Referat Sinusitis Edited

download Referat Sinusitis Edited

of 28

description

sinusitis

Transcript of Referat Sinusitis Edited

REFERATSINUSITIS

Pembimbing :Dr. Susilaningrum, Sp.THT-KL

Disusun Oleh:

Widya Kesuma Astuti1420221184Adrian Cristianto Yusuf112014212Anumillah Arini Zidna1420221148

Kepaniteraan klinik 10 Agustus 12 September 2015Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorokan RSPAD Gatot SoebrotoJakarta

REFERATSINUSITIS

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik diDepartemenTelinga, Hidung dan TenggorokanRSPAD Gatot Soebroto

Disusun Oleh:Adrian Cristianto Yusuf112014212Anumillah Arini Zidna1420221148Widya Kesuma Astuti1420221184

Telah disetujui oleh Pembimbing,

dr. Susilaningrum, Sp.THTPembimbing Referat

Mengesahkan,

dr. Susilaningrum, Sp.THT

Ditetapkan di JakartaTertanggal

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan referat dengan judul Sinusitis.Referat ini bertujuan untuk mempelajari, mengetahui tentang kelainan dan mengenali tanda-tanda terjadinya sinusitis secara lebih luas melalui anatomi sinus paranasal, definisi, klasifikasi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, dan pencegahan.Penyusun menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, penyusun mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini dan mengharapkan saran serta kritik yangmembangun guna menambah ilmu dan pengetahuan penyusun dalam ruang lingkup ilmuTelinga, Hidung dan Tenggorokan, khususnya yang berhubungan dengan referat ini.Terima kasih penyusun ucapkan pada seluruh pembimbing di Departemen THT RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, yang dengan penuh dedikasi, kesabaran dan keikhlasan meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam membimbing penyusun sehingga referat ini dapat diselesaikan., khususnya kepada dr. Susilaningrum, SpTHT selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini.Penyusun juga berharap referat ini dapat memberi manfaat dan dapat menambah wawasan keilmuan di bidang kedokteran khususnya dalam lingkup ilmu Telinga, Hidung dan Tenggorokan sertadapat memacu minat baca.

DAFTAR ISI

Halaman Judul 1Lembar Pengesahan 2Kata Pengantar 3Daftar Isi 4BAB I PENDAHULUAN 6I.1 Latar Belakang 6I.2 Tujuan Penulisan 7I.3Metode Penulisan 7BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8II.1Anatomi Sinus Paranasal9II.2Epidemiologi10II.3Definisi& Klasifikasi11II.4Etiologi12II.5Patofisiologi13II.6Gejala klinis14II.7Diagnosis15II.8Penatalaksanaan19II.9Komplikasi22II.10Pencegahan23II.11Prognosa24BAB III KESIMPULAN25REFERENSI26

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia.Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.1Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh inflamasi pada hidung (rhinitis) sehingga nama rhinosinusitis dibanding sinusitis lebih direkomendasikan oleh Task Force of the Rhinology and Paranasal Sinus Committeepada tahun 1997.2Rinosinusitissecara luas didefinisiklan sebagai sekelompok gangguan yang ditandai oleh inflamasi pada hidung dan sunis paranasal. Rhinosinusitis sejauh ini merupakan penyakit yang paring sering mengenai sinus paranasal. Sekitar 14% atau 31 juta orang dewasa terkena rhinosinusitis tiap tahunnya.3 Rhinosinusitis dapat mengakibatkan gangguankualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokterspesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejaladan metode diagnosis dari penyakit rhinosinusitis ini.Penyebab utamanya ialah infeksi virus berupa common cold yang kemudian diikuti olehinfeksi bakteri.1Secara epidemiologi, sinus yang paling sering terkena adalah sinusetmoid dan maksila. Pada anak-anak, sinusitis akut biasanya mengenai sinus etmoid karena belum sempurnanya pneumatisasi dari sinus-sinus lain.4Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya keorbita dan intrakranial.Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yanginadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari.Komplikasi dari sinusitis ke orbita dan intrakranial dapat berbahaya. Komplikasi tersebut terjadi akibat kurang adekuatnya tatalaksana yang diberikan atau faktor predisposisi yang tidak dapat dihindari. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah penyakit yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Diperkirakan bahwa 1 dari 5 pasien mengalami komplikasi sinusitis sebelum era antibiotik. Pada era antibiotik saat ini komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau eksaserbasi akut, dengan 17% dari penderita selulitis orbita meninggal karena meningitis dan 20% mengalami kebutaaan. Komplikasi intrakranial sinusitis jarang terjadi pada era antibiotik dimana angka kejadiannya sekitar 4% pada pasien yang dirawat dengan sinusitis akut atau kronik. Meskipun jarang, komplikasi ini dapat mengancam jiwa akibat komplikasi dari meningitis, epidural empiema serta abses, trombosis sinus kavernosus, dan abses serebri.Tatalaksana yang adekuat dan pengenalan dini terhadap gejala sinusitis menjadi penting karena komplikasi yang dapat timbul cukup berbahaya. Dalam referat ini akan dibahas secara jelas mengenai etiologi, faktor predisposisi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, kriteria diagnosis, sampai penatalaksanaan.1

