referat spermatokel.doc

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi dan hormonal pria. Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma dan hormon androgen terutama testosteron. Testis terdapat di dalam skrotum yang merupakan kantung lapisan kulit yang tidak rata dimana dibawahnya terdapat beberapa lapisan, yaitu tunika vaskulosa, tunika albuginea, dan tunika vaginalis. Apabila terdapat massa skrotum berupa suatu benjolan atau pembengkakan yang bisa dirasakan di dalam skrotum maka massa skrotum yang jinak itu bisa merupakan spermatokel (Putra, 2010). Spermatokel adalah suatu massa di dalam skrotum yang menyerupai kista, yang mengandung cairan dan sel sperma yang mati. Spermatokel berkembang di epididimis. Masa ini menimbulkan rasa sakit dan bersifat jinak. Risiko terkena Spermatokel meningkat diduga pada usia antara 40 hingga 60 tahun (Aviena, 2010). Penyebab spermatokel belum diketahui secara pasti. Tetapi, Banyak ahli percaya hasil dari penyumbatan di salah satu tabung yang mengalirkan sperma dari testis ke epididimis. Trauma dan 1

description

w

Transcript of referat spermatokel.doc

Page 1: referat spermatokel.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi

dan hormonal pria. Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma

dan hormon androgen terutama testosteron. Testis terdapat di dalam

skrotum yang merupakan kantung lapisan kulit yang tidak rata dimana

dibawahnya terdapat beberapa lapisan, yaitu tunika vaskulosa, tunika

albuginea, dan tunika vaginalis. Apabila terdapat massa skrotum berupa

suatu benjolan atau pembengkakan yang bisa dirasakan di dalam skrotum

maka massa skrotum yang jinak itu bisa merupakan spermatokel (Putra,

2010).

Spermatokel adalah suatu massa di dalam skrotum yang

menyerupai kista, yang mengandung cairan dan sel sperma yang mati.

Spermatokel berkembang di epididimis. Masa ini menimbulkan rasa sakit

dan bersifat jinak. Risiko terkena Spermatokel meningkat diduga pada usia

antara 40 hingga 60 tahun (Aviena, 2010).

Penyebab spermatokel belum diketahui secara pasti. Tetapi,

Banyak ahli percaya hasil dari penyumbatan di salah satu tabung yang

mengalirkan sperma dari testis ke epididimis. Trauma dan peradangan juga

dapat menyebabkan spermatokel. Pemeriksaan radiologi pada tumor testis

dipercaya dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit spermatokel ini.

Pemeriksaan dapat berupa Ultrasonografi (USG), Computed Tomography

(CT), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) (Dogra, 2003).

Oleh karena itu melalui makalah ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan mengenai etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, diagnosis,

dan terapi spermatokel sehingga dapat menunjang diagnosis dini dan

meningkatkan prognosis jangka panjang pada pasien spermatokel.

1

Page 2: referat spermatokel.doc

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan refrat ini adalah untuk menambah

pengetahuan mengenai spermatokel terutama mengenai definisi, etiologi,

manifesi klinis, patogenesis, diagnosis hingga tatalaksana dari spermatokel.

2

Page 3: referat spermatokel.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI

1. Testis

Testis merupakan kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat

eksokrin dan juga endokrin. Bagian eksokrin terutama menghasilkan sel

kelamin, sehingga testis dianggap sebagai kelenjar sitogenik. Bagian

endokrin menghasilkan sekret internal yang dilepaskan oleh sel-sel khusus.

(Leeson C.R, et al., 2000)

Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran

testis pada orang dewasa adalah 4×3×2,5 cm dengan volume 15-25 ml

berbentuk ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika

albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat tunika

vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika

dartos. Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis

dapat digerakan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan

temperatur testis agar tetap stabil (Leeson C.R, et al., 2000.

                      Gambar 1. Potongan melintang testis.

Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan

tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus

3

Page 4: referat spermatokel.doc

terdapat sel-sel spermatogenia dan sel Sertoli, sedang diantara tubulus

seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogenia pada proses

spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi

memberi makanan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau

disebut sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon

testosteron. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis

disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi di epididimis, setelah

mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari

epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens.

Sel-sel itu setelah dicampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas

deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat menbentuk cairan semen

atau mani (Leeson C.R, et al., 2000).

2. Simpai Testis

Testis tergantung di dalam skrotum dan dibungkus oleh simpai

testis yang terdiri atas 3 lapisan: (Leeson C.R, et al., 2000)

- lapisan terluar,tunika vaginalis

- lapisan tengah, tunika albuginea

- lapisan terdalam tunika vaskulosa

Tunika vaginalis merupakan selapis sel mesotel gepeng, seringkali

rusak pada saat pembuatan sajian. Lapisan ini merupakan bagian dari

sebuah kantung serosa yang tertutup, berasal dari peritoneum yang

membungkus permukaan lateral dan anterior testis. Lapisan ini terletak

diatas lamina basal yang memisahkannya dari lapisan tengah yang paling

jelas yaitu tunika albuginea. Dulu tunika albuginea digambarkan sebagai

lapisan tebal, terdiri atas jaringan ikat padat fibro elastis, tapi sekarang

dapat diperlihatkan juga adanya sel otot polos (Leeson C.R, et al., 2000).

Pada manusia, meskipun unsur-unsur otot polos tersebar luas, tapi

umumnya terdapat paling banyak di bagian posterior testis dekat

epididimis. Lapisan terdalam simpai testis adalah tunika vaskulosa terdiri

4

Page 5: referat spermatokel.doc

atas jala-jala kapiler darah yang terbenam di dalam jaringan ikat longgar.

Simpai testis bukan merupakan suatu pembungkus yang kaku, seperti

persangkaan dahulu, melainkan merupakan suatu selaput dinamis yang

mampu berkerut secara berkala. Kerutan-kerutan tersebut mungkin

bertujuan untuk mempertahankan tekanan yang sesuai di dalam testis,

mengatur gerakan keluar masuknya cairan ke dalam kapiler-kapiler dan

untuk membantu gerakan peristaltik sistem saluran, sehingga membantu

gerakan spermatozoa ke arah luar. Selain itu, simpai tersebut agaknya

memiliki sifat-sifat selaput yang semipermeable dan turut berperan dalam

beberapa faal testis. (Leeson C.R, et al., 2000)

Tunika albuginea menebal pada permukaan posterior testis dan

menjorok masuk ke dalam kelenjar sebagai mediastinum testis. sekat-sekat

fibrosa yang tipis menyebar dari mediastinum testis ke arah simpai testis

dan membagi permukaan dalam testis menjadi kurang lebih 250 bangunan

berbentuk pyramid yang disebut lobuli testis, dengan bagian puncaknya

menghadap ke mediastinum. Sekat-sekat tersebut memperlihatkan bagian-

bagian yang tidak lengkap, sehingga lobules testis dapat berhubungan satu

dengan lainnya secara bebas. Tiap lobules terdiri dari satu sampai empat

tubulus seminiferous yang sangat berkelok-kelok, dibungkus oleh stroma

jaringan ikat longgar yang mengandung pembuluh darah, saraf dan

beberapa jenis sel, terutama sel interstitial yang spesifik yaitu sel Leydig.

Sel-sel ini besar, umunya berkelompok, berperan penting karena fungsi

endokrinnya. (Leeson C.R, et al., 2000)

3. Tubulus Seminiferus

Tubulus seminiferous sangat berkelok dengan garis tengah kurang

lebih 0,2 mm dan panjang 30 sampai 70 cm. tubulus berakhir sebagai

ujung bebas yang buntu atatu beranastomosis dengan tubulus-tubulus

didekatnya dari lobules yang sama atau kadang-kadang dengan tubulus

dari lobules sebelahnya. Pada puncak lobules, tiap tubulus tidak berkelok-

kelok lagi dan menjadi lurus dan disebut sebagai tubulus rektus. Tubulus

seminierus dibatasi oleh suatu epitel germinal kompleks atau epitel

5

Page 6: referat spermatokel.doc

seminiferous, yang merupakan modifikasi epitel berlapis kuboid. Epitel

tersebut terletak diatas lamina basal yang tipis dan di luarnya diliputi oleh

suatu daerah khusus terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang disebut jaringan

peritubuar atau pembatas yang terdiri dari banyak serat jaringan ikat,

fibroblast yang pipih dan beberapa sel bersifat sebagai sel otot polos.

