Referat Rm

33
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera medula spinalis traumatik berupa lesi traumatik pada medula spinalis dengan beragam defisit motorik dan sensorik atau paralisis. Dan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia. Selain itu, Cedera medula spinalis dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi, ketidak berdayaan, rehabilitasi dan perawatan yang berkepanjangan, dan beban ekonomi yang tinggi. Data epidemiologik dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian (insidensi) trauma ini sekitar 11,5 – 53,4 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya. Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang meninggal pada saat terjadinya cedera akut. Sedangkan 40% trauma spinal ini disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, olahraga, kecelakaan kerja. Lokasi trauma dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3. Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center (NSCISC, 2000), lebih dari sepuluh tahun lalu angka kejadian antara pria dan wanita adalah 7 : 4, dengan rata-rata cedera pada usia 31,8

description

jhhhjjjsss

Transcript of Referat Rm

Page 1: Referat Rm

BAB 1PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera medula spinalis traumatik berupa lesi traumatik pada medula spinalis dengan

beragam defisit motorik dan sensorik atau paralisis. Dan salah satu penyebab gangguan

fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang

lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus

terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia. Selain

itu, Cedera medula spinalis dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi, ketidak berdayaan,

rehabilitasi dan perawatan yang berkepanjangan, dan beban ekonomi yang tinggi.

Data epidemiologik dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian

(insidensi) trauma ini sekitar 11,5 – 53,4 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya. Belum

termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang meninggal pada saat terjadinya cedera

akut. Sedangkan 40% trauma spinal ini disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40%

luka tembak, olahraga, kecelakaan kerja. Lokasi trauma dislokasi cervical paling sering pada

C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.

Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center (NSCISC, 2000), lebih dari

sepuluh tahun lalu angka kejadian antara pria dan wanita adalah 7 : 4, dengan rata-rata cedera

pada usia 31,8 tahun dengan 50% cedera pada usia 16-30 tahun. Setiap tahun di Amerika

Serikat, sekitar 7.600 sampai 10.000 individu mengalami cedera medula spinalis. Sampai

tahun 1999, diperkirakan ada sebanyak 183.000 sampai 203.000 orang yang hidup dengan

cedera medula spinalis di negara tersebut.2 Di Amerika Serikat, pengeluaran rata-rata

tahunan untuk penderita cedera medula spinalis dengan tetraplegia tinggi (C1-C4) yaitu

sekitar Rp 8,8 miliar untuk tahun pertama dan Rp 1,5 miliar untuk tahun-tahun berikutnya.

Sementara estimasi pengeluaran untuk seumur hidup pada pasien yang sama yaitu sekitar Rp

39,3 miliar bila usia saat cedera adalah 25 tahun dan Rp 21,6 miliar bila usia saat cedera

adalah 50 tahun.

Pada tahun 2004, Christopher & Dana Reeve Foundation bekerja sama dengan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melakukan penelitian untuk mengetahui

epidemiologi penderita cedera medula spinalis dan yang mengalami paralisis di Amerika

Serikat. Hasilnya yaitu sekitar 1,9% dari populasi Amerika Serikat atau sekitar 5.596.000

Page 2: Referat Rm

orang melaporkan beberapa bentuk paralisis berdasarkan definisi fungsional yang digunakan

dalam survei tersebut. 4 Sekitar 0,4% dari populasi Amerika Serikat atau sekitar 1.275.000

orang dilaporkan mengalami paralisis dikarenakan oleh cedera medula spinalis dengan

penyebab yang paling sering adalah kecelakaan kerja (28%).

Menurut Dahlberg dkk. (2005), penyebab cedera medula spinalis yang terbanyak di

Helsinki, Finlandia adalah jatuh (43%), diikuti dengan kecelakaan lalu lintas (35%),

menyelam (9%), kekerasan (4%) dan penyebab lain (9%).

Perbaikan dalam sistem pelayanan medis emergensi, perkembangan automobil yang

lebih aman, standar keamanan okupasional yang lebih baik dan regulasi yang lebih baik

dalam beberapa jenis olahraga tertentu telah memberikan dampak yang positif terhadap

kecenderungan demografi.Sementara insiden cedera medula spinalis traumatik menurun

secara keseluruhan, persentase cedera medula spinalis diakibatkan oleh kekerasan domestik

mulai meningkat.

Bila dibandingkan dengan negara maju, insiden cedera medula spinalis lebih tinggi di

negara yang sedang berkembang. Penyebab cedera medula spinalis di negara berkembang

bervariasi dari satu negara ke negara lain. Kecelakaan lalu lintas mencakup sebesar 49%

penyebab cedera medula spinalis di Nigeria, 48,8% di Turki dan 30% di Taiwan. Jatuh dari

ketinggian mewakili penyebab cedera medula spinalis lainnya dengan angka sebesar 36,5%

di Turki dan 21,2% di Jordania.

Di Bangladesh, penyebab cedera medula spinalis yang paling sering adalah jatuh saat

membawa beban berat di kepala dan kecelakaan lalu lintas. Penyebab lainnya yaitu luka

tembak (antara 1,9% dan 29,3% di Turki), luka tusuk (antara 1,38% dan 3,33% di Turki,

25,8% di Jordania) dan kecelakaan saat menyelam.