1.2 Batasan MasalahReferat ini membahas mengenai sinusitis dengan komplikasinya meliputi anatomi dan fisiologi sinus paranasal, definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, diagnosis, pentalaksanaan dan komplikasi sinusitis.

1.3 Tujuan PenulisanI.3.1 Mengetahui etiologi dan patofisiologi sinusitis I.3.2 Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan sinusitisI.3.3 Mengetahui komplikasi dari sinusitisI.3.4 Mengetahui pencegahan dari sinusitis

1.4 Metode PenulisanReferat ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk ke berbagai literatur.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sinus ParanasalSinus paranasalis merupakan rongga udara yang dilapisi oleh mukosa dan berhubungan dengan rongga hidung. Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, diurutkan dari yang paling besar berturut-turut yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid. Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV berupa invaginasi mukosa pada rongga hidung. Semua sinus kecuali sinus sfenoid sudah dalam bentuk invaginasi mukosa.Namun, pada saat lahir hanya ditemukan dua sinus, yaitu sinus maksila dan sinus etmoid.Sinus frontalis baru berkembang dari sinus etmoid anterior pada saat anak berusia 8 tahun.Pneumatisasi sinus sfenoid baru dimulai setelah lahir, sekitar usia 8-10 tahun yang berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung.Sehingga tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak belum terdapat sinus frontalis karena belum berkembang.Sinus paranasal akantetap berkembang selama masa anak-anak.Pada saat bayi lahir sinus maksila masih berukuran sanggat kecil sampai mulai tumbuhnya gigi pertama karena adanya akar gigi pada maksila menghambat perkembangan sinus.Sinus paranasal akan terus berkembang dan mencapai ukuran maksimalnya pada usia 15-18 tahun.4Dinding lateral nasal mulai sebagai struktur rata yang belum berdiferensiasi. Pertumbuhan pertama yaitu pembentukan maxilloturbinal yang kemudian akan menjadi konka inferior. Selanjutnya, pembentukan ethmoturbinal, yang akan menjadi konka media, superior dan supreme dengan cara terbagi menjadi ethmoturbinal pertama dan kedua.Pertumbuhan ini diikuti pertumbuhan sel-sel ager nasi, prosesus uncinatus, dan infundibulum etmoid.Sinus-sinus kemudian mulai berkembang. Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi. Sinussinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi, yang mampu mengkasilkan mukus, dan bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam kavum nasi.Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.5Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar dan terletak memenuhi masing-masing os maksila. Sinus maksila berbatasan dengan dinding latetral nasal di bagian medial, dinding inferior orbita sebagai batas superior sinus maksila, prosesus alveolaris maksila sebagai batas inferior, fossa canine sebagai batas anterior dan fossa pterigopalatinae sebagai batas posterior sinus maksila.Sinus maksilaris terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I.Bentuknya pyramid dengan basisnyaberada pada dinding lateral hidung, sedangkan apeksnya berada pada pars zygomaticus maxillae. Sinus maksilaris merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa. Sinus maksilaris berhubungan dengan cavum orbita (dibatasi oleh dinding tipis yang berisi nervus infra orbitalis sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata), gigi (dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Molar) dan ductus nasolakrimalis (terdapat di dinding cavum nasi). Sinus maksila mendapat inervasi dari nervus alveolaris superior yang merupakan cabang dari nervus maksilaris (V2) dan menerima vaskularisasi dari arteri maksilaris.4,7Sinus etmoidalis terbentuk pada usia fetus bulan IV.Saat lahir, sinus etmoidalis berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), sedangkan saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae yangberdinding tipis.Bentuknya berupa rongga-rongga tulang yang menyerupai sarang tawon, yang terletak pada labirin etmoidalis diantara hidung dan mata. Sinus etmoidalis berhubungan dengan fossa cranii anterior (dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa, sehingga jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah kranial), orbita (dilapisi dinding tipis yakni lamina papirasea, sehingga jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma).Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibedakan menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di infundibulum etmoid, sinus etmoid media yang bermuara di bula etmoid dan sinus etmoid posterior yang bermuara di dinding lateral dari meatuss superior. Sinus etmoidalis dipersarafi oleh nervus oftalmikus dan nervus maksilaris (V2). Vaskularisasi pada sinus ini didapatkan dari arteri dan vena etmoidalis anterior dan posterior.7Sinus frontalis terletak di os frontalis.Sinus ini mulai terbentuk pada bulan ke empat fetus yang berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari infundibulum etmoid.Sinus frontalis sering kali memiliki bentuk yang tidak simetris antara kanan dan kiri. Sekitar 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontalis dan 5% lainnya tidak memiliki sinus frontalis karena tidak berkembang.1 Sinus frontalis berbentuk segitiga dengan basisnya terletak vertical dari garis tengah pangkal hidung dan apeksnya terletak sekitar sepertiga dari sepanjang batas atas orbita. Masing-nasing sinus frontalis bermuara di meatus media melalui duktus frontonasalis.Sinus frontalis dipersarafi oleh nervus oftalmikus cabang supraorbital dan mendapat suplai darah dari arteri etmoidalis anterior.Sinus sfenoidalis terletak pada corpus, alas dan processus os sfenoidalis di belakang sinus etmoid posterior.Sinus ini dipisahkan oleh septum intersfenoid menjadi dua bagian.Volume pada orang dewasa 7 cc.Sinus sfenoidalis berbatasan dengan fosa cerebri dan kelenjar hipofisa disebelah superior, nasofaring disebelah inferior, sinus kavernosa dan arteri karotis interna disebelah lateral, fosa serebri posterior disebelah posterior. Sinus sfenoidalis mendapat suplai darah dari arteri maksilaris dan inervasi dari nervus oftalmikus dan nervus maksilaris (V2) melalui cabang orbita.5

