berhubungan dengan penyakit juga mungkin tertutupi

oleh kenaikan berat badan normal pada kehamilan.

2.4.2 Efek Tuberkulosis terhadap Kehamilan

Efek TB terhadap kehamilan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tingkat

keparahan penyakit, umur kehamilan saat didiagnosis TB, adanya penyebaran ekstrapulmoner,

koinfeksi HIV dan pengobatan yang diberikan. Prognosis paling buruk terjadi pada wanita

dengan diagnosis penyakit yang sudah lanjut pada masa nifas, begitu juga pada wanita dengan

koinfeksi HIV.Kegagalan pengobatan juga memperburuk prognosis.

Namun, data mengenai efek TB terhadap maternal dan luaran neonatal masih belum jelas.

Beberapa penelitian mengatakan bahwa dengan pengobatan yang tepat dalam jangka waktu yang

benar, infeksi TB tidak memberikan efek negatif terhadap kehamilan. Dari suatu penelitian

prospektif di India, tidak ada perbedaan pada komplikasi kehamilan pada wanita yang

didiagnosis TB dan diterapi dengan wanita hamil yang tidak terkena TB.Namun, terdapat suatu

pengecualian pada wanita hamil yang terlambat memulai terapi TB, terjadi peningkatan

mortalitas neonatus dan tingginya angka prematur. Dalam penelitian, diagnosis dan terapi TB

dimulai pada umur gestasi antara 13 dan 24 minggu (67%). Hasil dari terapi seperti konversi

sputum, stabilisasi penyakit dan angkat terjadinya relaps hampir sama dengan penderita TB yang

tidak hamil, Namun dalam penelitian ini, ibu hamil yang terinfeksi TB, tidak terinfeksi HIV.

Pada wanita hamil dengan HIV, efek dari TB lebih berkaitan dengan infeksi HIV daripada

keadaan kehamilannya.

Berlawanan dengan penelitian di atas, sebuah review retrospektif di Taiwan, ibu hamil

yang didiagnosis TB mengalami peningkatan risiko terjadinya kelainan pada kehamilan

dibandingkan dengan ibu yang tidak terinfeksi TB. Pada ibu hamil dengan TB mempunyai angka

persentase berat lahir rendah dan bayi yang lebih kecil daripada usia gestasi yang tinggi, namun

tidak ada perbedaan mengenai kelahiran prematur pada dua kelompok tersebut. Meskipun

demikian, diagnosis dan terapi TB yang cepat merupakan suatu hal yang penting.TB masih

menjadi penyebab morbiditas dan mortilitas maternal yang signifikan, terutama dalam konteks

ko-infeksi HIV.

Komplikasi obstetrik lainnya yang dilaporkan adalah abortus spontan, uterus yang kecil,

peningkatan berat badan hamil yang tidak optimal.Lainnya adalah lahir prematur, berat badan

Page 7: Referat TB Kehamilan

lahir rendah, dan meningkatnya mortalitas neonates, seperti yang sudah disebutkan

diatas.Diagnosis dan terapi TB yang cepat merupakan suatu hal yang penting.TB masih menjadi

penyebab morbiditas dan mortalitas maternal yang signifikan, terutama dalam konteks ko-infeksi

HIV.Diagnosis yang telat merupakan faktor independen dimana akan meningkatkan morbiditas

sebanyak empat kali lipat, dan kelahiran premature meningkat sebanyak sembilan kali lipat.

2.5 Tuberkulosis pada Neonatus

Transmisi TB ibu ke anak dapat terjadi di dalam uterus dengan penyebaran hematogen

melalui vena umbilikus dan aspirasi atau menelan cairan amnion yang terinfeksi dan juga selama

proses kelahiran melalui kontak dengan cairan amnion yang terinfeksi atau sekresi genital.

Infeksi post-partum dapat terjadi melalui penyebaran di udara atau melalui cairan susu yang

terinfeksi dari lesi tuberkulosis aktif di payudara. Walaupun transmisi melalui ASI dapat

diabaikan, bayi dari ibu dengan TB aktif masih dapat terinfeksi melalui penyebaran lewat

udara.Jika ibu baru saja didiagnosa, belum di terapi, dan TB aktif, maka ibu harus dipisahkan

dari anaknya untuk mencegah penularan. Diagnosis TB pada neonatus bukan hal yang mudah,

kecurigaan klinis terhadap gejala non spesifik dan sulit dibedakan dengan gejalan kongenital

lainnya merupakan hal penting. Pada TB kongenital, gejala terlihat pada umur 2 dan 3 minggu.

Diagnosis definitif yaitu dengan kultur M.tuberkulosis dari jaringan atau cairan. Gambaran

radiologi dada yang abnormal sering ditemukan, setengahnya memberikan gambaran pola

miliar.Jika terdiagnosa TB aktif, harus diberikan terapi penuh. Jika tidak terdiagnosis TB aktif,

maka diberikan profilkasis isoniazid.

Tuberkulosis kongenital merupakan komplikasi di dalam uterus yang jarang terjadi

sementara itu risiko transmisi setelah kelahiran tinggi. Tuberkulosis kongenital merupakan hasil

penyebaran hematogen melalui vena umbilkal ke hati janin atau melalui penelanan atau aspirasi

cairan amnion yang terinfeksi. Fokus primer terbentuk di hati dengan adanya keterlibatan nodus

limfe periportal. Basil tuberkel menginfeksi paru secara sekunder, berbeda pada dewasa yang

80% infeksi primer terjadi di paru.