Secara keseluruhan, 60% pasien mengalami paraplegia dan 40% tetraplegia. Usia rata-

rata saat cedera adalah 30 tahun di Nigeria, 35,5 dan 15,1 tahun di Turki, 33 tahun di

Jordania dan 10-14 tahun di Bangladesh. Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 10:1

di Nigeria, 1,7 : 1 di Taiwan dan 5,8 : 1 di Jordania.

Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling sering dari

kecacatan dan kelemahan setelah trauma.Oleh karena itu, evaluasi dan pengobatan pada

cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots memerlukan pendekatan yang

terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord danpemeliharaan aligment dan

Page 3: Referat Rm

stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen.Penanganan, rehabilitas spinal cord dan

kemajuan perkembangan multidisiplinertim trauma dan perkembangan metode modern dari

fusi cervical dan stabilitasmerupakan hal penting harus dikenal masyarakat

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari referat ini adalah apakah definisi, klasifikasi, penyebab,

pemeriksaan, penatalaksanaan serta rehabilitasi medik dalam menangani masalah cedera

medula spinalis.

C. Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah sebagai tugas kepaniteraan klinik stase rehabilitasi

medik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta di RSOT Prof Dr

Soeharso Surakarta.

Page 4: Referat Rm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Cedera medula spinalis dapat didefinisikan sebagai semua bentuk cedera yang mengenai

medula spinalis baik yang menimbulkan kelainan fungsi utamanya (motorik, sensorik,

otonom dan reflek) secara lengkap atau sebagian.1

B. Epidemiologi

Menurut NSCISC, di USA terjadi 11.000 kasus cedera medula spinalis tiap tahun.1

Penyebab utama cedera medula spinalis antara lain kecelakaan (50,4%), terjatuh (23,8%),

dan cedera yang berhubungan dengan olahraga (9%). Sisanya akibat kekerasan terutama luka

tembak dan kecelakaan kerja.1,3

C. Anatomi

Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat (SSP).Terbentang dari

foramen magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar yang disebut conus

terminalis atau conus medullaris (Gambar 1).Terbentang dibawah conus terminalis serabut-

serabut bukan saraf yang disebut filum terminale yang merupakan jaringan ikat.

8 pasang saraf servikal

12 pasang saraf torakal

5 pasang saraf lumbal

5 pasang saraf sakral

1 pasang saraf koksigeal

Gambar 1. Anatomi medula spinalis.4

Page 5: Referat Rm

Terdapat 31 pasang saraf spinal: 8 pasang saraf servikal, 12 pasang saraf torakal, 5

pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sakral dan 1 pasang saraf koksigeal. Akar saraf lumbal

dan sakral terkumpul yang disebut dengan kauda equina.Setiap pasangan saraf keluar melalui

intervertebral foramina.Saraf spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga

oleh meningen spinal dan CSF.

Struktur internal medula spinalis terdiri dari substansi abu abu dan substansi

putih.Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian luarnya oleh

substansi putih.Terbagi menjadi bagian kiri dan kanan oleh anterior median fissure san

median septum yang disebut dengan posterior median septum.Keluar dari medula spinalis

merupakan akar ventral dan dorsal dari saraf spinal.Substansi abu-abu mengandung badan sel

dan dendrit dan neuron efferen, akson tak bermyelin, saraf sensoris dan motoris dan akson

terminal dari neuron. Substansi abu-abu membentuk seperti huruf H dan terdiri dari tiga

bagian yaitu: anterior, posterior dan komisura abu-abu. Bagian posterior sebagai input

/afferent, anterior sebagai output/efferent, komisura abu-abu untuk refleks silang dan

substansi putih merupakan kumpulan serat saraf bermyelin.

D. Patofisiologi

Patofisiologi yang mendasari cedera medula spinalis penting untuk dipahami, sehingga

dapat segera dilakukan intervensi farmakologi yang tepat dengan tujuan untuk mengurangi

atau mencegah efek dari cedera sekunder.1

(A) (B)

Gambar 2. (A) Skema medula spinalis potongan sagital, A. Medula spinalisintak (sebelum

trauma), B. Medula spinalis setelah cedera.5

Page 6: Referat Rm

Pada skema (Gambar 2), menggambarkan kombinasi dari berbagai macam tipe cedera

medula spinalis.Banyak sel di medula spinalis mati seketika secara progresif setelah

terjadinya cedera.Kista biasanya terbentuk setelah cedera memar.Setelah mengalami luka

tusuk, sel dari sistem saraf perifer seringkali meenyebabkan daerah yang terkena tusuk

membentuk jaringan parut yang bergabung bersama astrosit, sel progenitor, dan

mikroglia.Akson asending dan desending banyak yang terganggu dan gagal memperbaiki

diri.Beberapa akson membentuk sirkuit baru, akson dapat menembus kedalam trabekula dan

dibentuk oleh sel ependim.Segmen akson bermielin yang terputus difagosit oleh makrofag.