Gambar 1. Anatomi sinus

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, terdapat muara-muara saluran dari sinus paranasal kecuali sinus sfenoidalis. Daerah ini merupakan daerah sempit dan rumit disebut kompleks ostiomeatal (KOM). KOM terdiri atas prosesus unsinatus, hiatus semilunaris, resesus frontal, bula etmoid, infundibulum etmoid dan ostium sinus maksilaris. KOM di sebelah medial berbatasan dengan konka media dan di sebelah lateral berbatasan dengan lamina papirasea. Kepentingan klinis dari KOM adalah sebagai ventilasi yang adekuat bagi sinus paranasal. Apabila terjadi gangguan seperti hiperemia dan edema mukosa akibat common cold sehingga menyumbat rongga sempit pada KOM dan mengganggu ventilasi yang adekuat dari sinus paranasal maka dapat menyebabkan timbulnya inflamasi pada rongga sinus paranasal (sinusitis).4

Gambar 2. Kompleks Ostiomeatal (KOM)

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti mengenai fungsi sinus paranasal. Beberapa pendapat menyatakan bahwa sinus tidak memiliki fungsi apapun. Namun, terdapat beberapa teori yang menyatakan tentang fungsi sinus paranasal, diantaranya (1) membantu resonansi suara, (2) melindungi otak dari trauma, (3) mengatur kelembaban udara dan (4) membantu keseimbangan kepala.5

2.2 EpidemiologiSinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang terdiagnosa sinusitis setiap tahunnya. Menurut National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS), sekitar 14% dari orang dewasa mengalami episode rhinosinusitis tiap tahunnya dan sinusitis merupakan diagnosis kelima tersering yang membutuhkan antiobiotik. Anak-anak rata-rata mengalami 6-8 kali infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) tiap tahunnya dan sekitar 6-13% dari ISPA tersebut berkembang menjadi sinusitis bakterial akut. Angka kejadian sinusitis pada wanita (20,3%) lebih tinggi daripada pria (11,5%).Virus adalah penyebab sinusitis akut yang paling umum ditemukan.8Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya.2

