Laporan Kasus RM
description
Transcript of Laporan Kasus RM
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom low back pain (LBP) adalah suatu sindrom klinik yang ditandai
dengan gejala utama rasa nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di daerah tulang
punggung bagian bawah dan sekitarnya. Sindrom ini begitu sering didengar oleh
karena angka kesakitan LBP di dalam masyarakat masih sangat tinggi. Di dalam
masyarakat tampaknya LBP tidak memandang umur, jenis kelamin, pekerjaan,
status sosial, tingkat pendidikan dan sebagainya. Sebanyak 80% dari umat
manusia dalam hidupnya pernah mengalami LBP. Para antropolog
mengemukakan teorinya yang sangat mengesankan tentang kejadian LBP ini,
yaitu bahwa LBP adalah suatu konsekuensi logis dari perkembangan manusia dari
keadaan quadripedal menjadi bipedal.
Pada saat manusia hidup dalam keadaan quadripedal, maka berat badan
disangga oleh keempat ekstremitas, yaitu dua di bagian belakang dan dua di
bagian depan. Akibatnya, beban berat yang diterima oleh tulang punggung tidak
besar dan tersebar merata. Tetapi pada saat manusia berevolusi ke arah bipedal,
maka tulang punggung akan menerima beban lebih besar sebagai konsekuensi
tugasnya untuk menjaga posisi tegak tubuh, dan beban ini akan lebih banyak
LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara
industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode
ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point
prevalence rata-rata 30%. Di AS nyeri ini merupakan penyebab yang urutan
paling sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45 tahun,
1
urutan ke 2 untuk alasan paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke 5 alasan
perawatan di rumah sakit, dan alasan penyebab yang paling sering untuk tindakan
operasi.
Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun
diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah
menderita nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita
13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di
Indonesia berkisar antara 3-17%. Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya
low back pain antara lain adalah akibat proses degeneratif yaitu spondilosis.
Spondilosis (spinal osteoarthritis) merupakan suatu keadaan dimana
terjadi proses degeneratif yang menyebabkan kerusakan/berkurangnya struktur
dan fungsi normal dari tulang punggung seseorang, dimana proses degeneratif
dari spondilosis ini dapat mengenai daerah servikal, thorakal, atau lumbal. Faktor
yang banyak berperan didalam terjadinya spondilosis adalah umur, dimana
penderita spondilosis meningkat pada usia pertengahan yaitu 40-60 tahun.
Low back pain yang diakibatkan oleh spondilosis di Amerika merupakan
angka terbanyak kedua sesudah gangguan pernapasan yang menyebabkan orang
datang ke dokter untuk diperiksa dan di obati.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Tulang Belakang 4-6
1. Columna Vertebralis
a. 7 vertebra cervicalis
b. 12 vertebra thoracicus
c. 5 vertebra lumbalis
d. 5 vertebra sacralis
e. 4 vertebra coccygis
Dari 33 vertebra tersebut, hanya 24 vertebra, yaitu 7 vertebra
cervicalis, 12 vertebra thoracicus, dan 5 vertebra lumbalis yang dapat
digerakkan pada orang dewasa. Pada orang dewasa kelima vertebra
sacralis melebur untuk membentuk os coccygis.
Gambar 1. Columna Vertebralis
3
Fungsi columna vertebralis yaitu sebagai berikut.
a. Menyangga berat kepala dan batang tubuh
b. Memungkinkan pergerakan kepala dan batang tubuh
c. Melindungi medulla spinalis
d. Memungkinkan keluarnya nervus spinalis dari kanalis spinalis
e. Tempat untuk perlekatan otot-otot
Vertebra yang khas terdiri dari korpus vertebra dan arkus vertebra.
Korpus vertebra adalah bagian ventral yang member kekuatan pada
columna vertebralis dan menanggung berat tubuh. Arkus vertebra adalah
bagian dorsal vertebra yang terdiri dari pedikulus arkus vertebra dan
lamina arkus vertebra. Pedikulus arkus vertebra adalah taju pendek yang
kokoh dan menghubungkan lengkung pada korpus vertebra; incisura
vertebralis merupakan torehan pada pedikulus arkus vertebra. Incisura
vertebralis superior dan inferior pada vertebra yang berdekatan
membentuk sebuah foramen intervertebrale. Foramen vertebra berurutan
pada columna vertebralis yang utuh membentuk kanalis vertebralis yang
berisi medulla spinalis, meninges, jaringan lemak, akar saraf, dan
pembuluh.