Sebagian remielinasi muncul spontan, yang terbanyak dari sel schwan.5

Pada umumnya, cedera medula spinalis disertai kompresi dan angulasi vertebra yang

parah, misalnya terjadinya hipotensi yang parah akibat infark dari medula atau distraksi

aksial dari unsur kolumna vertebralis akan mengakibatkan tarikan (stretch) padamedula.

Biasanya cedera medula spinalis disertai subluksasi dengan atau tanpa rotasi dari vertebra

yang menekan medula diantara tulang yang dislokasi. Kompresi aksial tulang belakang

jarang menyebabkan kerusakan atau pendesakan pada vertebra, dan tulang lain atau fragmen

diskus intervertebralis dapat menekan ke dalam kanalis spinalis dan menjepit medula dan

arteri spinalis. Cedera seringkali terjadi pada orang tua dengan artritis degeneratif dan

stenosis vertebra servikalis, termasuk hiperekstensi leher disertai ligantum flavum yang

terletak di kanalis vertebra posterior dari medula. Medula spinalis terjepit diantara spurs

(osteofit) anterior dari tulang yang mengalami artritis dan posterior dari ligamentum flavum,

sehingga menyebabkan cedera yang dikenal dengan sebutan sindroma medula sentral.2

Patofisiologi terjadinya cedera medula spinalis meliputi mekanisme cedera primer dan

sekunder.1 Terdapat empat mekanisme cedera primer pada medula spinalis, pertama adalah

dampak cedera disertai kompresi persisten, pada umumnya terjadi akibat fragmen tulang

yang menyebabkan kompresi pada spinal, fraktur dislokasi, dan rupture diskus akut. Kedua,

Dampak cedera disertai kompresi sementara, dapat terjadi misalnya pada seseorang dengan

penyakit degeneratif tulang cervikal yang mengalami cedera hiperekstensi.Ketiga adalah

distraksi, terjadi jika kolumna spinalis teregang berlebihan pada bidang aksial akibat distraksi

yang dihasilkan dari gerakan fleksi, ekstensi, rotasi atau adanya dislokasi yang menyebabkan

pergeseran atau peregangan dari medula spinalis dan atau asupan darahnya.Biasanya

mekanisme seperti ini tanpa disertai kelainan radiologis dan pada umumnya terjadi pada

Page 7: Referat Rm

anak-anak dimana vertebranya masih terdiri dari tulang rawan, ototnya masih belum

berkembang sempurna, dan ligamennya masih lemah.Pada orang dewasa, cedera medula

spinalis tanpa disertai kelainan radiologis umumnya terjadi pada seseorang dengan penyakit

degeneratif tulang belakang.Keempat yaitu laserasi atau transeksi, dapat terjadi akibat luka

tembak, dislokasi fragmen tulang tajam, atau distraksi yang parah. Laserasi dapat terjadi

mulai dari cedera yang ringan sampai transeksi lengkap.1

Cedera primer yang terjadi cenderung merusak pusat substansia grisea dan sebagian

mengenai substansia alba. Hal tersebut terjadi karena, konsistensi substansia grisea lebih

lunak dan banyak vaskularisasi. Pada cedera primer, tahap awal akan terjadi perdarahan pada

medula spinalis dilanjutkan dengan terganggunya aliran darah medulla spinalis menyebabkan

hipoksi dan iskemia sehingga terjadi infark lokal. Hal ini menyebabkan substansia grisea

rusak.1

Kerusakan terutama pada gray matter (substansia grisea) karena kebutuhan metaboliknya

yang tinggi.Saraf yang mengalami trauma secara fisik terganggu dan ketebalan myelinnya

berkurang.Perdarahan mikro (mikrohemorrages) atau edema di sekitar saraf yang mengalami

cedera, dapat menyebabkan saraf tersebut semakin terganggu. Hal tersebut yang mendasari

pemikiran bahwa substansia grisea mengalami kerusakan yang ireversibel selama satu jam

pertama, sedangkan substansia alba mengalami kerusakan selama 72 jam setelah cedera.1

Segera setelah terjadi cedera medula spinalis, fungsi disertai perubahan patologis akan

hilang secara sementara. Pada permulaan terjadinya cedera memicu timbulnya kaskade yang

terdiri dari akumulasi produksi asam amino, neurotransmiter, eicosanoid vasoaktif, radikal

bebas oksigen, dan produk dari peroksidasi lipid.Program jalur kematian sel juga teraktivasi.

Terjadi kehilangan darah dari barier medula akibat edema dan peningkatan tekanan jaringan.2

Selama berlangsungnya perdarahan pada medula, maka suplai darah menjadi terbatas,

sehingga menyebabkan iskemia yang mengakibatkan kerusakan medula lebih lanjut sehingga

timbul cedera sekunder.1,2 Cedera sekunder meliputi syok neurogenik, gangguan vaskular

seperti perdarahan dan reperfusi-iskemia, eksitotoksisitas, cedera primer yang dimediasi

kalsium dan gangguan cairan elektrolit, trauma imunologik, apoptosis, gangguan fungsi

mitokondria, dan proses lainnya.1

E. Klasifikasi

Page 8: Referat Rm

Metode klasifikasi menurut American Spinal Injury Association (ASIA) berdasarkan

hubungan antara kelengkapan dan level cedera dengan defisit neurologis yang timbul

(Gambar 3):6

1. Komplit: Tidak ada fungsi motorik dan sensorik yang tersisa pada segmen sakral S4-S5

2. Inkomplit: Terdapat fungsi sensorik tanpa fungsi motorik di bawah lesi termasuk segmen

sakral S4-S5.