Unsur-unsur mioid ini mempunyai “junctional complex” pada bagian sisi

sel-sel disampingnya yang menghambat, namun tidak seluruhnya,

penyeberangan makromolekul dari ruang interstitial ke epitel seminiferous

(Leeson C.R, et al., 2000).

Diduga kontraksi sel-sel mioid ini dapat mengubah diameter

tubulus seminiferous dan membantu gerakan spermatozoa sepanjang

tubulus. Ketebalan daerah ini berbeda-beda sesuai umur dan

memperlihatkan peebalan pada beberapa keadaan klinik, khususnya yang

berkaitan dengan kelainan kromosom. Suatu sistem kapiler limfe terdapat

banyak di luar jaringan peritubular. (Leeson C.R, et al., 2000)

4. Bagian Interstitium

Jaringan interstitial yang terdapat dalam lobulis testis, terletak

diantara tubulus seminiferous. Jaringan interstitial mengandung beberapa

serat kolagen, pembuluh darah dan limfe, saraf, bermacam-macam jenis

sel termask fibroblast, makrofag, sel mast, dan beberapa sel mesenkim

yang belum berkembang. Pembuluh darah dan saraf keluar masuk melalui

mediastinum dan membentuk anyaman sekitar tubulus. Sel interstitial

Leydig merupakan sel yang memberikan gambaran mencolok untuk

jaringan tersebut. Sel-sel Leydig letaknya berkelompok memadat pada

daerah seminiferous. Sel-sel tersebut besar, dengan sitoplasma sering

tampak bervakuola pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya. Inti

selnya mengandung butir-butir kromatin kasar dan anak inti yang jelas.

(Leeson C.R, et al., 2000)

6

Page 7: referat spermatokel.doc

5. Pembuluh Darah, Pembuluh Limfe Dan Saraf

Saat arteri mencapai testis, pembuluh darah tersebut diliputi oleh

pleksus vena yang luas yaitu pleksus pampiniformis, yang mendinginkan

darah arteri melalui mekanisme penggantian panas lingkar-balik. Didalam

testis, cabang arteri testis menembus tunika albuginea dan masuk ke tunika

vaskulosa. Cabang-cabang arteriol yang lebih kecil mengikuti septula

testis masuk ke parenkim dan berakhir sebagai anyaman kapiler. Pembuluh

limfe kecil membentuk anyaman luas didalam jaringan interstitial. (Leeson

C.R, et al., 2000)

Saraf mengikuti pembuluh darah utama dan menyusun pleksus halus

disekitar pembuluh yang lebih kecil dan berhubungan dengan sel-sel

interstitial. (Leeson C.R, et al., 2000)

B. DEFINISI

Spermatokel, yang juga dikenal sebagai kista spermatik, adalah

kondisi medis yang ditandai dengan terbentuknya kantung abnormal (kista)

yang terisi dengan cairan dan sperma mati di dalam epididimis, suatu

saluran bergulung padat yang terletak di belakang testis dimana sprema

disimpan dan matang. Ketika kista ini tidak terisi dengan sperma, kondisi ini

dikenal sebagai kista epdidimal (Sjamsjulhidayat & Jong W.D, 2007).

C. ETIOLOGI

Penyebab spermatokel belum diketahui secara pasti. Tetapi, Banyak

ahli percaya hasil dari penyumbatan di salah satu tabung yang mengalirkan

sperma dari testis ke epididimis. Trauma dan peradangan juga dapat

menyebabkan spermatokels.