4
2. Ligamentum Columna Vertebralis
Ligamentum longitudinale anterior dan posterior berjalan turun
pada permukaan anterior dan posterior columna vertebralis dari cranium
sampai sacrum. Ligamentum longitudinale anterior lebar dan melekat
dengan kuat pada pinggir depan di samping korpus vertebra dan pada
discus intervertebralis. Ligamentum longitudinale anterior membantu
mencegah hiperekstensi columna vertebralis. Ligamentum longitudinale
posterior lemah, sempit dan melekat pada pinggir posterior discus.
Ligamentum longitudinale posterior membantu mencegah terjadinya
hiperfleksi columna vertebralis dan menonjolnya discus intervertebralis ke
dorsal. Ligamentum-ligamentum ini mengikat dengan kuat seluruh
vertebra, tetapi tetap memungkinkan sedikit pergerakan di antaranya.
Gambar 2. Ligamen-ligamen pada Vertebra
5
3. Discus Intervertebralis
Sendi-sendi korpus vertebra termasuk jenis sendi kondral sekunder
(simfisis) yang dirancang untuk menanggung beban dan kekuatan.
Permukaan vertebra-vertebra berdekatan memperoleh hubungan melalui
sebuah discus intervertebralis dan ligamentum.
Discus intervertebralis menyusun seperempat dari panjang
columna vertebralis. Discus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal,
tempat banyak terjadinya gerakan columna vertebralis. Discus bersifat
semielastis. Ciri fisik ini memungkinkannya untuk berfungsi sebagai
peredam benturan bila beban pada columna vertebralis mendadak
bertambah dan kelenturan memungkinkan vertebra yang kaku dapat
bergerak satu dengan yang lainnya. Daya pegas ini berangsur menghilang
dengan bertambahnya usia. Discus intervertebralis tidak ditemukan di
antara vertebra C1-C2, di dalam os sacrum, dan di dalam os coccygeus.
Discus intervertebralis antara lain terdiri dari:
a. Annulus fibrosus
Terdiri dari jaringan fibrokartilago, di dalamnya serabut-serabut
kolagen tersusun dalam lamel-lamel yang konsentrism dimana lamel-
lamel yang lain berjalan dalam arah sebaliknya. Serabut-serabut yang
lebih perifer melekat erat pada ligamentum longitudinale anterior dan
posterior columna vertebralis.
6
b. Nukleus pulposus
Pada anak-anak dan remaja terdiri dari zat gelatin yang banyak
mengandung air, sedikit serabut kolagen, dan sedikit tulang rawan.
Biasanya berada dalam tekanan dan terletak sedikit lebih dekat ke
pinggir posterior daripada pinggir anterior discus. Sifat nukleus
pulposus yang setengah cair memungkinkan berubah bentuk dan
vertebra dapat menjungkit ke depan dan ke belakang di atas yang lain,
seperti gerakan fleksi dan ekstensi columna vertebralis. Permukaan
atas dan bawah korpus vertebra yang berdekatan dan menempel pada
discus diliputi oleh cartilage hialin yang tipis.
Gambar 3. Struktur Vertebra
Peningkatan beban kompresi yang mendadak pada columna
vertebralis menyebabkan nukleus pulposus yang semi cair menjadi
gepeng. Dorongan keluar nukleus ini dapat ditahan oleh daya pegas
annulus fibrosus di sekelilingnya. Kadang, dorongan ini terlalu kuat
bagi annulus, sehingga annulus menjadi robek dan nukleus pulposus
keluar dan menonjol ke dalam kanalis vertebralis serta dapat menekan
radiks saraf spinalis, nervus spinalis, atau bahkan medulla spinalis.
7
Dengan bertambahnya usia, kandungan air di dalam nukleus
pulposus berkurang dan digantikan oleh fibrokartilago. Serabut-serabut
kolagen annulus berdegenerasi dan sebagai akibatnya annulus tidak
lagi berada dalam tekanan. Pada usia lanjut, discus ini tipis, kurang
lentur, dan tidak dapat dibedakan lagi antara nukleus dengan annulus.
4. Susunan Saraf Spinal
Sepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang nervus spinalis
melalui radiks anterior atau motorik dan radiks posterior atau sensorik.