Tuberkulosis kongenital mungkin sulit dibedakan dengan infeksi neonates atau infeksi

kongenital dengan gejalan yang mirip pada umur dua sampai tiga minggu. Gejala-gejalanya

adalah hepatosplenomegaly, repiratory distress, demam, dan limfadenopati.Abnormalitas

Page 8: Referat TB Kehamilan

radiografi dapat terlihat namun secara umum terlihat belakangan. Diagnosis tuberkulosis

neonates ditegakkan dengan kriteria diagnosis Cantwell et al, yaitu adanya kompleks primer

hepar/ granuloma kaseseosa pada biopsy hepar perkutaneus saat kelahia, plasenta yang

terinfeksi, atau tuberkulosis traktus genital maternal, dan lesi saat minggu pertama kehidupan.

Kemungkinan transmisi setelah kelahiran harus disingkirkan dengan menelaah semua riawayat

kontar termasuk kontak dengan tenaga medis dan penjenguk.

Sebanyak setengah dari neonatus dengan tuberkulosis kongenital meninggal dunia

terlebih lagi pada kasus yang tidak diterapi.

2.6 Diagnosis Tuberkulosis pada Kehamilan

Untuk mendiagnosis kondisi tersebut, riwayat paparan terhadap individu dengan batuk

kronis atau berkunjung ke daerah endemik tuberkulosis harus diperoleh. Riwayat gejala, mirip

dengan gejala yang dialami oleh wanita tidak hamil. Perhatian harus ditingkatkan mengingat

gejala pada ibu hamil tidak spesifik, yaitu keringat di malam hari, demam di malam hari, batuk

darah, penurunan berat badan yang progresif, dan batuk kronis selama lebih dari tiga minggu.

Tahap penting dalam membuat diagnosis pada kehamilan yaitu untuk mengidentifikasi faktor

risiko untuk infeksi TB dan gejala-gejala infeksi.

Pemeriksaan rutin terhadap TB selama masa kehamilan bukan merupakan suatu standar

yang dilakukan diberbagai tempat pelayanan, dan hal ini menjadi salah satu faktor keterlambatan

diagnosis dan meningkatkan angka mortalitas maternal. Pada suatu penelitian di Soweto, Afrika

Selatan, pemeriksaan penyaring TB dengan menanyakan beberapa pertanyaan saat melakukan

kunjungan antenatal dirasakan mudah untuk dilakukan. Oleh karena itu, direkomedasikan cara

tersebut dilakukan di daerah dengan prevalensi HIV tinggi, dimana angka infeksi TB pada

wanita hamil juga tinggi dalam keadaan tersebut.

Alat diagnositik yang biasa digunakan adalah pemeriksaan sputum bakteri tahan asam,

kultur sputum, dan spesimen lainnya, dan radiografi dada. Tes tuberkulin mempunyai nilai

diagnosis pada infeksi laten TB, kecuali di daerah dengan prevalensi dan insiden TB yang tinggi.

Pada wanita hamil dengan gejala dan tanda TB, harus dilakukan tes tuberkulin. Tes

tersebut sudah dinyatakan aman untuk dilakukan pada ibu hamil. Namun, masih diperdebatkan

mengenai sensitivitas tuberkulin saat kehamilan.Penelitian awal mengatakan bahwa adanya

Page 9: Referat TB Kehamilan

penurunan sensitivitas tuberkulin saat kehamilan, sementara itu penelitian terakhir mengatakan

tidak adanya perbedaan antara populasi hamil dan tidak hamil.

Dua tipe tes kulit tuberkulin yang dibahas yaitu :

- Tes Tine

Tes ini menggunakan beberapa jarum yang sudah dicelupkan pada bakteri TB yang sudah

dimurnikan, disebut dengan old tuberculin (OT). Kulit ditusuk dengan jarum tersebut dan reaksi

dianalisa 48-72 jam kemudian. Namun tes ini tidak lagi popular kecuali untuk uji penyaring pada

populasi yang besar.

- Tes Mantouk

Injeksi intradermal derivat protein yang sudah dimurnikan sebanyak 0.1 mL (5 tuberculin

units), dan reaksi kulit dianalisis 48-72 jam kemudian berdasarkan diameter indurasi terbesar

yang terbentuk. Tes ini lebih akurat daripada tes tine.

Positif palsu dapat terjadi pada pasien yang sudah mendapatkan vaksin BCG, yang sudah

mendapatkan pengobatan untuk tuberkulosis, ataupun pasien yang sudah terinfeksi dengan

spesies mycobacterium lainnya. Negatif palsu dapat terjadi karena sistem imun yang menurun

dan kesalahan teknis.

Pemeriksaan radiologi dada dengan penutup di bagian perut dapat dilakukan setelah tes

kulit tuberkulin, walaupun pemeriksaan radiografi dada tertunda karena kekhawatiran akan efek

radiasi terhadap janin.

