Referat Sinusitis

29
BAB II HIDUNG DAN SINUS PARANASAL 2.1 ANATOMI HIDUNG Kedua rongga hidung adalah bagian teratas dari traktus respiratosrius dan mengandung reseptor-reseptor penciuman. Rongga hidung adalah ruangan berbentuk baji yang melebar di bagian inferior dan menyempit di bagian superior (apex) (1) . Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan pendarahannya serta persarafannya (2) . Setiap rongga hidung terdiri tiga regio umum, regio vestibulum nasal yaitu ruang kecil yang melebar pada nares anterior yang memiliki folikel-folikel rambut yang disebut vibrissae, yang kedua adalah regio pernafasan yang merupakan regio terbesar yang sangat kaya akan pembuluh darah dan persarafan dan terdiri dari epitel pernafasan dan menjalankan fungsi-fungsi tertentu berkenaan dengan proses respirasi. Regio terakhir adalah regio penciuman yang mengandung reseptor penciuman yang terletak di atap hidung, konka superior dan 1/3 atas septum. (1)

Transcript of Referat Sinusitis

Page 1: Referat Sinusitis

BAB II

HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

2.1 ANATOMI HIDUNG

Kedua rongga hidung adalah bagian teratas dari traktus respiratosrius dan

mengandung reseptor-reseptor penciuman. Rongga hidung adalah ruangan berbentuk

baji yang melebar di bagian inferior dan menyempit di bagian superior (apex) (1).

Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan

pendarahannya serta persarafannya(2). Setiap rongga hidung terdiri tiga regio umum,

regio vestibulum nasal yaitu ruang kecil yang melebar pada nares anterior yang

memiliki folikel-folikel rambut yang disebut vibrissae, yang kedua adalah regio

pernafasan yang merupakan regio terbesar yang sangat kaya akan pembuluh darah

dan persarafan dan terdiri dari epitel pernafasan dan menjalankan fungsi-fungsi

tertentu berkenaan dengan proses respirasi. Regio terakhir adalah regio penciuman

yang mengandung reseptor penciuman yang terletak di atap hidung, konka superior

dan 1/3 atas septum.(1)

Hidung pada masa embriologi, selama minggu ke-6 lubang hidung semakin

bertambah dalam, sebagian karena tumbuhnya tonjol-tonjol hidung yang ada di

sekitarnya dan sebagian lagi karena lubang ini menembus ke dalam mesenkim

dibawahnya. Mula-mula membran oronasalis memisahkan kedua lubang hidung tadi

dari rongga mulut primitif, melalui foramina yang baru terbentuk, yakni koana

primitif. Koana ini terletak di sisi kanan dan kiri garis tengah dan tepat dibelakang

palatum primer. Selanjutnya, dengan terbentuknya palatum sekunder dan

berkembangnya rongga-rongga hidung primitif lebih lanjut, koana tetap terletak pada

peralihan antara rongga hidung dan faring. (3)

Page 2: Referat Sinusitis

2.1.1 Hidung Luar (2,4)

Gambar 1 Anatomi Hidung Luar

Diunduh dari http://www.uptodate.com/online/content/images/alle_pix/Nose_external_anatomy.jpg

pada tanggal 21 Agustus 2009 pukul 23.30

Hidung luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dengan bibir atas, yang

berbentuk piramid. struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian, bagian

paling atas, kubah tulang yang tidak dapat digerakkan, di bawahnya terdapat kubah

kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah lobulus hidung

yang mudah digerakkan. Di sebelah superior, struktur tulang hidung luar berupa

prosesus maksila yang berjalan ke atas dan kedua tulang hidung, semuanya disokong

oleh prosesus nasalis tulang frontalis dan suatu bagian lamina perpendikularis tulang

etmoidalis. Spina nasalis anterior merupakan bagian dari prosesusmaksilaris medial

embrio yang meliputi premaksila anterior, dapat pula dianggap sebagai bagian dari

hidung luar. Kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan, dibentuk oleh kartilago

lateralis superior yang saling berfusi di garis tengah juga berfusi dengan tepi atas

kartilago septum kuadrangularis. Sepertiga bawah hidung luar atau lobulus hidung,

dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus menutup

Page 3: Referat Sinusitis

vestibulum nasi dan dibatasi di sebelah medial oleh kolumela, lateral oleh alae nasi,

dan anterosuperior oleh ujung hidung.

