infeksi odontogen RM

15
PEMBAHASAN Skenario 2 Penderita perempuan 20 tahun datang dengan keluhan adanya rasa sakit pada gigi geraham rahang bawah kanan belakang, rasa sakit cekot-cekot mulai timbul 5 hari yang lalu. Penderita pergi ke puskesmas. Saat pergi ke puskesmas penderita merasakan adanya pembengkakan pada pipinya. Di puskesmas, penderita diperiksa dan setelahnya mendapat 2 macam obat, yaitu 1 macam berjumlah 10 berupa kaplet diminum 4x sehari, dan 1 macamlagi brjumlah 10 diminum 3x sehari berupa tablet analgesik. Tetapi waktu telah taat minum obat dari puskesmas pnderita merasa tidak ada perubahan, penderita malah merasa sakit dan bengkaknya bertambah. Kemudian penderita memutuskan untuk ke poli gigi Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Penderita juga merasakan demam sejak 2 hari yang lalu. 1. Pemeriksan Subjektif (anamnesa) Identitas : Perempuan Umur : 20 tahun Keluhan : Rasa sakit pada gigi geraham rahang bawah kanan belakang, rasa sakit cekot-cekot mulai timbul 5 hari yang lalu, setelah diberi obat oleh puskesmas tidak sembuh dan malah

description

pembahasan kasus BM infeksi odontogen

Transcript of infeksi odontogen RM

Page 1: infeksi odontogen RM

PEMBAHASAN

Skenario 2

Penderita perempuan 20 tahun datang dengan keluhan adanya rasa sakit

pada gigi geraham rahang bawah kanan belakang, rasa sakit cekot-cekot mulai

timbul 5 hari yang lalu. Penderita pergi ke puskesmas. Saat pergi ke puskesmas

penderita merasakan adanya pembengkakan pada pipinya. Di puskesmas,

penderita diperiksa dan setelahnya mendapat 2 macam obat, yaitu 1 macam

berjumlah 10 berupa kaplet diminum 4x sehari, dan 1 macamlagi brjumlah 10

diminum 3x sehari berupa tablet analgesik. Tetapi waktu telah taat minum obat

dari puskesmas pnderita merasa tidak ada perubahan, penderita malah merasa

sakit dan bengkaknya bertambah. Kemudian penderita memutuskan untuk ke poli

gigi Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Airlangga. Penderita juga merasakan demam sejak 2 hari yang lalu.

1. Pemeriksan Subjektif (anamnesa)

Identitas : Perempuan

Umur : 20 tahun

Keluhan : Rasa sakit pada gigi geraham rahang bawah kanan

belakang, rasa sakit cekot-cekot mulai timbul 5 hari

yang lalu, setelah diberi obat oleh puskesmas tidak

sembuh dan malah merasa sakit dan bengkaknya

bertambah.

2. Pemeriksaan Objektif

Pemeriksaan Fisik

Ekstra oral :

a. Pembengkakan region pipi dan di tengah rahang kanan

bawah, berbatas tidak jelas

b. Warna merah

c. Palpasi pembengkakan teraba padat (firm) dan hangat,

tidak ada fluktuasi dan terasa nyeri

Intra oral :

a. Mukosa sekitar gigi 46 odematus dan warna

kemerahan

Page 2: infeksi odontogen RM

b. Gigi 46 sisa akar, pada tekanan (druk) terasa nyeri

Pemeriksaan Penunjang

X-ray panoramik :

48 Impaksi mesioangular, gambaran radiolusen pada

sebelah mesial daerah mahkota.

Terlihat gambaran radiolusensi tidak berbatas jelas

pada periapikal gigi 46 sisa akar.

Page 3: infeksi odontogen RM
Page 4: infeksi odontogen RM

Dari hasil pemeriksaan intra oral, ekstra oral dan radiografi pasien di atas

mengalami infeksi ondotogen, dimana inflamasi yang disebabkan oleh karena

adanya invasi bakteri. Jalan masuk bakteri (port de entry) dalam kasus ini melalui

gigi 46 dan dapat juga melalui gigi 48. Pada gigi 46 yang hanya tinggal sisa akar

tersebut dapat dilalui bakteri untuk berpenetrasi dan berkembang biak di dalam

saluran akar dan mengeluarkan toksin sebagai hasil dari metabolismenya. Apabila

terdapat debris, maka debris tersebut akan menyumbat saluran akar dari gigi 46

dan menyebabkan tidak adanya suplai oksigen sehingga virulensi dari bakteri

akan semakin meningkat.

Awalnya, gigi 46 mengalami karies yang tidak dirawat sehingga menjadi

karies profunda, yaitu karies yang telah mencapai ruang pulpa. Dalam hal ini telah

terjadi respon inflamasi pada pulpa berupa tanda cardinal dari radang yang

dialami penderita. Seperti yang kita tahu, terdapat pembuluh darah dan syaraf di

dalam ruang pulpa sehingga bakteri yang telah masuk kedalamnya dan

berkembang biak, akan mengeluarkan toksin yang dapat merusak dan mematikan

jaringan yang terinfeksi. Aktivitas dari bakteri ini tentunya dengan adanya nutrisi

yang didapat melalui pembuluh darah. Dengan berjalannya waktu, bakteri yang

bertambah banyak dengan toksin yang juga meningkat ini akan memenuhi

pembuluh darah dan menyumbatnya. Sumbatan yang terjadi menyebabkan syaraf-

syaraf tidak mendapatkan nutrisi sehingga tidak ada vaskularisasi pada jaringan

yang pada akhirnya jaringan akan mengalami nekrosis.