Pemeriksaan mikroskopik sputum atau specimen lain untuk bakteri tahan asam masih

menjadi dasar diagnosis untuk TB dalam kehamilan. Tiga contoh sputum harus diperiksa untuk

smear, kultur, dan uji kerentanan obat. Pewarnaan bakteri tahan asam menggunakan Ziehl-

Neelsen, flouresen, Auramine-Rhodamine, dan teknik Kinyoun.Pemeriksaan dengan mikroskop

floresen light emitting diode (LED) baru-baru ini diperkenalkan untuk meningkatkan kepastian

diagnosis.Menurut laporan WHO mengenai pengendalian TB secara global, pemeriksaan TB

terdeteksi positif sebanyak 68%.Pemeriksaan dengan pewarnaan mungkin tidak kuat untuk

diagnosis, karena hasil yang negatif mungkin dapat luput.Individu dengan basil yang sedikit,

pemeriksaan mikroskopis tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. Radiografi dada dan

Page 10: Referat TB Kehamilan

penilaian suara napas merupakan alat bantu penting untuk membuat diagnosis dari pemeriksaan

mikroskop TB yang negatif. Namun, gambaran radiografi dada dapat normal pada 14% pasien

dengan kultur TB positif. TB ekstrapulmonar juga jarang terjadi pada kehamilan, dan klinisi

harus segera mencurigai apabila terdapat gejala atipikal.

Kultur tradisional dengan menggunakan media Lowenstein-Jensen memakan waktu

sekitar 4-6 minggu. Namun, mungkin dapat berguna untuk kasus yag meragukan dan dalam

terapi tuberkulosis yang diduga resisten. Saat ini terdapat alat diagnostik baru yang didukung

oleh WHO, yaitu kultur dengan media cairan bactec. Media kultur lainnya yang juga digunakan

adalah media Lowenstein, media Petragnani, media Trudeau committee, media Peizer, media

Dubos Middlebrook, agar darah Tashis. Media Middlebrook’s 7-H3, Middlebrook’s 7-H9, dan

Middlebrook’s 7-H10.Likuidisasi dan dekontaminasi dengan N-Acetyl-L-Cysteine dalam 1%

solusi Sodium Hydroxide sebelum inokulasi dapat meningkatkan sensitivitas.M.tuberkulosis

memproduksi niasin dan katalase sensitive panas dan kurang nya pigmen.Hal ini dapat

membedakannya dari spesies Mycobacterium lainnya.Molecular Line Probe Assay (LPA) dan

polymerase chain reaction (PCR) digunakan untuk mengidentifikasi tuberkel basil.

Konfirmasi terhadap infeksi M.tuberkulosis masih sulit dilakukan, dengan teknologi yang

tidak akurat dan ketinggalan jaman.Pengembangan teknologi masih menjadi prioritas utama.

Interferon-c release assays dan the Ouanti-FERON-TB Gold In-Tube assay telah digunakan

untuk diagnosis infeksi laten TB. Pemeriksaan tersebut telah ditingkatkan spesifisitasnya dan

keakuratan diagnosis nya, selain itu juga tidak terpengaruh oleh vaksinasi BCG atau infeksi oleh

mycobacteria non-tuberkulosis. The Ouanti-FERON-TB Gold In-Tube assay aman digunakan

pada ibu hamil namun belum divalidasi untuk diginakan pada ibu hamil

Kontrol terhadap infeksi merupakan hal penting dalam kontrol penyebaran TB, dimana

infeksius hanya ketika di paru atau laring, dan tidak menyebar dengan kontak singkat.Anggota

keluarga dari ibu hamil yang terinfeksi harus diberikan informasi mengenai cara penyebaran dan

perlu dilakukan tes penyaring.

2.7 Tatalaksana TB pada Kehamilan

Penatalaksanaan pasien TBC pada kehamilan tidak berbeda dengan TBC tanpa

kehamilan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pemberian OAT yang bisa menimbulkan efek

Page 11: Referat TB Kehamilan

teratogenik terhadap janin. Penatalaksanaan secara umum terbagi atas penderita dengan TBC

aktif dan TBC laten.8,11,12

Wanita hamil dengan TBC aktif biasanya diterapi dengan tidak mempertimbangkan

trisemester kehamilan. OAT yang digunakan tidak berbeda dengan wanita yang tidak hamil.

Golongan utama OAT seperti isoniazid, rifampisin, etambutol digunakan secara luas pada wanita

hamil. Obat-obat tersebut dapat melalui plasenta dalam dosis rendah dan tidak menimbulkan

efek teratogenik pada janin.8,11 Pada pemberian isoniazid sebaiknya diberikan piridoksin 50

mg/hari untuk mencegah terjadinya neuropati perifer. Pemeriksaan fungsi hati sebaiknya

dilakukan saat pemberian isonizid dan rifampisin. Pemberian vitamin K dilakukan pada akhir

trismester ketiga kehamilan dan bayi yang baru lahir.12

Resistensi terhadap obat-obat TBC pertama kali terjadi di United States pada awal tahun

1990 yang mana diikuti terjadinya epidemic dari tahun 1985 sampai tahun 1992. (Centers for

Disease Control and Prevention, 2007b). Oleh karena itu Centers for Disease Control and

Prevention (2003a) merekomendasikan pemakaian 4 jenis obat untuk inisiasi pengobatan pada

pasien dengan tuberkulosis yang simptomatik, yaitu isoniazid, rifampin, pyrazinamide, and

ethambutol. Pada kasus kehamilan dengan multidrug resistant (MDR) digunakan pirazinamid,

akan tetapi pirazinamid tidak digunakan secara rutin pada wanita hamil karena terdapat efek

teratogenik. Paraaminosalisilat (PAS) telah digunakan secara aman pada wanita hamil akan

tetapi obat tersebut ditoleransi tubuh secara buruk.13 Bilamana diperlukan dapat diberikan obat

TBC lini kedua.