Beberapa hipotesis termasuk bahwa spermatokel mungkin timbul dari

ductules eferen, mungkin dilations aneurisma dari epididimis, atau mungkin

dilatasi sekunder untuk obstruksi distal (Dogra et-al, 2001).

7

Page 8: referat spermatokel.doc

D. MANIFESTASI KLINIS

Nyeri di testis juga bisa disebabkan oleh kista yang tumbuh di

epididimis (tabung melingkar yang terletak di belakang setiap testis). Kista

ini jinak dan mulai keluar sebagai akumulasi sel-sel sperma. Sering kali,

kista sangat kecil dan tidak menimbulkan masalah. Namun kadang-kadang,

kista tumbuh dengan ukuran beberapa sentimeter. Pada titik ini, pria

mungkin merasa berat di testis, tidak nyaman atau bahkan rasa sakit (Dogra

et-al, 2003).

E. PATOFISIOLOGI

Spermatokel dapat berasal dari divertikulum rongga yang ditemukan

pada caput epididimid. Sperma yang menumpuk disitu lama kelamaan akan

menumpuk dan membuat suatu divertikulum pada caput epididimis.

Spermatokel ini diduga pula berasal dari epididimitis atau trauma

fisik. Timbulnya scar pada bagian manapun di epididmis, akan

menyebabkan obstruksi dan mungkin mengakibatkan timbulnya

spermatokel (Aviena, 2010).

Gambar 2. Anatomi spermatokel

F. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan

fisik. Pemeriksan fisik menunjukkan adanya massa di dalam skrotum yang:

Unilateral (hanya ditemukan pada salah satu testis)

Lunak 

Licin, berkelok-kelok atau bentuknya tidak beraturan

8

Page 9: referat spermatokel.doc

Berfluktuasi, berbatas tegas atau padat (Ezine, 2011).

Pemeriksaan lainnya yang mungkin perlu dilakukan adalah:

1. Transluminasi

Spermatokel menunjukkan bahwa massa berupa cairan yang agak

padat. Adanya hidrokel bisa diketahui dengan menyinari skrotum dengan

lampu senter. Skrotum yang terisi cairan jernih akan tembus cahaya

(transiluminasi). Varikokel teraba sebagai massa yang berkelok-kelok di

sepanjang korda spermatika (Dogra, 2001).

2. USG skrotum

Gambar 3. USG Skrotum

Pada pemeriksaan sonografi, spermatokel yang didefinisikan

dengan baik lesi hypoechoic epididimis biasanya berukuran 1-2 cm dan

menunjukkan posterior peningkatan akustik. Mereka biasanya tidak

teratur, dengan baik gema internal yang tingkat rendah dan kadang-kadang

septations (Dogra, 2003).

Spermatocoeles adalah jenis umum dari kista ekstra testis, dan

merupakan dilatasi kistik tubulus dari ductules eferen di kepala epididimis.

Spermatocoeles biasanya unilocular tetapi dapat multilocular dan mungkin

terkait dengan vasektomi sebelumnya. Mereka lebih umum daripada kista

epididimis, tetapi dapat muncul sangat mirip (Dogra, 2003).

9

Page 10: referat spermatokel.doc

G. DIAGNOSIS BANDNG

Penyebab terbentuknya massa di dalam skrotum bervariasi dan bisa

merupakan sesuatu yang jinak maupun keganasan. Penyebab dari

pembentukan massa skrotum bisa berupa:

- Peradangan maupun infeksi (misalnya epididimitis)

- Cedera fisik pada skrotum

- Herniasi (hernia inguinalis)

- Tumor (Purnomo, Basuki. 2010).

1. Hematokel

Hematokel adalah penimbunan darah yang biasanya terjadi setelah

skrotum mengalami cedera. Jika hanya sedikit, biasanya darah akan

kembali diserap; tetapi jika banyak, perlu dilakukan pembedahan untuk

membuangnya (Purnomo, Basuki. 2010)

.