2.1.2 Hidung Dalam(4)

Struktur ini membentang dari os internum di sebelah anterior hingga koana di

posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum nasi merupakan

struktur tulang di garis tengah yang secara anatomi membagi organ menjadi dua

rongga hidung. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, bagian tulang adalah

lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis

os palatina. Sedangkan di bagian tulang rawan tersusun oleh kartilago septum (lamina

kuadrangularis) dan kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang

rawan dan periostium pada bagian tulang, dan bagian luarnya dilapisi pula oleh

mukosa hidung.

Gambar 2 Anatomi Hidung Dalam

Diunduh dari http://content.answers.com/main/content/img/elsevier/dental/f0098-01.jpg pada

tanggal 21 agustus 2009 pukul 23.30

Page 4: Referat Sinusitis

Dinding lateral dari rongga hidung sangat rumit dan terbentuk dari tulang,

tulang rawan dan jaringan lunak. Bagian depan dinding lateral hidung licin yang

disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka. Terdapat empat buah

konka, yang terbesar dan terletak paling bawah adalah konka inferior yang

merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid. Konka

yang lebih kecil adalah konka media dan lebih kecil lagi konka superior dan yang

terkecil adalah konka suprema, ketiganya merupakan bagian dari labirin etmoid. Di

antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut

meatus. Bergantung letaknya meatus terdiri dari meatus inferior, media dan superior.

Duktus nasolakrimalis dan muara sinus paranasal terbuka ke dinding lateral

dari rongga hidung. Duktus nasolakrimalis bermuara pada dinding lateral hidung pada

meatus inferior di bawah ujung dari konka inferior, muara ini mengalirkan air mata.

Sinus frontalis dan etmoidalis anterior mengalirkan sekretnya melalui duktus

frontonasal dan infundibulum etmoidalis menuju ke bagian anterior dari hiatus

semilunaris pada meatus media. Sinus etmoidalis anterior bermuara pada meatus

superior. Sinus maksilaris bermuara ke hiatus semilunaris, biasanya di bagian bawah

dari bulla etmoid.(1)

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os

maksila dan os palatum. Sedangkan dinding superior atau atap hidung sangat sempit

dan dibentuk oleh lamina kribiformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari

rongga hidung.(2)

2.1.3 Pendarahan Hidung

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris

interna, diantaranya ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina, sedangkan

bagian depan hidung mendapatkan perdarahan dari cabang-cabang a.fasialis. Pada

bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina,

a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut pleksus

Page 5: Referat Sinusitis

Kiesselbach (Little’s area) yang letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma

sehingga menjadi sumber epistaksis anterior(2,5). Sedangkan pada epistaksis posterior

pleksus yang bertanggung jawab adalah pleksus Woodruff yang terbentuk dari

anastomosis a.maksilaris interna dari ujung a.sfenopalatina dan a.faringeal asenden.

Pleksus ini terletak di posterior dari konka media.(6)

Gambar 3 Pendarahan Hidung

Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/20050115/305_f1.jpg pada tanggal 21 Agustus 2009 pukul

23.40

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan

dengan arterinya. Vena di vestibulum bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan

dengan sinus kavernosus.(1)

2.1.4 Persarafan Hidung (4)

Pada persarafan yang terlibat langsung adalah saraf kranial pertama yaitu

n.olfaktorius yang turun melalui lamina kribosa dan permukaan bawah bulbus

olfaktorius dan berakhir pada sel-sel reseptor penghidu. Divisi oftalmikus dan

maksilaris dari n.trigeminus berfungsi untuk impuls sensorik lainnya, n.fasialis untuk

Page 6: Referat Sinusitis

gerakan otot-otot pernafasan pada hidung luar, dan sistem saraf otonom. Ganglion

sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan

vasomotor untuk mukosa hidung, menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila,

serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis

dari n.petrosus profundus. Ganglion ini terletak di belakang dan sedikit di ujung

posterior konka media.