Tuberkulosis laten adalah pasien dengan uji tuberkulin positif dan secara klinis tidak ada

tanda-tanda terjadi tuberkulosis aktif.11 Terapi pada TBC laten tergantung faktor risiko dan hasil

konversi uji tuberkulin. Pemberian terapi pada TBC laten biasanya ditunda sampai 2-3 bulan

setelah kelahiran.11 Pada pasien yang mempunyai risiko kontak dengan individu BTA positif dan

infeksi HIV, terapi diberikan setelah trisemester pertama pada kehamilan dengan konversi uji

tuberkulin positif dalam 2 tahun terakhir. Sedangkan pada wanita hamil dengan TBC laten yang

sebelumnya telah diterapi secara adekuat tidak memerlukan terapi profilaksis isoniazid. Akan

tetapi pada kondisi atau lingkungan yang berisiko TBC laten dapat diberikan terapi yang aman

dengan INH (isoniazid) 300 mg sekali sehari atau 2 kali dalam seminggu selama selama 6-12

bulan (kurang lebih 9 bulan), sebaiknya disertai pemberian vitamin B6 (pyridoxine).11

Penatalaksanaan TBC pada wanita hamil harus diberikan secara tepat dan adekuat, serta

Page 12: Referat TB Kehamilan

mencegah timbulnya efek samping teratogenik pada janin. Pasien TBC aktif dengan sputum

BTA positif diberikan isoniazid, rifampisin, etambutol dan piridoksin selama 9 bulan pada

populasi risiko TBC rendah. Pada populasi dengan risikoTBC tinggi dan adanya resisten obat

anti TBC tinggi perlu penambahan pirazinamid.11,14

Pasien dengan uji tuberkulin positif, sputum BTA negatif, biakan negatif dan foto toraks

menunjukkan infiltrat atau adanya kavitas, diberikan isoniazid, rifampisin, etambutol dan

piridoksin selama 9 bulan. Sedangkan bila pada foto toraks terlihat proses penyakit yang telah

menyembuh (terdapat kalsifikasi pada kelenjar getah bening dan lesi parenkim), dilakukan

observasi pada pasien. Pengobatan diberikan secara tepat setelah melahirkan atau diberi

pengobatan profilaksis dengan isoniazid dan piridoksin selama 9 bulan yang dimulai pada

trisemester kedua kehamilan.11,14

Pasien dengan konversi uji tuberkulin terbaru positif, foto toraks normal serta

pemeriksaan bakteriologis negatif, maka dilakukan observasi selama kehamilan, pengobatan

diberikan setelah melahirkan atau dengan pemberian profilaksis isoniazid dan piridoksin selama

9 bulan dimulai pada trisemester kedua kehamilan.12,13 Pasien dengan resistensi organisme maka

diberikan isoniazid, rifampisin, etambutol, pirazinamid sesuai dengan uji sensitivitas. Pada

pasien dengan ketidakmampuan mentoleransi isoniazid dan rifampisin, maka diberikan

etambutol atau obat lain yang tersedia.15

Tabel 1. Kelompok risiko tinggi mendapatkan infeksi Tuberkulosis laten.30

Petugas medis

Riwayat kontak dengan pasien TBC

Infeksi HIV

Lahir di luar negeri

Alkoholisme

Pengguna obat-obat terlarang

Narapidana

Gelandangan

From Centers for Disease Control and Prevention (2005a).

2.7.1 Obat Antituberkulosis selama Kehamilan

Page 13: Referat TB Kehamilan

OAT yang diberikan dibagi atas 2 golongan yaitu obat lini pertama (first line) dan obat

lini kedua (second line). Yang merupakan OAT lini pertama adalah Rifampisin, Isoniazid (INH),

Etambutol (EMB), dan Pirazinamid (PZA), sedangkan yang termasuk OAT lini kedua adalah

Streptomisin, Kanamisin, Etionamid, Kapreomisin, Fluoroquinolones, Amoxycillin/Clavulanic

Acid, Para-Aminosalicylic Acid (PAS), Amikacin, Ethionamide and Prothionamide, serta

Cycloserine.