Masing-masing radiks melekat pada medulla spinalis melalui sederetan
radices (radiks kecil), yang terdapat di sepanjang segmen medulla spinalis
yang sesuai. Setiap radiks mempunyai sebuah ganglion radiks posterior,
yang axon sel-selnya memberikan serabut-serabut saraf perifer dan pusat.
Gambar 4. Saraf Spinal
8
Radiks nervus spinalis berjalan dari masing-masing segmen
medulla spinalis ke foramen intervertebralis yang sesuai, tempat keduanya
menyatu membentuk nervus spinalis. Di sini serabut-serabut motorik dan
sensorik bercampur, sehingga setiap saraf spinal terdiri atas campuran
serabut motorik dan sensorik. Karena pertumbuhan memanjang columna
vertebralis tidak sebanding dengan pertumbuhan medulla spinalis, panjang
radiks n. Spinalis bertambah dari atas ke bawah.
Di daerah cervical atas, radiks nervus spinalis pendek dan berjalan
hamper horizontal, tetapi di bawah ujung medulla (pada orang dewasa
setinggi pinggir bawah vertebra L1) membentuk seberkas saraf vertikal di
sekitar filum terminale. Berkas saraf vertikal ini disebut cauda equina.
Setelah keluar dari foramen intervertebrale, masing-masing nervus
spinalis segera bercabang dua menjadi ramus anterior yang besar dan
ramus posterior yang lebih kecil, tang keduanya mengandung serabut-
serabut motorik dan sensorik.
B. Klasifikasi Low Back Pain
1. LBP oleh faktor mekanik
a. LBP oleh mekanik akut
Biasanya timbul bila tubuh melakukan gerakan secara mendadak,
melakukan gerakan melampaui batas kemampuan sendi dan otot, atau
melakukan sesuatu untuk jangka waktu terlampau lama.
9
b. LBP oleh mekanik kronik
Paling sering disebabkan oleh sikap tubuh yang jelek. Sikap tubuh
yang jelek yang dimaksudkan adalah sikap tubuh membungkuk ke
depan, kepala menunduk, perut membuncit, dan dada kempis
mendatar. Sikap tubuh yang demikian tentunya akan mendorong titik
berat badan tergeser ke arah depan. Sebagai kompensasi agar
keseimbangan tubuh tetap terjaga, punggung dan bahu harus ditarik ke
arah belakang, sehingga timbul hiperlordosis lumbal. Hal ini tentunya
dimungkinkan bila otot-otot paravertebra melakukan kontraksi terus-
menerus. Di samping itu hiperlordosis mengakibatkan pendekatan
selaput sendi artikulasio posterior hingga timbul iritasi dan inflamasi.
2. LBP oleh faktor organik
Proses patologi primer terjadi di tulang vertebra, discus intervertebra atau
dalam kanalis spinalis.
a. LBP osteogenik
1) Radang
2) Trauma
3) Keganasan
4) Kongenital
10
b. LBP diskogenik
Dalam hal ini, proses primer terletak pada discus intervertebral.
Bentuk gangguan yang sering dijumpai ialah:
1) Spondilosis
Spondylosis adalah suatu penyakit degenerasi dari spine yaitu
degenerasi intervertebral discus. Ketika degenerasi discus terjadi, elastisitas
serabut dari annulus menurun dan berubah menjadi jaringan fibrous
menyebabkan fleksibilitas dan gerakan menjadi kaku. Spondylosis ini
termasuk penyakit degenerasi yang proses terjadinya secara umum
disebabkan oleh berkurangnya kekenyalan discus yang kemudian
menipis dan diikuti dengan lipatan ligamen di sekeliling korpus
vertebra, seperti ligamentum longitudinal. Selanjutnya pada lipatan
ini terjadi pengapuran dan terbentuk osteofit.
2) Hernia nukleus pulposus (HNP)
3) Spondilitis ankilosa
Gambar 5. Kelainan pada Discus Intervertebralis
11
c. LBP neurogenik
1) Neoplasma
2) Arakhnoiditis
3) Stenosis kanal
3. Nyeri rujukan
4. Nyeri psikogenik
C. Diagnosis Low Back Pain
1. Anamnesis 1, 2, 7
Anamnesis dilakukan secara terarah dan terbimbing mengenai hal-
hal sebagai berikut:
a. Lama dan frekuensi serangan, nyeri punggung bawah akibat sebab
mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Herniasi
discus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya.
Degenerasi discus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik
dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu.
b. Lokasi dan penyebaran, kebanyakan nyeri punggung bawah akibat
gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di daerah lumbosakral.
Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di tungkai bawah
mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga
dapat disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik
tidak mempunya pola penyebaran yang tetap.
12
c. Faktor yang memperberat/memperingan. Pada lesi mekanis keluhan
berkurang saat istirahat dan bertambah saat aktivitas. Pada penderita
HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk, bersin atau
manuver valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri
lebih berat atau menetap jika berbaring.
d. Kualitas/intensitas. Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri
serta dapat membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus
dibedakan antara nyeri punggung bawah dengan nyeri tungkai, mana
yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang
biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih
banyak dari pada nyeri punggung bawah dengan rasio 80-20%
menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu
tindakan operasi. Bila nyeri nyeri punggung bawah lebih banyak
daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu
kompresi.
Gejala nyeri punggung bawah yang sudah lama dan intermiten,
diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu
nyeri punggung bawah yang terjadinya secara mekanis. Walaupun
suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya
berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu nyeri
punggung bawah, namun sebagian besar episode herniasi discus
terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti membungkuk
atau memungut barang yang enteng.
13
e. Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan
bertambahnya nyeri punggung bawah, yaitu duduk dan mengendarai
mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan
setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan intra-
abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin dan
mengejan sewaktu defekasi.
f. Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik.
Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa
menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu
keganasan ataupun infeksi.
2. Observasi Umum dan Pemeriksaan Fisik
Perhatikan cara penderita berdiri, berjalan, dan duduk. Penderita
HNP biasanya tertatih-tatih, tungkai yang sakit dalam posisi fleksi lutut
dan panggul untuk mengurangi nyeri. Selanjutnya, perhatikan bagian
belakang tubuh, apakah terdapat gibbus, ataupun skoliosis. Bagaimana
bentuk lordosis, apakah normal, mendatar, atau hiperlordosis. Perhatikan
pula apakah terdapat kemiringan pelvis yang biasanya disebabkan oleh
panjang tungkai yang tidak sama. Apakah terdapat atrofi tungkai. 7, 8
14
3. Pemeriksaan Tambahan 2, 8
a. Pemeriksaan motorik.
Dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk
menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan
memperhatikan miotom yang mempersarafinya.
b. Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan
perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti
diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP
sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna
dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.
c. Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis
d. Tanda perangsangan meningeal
Tanda Laseque dan modifikasinya (Tanda Laseque kontralateral,
Femoral Nerve Stretch Test, Tes Bragard, Tes Sicard).
e. Uji Valsava
4. Pemeriksaan Radiologik
Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau
kadang-kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral,
spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan
ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu
posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot
paravertebral.
15
5. Pemeriksaan EMG merupakan diagnosis pasti untuk membuktikan
keterlibatan radiks.
D. Penatalaksanaan Low Back Pain 1, 2
1. Medikamentosa
Pemberian obat-obatan untuk mengurangi nyeri tanpa menghiraukan
penyebab dasar LBP. Obat yang diberikan berupa golongan analgetika.
2. Penanganan rehabilitasi medik
a. LBP oleh faktor mekanik akut
Tirah baring total disertai pemanasan setempat seperti infra merah,
kompres air hangat. Biasanya kesembuhan sekitar 4-5 hari.
b. LBP oleh faktor mekanik kronik
Pada keadaan ini, hiperlordosis mendasari patofisiologi nyeri.
Tatalaksana ditujukan pada latihan-latihan untuk menghilangkan
hiperlordosis tersebut. Tujuan pemberian latihan adalah:
1) Mengurangi hiperlordosis/memperbaiki postur tubuh.
2) Membiasakan diri untuk melakukan gerakan-gerakan yang sesuai
dengan biomekanik tulang punggung.
Latihan-latihan yang diberikan pada prinsipnya adalah untuk:
1) Latihan penguatan dinding perut, dan otot gluteus maksimus.
2) Latihan peregangan untuk otot yang memendek, terutama otot
punggung dan hamstring.
16
c. LBP oleh karena fraktur kompresi
Tirah baring dan penggunaan korset.
d. Osteoporosis
Latihan-latihan, pemasangan korset, pemanasan dangkal.
e. Keganasan
Terhadap fraktur patologik yang mungkin terjadi atau instabilitas
tulang belakang dapat diberi korset.
f. Hernia nukleus pulposus
Tirah baring, terapi fisik, traksi pelvis, serta latihan-latihan.