2.1.5 Mukosa Hidung (2,4)

Gambar 4 Epitel Torak Berlapis Semu

Diunduh dari http://www.mhhe.com/biosci/ap/histology_mh/pseudo2.gif pada tanggal 22 Agustus

2009 pukul 23.55

Epitel organ pernafasan yang biasanya berupa epitel torak berlapis semu, dan

berbeda-beda pada berbagai bagian hidung, tergantung pada tekanan dan kecepatan

airan udara, demikian pula suhu dan derajat kelembaban udara. Jadi, mukosa pada

ujung anterior konka dan septum sedikit melampaui os internum masih dilapisi oleh

epitel berlapis gepeng tanpa silia lanjutan dari epitel kulit vestibulum nasi. Sepanjang

jalur utama arus inspirasi epitel menjadi torak, silia pendek dan agak ireguler. Sel-sel

meatus media dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia

yang panjang yang tersusun rapih.

Page 7: Referat Sinusitis

Silia yang panjangnya sekitar 5-7 mikron terletak pada lamina akhir sel-sel

permukaan epitelium, dan jumlahnya sekitar 100 permikron persegi, atau sekitar 250

per sel pada saluran pernafasan atas. Silia bekerja hampir otomatis. Misalnya, sel

dapat terbelah menjadi pecahan-pecahan kecil tanpa menghentikan gerakan silia,

suatu silia tunggal akan terus bergerak selama bagian kecil sitoplasma yang

menyelubungi korpus basalis silia tetap melekat padanya. Masing-masing silia pada

saat melecut, bergerak secara metakronis dengan silia di sekitarnya. Bila lecutan silia

diamati, maka lajur silia akan membengkok serempak dan baris silia membengkok

berurutan. Lecutan tersebut tidak hanya terkoordinasi menurut waktu, tapi juga

menurut arahnya, yang merupakan faktor penting dalam mengangkat mukus ke

nasofaring. (2)

2.2 ANATOMI SINUS PARANASAL

Gambar 5 Anatomi Sinus

Diunduh dari http://www.larianmd.com/images/large-allergy-sinus-01.jpg pada tanggal 21 Agustus

2009 pukul 23.42

Page 8: Referat Sinusitis

Terdapat empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus

maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Ada 2

golongan besar sinus paranasalis, yaitu golongan anterior sinus paranasalis, yaitu

sinus frontalis, sinus ethmoidalis anterior, dan sinus maksilaris. Serta golongan

posterior sinus paranasalis, yaitu sinus etmoidalis posterior dan sinus sfenoidalis. (7,8,9)

Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga

terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus memiliki muara atau ostium ke dalam

rongga hidung.

Sinus-sinus udara paranasalis berkembang sebagai divertikula dinding lateral

hidung dan meluas ke dalam tulang maksila, tulang etmoid frontalis, dan tulang

sfenoid. Sinus-sinus ikut membentuk wajah yang tetap. (3,9)

2.2.1 Sinus Maksilaris (7,8)

Sinus maksilaris (Antrum of Highmore) adalah sinus yang pertaama

berkembang. Struktur ini pada umumnya berisi cairan pada kelahiran. Pertumbuhan

dari sinus ini adalah bifasik dengan pertumbuhan selama 0-3 tahun dan 7-12 tahun.

Sepanjang pneumatisasi kemudian menyebar ke tempat yang rendah dimana gigi

yang permanen mengambil tempat mereka. Pneumatisasinya dapat sangat luas sampai

akar gigi hanya satu lapisan yang tipis dari jaringan halus yang mencakup mereka.

Sinus maksilaris orang dewasa berbentuk piramida dan mempunyai volume

kira-kira 15 ml (34 x 33 x 23 mm). dasar dari piramida adalah dinding nasal dengan

puncak yang menunjuk ke arah processus zigomatikum. Dinding anterior mempunyai

foramen intraorbital yang berada pada bagian midsuperior dimana nervus intraorbital

berjalan di atas atap sinus dan keluar melalui foramen ini. Bagian tertipis dari dinding

anterior adalah sedikit diatas fossa canina. Atap dibentuk oleh dasar orbita dan di

transeksi oleh n.infraorbita. dinding posterior tidak bisa ditandai. Di belakang dari

dinding ini adalah fossa pterygomaxillaris dengan a.maksilaris interna, ganglion

Page 9: Referat Sinusitis

sfenopalatina dan saluran vidian, n.palatina mayor dan foramen rotundum. Dasar dari

sinus bervariasi tingkatannya. Sejak lahir sampai umur 9 tahun dasar dari sinus adalah

di atas rongga hidung. Pada umur 9 tahun dasar dari sinus secara umum sama dengan

dasar nasal. Dasar sinus berlanjut menjadi pneumatisasi sinus maksilaris. Oleh karena

itu berhubungan dengan penyakit gigi di sekitar gigi rahang atas, yaitu premolar dan

molar.