3. Inkomplit: Terdapat fungsi motorik di bawah lesi dan lebih dari separuh memiliki

kekuatan otot kurang dari 3.

4. Inkomplit: Terdapat fungsi motorik di bawah lesi dan lebih dari separuh memiliki

kekuatan otot 3 atau lebih.

5. Normal: Fungsi motorik dan sensorik normal.

Gambar 3.Kategori pasien cedera medula spinalis berdasarkan tingkat dan derajatdefisit

neurologis menurut sistem ASIA.6

Page 9: Referat Rm

F. Manifestasi Klinis

Pada trauma medula spinalis komplit, daerah di bawah lesi akan kehilangan fungsi saraf

sadarnya. Terdapat fase awal dari syok spinalis yaitu, hilangnya reflek pada segment dibawah

lesi, termasuk bulbokavernosus, kremasterika, kontraksi perianal (tonus spinchter ani) dan

reflek tendon dalam. Fenomena ini terjadi sementara karena perubahan aliran darah dan

kadar ion pada lesi. Pada trauma medula spinalis inkomplit, masih terdapat beberapa fungsi

di bawah lesi, sehingga prognosisnya lebih baik. Fungsi medula spinalis dapat kembali

seperti semula segera setelah syok spinal teratasi, atau fungsi kembali membaik secara

bertahap dalam beberapa bulan atau tahun setelah trauma.2

Cedera medula spinalis akibat luka tembus, penekanan maupun iskemik dapat

menyebabkan berbagai bentuk karakteristik cedera berdasarkan anatomi dari terjadinya

cedera. Defisit neurologis yang timbul (fungsi yang hilang atau tersisa) dapat digambarkan

dari pola kerusakan medula dan radiks dorsalis demikian juga sebaliknya, antara lain:2,6,7

1. Lesi Komplit yaitu terjadinya cedera medula yang luas akibat anatomi dan fungsi

transeksi medula disertai kehilangan fungsi motorik dan sensorik dibawah lesi.

Mekanisme khasnya adalah trauma vertebra subluksasi yang parah mereduksi diameter

kanalis spinalis dan menghancurkan medula. Konsekuensinya bisa terjadi paraplegia atau

quadriplegia (tergantung dari level lesinya), rusaknya fungsi otonomik termasuk fungsi

bowel, bladder dan sensorik.

2. Lesi Inkomplit

a. Sindroma medula anterior. Gangguan ini akibat kerusakan pada separuh bagian

ventral medula (traktus spinotalamikus dan traktus kortikospinal) dengan kolumna

dorsalis yang masih intak dan sensasi raba (propioseptif), tekan dan posisi masih

terjaga, meskipun terjadi paralisis motorik dan kehilangan persepsi nyeri (nosiseptif

dan termosepsi) bilateral. Hal tersebut disebabkan mekanisme herniasi diskus akut

atau iskemia dari oklusi arteri spinal.

b. Brown Squard's syndrome. Lesi terjadi pada medula spinalis secara ekstensif pada

salah satu sisi sehingga menyebabkan kelemahan (paralisis) dan kehilangan kontrol

motorik, perasaan propioseptif ipsilateral serta persepsi nyeri (nosiseptif dan

termosepsi) kontralateral di bawah lesi. Lesi ini biasanya terjadi akibat luka tusuk

atau tembak.

Page 10: Referat Rm

c. Sindrom medula sentral. Sindroma ini terjadi akibat dari cedera pada sentral medula

spinalis (substansia grisea) servikal seringkali disertai cedera yang konkusif. Cedera

tersebut mengakibatkan kelemahan pada ekstremitas atas lebih buruk dibandingkan

ekstremitas bawah disertai parestesi. Namun, sensasi perianal serta motorik dan

sensorik ekstrimitas inferior masih terjaga karena distal kaki dan serabut saraf

sensorik dan motorik sacral sebagian besar terletak di perifer medula servikal. Lesi ini

terjadi akibat mekanisme kompresi sementara dari medula servikal akibat ligamentum

flavum yang tertekuk selama trauma hiperekstensi leher. Sindroma ini muncul pada

pasien stenosis servikal.

d. Sindroma konus medularis. Cedera pada regio torakolumbar dapat menyebabkan sel

saraf pada ujung medula spinalis rusak, menjalar ke serabut kortikospinal, dan radiks

dorsaliss lumbosakral disertai disfungsi upper motor neuron (UMN) dan lower motor

neuron (LMN).

e. Sindrom kauda ekuina. Sindrom ini disebabkan akibat dislokasi tulang atau ekstrusi

diskus pada regio lumbal dan sakral, dengan radiks dorsalis kompresi lumbosakral

dibawah konus medularis. Pada umumnya terdapat disfungsi bowel dan bladder,

parestesi, dan paralisis.