Rifampisin merupakan obat lini pertama yang terutama bekerja pada sel yang sedang

tumbuh, tetapi juga memperlihatkan efek pada sel yang sedang tidak aktif (resting cell). Bekerja

dengan menghambat sintesa RNA M. tuberculosis sehingga menekan proses awal pembentukan

rantai dalam sintesa RNA. Bekerja di intra dan ekstra sel. Pada konsentrasi 0,005 -0,2 mg/l akan

menghambat pertumbuhan M. tuberculosis secara in vitro. Obat ini juga menghambat beberapa

Mycobacterium atipikal, bakteri gram negatif dan gram positif. Secara in vitro, rifampisin dapat

meningkatkan aktivitas streptomisin dan isoniazid terhadap M. tuberculosis dan juga mempunyai

mekanisme post antibiotic effect terhadap bakteri gram negatif.16 Diabsorpsi dengan baik melalui

saluran cerna, absorpsi rifampisin dapat berkurang bila diberikan bersama makanan. Absorpsi

rifampisin akan berkurang 30% jika diberikan bersama dengan antasida. Pemberian antasida

akan meningkatkan PH lambung dan akan mengurangi proses dissolution rifampisin sehingga

akan menghambat absorpsi. Rifampisin dengan mudah didistribusikan ke sebagian besar organ,

jaringan, tulang, cairan serebrospinal dan cairan tubuh lainnya termasuk eksudat serta kavitas

tuberkulosis paru. Obat ini menimbulkan warna orange sampai merah bata pada urin, saliva,

feses, sputum, air mata dan keringat. Volume distribusi 1 L/kg BB, ikatan protein plasma 60-

80%, waktu paruh 1-6 jam dan akan memanjang bila terdapat gangguan fungsi hepar.

Metabolisme terjadi melalui deasetilasi dan hidrolisis, sedangkan ekskresinya terutama melalui

empedu. Dapat melewati barier plasenta dan dapat dijumpai konsentrasi rendah di ASI.

Rifampisin melewati plasenta dengan kadar yang sama dengan ibu. Pada akhir trismester ke-3

rasio konsentrasi pada tali pusat dan ibu besarnya 0,12 - 0,33.17 Studi yang dilakukan pada tikus,

hewan pengerat dan kelinci dengan pemberian dosis 2,5 - 10 kali dosis yang masuk ke uterus

tidak menunjukkan peningkatan kelainan kongenital. Pada 442 perempuan hamil yang minum

rifampisin, termasuk 119 perempuan yang terpajan selama trismester pertama tidak terdapat

peningkatan kelainan janin secara bermakna. Beberapa studi yang menunjukkan insidens

malformasi rata-rata 1,8 - 4,4% pada 204 kehamilan.10,31 Pada kelinci telah dilaporkan terjadi

Page 14: Referat TB Kehamilan

spina bifida dan cleft palates.17,31 Efek samping ringan dapat timbul pada pemberian rifampisin

antara lain: sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan, sindrom flu berupa demam, menggigil,

nyeri tulang dan sindrom perut berupa nyeri perut, mual, muntah dan kadang-kadang diare. Efek

samping yang berat tetapi jarang terjadi adalah sindrom respirasi, purpura, anemia hemolitik

yang akut, syok dan gagal ginjal. Efek samping ringan sering terjadi pada saat pemberian berkala

dan dapat sembuh sendiri atau hanya memerlukan pengobatan simtomatik. Efek samping pada

bayi baru lahir juga didapatkan hemorrhagic disease of the newborn sehingga dianjurkan

pemberian profilaksis vitamin K.12,18

Isoniazid (INH) menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting

dinding sel Mycobacterium. Menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak

yang terekstraksi oleh metanol dari Mycobacterium. Hanya kuman yang peka yang menyerap

obat ke dalam selnya dan proses ini merupakan proses aktif. Bersifat bakterisid, dapat

membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.16 INH mudah

diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kelarutan INH dalam lemak tinggi, berat

molekul rendah dan melalui plasenta serta mudah mencapai janin dengan kadar hampir sama

dengan ibu. Pada penelitian, setelah pemberian INH dosis 100 mg jangka pendek sebelum

kelahiran didapatkan rasio konsentrasi tali pusat dan ibu sebesar 0,73. Kadar puncak dicapai

dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Di hati, INH terutama mengalami asetilasi, dan

pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik (asetilator

cepat/lambat) yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma dan masa

paruhnya. Waktu paruh berkisar 1-3 jam. Mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh.

Antara 75-95%diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan seluruhnya dalam bentuk

metabolit.16 Isoniazid tidak bersifat teratogenik janin, meskipun konsentrasi yang melewati

plasenta cukup besar. Pada studi yang dilakukan pada hewan tidak menunjukkan retardasi

pertumbuhan serta peningkatan malformasi pada tikus dan kelinci dengan dosis 60 kali dosis

manusia.11 Efek samping berat berupa hepatitis dapat timbul pada kurang lebih 0,5 % penderita.

Bila terjadi ikterus, hentikan pengobatan sampai ikterus hilang. Efek samping yang ringan dapat

berupa: tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, nyeri otot atau gangguan kesadaran. Efek ini

dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin (dengan dosis 5-10 mg per hari atau dengan

vitamin B kompleks). Efek samping pada bayi baru lahir dilaporkan adanya perdarahan

(hemmorrhagic disease of the newborn) sehingga dianjurkan pemberian profilaksis

Page 15: Referat TB Kehamilan

vitamin K sebelum kelahiran.12,14,16,21

Etambutol (EMB) merupakan inhibitor arabinosyl transferases (I,II,III). Arabinosyl

transferase terlibat dalam reaksi polimerisasi arabinoglycan, yang merupakan unsur esensial

dari dinding sel Mycobacterium. Afinitas terhadap arabinosyl transferase III lebih kuat

dibandingkan lainnya. Arabinosyl transferase digunakan untuk menjadikan EMB-CAB operon.