Cabang dari a.maksilaris interna mendarahi sinus ini. Termasuk infraorbita,

cabang a.sfenopalatina, a.palatina mayor, v.aksilaris dan v.jugularis system dural

sinus. Sedangkan persarafan sinus maksila oleh cabang dari n.V.2 yaitu n.palatina

mayor dan cabang dari n.infraorbita.

Ostium sinus maksilaris terletak di bagian superior dari dinding medial sinus.

Intranasal biasanya terletak pada pertengahan posterior infundibulum etmoid, atau

disamping 1/3 bawah processus uncinatus. Ukuran ostium ini rata-rata 2,4 mm tapi

dapat bervariasi. 88% dari ostium sinus maksilaris bersembunyi di belakang

processus uncinatus sehingga tidak bisa dilihat secara endoskopi.

2.2.2 Sinus Etmoidalis (8)

Sinus etmoid adalah struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru

dilahirkan. Selama masih janin perkembangan pertama sel anterior diikuti oleh sel

posterior. Sel tumbuh secara berangsur-angsur sampai usia 12 tahun. Sel ini tidak

dapat dilihat dengan sinar x sampai usia 1 tahun. Septa yang ada secara berangsur-

angsur menipis dan pneumatisasi berkembang sesuai usia. Sel etmoid bervariasi dan

sering ditemukan di atas orbita, sfenoid lateral, ke atap maksila dan sebelah anterior

diatas sinus frontal. Peyebaran sel etmoid ke konka disebut konka bullosa.

Gabungan sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (33 x 27 x 14

mm). Bentuk ethmoid seperti piramid dan diabgi menjadi sel multipel oleh sekat yang

tipis. Atap dari ethmoid dibentuk oleh berbagai struktur yang penting. Sebelah

Page 10: Referat Sinusitis

anterior posterior agak miring (15o). 2/3 anterior tebal dan kuat dibentuk oleh os

frontal dan foveola etmoidalis. 1/3 posterior lebih tinggi sebelah lateral dan sebelah

medial agak miring ke bawah ke arah lamina kribiformis. Perbedaan berat antara atap

medial dan lateral bervariasi antara 15-17 mm. sel etmoid posterior berbatasan

dengan sinus sfenoid.

Gambar 6 Struktur Terkait Sinus Ethmoidalis

Diunduh dari http://dic.academic.ru/pictures/enwiki/71/Gray856.png pada tanggal 22 Agustus pukul

18.40

Sinus etmoid mendapat aliran darah dari a.karotis eksterna dan interna dimana

a.sfenopalatina dan a.oftalmika mendarahi sinus dan pembuluh venanya mengikuti

arterinya. Sinus etmoid dipersarafi oleh n V.1 dan V.2, n V.1 mensarafi bagian

superior sedangkan sebelah inferior oleh n V.2. persarafan parasimpatis melalui

n.vidianus, sedangkan persarafan simpatis melalui ganglion servikal.

Sel di bagian anterior menuju lamela basal. Pengalirannya ke meatus media

melalui infundibulum etmoid. Sel yang posterior bermuara ke meatus superior dan

Page 11: Referat Sinusitis

berbatasan dengan sinus sfenoid. Sel bagian posterior umumnya lebih sedikit dalam

jumlah namun lebih besar dalam ukuran dibandingkan dengan sel bagian anterior.

Bula etmoid terletak diatas infundibulum dan permukaan lateral inferiornya,

dan tepi superior prosesus uncinatus membentuk hiatus semilunaris. Ini merupakan

sel etmoid anterior yang terbesar. Infundibulum etmoid perkembanganya mendahului

sinus. Dinding anterior dibentuk oleh prosesus uncinatus, dinding medial dibentuk

oleh prosesus frontalis os maksila dan lamina papyracea.