Gambar 4.Pola Cedera medula spinalis.6

G. Pemeriksaan Fisik

Page 11: Referat Rm

Evaluasi dan terapi awal harus segera dilakukan saat terjadi truma. Deteksi awal cedera

medula spinalis akan mencegah timbulnya gejala sisa (sequele) pada fungsi neurologik.

Pasien yang diduga mengalami cedera medula spinalis harus dilakukan imobilisasi dengan

menggunakan collar servikal (collar brace) dan papan (backboards).2

(a) (b)

Gambar 5. A. Collar servikal, B. backboards.

Di tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit/ puskesmas) dilakukan penanganan terhadap

hipoventilasi, hipoksia, dan hiperkanea (yang biasanya ditemukan pada cedera medula

servikal tinggi).Selain itu juga dapat terjadi hipotensi yang disertai bradikardi, akibat

hilangnya inervasi simpatik pada jantung saat terjadi cedera medula servikal yang disebut

syok neurogenik. Hilangnya inervasi simpatik juga dapat menyebabkan ileus paralitik

disertai sekuestrasi cairan abdomen, distensi kandung kemih, dan hipotermi.2

Setiap pasien tidak sadar harus dipikirkan adannya fraktur vertebra yang tidak stabil

hingga dibuktikan sebaliknya dengan x-rays (foto rontgen). Resusitasi terhadap hipotensi dan

hipoventilasi harus segera dilakukan. Jika pasien sadar, riwayat kejadian harus ditanyakan,

termasuk mekanisme terjadinya cedera, dan adanya nyeri dan gejala neurologik lain yang

timbul. Adanya keluhan berupa parestesi harus di perhatikan.Sakit kepala hebat, terutaama

sakit kepala daerah oksipital, biasanya disertai fraktur odontoid atau hangman's fracture

(fraktur bilateral dari pedikel C2).Palpasi pada pasien dengan menggerakan vertebra minimal

didapatkan nyeri tekan atau deformitas.Untuk mengetahui adanya paralisis, pasien diminta

untuk menggerakkan tangannya sendiri dan diberikan tahanan.Refleks tendon dalam harus

dievaluasi pada lengan dan kaki, berkurang atau hilangnya reflek tersebut dapat membantu

pemeriksa mengetahui letak lesi.

Page 12: Referat Rm

Gambar 6. Tingkat sensorik dan motorik dari medula spinalis.2

Hilangnya reflex abdomen (kontraksi akibat stimulasi kulit abdomen bagian bawah),

menunjukkan adanya lesi di region T9-11.Hilangnya reflek kremasterika (kontraksi otot

skrotal sebagai respon dari rangsangan yang diberikan di paha medial) menunjukkan adany

lesi di medula T12-L1.Adanya reflek bulbokavernosus (kontraksi sphincter ani dengan

melakukan kompresi pada penis atau klitoris atau dengan menurunkan tekanan trigonum

bladder dengan balon kateter foley ketika kateter secara gentle ditarik keluar) menunjukkan

bahwa jalur sensorik dan motorik sacral masih berfungsi.Hilangnya reflek bulbokavernosus

terjadi pada syok spinal atau cedera radiks dorsalis.Pemeriksaan sensoris pada ekstrimitas,

dada, leher, dan wajah harus dilakukan untuk mengetahui tingkat sensasi sensorik yang

berkurang atau hilang. Sensasi pada sebagian region sacral hampir selalu disebabkan cedera

inkomplit.2

Jika pasien perlu dipindahkan, maka harus menggunakan tekhnik fireman’s carry atau

log-roll, yaitu dibutuhkan minimal tiga orang pada masing-masing sisidengan orang keempat

Page 13: Referat Rm

yang memimpin gerakan sekaligus mempertahankan posisikepala dengan traksi aksial secara

gentle (4-7 kg) menggunakan satu tangan padadagu (chin) dan tangan lainnya pada oksiput.2

Gambar 7. Metode log-roll untuk memindahkan korban dengan cedera medulla spinalis.8

H. Pemeriksaan Penunjang

Foto rontgen merupakan pemeriksaan penunjang yang penting pada traumavertebra.2

Foto anteroposterior dan lateral dapat digunakan untuk penilaian cepat tentang kondisi tulang

spinal.6 Foto lateral paling dapat memberikan informasi dan harus dilakukan pemeriksaan

terhadap alignment (kelurusan) dari aspek anterior dan posterior yang berbatasan dengan

vertebra torakalis serta pemeriksaan angulasi spinal di setiap level. Jaringan lunak

paravertebra atau prevertebral yang bengkak biasanya merupakan indikasi perdarahan pada

daerah yang fraktur atau ligament yang rusak. Foto anterioposterior regio thoraks dan level

lainnya dapat menunjukkan vertebra torakalis yang bergeser ke lateral atau menunjukkan

luasnyapedikel yang rusak.2 Visualisasi adekuat dari spinal servikal bawah dan torak atas

seringkali tidak mungkin karena adanya korset bahu. Foto polos komplit pada spinal servikal

meliputi gambaran mulut terbuka yang menunjukkan adanya prosesodontoid dan masa lateral

Page 14: Referat Rm

C1 pada pasien yang diduga mengalami traumaservikal.2,6 Gambaran oblik dari servikal atau

lumbal akan menunjukkan adanyafraktur atau dislokasi.