Hal ini menyebabkan metabolisme sel terhambat dan sel mati. Gangguan sintesis arabinoglycan

mengubah barier sel, lipofilik meningkatkan aktivitas obat yang bersifat seperti rifampisin

dan ofloksasin. Dinding sel Mycobacterium spp sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

kelangsungan hidup organisme di penjamu. Dinding sel Mycobacterium terdiri dari mycolic acid,

arabinoglycan dan peptidoglycan. Dinding sel merupakan lapisan lipid bilayer dan asimetris.19,31

Hampir semua galur M. tuberculosis dan M. kansasii sensitif terhadap etambutol. Etambutol

tidak efektif untuk kuman lain. Etambutol pada konsentrasi 1-5 ìg/ml akan menghambat

pertumbuhan M.tuberculosis secara in vitro. Etambutol ini tetap menekan pertumbuhan

M.tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin. Etambutol dosis 15

mg/kg BB ini hanya aktif terhadap sel yang bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik,

sedangkan pada dosis 25 mg/kg BB bersifat bakterisidal. Penggunaan etambutol tunggal,

ditemukan sputum basil tahan asam (BTA) negatif dalam 3 bulan, tetapi ditemukan resistensi

35% dari kasus dan frekuensi relaps lebih tinggi. Efektivitas pada hewan coba sama dengan

isoniazid. Invivo, sukar menciptakan resistensi terhadap etambutol dan timbulnya lambat.

Resistensi bakteri terhadap etambutol terjadi akibat mutasi embB, embA dan embC, kode untuk

arabinosyl transferase. Resistensi ini timbul bila etambutol diberikan tunggal. Pada pemberian

oral sekitar 75-80% etambutol diserap di saluran cerna. Makanan tidak mempengaruhi absorpsi

obat. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Dosis tunggal 25

mg/kg BB menghasilkan kadar plasma sekitar 2-5 ìg/ml dalam 2-4 jam, kurang dari 1 ìg dalam

24 jam. Masa paruh eliminasinya 3-4 jam dan dapat memanjang sampai 8 jam pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal. Etambutol secara bebas melewati plasenta dengan cord to

maternal serum ratio adalah 0,75. Penelitian pada kelinci terdapat efek monoftalmia sedangkan

pada tikus terjadi penurunan kesuburan. Rata-rata malformasi yang dilaporkan pada 638 bayi

yang dilahirkan oleh ibu yang mendapat etambutol selama kehamilan adalah 2,2%. Secara teori

etambutol menyebabkan kemungkinan toksisitas pada mata. Hal ini diyakinkan kembali dengan

Page 16: Referat TB Kehamilan

penilaian pada 6 janin yang mengalami abortus pada minggu 5 - 12 kehamilan, tidak didapatkan

gangguan pada sistem optik embrional.

Pirazinamid (PZA) adalah suatu prodruk, yang memerlukan konversi enzim

pirazinamidase (dihasilkan oleh mikobakterial tertentu) menjadi bentuk aktif asam pirazinoat,

masuk ke dalam sitoplasma M. tuberculosis secara difusi pasif, mengalami konversi oleh enzim

nikotinamidase/pirazinamidase menjadi bentuk aktif asam pirazinoat (POA).16,31 PZA lebih aktif

terhadap basil tuberkel semidorman karena sistem pompa efluks yang lemah dibandingkan

dengan basil sedang bertumbuh cepat, di mana pompa efluks lebih aktif. Peradangan akut akan

menurunkan pH akibat produksi asam laktat oleh sel-sel inflamasi, hal ini menguntungkan

aktivitas PZA. Berkurangnya peradangan akan meningkatkan pH lingkungan basil tuberkel yang

berakibat pada peningkatan konsentrasi hambat minimal PZA. Kuman dalam keadaan dorman

tidak dapat dipengaruhi karena pada saat itu ambilan PZA tidak terjadi. Banyak penelitian

menyatakan daya sterilisasi obat ini dalam makrofag, dengan konsentrasi ≥ 20μg/ml

menghambat basil tuberculosis intraseluler. Efek bakteriostatik atau bakterisidal terhadap M.

tuberculosis tergantung dosis (konsentrasi PZA), serta lamanya paparan terhadap makrofag yang

terinfeksi M. tuberculosis. Pada berbagai studi dan laporan tidak ditemukan efek teratogenik

yang bermakna pada hewan dan malformasi janin pada pasien yang telah diterapi.8,10,17,18

Penggunaan PZA pada wanita hamil telah direkomendasikan oleh International Union Against

Tuberculosis and Lung Disease secara rutin, namun di Amerika dilarang karena tidak adanya

data yang adekuat mengenai efek teratogeniknya. Efek samping utama dari penggunaan obat ini

adalah hepatitis, juga dapat terjadi nyeri sendi dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan

arthritis gout yang kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.

Pemberian intermiten dapat mengurangi kejadian tersebut. Efek samping lain adalah anoreksia,

mual, muntah, disuri, demam dan reaksi hipersensitivitas.