2.2.3 Sinus Frontalis (7,8)

Sinus frontalis sepertinya dibentuk oleh pergerakan ke atas dari sebagian

besar sel-sel etmoid anterior. Os frontal masih merupakan membran pada saat

kelahiran dan mulai mengeras sekitar usia 2 tahun. Perkembangan sinus mulai usia 5

tahun dan berlanjut sampai usia belasan tahun.

Volume sinus ini sekitar 6-7 ml (28 x 24 x 20 mm). anatomi sinus frontalis

sangat bervariasi tetapi secara umum ada dua sinus yang terbentuk seperti corong.

dinding posterior sinus yang memisahkan sinus frontalis dari fosa kranium anterior

lebih tipis dan dasar sinus ini juga berfungsi sebagai bagian dari atap rongga mata.

Sinus frontalis mendapatkan perdarahan dari a.oftalmika melalui a.supraorbita

dan supratrochlear. Aliran pembuluh vena melalui v.oftalmica superior menuju sinus

kavernosus dan melalui vena-vena kecil di dalam dinding posterior yang mengalir ke

sinus dural. Sinus frontalis dipersarafi oleh cabang n V.1. secara khusus, nervus-

nervus ini meliputi cabang supraorbita dan supratrochlear.

2.2.4 Sinus Sfenoidalis (8)

Sinus sfenoidalis sangat unik karena tidak terbentuk dari kantong rongga

hidung. Sinus ini dibentuk dalam kapsul rongga hidung dari hidung janin. Tidak

Page 12: Referat Sinusitis

berkembang sampai usia 3 tahun. Usia 7 tahun pneumatisasi telah mencapai sela

turcica. Sinus mencapai ukuran penuh pada usia 18 tahun.

Gambar 7 Struktur terkait Sinus Sfenoid

Diunduh dari http://www.nyee.edu/images/ent_rss_sts_008.jpg pada tanggal 22 Agustus pukul 18.42

Usia belasan tahun, sinus ini sudah mencapai ukuran penuh dengan volume

7,5 ml (23 x 20 x 17 mm). pneumatisasi sinus ini, seperti sinus frontalis, sangat

bervariasi. Secara umum merupakan struktur bilateral yang terletak posterosuperior

dari rongga hidung. Dinding sinus sphenoid bervariasi ketebalannya, dinding

anterosuperior dan dasar sinus paling tipis (1-1,5 mm). dinding yang lain lebih tebal.

Letak dari sinus oleh karena hubungan anatominya tergantung dengan tingkat

pneumatisasi. Ostium sinus sfenoidalis bermuara ke recessus sfenoetmoidalis.

Ukurannya sangat kecil (0,5 -4 mm) dan letaknya 10 mm di atas dasar sinus.

Atap sinus sfenoid diperdarahi oleh a.ethmoid posterior, sedangkan bagian

lainnya mendapat aliran darah dari a.sfenopalatina. Aliran vena melalui v.maksilaris

ke v.jugularis dan pleksus pterigoid. sinus sfenoid dipersarafi oleh cabang n V.1 dan

V.2. n.nasociliaris berjalan menuju n.etmoid posterior dan mempersarafi atap sinus.

Cabang-cabang n.sfenopalatina mempersarafi dasar sinus.

Page 13: Referat Sinusitis

2.2.5 Mukosa Sinus Paranasal (4,8)

Sinus-sinus ini dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang

berkesinambunagn dengan mukosa di rongga hidung. Epitel sinus ini lebih tipis dari

epitel hidung. Ada 4 tipe sel dasar, yaitu epitel torak bersilia, epitel torak tidak

bersilia, sel basal dan sel goblet. Sel-sel bersilia memiliki 50-200 silia per sel. Data

penelitian menunjukan sel ini berdetak 700-800 kali per menit, dan pergerakan

mukosa pada suatu tingkat 9 mm per menit.

Sel tidak bersilia ditandai oleh mikrovili yang menutupi daerah apikal sel dan

berfungsi untuk meningkatkan area permukaan. Ini penting untuk meningkatkan

konsentrasi dari ostium sinus. Fungsi sel basal belum diketahui. Beberapa teori

menjelaskan bahwa sel basal dapat bertindak sebagai suatu sel stem. Sel goblet

memproduksi glikoprotein yang berfungsi untuk viskositas dan elastisitas mukosa.

Sel goblet dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis dimana rangsangan saraf

parasimpatis menhasilkan mukus yang kental dan rangsangan saraf simpatis bekerja

sebaliknya. Lapisan epitel disokong oleh suatu dasar membran yang tipis, lamina

propia, dan periosteum.