Computed tomography (CT scan) potongan sagital dan koronal dapat menggambarkan

anatomi tulang dan fraktur terutama C7-T1 yang tidak tampak pada foto polos, 2,6 MRI

memberikan gambaran yang sempurna dari vertebra, diskus, dan medula spinalis serta

merupakan prosedur diagnostik pilihan pada pasien dengan cedera medula spinalis.2,6 Kanalis

yang mengalami subluksasi, herdiasi diskus akut atau rusaknya ligamen jelas tampak pada

MRI. Selain itu, MRI juga dapat mendeteksi EDH atau kerusakan medula spinalis itu sendiri,

termasuk kontusio atau daerah yang mengalami iskemi.6

I. Diagnosis

Tanda penting untuk diagnosis antara lain:2

1. Nyeri leher atau punggung pasca trauma

2. Mati rasa atau kesemutan (parestesi) anggota badan atau ekstrimitas

3. Kelemahan atau paralisis

4. Kehilangan fungsi pencernaan dan kandung kencing

5. Gambaran radiologis

J. Diagnosis Banding

Pemeriksaan fungsi motorik dan sensorik secara lengkap dapat digunakan untuk

mengklasifikasikan cedera medula spinalis dan membedakan dengan kondisi patologis

lainnya. Seringkali perubahan status mental akibat cedera otak atau intoksikasi mempersulit

pemeriksaan maupun dalam menegakkan diagnostik. Faktor komplikasi diagnosis banding

lainnya termasuk cedera saraf sekunder pada fraktur ekstremitas. Pemeriksaan neurologis

lengkap dan kemampuan memahamianatomi dari sistem saraf perifer penting untuk membuat

diagnosis yang tepat. Selain itu juga, perlu dipikirkan adanya gangguan psikiatri atau

gangguan sekunder lainnya. Diagnosis ini dapat di tegakkan dengan dilakukannya

pemeriksaan neurologik yang lengkap. Kira-kira 60% pasien dengan cedera medula spinalis

mengalami cedera pada sistem organ lainnya dan disertai fraktur spinal.2

K. Tatalaksana

Page 15: Referat Rm

Cedera pada tulang dan saraf spinalis sering terjadi bersamaan sehingga terapi keduanya

juga harus bersamaan untuk memperoleh hasil yang terbaik. Transeksi anatomikal dari

medula spinalis hampir tidak pernah terjadi pada cedera medula spinalis pada manusia. Oleh

karena itu, penting sekali untuk melindungi jaringan spinal yang masih bertahan. Pertama,

didapatkan riwayat cedera. Kedua, dilakukan perawatan untuk mencegah kerusakan lebih

lanjut (cedera sekunder) dan mendeteksi fungsi neurologik yang memburuk sehingga dapat

dilakukan tindakan koreksi. Ketiga, pasien dirawat hingga kondisi optimal supaya

memungkinkan dilakukan perbaikan dan penyembuhan sistem saraf. Keempat, evaluasi dan

rehabilitasi pasien harus dilakukan secara aktif untuk memaksimalkan fungsi yang masih

bertahan meskipun jaringan saraf tidak berfungsi. Prinsip tersebut harus disertai dengan

meminimalisir biaya secara ekonomi, sosial dan dan emosional dari cedera medula spinalis.2

1. Medikamentosa (Steroid Dosis Spinal)

Menurut National Acute Spinal Cord Injury Studies (NASCIS-2) danNASCIS-3,

pasien dewasa dengan akut, nonpenetrating cedera medula spinalis dapat diterapi dengan

metilprednisolon segera saat diketahui mengalami cedera medula spinalis. Pasien

diberikan metilprednisolon 30 mg/kg berat badan secaraintravena dalam delapan jam, dan

terutama dalam tiga jam setelah cedera,dilanjutkan dengan infus metilprednisolon 5,4

mg/kg berat badan tiap jam 45 menitsetelah pemberian pertama. Jika pasien mendapatkan

bolus metilprednisolon antara3-8 jam setelah cedera, maka seharusnya pasien tersebut

menerima infusmetilprednisolon selama 48 jam sedangkan jika pemberian

metilprednisolon dalamtiga jam setelah cedera, maka pemberian infus prednisolon

diberikan selama 24jam.2,6 Penelitian menunjukkan akan terjadi pemulihan motorik dan

sensorik dalam6 minggu, 6 bulan dan 1 tahun pada pasien yang menerima

metilprednisolon. Akan tetapi, penggunaan kortikosteroid belum jelas kesepakatannya,

hal ini karenatimbulnya efek samping berupa pneumonia. Steroid dosis spinal juga

kontraindikasi untuk pasien dengan luka tembak atau cedera radiks dorsalis (kauda

ekuina), atau hamil, kurang dari 14 tahun, atau dalam pengobatan steroid jangka panjang,

serta hipotermi (salah satu gejala yang timbul pada cedera medulla spinalis).6

2. Rehabilitasi Medik

Page 16: Referat Rm

Rehabilitasi medik adalah suatu proses pemulihan dan pengembangan

bagi penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsinya secara wajar.