Streptomisin melewati plasenta dengan cepat sampai ke sirkulasi janin dan cairan amnion

serta mencapai kadar kurang dari 50% dibandingkan kadar ibu.8, Efek samping yang dilaporkan

dari berbagai studi pada hewan yaitu ototoksisiti. Tuli kongenital telah dilaporkan terjadi pada

bayi yang terpajan selama dalam kandungan, walaupun tidak ada hubungan yang pasti tentang

mekanisme ototoksisiti dengan pajanan selama kehamilan.5,8 Hasil penelitian menggunakan

audiogram menunjukkan 50 anak tidak mengalami gangguan, 2 dari 33 anak dengan kehilangan

pendengaran, sampai 4 dari 13 anak dengan tes kalorifik tidak normal. Hal ini merupakan

Page 17: Referat TB Kehamilan

kejadian ototoksisiti yang berasal dari pajanan selama dalam kandungan.8 Penelitian lain

menyimpulkan streptomisin dapat menyebabkan kerusakan sistem vestibular dan kerusakan

nervus kranialis ke 8. Pada negara berkembang dianjurkan tidak menggunakan streptomisin

selama kehamilan.12, Dosis streptomisin 0,75 - 1 g/hari selama 14-21 hari selanjutnya 1g 3 kali

seminggu secara intramuscular.

Kanamisin merupakan obat lini kedua dan merupakan variasi dari aminoglikosida,

mempunyai efek samping yang sama dengan streptomisin dan sebaiknya tidak digunakan pada

kehamilan kecuali pada MDR. Dosis yang diberikan 15 mg/kg, BB diberikan 3-5 kali seminggu

intramuscular.,12,21,31 Etionamid mempunyai penetrasi yang baik ke semua jaringan termasuk

cairan serebrospinal. Pada penelitian yang dilakukan pada tikus dan kelinci tidak ditemukan

peningkatan kerusakan system saraf pusat. Pada tikus putih didapatkan efek pada tulang rangka

(dosis 5-10 kali normal) sedangkan terjadi retardasi pertumbuhan pada hewan pengerat.8

Fluoroquinolones (Ciprofloxacin, Gatifloxacin, Moxifloxicin and Norfloxacin) tidak

terbukti meningkatkan kejadian kelahiran abnormal dalam penggunaannya. Akan tetapi pada

percobaan menggunakan binatang dengan ciprofloxacin dilaporkan adanya risiko kerusakan dari

articular cartilage dan subsequent juvenile arthritis dengan penggunaan jangka pendek serta

diperkirakan terjadi kerusakan dari sendi pada penggunaan jangka panjang. Oleh karena itu harus

benar-benar dipertimbangkan dalam penggunaannya.

Amoxycillin/Clavulanic Acid, belum terbukti adanya efek teratogenik pada percobaan

binatang. Amoxycillin/clavulanic acid biasa dipakai pada kehamilan trimester akhir sebagai

profilaksis pada wanita dengan prolonged rupture of membranes tanpa adanya laporan yang

merugikan, akan tetapi tidak banyak laporan pada penggunaan trimester pertama kehamilan.

Amoxycillin/clavulanic acid memiliki peran kecil pada pengobatan wanita hamil dengan MDR-

TB dan tidak cukup tersedia alternatifnya.

Etionamid dinyatakan potensial bersifat teratogenik dan sebaiknya dihindari penggunaan

pada kehamilan kecuali jika dibutuhkan pada kasus MDR-TB. Efek samping lainnya seperti

hepatitis, neuritis optic dan neuritis perifer. Dosis 0,5 - 1 gram/hari dalam dosis terbagi.8,16

Kapreomisin merupakan obat lini kedua yang diberikan secara intramuskular.

Kapreomisin secara umum merupakan kontraindikasi untuk ibu hamil, hanya digunakan dengan

pertimbangan benar-benar terhadap risiko dan kegunaannya. Biasanya obat ini digunakan untuk

Page 18: Referat TB Kehamilan

MDR-TB 3 kali seminggu. Obat ini dilaporkan bersifat teratogenik pada percobaan

menggunakan tikus yang hamil.

Cycloserine juga merupakan obat lini kedua untuk TBC kehamilan. Obat ini tidak

terbukti bersifat teratogenik pada percobaan menggunakan tikus, akan tetapi tidak cukup bukti

dari studi pada manusia utnutk konfirmasi keamanan obat ini untuk wanita hamil. Oleh karena

itu harus benar-benar dipertimbangkan penggunaannya.

Para-Aminosalicylic Acid (PAS) dilaporkan belum cukup bukti keamanannya pada

pemakaian untuk kehamilan baik studi pada manusia maupun pada binatang. Hanya pernah ada

satu studi dari 123 pasien yang mendapatkan PAS, melaporkan adanya angka kejadian

abnormalitas pada anggota tubuh dan telinga yang lebih tinggi dibandingkan OAT lain. Oleh

karena itu harus benar-benar dipertimbangkan penggunaannya.

Amikacin adalah obat yang tergolong aminoglycosides, yang mana semua obat golongan

ini berpotensi menimbulkan nephrotoxisitas dan ototoxisitas pada fetus dan penggunaannya tidak

direkomendasikan pada wanita hamil. Oleh karena itu penggunaan obat ini pada kehamilan

seharusnya merupakan pilihan akhir setelah benar-benar mempertimbangkan untung ruginya.