2.3 Definisi dan KlasifikasiSinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus paranasal. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yangada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis) walaupun pada banyak kasus sinusitis mengenai lebih dari satu sinus yang disebut multisinusitis. Apabila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinusitis lebih sering terkena pada sinus maksilaris dikarenakan merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret tergantung dari gerakan silia, dasarnya adalah akar gigi, ostium sinus maksilaris terletak di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. Sinus lain yang paling sering terkena berturut-turut adalah sinus etmoid, frontalis dan sfenoidalis.Sinusitis dapat dibagi berdasarkan letak anatomi (sinusitis maksilaris, frontalis, etmoid, dan sfenoidalis), berdasarkan etiologi (infeksius dan noninfeksius), pada sinusitis infeksius dibedakan berdasarkan organisme penyebab (virus, bakteri dan fungi), berdasarkan ada tidaknya komplikasi ke luar sinus (seperti adanya komplikasi osteomyelitis pada tulang frontal) dan secara klinis sinusitis dapat dikatagorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut berlangsung lebih dari 4 minggu tapi kurang dari 3 bulan dan sinusitis kronik bila lebih dari 3 bulan.9Berdasarkan beratnya penyakit, rhinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm). Ringan = VAS 0-3 Sedang = VAS >3-7 Berat= VAS >7-10Nilai VAS > 5 dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.102.4Etiologi dan Faktor PredisposisiFaktor infeksius dan nonifeksius dapat memberikan kontribusi dalam terjadinya obstruksi akut ostia sinus atau gangguan pengeluaran cairan oleh silia, yang akhirnya menyebabkan sinusitis. Faktor infeksius dan non-infeksius yang dapat menyebabkan sinusitis diantaranya:1. Infeksius. Sinusitis infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur. Sinusitis viral lebih sering terjadi daripada sinusitis bakteri. Virus yang paling sering ditemukan diantaranya adalah rhinovirus, virus parainfluenza dan virus influenza sedangkan bakteri yang paling sering menjadi penyebab sinusitis adalah S. pneumoniae(30-50%), Haemophilus influenzae (20-40%), Moraxella catarrhalis (4%)dan S. aureus. Spesies fungi yang paling sering ditemukan diantaranya adalah Aspergillus sp., Candida sp. dan Fusarium sp..Sinusitis juga dapat didahului oleh kondisi infeksi seperti common cold, rhinitis dan infeksi pada gigi geraham atas, biasanya pre molar dan molar (sinusitis dentogen). Bakteri penyebab infeksi pada sinusitis dentogen diantaranya adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, Steptococcusviridans, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhatis.2. Non-infeksius. Sinusitis dapat berkembang sebagai komplikasi dari beberapa kondisi non-infeksi, diantaranya rhinitis alergika, barotrauma, polip nasal dan tumor nasal.9Infeksi yang tersering pada rongga hidung adalah infeksi virus.Partikel virus sangat mudah menempel pada mukosa hidung yang menggangu sistem mukosiliar rongga hidung dan virus melakukan penetrasi ke palut lendir dan masuk ke sel tubuh dan menginfeksi secara cepat. Bentuk dismorphic dari silia tampak lebih sering pada tahap awal dari sakit dan terjadi pada lokal.Infeksi bakteri sekunder akut dapat terjadi setelah infeksi oleh virus yang persisten selama 10 hari. Hal tersebut diakibatkan oleh pada infeksi virus dapat terjadi edema dan hilangnya fungsi silia yang normal, maka akan terjadi suatu lingkungan ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini sering kali melibatkan lebih dari satu bakteri.Sinusitis kronis biasanya berkaitan dengan drainase yang tidak adekuat maupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung oportunistik, dimana proporsi terbesar bakteri anaerob. Infeksi campuran antara organisme aerob dan anaerob sering kali terjadi.3Penyebab nonifeksius antara lain adalah rinitis alergika, barotrauma, atau iritan kimia.Reaksi alergi terjadi di jalan nafas dan kavitas sinus yang menghasilkan edema dan inflamasi di membrana mukosa. Edema dan inflamasi ini menyebabkan blokade dalam pembukaan kavitas sinus dan membuat daerah yang ideal untuk perkembangan jamur, bakteri, atau virus.Alergi dapat juga merupakan salah satu faktor predisposisi infeksi disebabkan edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang oedem yang dapat menyumbat muara sinus dan mengganggu drainase sehingga menyebabkan timbulnya infeksi, selanjutnya menghancurkan epitel permukaan dan siklus seterusnya berulang yang mengarah pada sinusitis kronis. Pada keadaan kronis terdapat polip nasi dan polip antrokoanal yang timbulpada rinitis alergi, memenuhi rongga hidung dan menyumbat ostium sinus.Selain faktor alergi, faktor predisposisi lain dapat juga berupa lingkungan. Faktor cuaca seperti udara dingin menyebabkan aktivitas silia mukosa hidung dan sinus berkurang, sedangkan udara yang kering dapat menyebabkan terjadinya perubahan mukosa, sehingga timbul sinusitis.Penyakit seperti tumor nasal atau tumor sinus (squamous cell carcinoma), dan juga penyakit granulomatus (Wegeners granulomatosis atau rhinoskleroma) juga dapat menyebabkan obstruksi ostia sinus, sedangkan konsisi yang menyebabkan perubahan kandungan sekret mukus (fibrosis kistik) dapat menyebabkan sinusitis dengan mengganggu pengeluaran mukus. Penggunaan pipa nasotrakeal adalah faktor resiko mayor untuk infeksi nosokomial di unit perawatan intensif.9