Bila jaringan pulpa dapat menahan jejas yang masuk, menimbulkan

kerusakan jaringan yang sedikit dan mampu untuk pulih kembali maka

keradangan pulpa ini diklasifikasikan sebagai pulpitis reversibel. Pada proses

berikutnya jika kerusakan jaringan pulpa tambah meluas sehingga pemulihannya

tidak dapat tercapai, keradangan ini disebut pulpitis ireversibel. Jaringan pulpa

yang telah meradang tersebut mudah mengalami kerusakan secara menyeluruh

dan mengakibatkan pulpa menjadi nekrosis atau mati. Karena mikroorganisme

berperan penting pada kematian jaringan pulpa tersebut, sehingga disebut juga

sebagai gangren pulpa. Gangren pulpa untuk sementara mungkin tidak

menimbulkan nyeri, namun menjadi tempat kuman berkembang biak yang

akhirnya menjadi sumber infeksi. Produk infeksinya mudah menyebar ke jaringan

Page 5: infeksi odontogen RM

sekitarnya. Bila menyebar ke jaringan periapikal dapat terjadi periodontitis

periapikal atau disebut juga sebagai periodontitis apikalis.

Terdapat dua macam periodontitis apikalis, yaitu periodontitis apikalis

akut dan periodontitis apikalis kronis. Penyebaran pertama dari inflamasi pulpa ke

jaringan periradikuler disebut periodontitis apikalis akut. Periodontitis apikalis

akut dapat terjadi pada jaringan lunak berupa abses apikalis akut dan pada

jaringan keras berupa osteomyelitis. Abses apikalis akut adalah suatu lesi

likuifaksi setempat atau difus yang menghancurkan jaringan periradikuler. Tanda

dan gejala bergantung pada keparahan reaksinya, pasien dengan abses apikalis

akut biasanya mengalami ketidaknyamanan atau pembengkakan yang sedang

hingga parah. Selain itu, kadang-kadang disertai pula manifestasi sistemik dari

proses infeksi seperti meningkatnya suhu tubuh, malaise, dan leukositosis. Karena

hal ini muncul hanya pada pulpa yang mati, stimulasi elektrik atau panas tidak

akan menimbulkan respons tetapi pada perkusi dan palpasi biasanya akan timbul

nyeri. Terdapat tanda radang sebagai respon tubuh terhadap adanya

ketidakseimbangan yang dalam hal ini adalah adanya invasi bakteri. Tanda radang

tersebut terdiri atas rubor (merah), tumor (bengkak), kalor (panas), dolor (nyeri),

dan functiolaesa (penurunan fungsi).

Saluran pulpa yang sempit menyebabka drainase yang tidak sempurna

pada pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri

dan menyebar ke arah jaringan periapikal secara progresif. Ketika infeksi

mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeki ini dipengaruhi oleh jumlah

dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.

Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses yaitu

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. bakteri Streptococcus mutans

(selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3 macam enzim yang sifatnya

destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase. Enzim ini berperan

layaknya parang petani yang membuka hutan untuk dijadikan ladang

persawahannya, ya.. enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari

jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanya “hyaluronidase”,

artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar

sel penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi

Page 6: infeksi odontogen RM

antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini

rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan

yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.

Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim

dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media

perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu

merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.

Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses

abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed

bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host

dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang

terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses

disertai pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi

penanganan.

Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya

mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut,

namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup

tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi

abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus.

S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja

mampu merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus

dengan enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja

S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan

ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat

melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan

ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan

ronsen foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya

dan S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.

Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses

saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada

pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah

S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi,

Page 7: infeksi odontogen RM

tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit

yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan

bakteri dalam jumlah besar.

Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut

akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya

seringkali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup

mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus

dalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi

atau keluar secara alami.

Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah

periapikal, yang notabene adalah di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh,

maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak,

lalu barulah bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi

perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses.

Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu (lagi-lagi)

virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang

tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah,

ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh

dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.

Sebelum mencapai “dunia luar”, perjalanan pus ini mengalami beberapa

kondisi, karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone,

pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita

kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan

normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna

menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum.

Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga

terjadi ketika pus mulai “mencapai” korteks, dan melakukan eksudasinya dengan

melepas komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara

korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya

berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini tanpa gejala, tapi cenderung

menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul

pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis.

Page 8: infeksi odontogen RM

Adanya tambahan istilah “serous” disebabkan karena konsistensi eksudat

yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma,

dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga

tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.

Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak

mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi

yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang

sama, yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum, bedanya

adalah.. di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil

“menembus” korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses

yang tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses

subperiosteal.

Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa

jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang

sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih

serous.

Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi,

maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space

terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas

mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess

Sedangkan pada gigi 48, posisi mesioangular dari gigi molar ketiga

berinklinasi ke arah mesial sehingga gigi molar tersebut hanya eruspi sebagian.

Posisi ini dapat menjadi port de entry bakteri dari pericorona. Pada awalanya

impaksi mesioangular gigi 48 bagian distal erupsi dengan sempurna. Sedangkan

bagian mesial berada di dalam mukosa gingiva. Dental sac yang meliputi bagian

mesial gigi 48 tersebut menghasilkan gambaran radiolusen pada pemeriksaan

penunjang x-ray panoramic. Pada saat bagian distal gigi 48 erupsi, dental sac

terbuka kemudian menyebabkan bakteri pada debris masuk. Bakteri Prevotella

intermedia merupakan bakteri patogen gram negatif yang berperan dalam infeksi

periodontal. Bakteri ini kemudian masuk lebih dalam yang kemudian

menyebabkan pericoronal damaged. Adanya destruksi ini menghasilkan respon

inflamasi terhadap invasi bakteri yang meningkat pula akibat adanya bakteri

Page 9: infeksi odontogen RM

anaerob dan kemudian menyebabkan edema pada musculus masseter. Serangan

bakteri akan memicu respon imun antara patogen dan host. Bakteri ini akan

menyebabkan pelepasan sitokin seperti interleukin-6 (IL-6) dan TNF-α sehingga

meningkatkan jumlah produksi polimorfonuklear leukosit. Pada tahap awal

periodontitis apikalis, terjadi peningkatan PMN yang sekaligus akan

meningkatkan pengeluaran radikal bebas dalam proses fagositosis melawan

infeksi. Respon inflamasi ini akan muncul tanda-tanda seperti rubor, dolor, kalor,

dan functiolaesa.

Oleh puskesmas kejadian ini dipremedikasi dengan antibiotik dan

analgesik untuk mengobatinya. Akan tetapi pasien tidak merasakan adanya

perubahan, pasien malah merasa sakit dan bengkaknya bertambah. Sakit dan

bengkak yang bertambah ini dikarenakan tidak dilakukan drainase untuk

mengeluarkan eksudat dari proses radang di gigi, meskipun telah diketahui bahwa

pasien merasa terjadi pembengkakan pada pipinya. Di dalam jaringan sendiri,

eksudat ini dikelilingi oleh dinding yang berfungsi untuk mencegah meluasnya

infeksi di sekitar gigi tersebut. Jika eksudat tidak didrainase serta dilakukan

premedikasi berupa antibiotik (dalam hal ini analgesik hanya pereda nyeri saja,

tanpa berefek pada respon inflamasi sendiri), maka antibiotik tidak dapat

menembus dinding eksudat tersebut. Hal ini akan memicu terjadinya ascending

infection (penjalaran infeksi lebih lanjut) yang mengakibatkan bertambah

besarnya bengkak. Bengkak yang bertambah besar akan menimbulkan nyeri yang

lebih hebat karena semakin banyak saraf yang terdesak, ini mengakibatkan

analgesik yang diberikan tidak efektif lagi karena dosis analgesik untuk bengkak

yang bertambah besar ini kurang.

Bengkak yang bertambah besar ini juga dapat disebabkan oleh pemberian

antibiotik yang tidak tepat sehingga tidak berefek apapun pada perikoronitis.

Pemberian antibiotik yang tidak tepat sebenarnya dapat dicegah dengan

pemeriksaan kultur untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi jaringan.

Akan tetapi hal ini tidak mungkin selalu dilakukan, sehingga tenaga medis

biasanya menggunakan pengalaman empirisnya untuk menentukan antibiotik

yang tepat. Umumnya bakteri yang menyebabkan infeksi dalam rongga mulut

Page 10: infeksi odontogen RM

adalah bakteri coccus aerob gram positif, coccus anaerob gram positif dan batang

anaerob gram negatif. Pemberian antibiotik antara 3-5 hari, jika masih terdapat

keluhan atau keluhan semakin bertambah maka perlu dilakukan penggantian

antibiotik. Tenaga medis di puskesmas kemungkinan besar memberikan antibiotik

bakteri aerob untuk mengobati perikoronitis pasien ini. Antibiotik ini tidak tepat

karena sebenarnya infeksi telah menjalar ke dalam jaringan, dibuktikan oleh

pembengkakan pada awal datang ke puskesmas. Bengkak ini menandakan bakteri

telah masuk hingga ke jaringan yang dalam, bakteri yang dapat masuk ke dalam

jaringan yang lebih dalam hanyalah bakteri anaerob. Kesalahan pemberian ini

seharusnya sudah dapat dideteksi saat hari ketiga sehingga tidak menambah besar

bengkak tersebut, serta dilakukan drainase untuk mengeluarkan eksudat radang.