2.7.2 Pengobatan TB pada Wanita Menyusui

Konsensus umum menyatakan bahwa meskipun terdapat konsentrasi kecil dari obat

antituberkulosis disekresi lewat air susu ibu, hal ini tidak menjadi kontraindikasi bagi ibu untuk

menyusui anaknya. Konsentrasi dari OAT yang diekskresi lewat ASI ini rendah dan tidak

membahayakan bagi bayi. Bahkan bilamana bayi membutuhkan pengobatan untuk penyakit aktif

yang terjadi pada bayinya atau terapi profilaksis diberikan sesuai guidelines terapi pada anak.

Idealnya ibu dan anak dipisahkan terlebih dahulu sampai terjadi konversi dari BTA

sputum. Akan tetapi hal ini tidak bisa dilakukan terutama di negara berkembang. Oleh karena itu

menyusui tetap dilakukan, yang menjadi kontraindikasi adalah bilamana terjadi tuberculous

breast abscess.

2.8 Pencegahan Tuberkulosis

Page 19: Referat TB Kehamilan

Vaksin BCG telah menjadi kebijakan imunisasi nasional di banyak negara untuk

memberikan imunitas aktif sejak masa anak, terutama negara dengan beban yang tinggi. Wanita

non-immune yang bepergian ke negara-negara endemik juga harus divaksinasi. Perlu diketahui

bahwa kontraindikasi vaksin BCG adalah wanita hamil.

Pencegahan penyakit TBC tidak hanya berhenti pada vaksin BCG mengingat penyakit ini

merupakan penyakit kemiskinan. Perbaikan kehidupan dengan ventilasi yang baik dan

menghindari kehidupan overcrowded perlu didorong. Perbaikan status gizi merupakan aspek

penting dalam pencegahan. Wanita hamil dengan HIV memiliki risiko lebih tinggi untuk TB

yang akan mempengaruhi outcome maternal dan perinatal.9 Pada tahun 2009, sebanyak 1,1 juta

orang terdiagnosis dengan koinfeksi. Oleh karena itu, pencegahan primer HIV/AIDS merupakan

langkah utama dalam pencegahan tuberkulosis kehamilan. Untuk itu diperlukan uji penapisan

untuk wanita hamil dengan risiko tinggi bahkan pada mereka yang tidak menunjukkan gejala

klinis. Bagaimanapun juga, individualisasi pasien dan keputusan klinis yang rasional diperlukan

untuk memutuskan waktu yang tepat untuk memberikan Isoniazid preventive therapy (IPT) pada

wanita hamil dengan risiko tinggi. Komitmen pemerintah sangat diperlukan sehingga WHO dan

lembaga-lembaga internasional yang terlibat memerangi tuberkulosis berhasil mengusir monster

masyarakat ini.

Page 20: Referat TB Kehamilan

BAB III

KESIMPULAN

Tuberkulosis tidak mempengaruhi kehamilan dan kehamilan tidak mempengaruhi

manifestasi klinis dan progresitivitas tuberkulosis bila diterapi dengan tepat dan adekuat.

Penggunaan regimen pengobatan yang tepat dan adekuat dapat memperbaiki kualitas hidup ibu

hamil dan menghindari efek samping ke janin dan bayi yang baru lahir. Penggunaan obat

streptomisin dan obat lini kedua dihindari pada wanita hamil karena efek samping terhadap janin,

kecuali dalam keadaan MDR.31

Page 21: Referat TB Kehamilan

DAFTAR PUSTAKA

Ghosh K, Chowdhury J, Ghosh K. Tuberculosis and female reproductive health.Journal of Postgraduate Medicine. 2011;57(4):307.

Mnyani C, McIntyre J. Tuberculosis in pregnancy. BJOG: An International Journal of Obstetrics &Gynaecology. 2011 Jan;118(2):226–31.

Loto OM, Awowole I. Tuberculosis in Pregnancy: A Review. Journal of Pregnancy. 2012;2012:1–7.

The Global Plan to Stop Tb 2011-2015: Transforming the Fight Towards Elimination of

Tuberculosis, World Health Organization, Geneva, Switzerland, 2010.

Kothari A, Girling J. Tuberculosis and pregnancy: result of a study in a high prevalence area in London. Eur J Obstet Gynecol 2006; 126: 48-55.

Laksmi Maharani, Biran Affandi, Tjandra Yoga Aditama, Joedo Prihartono. Profil perempuan

hamil penderita tuberkulosis di poliklinik tuberkulosis Persatuan Pemberantasan

Tuberkulosis Indonesia Baladewa Jakarta Pusat.Indones J Obstet Gynecol 2009;33-4:210-5

Pathways to Better Diagnostics for Tuberculosis; A Blueprint for Development of TB

Diagnostics, World Health Organization,Geneva, Switzerland, 2009.

A. Gupta, U. Nayak, M. Ram et al., “Postpartum tuberculosis incidence and mortality among

HIV-infected women and their infants in Pune, India, 2002-2005,” Clinical Infectious

Diseases, vol. 45, no. 2, pp. 241–249, 2007.