2.4 PatofisiologiMasing-masing sinus dilapisi oleh epitel respiratorik yang menghasilkan mukus.Mukus tersebut dibersihkan melalui sistem klirens mukosiliar (mucociliary clearance) melewati ostium sinus dan menuju kavum nasi.Hal tersebut menyebabkan kesehatan sinus paranasal dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar di dalam KOM. Mukus yang diproduksi juga memiliki fungsi proteksi bagi kesehatan sinus dari kuman dan zat-zat lain yang masuk bersama udara pernapasan karena mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat lain. Pada kondisi normal, rongga sinus berada dalam kondisi steril. Produksi mukus dalam rongga sinus akan dialirkan dengan sistem mukosiliar secara unidireksional (melalui ostium) sehingga dapat mencegah kontaminasi balik pada sinus.Organ-organ yang membentuk KOM terletak berdekatan sehingga bila terjadi suatu kondisi yang menyebabkan edema (common cold, rhinitis dan kondisi alergi), mukosa yang berhadapan akan saling bertemu dan mengganggu pergerakan silia, akibatnya ostium akan tersumbat dan mukus tidak dapat dialirkan. Ventilasi rongga sinus akan terganggu dan menjadi inadekuat. Rongga sinus menjadi sebuah ruang tertutup dan akan terjadi perubahan tekanan menjadi negatif. Hal tersebut diikuti dengan timbulnya transudasi, yang mulanya serosa.Pada kondisi ini sudah terjadi peradangan pada sinus tetapi bersifat nonbakterial sehingga dapat sembuh tanpa pengobatan. Namun kondisi tersebut juga dapat bersifat oportunistik karena sekret yang terbentuk akan menjadi media yang baik untuk tumbuhnya bakteri apabila kondisi tersebut menetap. Sekret kemudian akan berubah menjadi purulen yang menandakan bahwa sudah terjadi sinusitis bakterial akut dan pada saat inilah diperlukan terapi antibiotik. 1,4Apabila terapi tidak adekuat atau tidak berhasil (karena faktor predisposisi yang tidak dapat dihilangkan), maka proses inflamasi akan terus berlanjut. Mukosa semakin membengkak, dapat timbul kondisi hipoksia dan diikuti dengan infeksi bakteri anaerob.Jika kondisi ini tetap berlanjut maka dapat menimbulkan perubahan mukosa menjadi hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista nasal.Pada sinusitis kronik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat atau terdapat faktor predisposisi yang harus dicari atau diobati secara tuntas. Bakteri yang menginfeksi pada sinusitis kronik biasanya merupakan bakteri gram negatif dan anaerob.1