Gambar 4. USG Hematokel

2. Hidrokel

Hidrokel adalah penimbunan cairan di dalam selaput yang

membungkus testis, yang menyebabkan pembengkakan lunak pada salah

satu testis. Hidrokel bisa merupakan bawaan lahir atau didapat di

10

Page 11: referat spermatokel.doc

kemudian hari; bisa hanya menyerang salah satu maupun kedua sisi

skrotum (Purnomo, Basuki. 2010)..

Hidrokel sering ditemukan pada bayi baru lahir. Hidrokel terjadi

akibat adanya kegagalan penutupan saluran tempat turunnya testis dari

rongga perut ke dalam skrotum. Cairan peritoneum mengalir melalui

saluran yang terbuka tersebut dan terperangkap di dalam skrotum sehingga

skrotum membengkak. Secara normal, hidrokel akan menghilang dengan

sendirinya dalam waktu beberapa bulan setelah bayi lahir (Purnomo,

Basuki. 2010)..

Hidrokel juga bisa terjadi akibat: (1) peradangan atau cedera pada

testis maupun epididimis, (2) penyumbatan cairan atau darah di dalam

korda spermatika.

Gambar 5. Anatomi Hidrokel

11

Page 12: referat spermatokel.doc

Ga

mbar 6. USG Hidrokel

Gam

bar 7. Anatomi perbedaan hidrokel dan spermatokel

3. Varikokel

Varikokel adalah varises di dalam skrotum. Varikokel terjadi

akibat kelainan pada katup vena di sepanjang korda spermatika. Kelainan

katup ini menghambat aliran darah sehingga darah mengalir kembali dan

terjadi pelebaran vena. Perkembangan varikokel biasanya berlangsung

lambat dan bisa tanpa gejala. Lebih sering menyerang pria berusia 15-25

tahun. Varikokel merupakan penyebab terjadinya infertiliti pada 39%

penderita infertiliti ( Purnomo, Basuki. 2010) ..

12

Page 13: referat spermatokel.doc

Varikokel yang muncul secara tiba-tiba pada usia lanjut bisa

disebabkan oleh tumor ginjal yang telah mengenai vena renalis dan

menyebabkan gangguan aliran darah melalui vena spermatika.

Varikokel biasanya terbentuk di skrotum sebelah kiri, massa ini

biasanya terasa/tampak nyata jika penderita berdiri dan menghilang jika

penderita bersandar karena aliran darah ke vena tersebut berkurang

(Purnomo, Basuki. 2010)..

Gambar 8. Anatomi Varikokel

Gambar 9. USG Varikokel

13

Page 14: referat spermatokel.doc

Gambar 10. USG Varikokel testikular

USG dilakukan pada pasien dengn infertilitas. Menunjukkan

diameter vena pleksus pampiniformis 2,2-2,4 mm, selama keadaan

istirahat (tanpa manuever valsava) pada skrotum kiri. Dengan manuever

valsava, vena tersebut tampak berdilatasi (dengan diameter mencapai 4,5

mm)

Perubahan yang sama tampak pula pada skrotum kanan (3,3mm

dengan Valsava). Pada USG dan gambaran Doppler ini menunjukan

gambaran varikokel bilateral (grade 3). Grading yang digunakan

menggunakan diameter vena, yaitu saat valsava: Grade-1: 2-2.5 mm. veins

Grade-2: 2.5- 3 mm. veins Grade-3: > 3mm. veins

(www.jultrasoundmed.org/cgi/reprint/27/1/141.pdf).

14

Page 15: referat spermatokel.doc

Gambar 11. Varikokel intratestikuler

Skrotum kiri menunjukkan varikokel ekstratestikuler yang luas.