2.3 FISIOLOGI HIDUNG

Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, alat pengatur kondisi udara (air

conditioning) , penyaring udara, indra penghidu (olfactory), untuk resonansi suara,

refleks nasal dan turut membantu proses bicara.(2)

2.3.1 Jalan Nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi

konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara

ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan

Page 14: Referat Sinusitis

mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi, akan tetapi di bagian depan aliran

udara memecah, sebagian akan melalui nares anterior dan sebagian akan kembali ke

belakang membentuk pusaran.(2)

Gambar 8 Perjalanan Udara dalam Rongga Hidung

Diunduh dari http://z.hubpages.com/u/933863_f248.jpg pada tanggal 21 Agustus 2009 pukul 23.35

Hidung dengan berbagai katup inspirasi dan ekspirasi serta kerja mirip katup

dari jaringan erektil konka dan septum, menghaluskan dan membentuk aliran udara.

Beberapa daerah hidung dimana jalan nafas menyempit dapat diibratkan sebagai

katup. Pada bagian vestibulum hidung, terdapat dua penyempitan. Penyempitan yang

lebih anterior terletak diantara aspek posterior kartilago lateralis superior dan septum

nasi. Tiap deviasi septum nasi pada daerah ini seringkali makin menyempitkan jalan

nafas. Penyempitan kedua terletak pada aperture piriformis tulang. Kedua daerah ini

dapat dianggap sangat bermakna secara klinis.(4)

2.3.2 Pengatur Kondisi Udara (Air Conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara diperlukan untuk

mempersiapkan udara yang akan masuk kedalam alveolus paru. Fungsi pengaturan

Page 15: Referat Sinusitis

kelembaban udara dilakukan oleh palut lendir (mucous blanket). Sedangkan

pengaturan suhu dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel

dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi tercipta

optimal.(2)

Dalam waktu yang sangat singkat saat udara melintasi bagian horizontal

hidung yaitu sekitar 16-20 kali per menit, udara inspirasi dihangatkan atau

didinginkan mendekati suhu tubuh dan kelembaban relatifnya dibuat mendekati 100

persen. Suhu ekstrim dan kekeringan udara inspirasi dikompensasi dengan cara

mengubah aliran udara.(4)

2.3.3 Penyaring dan Pelindung

Hidung berfungsi untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri

yang dilakukan oleh rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia dan palut lender

(mucous blanket) dimana bakteri dan debu akan melekat, sedangkan untuk partikel

yang lebih besar akan dikeluarkan oleh refleks bersin. Selain itu pada hidung juga

terdapat lysozyme dan immunoglobulin A (IgA) yang dapat menghancurkan beberapa

jenis bakteri. (2,4)

Lapisan mukus yang sangat kental dan lengket menangkap debu, benda asing,

dan bakteri yang terhirup, dan melalui kerja silia benda-benda ini diangkut ke faring,

selanjutnya ditelan dan dihancurkan dalam lambung.

2.3.4 Indera Penghidu (2)

Hidung bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius

pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Lengkung

aliran udara inspirasi normalnya tidak cukup tinggi untuk mencapai celah tersebut

agar bau dapat terhidu, kecuali bila bau tersebut sangat kuat atau kita mengendus

yaitu menambah tekanan negatif guna menarik aliran udara yang masuk ke area

olfaktorius.

Page 16: Referat Sinusitis

Gambar 9 Nervus Olfaktorius

Diunduh dari http://mlm89.files.wordpress.com/2009/07/olfactory_nerve1.jpg pada tanggal 22Agustus

2009 pukul 23.20

2.3.5 Resonansi Suara

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

bernyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,

sehingga terdengar suara sengau atau rinolalia.(2)

2.3.6 Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran

cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Ketika terjadi iritasi mukosa hidung maka akan

terjadi refleks bersin dan nafas tertentu, dan rangsang bau tertentu menyebabkan

sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.(2)

2.3.7 Proses Bicara

Pembentukan bicara merupakan suatu proses yang rumit, melibatkan paru-

paru sebagai sumber tenaga, laring sebagai generator suara dan struktur kepala dan

leher seperti bibir, lidah, gigi, dan lain-lain. Sebagai artikulator untuk mengubah