2.5 Manifestasi klinisManifestasi klinis utama pada sinusitis adalah hidung tersumbat, nyeri dan nyeri tekan pada daerah wajah dan sakit kepala. Dapat juga ditemukan sekret yang purulen, sekret tersebut juga seringkali turun ke tenggorokan (post nasal drip). Lokasi nyeri dan nyeri tekan pada wajah biasanya dapat menggambarkan lokasi sinus yang terkena dan dapat pula merupakan nyeri alih (reffered pain). Nyeri pada pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau dibelakang bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal, nyeri di daerah vertex dan oksipital menandakan sinusitis sfenoidalis. Pada sinusitis maksila dapat timbul nyeri alih ke gigi dan telinga. Manifestasi nonspesifik lain diantaranya batuk, bersin, demam, hiposmia/anosmia, dan halitosis.4,8

2.6 Diagnosis1. Sinusitis akuta. Anamnesis3Gejala mayorGejala minor

Nyeri atau rasa tertekan pada wajahSakit kepala

Sekret nasal purulen/tidak berwarna/post nasal dripNyeri telinga/rasa tertekan/penuh pada telinga

Demam (pada sinusitis akut)Halitosis

Sekret purulen pada kavum nasiNyeri gigi

Obstruksi nasalRasa lelah

Hiposmia atau anosmiaBatuk

Demam (pada semua sinusitis nonakut)

Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal.Gejala sistemik ialah demam dan rasa lesu.Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri didaerah infraorbita dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan.Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan di pipidan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).3,8

b. Pemeriksaan fisikPada inspeksi yang diperhatikan adalah ada tidaknya pembengkakan pada muka, pipi sampai kelopak mata atas/bawah yang berwarna kemerahan. Pada palpasi dapat sinus paranasal ditemukan nyeri tekan dan tenderness.3Rhinoskopi anterior dengan atau tanpa dekongestan.Untuk menilai status dari mukosa hidung dan ada tidaknya dan warna cairan yang keluar.Kelainan anatomis juga dapat dinilai dengan pemeriksaan ini seperti deviasi septum, polip nasal atau tumor nasal lainnya.Pemeriksaan naso-endoskopi lebih dianjurkan untuk mendapatkan diagnosis yang lebih tepat dan dini.Pemeriksaan transiluminasi dapat dilakukan untuk memeriksa sinus maksila dan frontalis.Pemeriksaan ini dilakukan pada ruang yang gelap. Pada pemeriksaan sinus maksila dilakukandengan cara meletakkan penlight pada mulut pasien tepatnya pada palatum durum. Sinar dari penlight akan melewati sinus maksila dan muncul di daerah bawah orbita berbentuk seperti bulan sabit. Apabila terdapat cairan berlebih, massa atau mukosa yang menebal maka sinar yang muncul akan berkurang.4

Gambar 3. Pus pada meatus medius

Gambar 4. Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis

c. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan radiologik yang penting adalah foto polos dan CT scan. Foto polos untuk menilai sinus dibuat dengan posisi Waters, PA atau lateral. Namun foto polos umumnya hanya dapat menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan sinus frontalis. Kelainan akan terlihat sebagai gambaran opak yang menunjukkan perselubungan batas udara-cairan (air-fluid level) atau penebalan mukosa.CT scan merupaka gold standard diagnosis sinusitis karena dapat menilai anatomi hidung secara keseluruhan. Namun, karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang untuk sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan.3

Gambar 5. Gambaran suatu sinus yang opak

Pemeriksaan mikrobiologik atau biakan hapusan hidung dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus mediusatau lebih baik lagi apabila sekret diambil dari pungsi sinus maksila.Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan antibiotik yang sesuai dan tepat guna.1

B. Sinusitis Kronis1. AnamnesisKeluhan umum yang membawa pasien sinusitis kronis untuk berobat biasanya adalah kongesti atau obstruksi hidung.Keluhan biasanya diikuti dengan malaise, nyeri kepala setempat, sekret di hidung, sekret pasca nasal (post nasal drip) , gangguan penciuman dan pengecapan.Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.12. Pemeriksaan penunjanga) TransluminasiTransluminasi dapat dipakai untuk meme8riksa sinus maksilaris dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila pada pemeriksaan transluminasi tampak gelap didaerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar didalam sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan transluminasi.b) RadiologiPemeriksaan radiologik pada sinusitis kronis tidak dianjurkan, penggunaannya dibatasi hanya untuk sinusitis maksilaris akut atau sinusitis frontalis.c) CT scanCT scan salah satu modalitas yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi anatomi dan patologi sinus.Stagging dapat dilakuan dengan menggunakan CT scan.Sistem stagging ini sederhana, mudah diingat dan sangat efektif untuk mengklasifikasikan sinusitis kronis.Stagging ini membantu dalam perencanaan operasi dan hasil terapi.Stagging didasarkan pada perluasan penyakit setelah terapi medis. Stagging tersebut terbagi atas.7