Pelayanan rehabilitasi medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan terpadu

dengan pendekatan medik, psikososial, edukasional, vokasional untuk mencapai

kemampuan fungsional semaksimal mungkin. Hasil yang di harapkan pada penderita

cedera medula spinalis adalah mencapai penampilan fungsional semaksimal mungkin

sesuai dengan sisa-sisa kemampuan yang masih ada untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien, dan mencegah komplikasi.

a. Fisioterapi

Tujuan Fisioterapi antara lain adalah:

Mengurangi nyeri

Meningkatkan kekuatan otot-otot tungkai

Mencegah atrofi dan kontraktur pada otot-otot tungkai

Meningkatkan ROM tungkai

Merangsang dan mengembalikan rasa sensasi

Mengembalikan ke ADL yang mandiri

Program Latihan Fisioterapi antara lain:

Menjaga fungsi respirasi: breath exercise, glossopharyngeal breath, airshift

manuever, strengthening, stretching, coughing, chest fisioterapi. Bertujuan untuk

meningkatkan kondisi umum serta mengatasi komplikasi paru akibat tirah baring

(bed rest). Perhatian pada: Trauma pada dada dan perut pada paraplegia

(gangguan diafragma).

Perubahan posisi (pencegahan pressure sores, kontraktur, inhibisi spastisitas,

mengkoreksi kelurusan dari fraktur).

Latihan ROM (pasif dan aktif) dan penguluran untuk mencegah kontraktur dan

adanya keterbatasan lingkup gerak sendi pada bagian yang lesi.

Penguatan yang tersisa dan yang sehat (selective).

Bladder training yang dilakukan untuk menjaga kontraktilitas otot detrusor.

Orientasi pada posisi vertikal sedini mungkin setelah cedera stabil.

Perhatian terhadap gerak yang boleh/tidak boleh pada cedera yang stabil/tak

stabil.

Page 17: Referat Rm

b. Ortotik Prostetik

Pada pasien cedera medula spinalis penetapan alat bantu ambulasi : kursi roda,

crutches, walker bisa digunakan. Setelah berbaring lurus untuk beberapa waktu

selama periode awal pasien harus berkembang oleh fisioterapis untuk duduk tegak di

kursi roda. Ini adalah proses bertahap yang bergerak pasien ke posisi tegak terlalu

cepat dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang parah. Sebuah kursi roda

dengan kaki terletak mengangkat dan kembali miring digunakan pada awalnya

sampai pasien mampu mentoleransi kursi tegak. Latihan teratur keseimbangan duduk

adalah penting dibawah pengawasan yang ketat dari fisioterapis sebagai kontrol

batang diperlukan untuk hidup mandiri. Setelah transfer duduk dikuasai ke kursi roda

dan penguatan dapat bekerja. Tahap pertama pembelajaran keseimbangan duduk yang

baik, memperkuat otot dan transfer kursi roda kini telah dikuasai dan itu adalah waktu

untuk rehabilitasitersisa untuk mengambil tempat di Unit Luka Spinal.

c. Okupasi Terapi

Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki

fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-

hari/activities of daily living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal

mungkinAlat ortotik eksternal yang rigid (kaku), dapat menstabilisasi spinal dengan

cara mengurangi range of motion (ROM) dan meminimalkan beban pada spinal.Pada

umumnya penggunaan cervical collars (colar brace) tidak adekuat untuk C1,C2 atau

servikotorak yang instabil. Cervicothoracic orthoses brace diatas torak dan leher,

meningkatkan stabilisasi daerah servikotorak. Minerva braces meningkatkan

stabilisasi servikal pada daerah diatas torak hingga dagu dan oksiput. Pemasangan

alat yang disebut halo-vest paling banyak memberikan stabilisasi servikaleksternal.

Empat buah pin di pasangkan pada skul (tengkorak kepala) untuk mengunci halo

ring. Stabilisasi lumbal juga dapat digunakan sebagai torakolumbalortose.6

Page 18: Referat Rm

(A) (B) (C)

Gambar 8.Alat ortose rigid, A. Cervicothoracic orthoses brace, B. Minerva brace, C.

Halo ring.9

Fiksasi skeletal dengan Gardner-Wells tongs atau halo traction dapat dilakukan

di Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau halter traction dapat digunakan sementara.

Thoraciter tractions anhald lumbar fractures dilakukan dengan mempertahankan

pasien pada posisi netral, log rol diperlukan untuk penatalaksanaan dalam merawat

kulit dan pulmonary.2

(A) (B)

Gambar 9.Fiksasi, A. Gardner wells tongs, B. Cervical Halter skin traction.10

d. Psikologi dan Petugas Sosial Medik

Evaluasi, memotivasi, dan membantu secara finansial dan masalah dalam

kehidupan sehari-hari pasien.

L. Komplikasi

Penyebab utama kematian setelah cedera medula spinalis secara potensial dapat dicegah.