Selain itu juga mennunjukkan sedikit dilatasi pada pembuluh darah

(masing-masing >2mm) pada bagian subkapsuler dari testis kiri

Pada spektral Doppler menunjukan adanya tahanan ringan pada

pola aliran vena (www.jultrasoundmed.org/cgi/reprint/27/1/141.pdf )

H. PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi medis spesifik yang diindikasikan dalam

penatalaksanaan untuk simple spermatokel. Analgesik oral dapat diberikan

untuk mengobati gejala. Jika penyebab yang mendasarinya berupa

epididimitis yang menyebabkan rasa tidak nyaman, maka dapat

ditambahkan antibiotik sebagai indikasinya. Observasi biasanya dilakukan

untuk kasus-kasus spermatokel yang simple, ringan ataupun tanpa gejala

(www.emedicine.medscape.com ) .

Pendekatan terapi dengan spermatoselektomi transskrotal merupakan

intervensi operatif yang utama untuk kasus-kasus spermatokel.

Antikoagulasi sistemik dan permintaan dari ayah pasien merupakan

kontraindikasi relatif (www.emedicine.medscape.com ) .

15

Page 16: referat spermatokel.doc

Skleroterapi merupakan pilihan alternatif penanganan, namun

hasilnya menunjukkan kurang efektif. Skleroterapi ditujukan untuk laki-laki

yang sudah tidak memiliki keinginan untuk memiliki garis keturunan,

sebagai resiko dari bahan kimia yang membahayakan epididimis dan

sebagai dampak kerusakan epididimis yang dapat mengganggu kesuburan.

Oleh karena aspirasi dari spermatokel itu sendiri dikaitkan dengan tingkat

kekambuhan yang tinggi, maka agen sklerotik yang digunakan bertujuan

untuk menghancurkan dinding kista. Beberapa agen sklerotik yang telah

digunakan, termasuk diantaranya tetrasiklin, fibrin glue, fenol, sodium

tetradecyl sulfate, kuinin, talk powder, polidokanol, dan etanolamin oleate,

semuanya dengan berbagai derajat keberhasilan yang bervariasi antara 30%-

100% (www.emedicine.medscape.com )

I. KOMPLIKASI

a. Spermatoselektomi

- Epididymal injury

- Epididymal obstruction

- Scrotal hematoma

- Superficial wound infection, swelling, and recurrence of the

spermatocele

b. Skleroterapi

- Epididymal injury

- Infertility

- Bleeding

- Infection

- Chemical epididymitis

- Spermatocele recurrence (www.emedicine.medscape.com )

J. PROGNOSIS

16

Page 17: referat spermatokel.doc

Prognosis dari kasus spermatokel yang ditangani dengan

spermatoselektomi cenderung baik. Penelitian akhir-akhir ini membuktikan

bahwa pasien yang mengalami eksisi spermatokel yang tidak nyaman, 94%

diantaranya mengalami bebas gejala nyeri. Dan spermatoselektomi

merupakan penatalaksanaan bedah terbaik untuk simptomatik spermatokel

(www.emedicine.medscape.com ) .

Sebaliknya, meskipun skleroterapi dapat menurunkan insidensi dari

komplikasi perdarahan dan hanya membutuhkan biaya yang ringan, namun

efikasinya secara keseluruhan masih lebih rendah dibandingkan dengan

spermatoselektomi (www.emedicine.medscape.com ).

BAB III

17

Page 18: referat spermatokel.doc

KESIMPULAN

1. Spermatokel adalah kondisi medis yang ditandai dengan terbentuknya

kantung abnormal (kista) yang terisi dengan cairan dan sperma mati di

dalam epididimis

2. Etiologi spermatokel masih idiopatik, namun diduga beberapa faktor

pencetus dapat berupa sumbatan duktus spermatikus, trauma dan inflamasi

diduga memegang peranan penting

3. Gejala klinis dari spermatokel bervariasi, mulai dari tanpa gejala hingga

rasa tidak nyaman dan nyeri yang teramat sangat di bagian testis

4. Spermatokel dapat berasal dari divertikulum pada kaput epididimis

maupun epididimitis atau trauma fisik.