Gambar 5. CT Scan memperlihatkan penebalan mukosa sinus.

stage I : satu fokus penyakit stage II : penyakit noncontiguous melalui labirin etmoid stage III : difuse yang responsif terhadap pengobatan stage IV : difuse yang tidak responsif dengan pengobatan.3. Faktor Resiko7a) Kelainan anatomi pada komplek osteomeatal (eg, septal deviation, concha bullosa) b) Rhinitis alergic) Asmad) Polip hidunge) Rhinitis non alergi (eg, vasomotor rhinitis, rhinitis medicamentosa)f) Kerusakan padamucociliary clearanceg) Penyumbatan oleh tumorh) Merokok i) Periodontitis/significant dental disease 2.7 PenatalaksanaanTujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:1. Mempercepat penyembuhan2. Mencegah komplikasi3. Mencegah perubahan menjadi kronik.Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan pembedahan (operasi).1Penatalakanaan yang dapat diberikan pada pasien sinusitis akut, yaitu:Pada sinusitis akut, diberikan amoksisilin (40 mg/kgbb/hari) yang merupakan first line drug, namun jika tidak ada perbaikan dalan 48-72 jam, dapat diberikan amoksisilin/klavulanat.Sebaiknya antibiotik diberikan selama 10-14 hari.Pada kasus sinusitis kronis, antibiotik diberikan selama 4-6 minggu sebelum diputuskan untukpembedahan.Dosis amoksisilin dapat ditingkatkan sampai 90 mg/kgbb/hari.Pada pasien dengan gejala berat atau dicurigai adanya komplikasi diberikan antibiotik secara intravena.Sefotaksim atau seftriakson dengan klindamisin dapat diberikan pada Streptococcuspneumoniae yang resisten.

Terapi tambahan: Terapi tambahan meliputi pemberian antihistamin, dekongestan, dan steroid.Antihistamin: antihistamin merupakan kontra indikasi pada sinusitis, kecuali jelas adanya etiologi alergi. Pemberian antihistamin dapat mengentalkan sekret sehingga menimbulkan penumpukan sekret di sinus,dan memperberat sinusitis.Dekongestan: dekongestan topikal seperti oksimetazolin,penileprin akan menguntungkan jika diberikan pada awal tata laksana sinusitis. Aktifitasnya akanmengurangi edem atau inflamasi yang mengakibatkan obstruksi ostium, meningkatkan drainase sekret dan memperbaiki ventilasi sinus. Pemberian dekongestan dibatasi sampai 3-5 hari untuk mencegah ketergantungan dan rebound nasal decongestan. Pemberian dekongestan sistemik, seperti penilpropanolamin, pseudoefedrin dapat menormalkan ventilasi sinus dan mengembalikan fungsi pembersih mukosilia.Dekongestan sistemik dapat diberikan sampai 10-14 hari.Steroid :steroid topikal dianjurkan pada sinusitis kronis. Steroid akan mengurangi edem dan inflamasi hidung sehingga dapat memperbaiki drainase sinus. Untuk steroid oral, dianjurkan pemberiannya dalam jangka pendek mengingat efek samping yang mungkin timbul.Untuk membedakan pengobatan medikamentosa sinusitis yang spesifik padapengobatan.6a) Terapi awal:- Amoxicillin 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau- TMP-SMX 160mg-800mg per oral 2 kali sehari selama 10 harib) Pasien dengan paparan antibiotik dalam 30 hari terakhir- Amoxicillin 1000 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari, atau- Amoxicillin/Clavulanate 875 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari,atau- Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama 7 hari.c) Pasien dengan gagal pengobatan Amoxicillin 1500mg dengan klavulanat 125 mg per oral 2 kali sehari selama10 hari, atau Amoxicillin 1500mg per oral 2 kali sehari dengan Clindamycin 300 mg peroral 4 kali sehari selama 10 hari, atau Levofloxacin 500 mg per oral sekali sehari selama7 hari.

Diatermi: Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat membantu penyembuhansinusitis dengan memperbaiki vaskularisasi sinus.