Cara terbaik mencegah terjadinya gagal ginjal disertai infeksi saluran kencing berulang

Page 19: Referat Rm

adalah dengan melakukan kateterisasi bladder intermiten secara hati-hati. Ulkus dekubitus

mudah terbentuk pada tulang yang menonjol pada area yang teranestesi, hal tersebut dapat

dicegah dengan dengan caraturning ofpatients dan memutar tempat tidur. Pasien dengan

defisit motorik disertai cedera medula spinalis memiliki resiko tinggi thrombosis vena

dalam.Pasien sebaiknyamendapatkan low-molecular-weight heparin, pneumatic compression

stockingsatau keduanya sebagai profilaksis.

M. Prognosis

Pemeriksaan neurologik dan umur pasien merupakan faktor utama yang mempengaruhi

lamanya masa penyembuhan. Pada trauma akut, mortalitas cederamedula spinalis sebesar

20%. Dalam jangka lama, pasien dengan kehilangan fungsimotorik dan sensorik komplit

dalam 72 jam, fungsinya tidak mungkin kembali,namun hingga 90% pasien dengan lesi

inkomplit dapat mulai berjalan 1 tahun setelah cedera. Lesi terbatas pada pasien muda lebih

mudah mengalami penyembuhan. Sindroma medula anterior prognosisnya tidak sebaik

sindroma medula inkomplit, sindroma medula sentral, dan Brown Squard’s

sindrome.Penyebab utama kematian sindroma medula spinalis meliputi penyakit

respiratorikdan kardiak. Rehabilitasi juga termasuk dukungan emosional dan edukasi

pasiententang aktifitas harian dan latihan bekerja.2

Page 20: Referat Rm

BAB III

KESIMPULAN

Cedera medula spinalis merupakan semua bentuk cedera yang mengenai medula spinalis baik yang menimbulkan kelainan fungsi utamanya baik motorik, sensorik, otonom dan reflek. Selain itu, merupakan salah satu penyebab utama disabilitas neurologis seperti kecacatan dan kelemahan. Oleh karena itu, evaluasi dan pengobatan pada cedera medula spinalis, spinal cord dan nerve roots memerlukan pendekatan yang terintegrasi. sehingga diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen.

Klasifikasi cedera medula spinalis menurut skala ASIA ada 5 yaitu A, B, C, D, E. Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi, sehingga menimbulkan gangguan fungsi organ (impairment), gangguan fungsional (disability) dan limitasi dalam partisipasi (handicap) pada penderitanya sehingga diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen, yaitu dengan memaksimalkan fungsi yang ada untuk kemandirian, meningkatkan kebugaran kardiorespirasi, dan mencegah komplikasi sekunder.

Page 21: Referat Rm

DAFTAR PUSTAKA

1. Dumont, Randall J; Okonkwo, David O; Verma, Subodh ; Hurlbert, C John; Boulos, Paul T;

Dumont, Aaron S;. (2001). Acute Spinal Cord Injury, Part I: Pathophysiologic Mechanisms.

Clinical Neuropharmacology , 24 (5), 254-264.

2. Manley , Geoffrey T; Rosenthal, Guy; Papanastasio, Alexande M; Pitts, Larry H;. (2006).

Spinal Cord Injury. In G. M. Doherty, Current Surgical Diagnosis & Treatment (Vol. 37).

California: McGraw-Hill. Liverman, Catharyn, T., Altevogt, Bruce, M., Joy, Janet, E., and

Johnson, Richard, T. Editors. 2005. Spinal Cord Injury: Progress, Promise, and Priorities.

Washington, D.C.:The National Academies Press. [serial online].

http://www.nap.edu/openbook.php?record_id=11253&page=R1.

3. Feneis, Heinz; Dauber, Wolfgang;. (2000). Pocket Atlas of Anatomy Based on the

International Nomenclature Fourth Edition, fully rivised. Ney York: Thieme.

4. Thuret, Sandrine; Moon, Lawrence D.F; Gage, Fred H. (2006). Therapeutic Intervention

After Spinal Cord Injury. Nature Publishing Group , 7, 628-640.

5. Schwartz, S. I., Shires, G. T., Spencer, F. C., Daly, J. M., Fischer, J. E., & Galloway, A. C.

(2010). Principles of Surgery Companion Handbook. USA: McGraw-Hill.

6. Kaye, Andrew H. (2006). Nerve injuries, peripheral nerve entrapments and spinal cord

compression. In J. J. Tjandra, G. J. Clunie, A. H. Kaye, & J. A. Smith, Text Book of Surgery

Third Edition (Vol. 51). Massachusetts: Blackwell Publishing.

Page 22: Referat Rm

7. Anonim. Management of Bone Injuries. [Serial Online].

http://www.freeed.net/sweethaven/MedTech/MedTech/default.asp?iNum=0411&uNum=2.

(23

8. September 2011).

9. Miller-Keane. 2003. Encyclopedia and Dictionary of Medicine, Nursing, and Allied Health,

Seventh Edition. by Saunders, an imprint of Elsevier, Inc. All 19 rights reserved. [Serial

Online]. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/Cervico-Thoraco-Lumbo-

Sacral+Orthosis. (23 September 2011)

10. Anonim. Primary Surgery Vol.2 – Trauma :The spine: Skeletal traction.[Serial Online].

http://www.primary-surgery.org/ps/vol2/html/sect0232.html. (23 September 2011)