Page 17: Referat Sinusitis

suara dasar dari laring menjadi pembicaraan yang dapat dimengerti. Hidung dan sinus

demikian pula nasofaring berperan pula dalam artikulasi. Pada bunyi tertentu

misalnya “m”, “n” dan “ng”, resonansi hidung sangatlah penting. (4)

Secara umum, bicara yang abnormal akibat perubahan rongga-rongga hidung

dapat digolongkan sebagai hipernasal atau hiponasal. Hipernasal terjadi bila

insufisiensi velofaringeal menyebabkan terlalu banyak bunyi beresonansi dalam

rongga hidung. Hiponasal timbul bila bunyi-bunyi yang normalnya beresonansi

dalam rongga hidung menjadi terhambat. Sumbatan hidung dapat menimbulkan

kelainan ini dengan berbagai penyebab seperti infeksi saluran pernafasan atas,

hipertrofi adenoid atau tumor hidung. (4)

2.4 FISIOLOGI SINUS PARANASAL

Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan fungsi dari sinus

paranasal. Teori ini meliputi fungsi dari kelembaban udara inspirasi, membantu

pengaturan tekanan intranasal dan tekanan serum gas, mendukung pertahanan

imunitas, meningkatkan area permukaan mukosa, meringankan volume tengkorak,

membantu resonansi suara, menyerap goncangan dan mendukung pertumbuhan

muka. (8)

2.4.1 Mengatur Kelebaban Udara Inspirasi (7,8)

Menurut beberapa teori walaupun mukosa hidung telah beradaptasi untuk

melakukan fungsi ini, sinus tetap berperan pada area permukaan mukosa dan

kemampuannya untuk menghangatkan. Beberapa peneliti memperlihatkan bahwa

bernafas dengan mulut dapat menurunkan volume akhir CO2 yang dapat

meningkatkan kadar CO2 serum dan berperan pada sleep apnea.

Page 18: Referat Sinusitis

Meskipun sinus dianggap dapat berfungsi sebagai ruang tambahan untuk

memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi, namun teori ini memiliki

kelemahan karena tidak didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus dan

rongga hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000

volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk

pertukaran udara total dalam sinus. Selain itu mukosa sinus juga tidak memiliki

vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.

2.4.2 Penyaringan Udara

Oleh karena produksi mukosa sinus, mereka berperan pada pertahanan imun

atau penyaringan udara yang dilakukan oleh hidung. Hidung dan mukosa sinus terdiri

dari sel silia yang berfungsi untuk menggerakan mukosa ke koana. Penelitian yang

paling terbaru pada fungsi sinus berfokus pada molekul Nitrous Oxide (NO). studi

menunjukkan bahwa produksi NO intranasal adalah secara primer pada sinus. Telah

kita ketahui bahwa NO bersifat racun terhadap bakteri, jamur dan virus pada

tingkatan sama rendah 100 ppb. Konsentrasi ini dapat menjangkau 30.000 ppb

dimana beberapa peneliti sudah berteori tentang sterilisasi sinus. NO juga

meningkatkan pergerakan silia.(8)

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal jumlahnya kecil dibandingkan

dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang

turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius,

merupakan tempat yang paling strategis.

2.4.3 Fungsi Sinus Lainnya (7)

Sinus diyakini dapat membantu keseimbangan kepala karena mengurangi

berat tulang muka, namun bila udara dalam sinus digantikan dengan tulang, hanya

akan memberikan pertambahan berat sebanyak 1% dari berat kepala, sehingga

dianggap tidak bermakna. Sinus juga dianggap berfungsi sebagai peredam perubahan

Page 19: Referat Sinusitis

tekanan udara apabila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak seperti pada

saat bersin atau membuang ingus.

Sinus tidak mempunyai fungsi fisiologis yang nyata. Beberapa peneliti

mendukung opini bahwa sinus juga berfungsi sebgai indra penghidu dengan jalan

memudahkan perluasan dari etmokonka, terutama sinus frontalis dan sinus

etmoidalis. Namun menurut penelitian lainnya, etmokonka manusia telah menghilang

selama proses evolusi. Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi

suara dan mempengaruhi kualitas suara. Namun ada teori yang menyatakan bahwa

posisi sinus dan dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai

resonator yang efektif.