3. Pembedahan
17
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : F. T.
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen protestan
Pekerjaan : PNS
Alamat : Malalayang II lingk. V
Suku : Minahasa
Kebangsaan : Indonesia
Tanggal periksa : 03 Desember 2012
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung bawah dirasakan penderita sejak +10 hari yang
lalu karena sering menggendong keponakan penderita yang berat badannya
+12 Kg. Nyeri terasa menusuk dan bersifat hilang timbul. Timbul terutama
saat penderita duduk lama (+30 menit), berjalan jauh (+10 menit), batuk
atau mengedan dan hilang saat penderita tidur telentang. Riwayat trauma
disangkal oleh penderita. Sebelum datang ke poliklinik RM, penderita
sudah mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit. BAB dan BAK biasa.
18
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada tahun 2007, saat penderita sedang mengangkat motor vespa-
nya untuk dibersihkan (dalam posisi membungkuk) terdengar bunyi “klik”
dari punggung bawah dan terasa sangat nyeri. Saat itu penderita langsung
tidak bisa berdiri lagi sehingga penderita di rehabilitasi dengan
menggunakan sinar merah dan getaran (TENS).
Riwayat kolesterol sejak tahun 2003-2004 tapi saat ini tidak lagi.
Polisitemia vera diketahui sejak 3 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga penderita tidak pernah mengalami sakit seperti ini.
Riwayat Psikologi
Penderita cemas dengan penyakit yang diderita karena terancam
tidak bisa melakukan rutinitas sehari-hari, seperti berjalan jauh atau duduk
lama.
Riwayat Kebiasaan
Penderita lebih dominan menggunakan tangan kanan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Penderita merupakan perokok sejak usia
27 tahun dan merupakan alkoholik sejak +31 tahun, namun telah berhenti
merokok dan mengkonsumsi alkohol pada usia 45 tahun. Penderita biasa
bekerja sebagai PNS rata-rata 8 jam per hari dan lebih sering duduk.
Penderita sering menggendong keponakan yang berat badannya +12 Kg.
19
3
Riwayat sosial ekonomi
Penderita merupakan anak ke-8 dari 9 bersaudara, sudah menikah,
memiliki 1 istri, dan saat ini sudah memiliki 2 orang anak. Penderita
tinggal di rumah permanen, tidak bertingkat, atap seng, dinding beton,
lantai ubin, dan memiliki 3 kamar tidur. Kamar mandi/WC berada di dalam
rumah, WC duduk. Di rumah, penderita tinggal bersama 2 orang lainnya,
yaitu 1 istri dan 1 anak kandung yang belum menikah. Sumber air minum
yang digunakan berasal dari sumur. Sumber penerangan listrik dari PLN.
Biaya hidup penderita tercukupi karena di samping penderita, istrinya juga
merupakan PNS. Biaya kesehatan penderita ditanggung oleh Askes.
Visual Analogue Scale (VAS)
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Keadaan umum
Kesadaran
:
:
Baik
Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 72 x/menit, regular
Respirasi : 22 x/menit
Suhu badan : 36,50C
20
Kepala : Bentuk normocephal
Mata : Pupil bulat isokor 3mm/3mm, reflex cahaya +/+,
reflex cahaya tidak langsung +/+
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : Sianosis (-)
Telinga : Sekret (-)
Leher : Trachea letak tengah, pembesaran KGB (-)
Thorax : Simetris kiri dan kanan
Jantung : Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Pulsasi iktus kordis tidak tampak
: Pulsasi iktus kordis tidak teraba
: Batas jantung normal
: Bunyi jantung normal, bising (-)
Paru-paru : Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Simetris kiri dan kanan
: Stem fremitus kiri = kanan
: Sonor kiri = kanan
: Suara pernapasan vesikuler,
Rh -/-, Wh-/-
Abdomen : Datar, lemas, bising usus normal.
Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), fraktur (-)
21
Status Gizi
Berat badan : 72 Kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT
Kesan
:
:
26,4 m2
Overweight (preobes)
Status Lokalis Regio Lumbalis
Inspeksi : Edema (-), tanda radang (-), deformitas (-)
Palpasi : Spasme otot (+), nyeri tekan (-)
Lingkup Gerak Sendi (LGS)
LGS Trunkus Nilai pada pasien Normal
Fleksi – ekstensi
Laterofleksi dextra – sinistra
Rotasi dextra – sinistra
800 – 0 – 300
300 – 0 – 300
450 – 0 – 450
1100 – 0 – 300
300 – 0 – 300
450 – 0 – 450
Status Motorik
Ekstremitas Inferior
Dextra Sinistra
Gerakan Normal Normal
Tonus otot Normal Normal
Refleks fisiologis Normal Normal
Refleks patologis - -
Kekuatan otot Ekstremitas Inferior
22
Dextra Sinistra
L2 (m. Iliopsoas) 5 5
L3 (m. Kuadriceps femoris) 5 5
L4 (m. Tibialis anterior)
L5 (m. Ekstensor halusis longus)
S1 (m. Gastroknemius soleus)
5
5
5
5
5
5
Status Sensorik
Lokasi Dextra Sinistra
L2 (pertengahan anterior paha)
L3 (kondilus femoralis medialis)
L4 (maleolus medialis)
L5 (dorsum pedis, sendi metacarpofalangeal III)
S1 (lateral tumit)
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Status Otonom
BAB dan BAK : Normal
Uji Provokasi
Provokasi Dextra Sinistra
Valsava
Tes Lasegue/Straight Leg Rising
Tes Bragard
Tes Sicard
Tes Patrick
Tes Contra Patrick
Femoral Nerve Stretch Test
-
-/700
-
-
-
-
-
-/700
-
-
-
-
-
D. Pemeriksaan Penunjang
23
X-Foto lumbosacral
Gambar 6. X-Foto Lumbosacral
Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin : 16,9 gr/dL
Leukosit : 24.000 /mm3
Eritrosit : 4,97 x 106 /mm3
Trombosit : 574.000 /mm3
Hematokrit : 49,4 %
GDP : 76 mg/dL
Ureum : 18 mg/dL
Kreatinin : 1,6 mg/dL
SGOT : 37 U/L
SGPT : 39 U/L
Kolesterol total : 131 mg/dL
HDL : 20 mg/dL
LDL : 92 mg/dL
Trigliserida : 118 mg/dL
24
Calcium : 9,5 mg/dL
Fosfor : 3,82 mg/dL
E. Resume
Penderita laki-laki, 53 tahun datang ke poli RM pada tanggal 3
Desember 2012 dengan keluhan nyeri punggung bawah karena sering
menggendong keponakannya. Penderita memiliki riwayat nyeri yang sama
3 tahun lalu karena mengangkat motor dalam posisi membungkuk
Pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum baik, pada regio
lumbosacral ditemukan spasme otot, LGS trunkus ditemukan keterbatasan
fleksi trunkus (0-800). Pemeriksaan radiologis lumbosacral tampak
spondilosis lumbalis.
F. Diagnosis
Diagnosis klinis : Low Back Pain
Diangnosis topis : Vertebra lumbal
Diagnosis etiologi : Spondilosis lumbalis
Fungsional : Gangguan AKS seperti berjalan, duduk, dan
jongkok.
G. Sikap/Tatalaksana
1. Medikamentosa
25
2. Non-medikamentosa
- Fisioterapi
Evaluasi : Nyeri punggung bawah dengan VAS 3
Program : a) Microwave Diathermy regio lumbosacral
b) Proper Back Mechanism
c) William’s Flexion Exercise
d) Masase lower back
- Okupasi dan Terapi
Evaluasi : Gangguan AKS seperti saat duduk lama dan
berjalan jauh.
Program : Latihan AKS seperti duduk, cara tidur, dan
cara berdiri yang benar sesuai dengan proper
back mechanism.
- Ortotik Prostetik
Evaluasi : Nyeri punggung bawah dengan VAS 3
Program : Lumbo-Sacral Orthosis
- Psikologi
Evaluasi : Penderita cemas dengan penyakit yang
diderita karena terancam tidak bisa
melakukan rutinitas sehari-hari, seperti
berjalan jauh atau duduk lama.
Program : Memberikan motivasi (mental support) pada
penderita agar melanjutkan terapi dan terus
berusaha menjalani aktivitas kehidupan
26
sehari-hari.
- Sosial Medik
Evaluasi : Pekerjaan sebagai PNS, istri sebagai PNS.
Tinggal di rumah permanen. Biaya kesehatan
ditanggung oleh Askes.
Program : Evaluasi kondisi sosio-ekonomi pasien.
- Home Program
Menghindari mengangkat beban yang berat, menghindari duduk
lama, back exercise, proper back mechanism.
H. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam
27