Pembedahan: Untuk pasien yang tidak responsif dengan terapi medikamentosa yang maksimal, tindakan bedah perlu dilakukan. Indikasi bedah apabila ditemukan perluasan infeksi intrakranial seperti meningitis, nekrosis dinding sinus disertai pembentukan fistel, pembentukan mukokel, selulitis orbita dengan abses dan keluarnya sekret terus menerus yang tidak membaik dengan terapi konservatif.Beberapa tindakan pembedahan pada sinusitis antara lain adenoidektomi, irigasi dan drainase, septoplasti, andrallavage, caldwell luc dan functional endoscopic sinussurgery (FESS).Terdapat tiga pilihan operasi yang dapat dilakukan pada sinusitis maksilaris,yaitu unisinektomi endoskopik dengan atau tanpa antrostomi maksilaris,prosedur Caldwell-Luc, dan antrostomi inferior. Saat ini, antrostomi unilateral dan unisinektomi endoskopik adalah pengobatan standar sinusitis maksilaris kronis refrakter. Prosedur Caldwell-Luc dan antrostomi inferior antrostomy jarang dilakukan.22.8 KomplikasiKomplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah:Komplikasi OrbitaKomplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita yang tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan terjadinya komplikasi orbita ini.2a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentukc. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosisd. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbitae. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septic.

Gambar 6. Komplikasi penyakit sinus pada orbita

Komplikasi IntrakranialKomplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses otak.

Gambar 7. Sistem vena sebagai jalur perluasan komplikasi ke intrakranial

Kelainan ParuAdanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis. Selain itu juga dapat timbul asma bronkhial.2

2.9 PencegahanTidak ada cara yang pasti untuk menghindari baik sinusitis yang akut atau kronis. Tetapi di sini ada beberapa hal yang dapat membantu: Menghindarikelembaban sinus - gunakan saline sprays atau sering diirigasi. Hindari lingkungan indoor yang sangat kering. Hindari terpapar yang dapat menyebabkaniritasi, seperti asap rokok atau aroma bahan kimia yang keras.3

2.10 PrognosisPrognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps setelah pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan dapat menyebabkan sinusitis kronik, meningitis, brain abscess, atau komplikasi extra sinus lainnya.Sedangkan prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan yang dini maka akan mendapatkan hasil yang baik.7

BAB IIIKESIMPULAN

Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, yaitu sinus frontal, sinus etmoid, sinus maksila, dan sinus sfenoid. Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari mukosa ke daerah yang berbeda dalam kavum nasi.Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksivirus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yangada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut(berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggutetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun).Keluhan utama sinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri atau tekanan pada wajah dan sekret purulen, yang seringkali turun ke tenggorokan (post nasal drip).Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Prinsip penatalaksanaan sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi dan mencegah perubahan menjadi kronik.Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps setelah pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Komplikasi dari penyakit ini bisa terjadi akibat tidak ada pengobatan yang adekuat yang nantinya akan dapat menyebabkan komplikasi orbita atau intrakranial.

REFERENSI

1. Mangunkusumo Endang, Soetjipto Damajanti. Sinusitis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta: FKUI,2010.2. Ferguson, Berrylin J; Johnson, Jonas T. Dalam: Cummings Otolaryngology-Head & Neck Surgery, 4th Edition. Pennsylvania: Mosby, 2005.3. Shah, Ashish R.; Salamone, Frank. N.; Tami, Thomas A. Dalam: Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-Head & Neck Surgery. New York: McGraw Hill, 2008: 273.4. Probst, Rudolf; Grevers, Gerhard; Iro, Heinrich. Basic Otorhinolaryngology: A Step-By-Step Learning Guide. New York: Thieme, 2006.5. Hilger PD. Disease of Parasanal Sinuses. Adam GL Boies LRJK Hilger Fundametal of Oyolaryngology,6th ed. Philadelphia ; Sounders Company, 1990.p49 2706. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-5057. Drake, Richard L.; Vogl, Wayne; Mitchell, Adam, W. M. Grays Anatomy for Student. Elsevier: 2007.8. Brook, Itzhak. Acute Sinusitis. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview9. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Infections of the Upper Respiratory Tract. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors.Harrisons Principle of Internal Medicine. 16th ed.New York,NY: McGraw Hill; 2005.10. Anonim. 2001. Sinusitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, ed. 3. Media Ausculapius FK UI. Jakarta : 102-106.

18