5. Timbulnya scar pada bagian manapun di epididmis, akan menyebabkan

obstruksi dan mungkin mengakibatkan timbulnya spermatokel

6. Pada pemeriksan fisik didapatkan adanya massa di dalam skrotum yang

unilateral (hanya ditemukan pada salah satu testis), lunak , licin, berkelok-

kelok atau bentuknya tidak beraturan, berfluktuasi, berbatas tegas atau

padat.

7. Pada pemeriksaan sonografi, spermatokel tampak sebagai lesi hypoechoic

epididimis biasanya berukuran1-2cm

8. Tidak ada terapi medis spesifik yang diindikasikan dalam penatalaksanaan

untuk simple spermatokel, analgesik oral dapat diberikan untuk mengobati

gejala. Jika penyebab yang mendasarinya berupa epididimitis yang

menyebabkan rasa tidak nyaman, maka dapat ditambahkan antibiotik

sebagai indikasinya.

9. Pendekatan terapi dengan spermatoselektomi transskrotal merupakan

intervensi operatif yang utama untuk kasus-kasus spermatokel

10. Skleroterapi merupakan pilihan alternatif penanganan, namun hasilnya

menunjukkan kurang efektif. Skleroterapi ditujukan untuk laki-laki yang

sudah tidak memiliki keinginan untuk memiliki garis keturunan, sebagai

18

Page 19: referat spermatokel.doc

resiko dari bahan kimia yang membahayakan epididimis dan sebagai

dampak kerusakan epididimis yang dapat mengganggu kesuburan

11. Komplikasi dari spermatokel didasarkan atas penanganannya, yaitu:

Spermatoselektomi (Epididymal injury, Epididymal obstruction, Scrotal

hematoma, Superficial wound infection, swelling, and recurrence of the

spermatocele) dan Skleroterapi (Epididymal injury, Infertility, Bleeding,

Infection, Chemical epididymitis, Spermatocele recurrence)

12. Prognosis dari kasus spermatokel yang ditangani dengan

spermatoselektomi cenderung baik.

13. Spermatoselektomi merupakan penatalaksanaan bedah terbaik untuk

simptomatik spermatokel, Sebaliknya, meskipun skleroterapi dapat

menurunkan insidensi dari komplikasi perdarahan dan hanya

membutuhkan biaya yang ringan, namun efikasinya secara keseluruhan

masih lebih rendah dibandingkan dengan spermatoselektomi

19

Page 20: referat spermatokel.doc

DAFTAR PUSTAKA

Aviena. 2010. Kelainan Kongenital Sistem Urogenital. Scrib.com

Dogra VS, Gottlieb RH, Oka M et-al. Sonography of the scrotum. Radiology.

2003;227 (1): 18-36. doi:10.1148/radiol.2271001744 - Pubmed citation

Dogra VS, Gottlieb RH, Rubens DJ et-al. Benign intratesticular cystic lesions: US

features. Radiographics. 2001;21 Spec No : S273-81. Radiographics (link) -

Pubmed citation

Ezine, H. 2011.Testicular Tumor

(http://hpathy.com/cause-symptoms-treatment/testicular-cancer/, diakses

pada tanggal 14 Agustus 2013)

Leeson, C. Roland. Leeson, Thomas S. Paparo, Thomas S.; alihbahasa, Yan

Tambayong, dkk. 1996. Testis. Textbook of Histology ed 5. Jakarta:EGC

Purnomo, Basuki. 2010. Pedoman Diagnosis & Terapi.SMF Urologi

Laboratorium Ilmu Bedah Rsu Dr. Saiful Anwar/ Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya Malang

Putra, Harapan. 2010. Nyeri Sakit Yang Terjadi Pada Testis. nyeri-sakit-yang-

terjadi-pada-testis.html

Sjamsjulhidayat R., Jong W.D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Tumor Ganas

Testis. Jakarta: EGC.

www.emedicine.medscape.com

emedicine.medscape.com/article/382288-imaging (a good article).

www.jultrasoundmed.org/cgi/reprint/27/1/141.pdf

20