Referat retinopati prematuritas

27
m SOBOSJW Sowmkhyjwl} hb Ysofjwsmw} Gmjadjk kwd Fofoklm Uocj`mjk U}jsjw Doyjkmwosjjk Dnmkmd Gm Cj`mjk Jkj SU_G Dhwj ]h`}jdjswj Gmuuk hnol 1 Jgo Fj}julmwj 3990 95: 99?0 Yofcmfcmk` 1 gs+ Dmupjsajk. Uy+J UFB MNF_ DOUOLJWJK JKJD SU_G DHWJ ]H@]JDJSWJ BJD_NWJU DOGHDWOSJK GJK MNF_ DOUOLJWJK _KMROSUMWJU F_LJFFJGM]JL ]H@]JDJSWJ 39::

Transcript of Referat retinopati prematuritas

REFERAT

Retinopathy of PrematurityDiajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Di Bagian Anak RSUD Kota Yogyakarta

Disusun oleh : Ade Mayashita 2007 031 0057 Pembimbing : dr. Kiswarjanu, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOTA YOGYAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011

i

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT Retinopathy of Prematurity Referat yang berjudul Retinopathy of Prematurity telah diterima dan disetujui pada tanggal November 2011

oleh pembimbing sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik di bagian anak RSUD Kota Yogyakarta

Yogyakarta,

November 2011

dr. Kiswarjanu, Sp.A

ii

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Retinopathy of Prematurity ini yang diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di RSUD Kota Yogyakarta. Penulisan referat ini dapat terwujud atas bantuan dari berbagai pihak, terutama ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. dr. Kiswarjanu, Sp.A., selaku dosen pembimbing Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota Yogyakarta, terimakasih atas bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan dalam penyusunan referat ini. 2. dr. Sri Aminah, Sp.A., selaku dosen pembimbing dan penguji materi Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Kota Yogyakarta yang telah mengarahkan dan membimbing dalam penyusunan referat ini. 3. dr. Fita Wirastuti, Sp.A., selaku dosen pembimbing Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota Yogyakarta, terimakasih atas bimbingan yang diberikan.

iii

Dalam penulisan referat ini, masih terdapat banyak kekurangan baik dalam hal sistematika penulisan maupun isi dan kandungan referat ini. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat penulis harapkan demi kesempurnaan referat ini. Semoga Allah Yang Maha Kuasa memberi berkah khususnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini. Aamiin.

Yogyakarta,

November 2011

Penulis

iv

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................ iii DAFTAR ISI .............................................................................................. v BAB I. Pendahuluan .................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2 BAB II. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 3 A. Anatomi Retina ................................................................................ 3 B. Retinopathy of Prematurity .............................................................. 6 C. Etiologi ............................................................................................. 6 D. Patofisiologi ..................................................................................... 8 E. Klasifikasi ........................................................................................ 9 F. Prosedur Pemeriksaan........................................................................ 13 G. Diagnosis Banding............................................................................. 14 H. Penatalaksanaan................................................................................. 15 I. Prevensi.............................................................................................. 20 J. Komplikasi......................................................................................... 20 K. Prognosis............................................................................................ 21 BAB III. Kesimpulan ................................................................................... 22 Kepustakaan ................................................................................................. 24

v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinopathy of Prematurity (ROP) pertama kali ditemukan oleh Terry pada tahun 1942 sebagai Retrolental Fibroplasia, yaitu penyakit/gangguan perkembangan pembuluh darah retina pada bayi yang lahir prematur. ROP merupakan penyebab kebutaan tertinggi pada anak-anak di Amerika Serikat dan salah satu penyebab utama kebutaan anak di seluruh dunia, hal ini dilaporkan pada tahun 1980, dimana sebanyak 7000 anak di Amerika Serikat dinyatakan buta akibat ROP. Pada tahun 1941 sampai 1953 terjadi peningkatan kejadian ROP di seluruh dunia, lebih dari 12.000 bayi menderita ROP. Pada tahun 1951, dua ahli Inggris menyatakan kemungkinan adanya hubungan antara penyakit ini dengann terapi suplemental oksigen. Pemberian oksigen tambahan pada bayi prematur merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan memberatnya ROP, tetapi bukan merupakan faktor utama terjadinya ROP. Pembatasan pemberian oksigen tambahan pada bayi prematur tidak secara langsung akan menurunkan kejadian ROP, malah akan meningkatkan komplikasi sistemik lain akibat kondisi kekurangan oksigen (hipoksia). B. Tujuan Penulisan

vi

Referat ini ditulis bertujuan untuk memahami definisi, etiologi, patogenesis, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding,

penatalaksanaan dan prognosis dari retinopati of prematurity.

vii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Retina Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrane bruch, koroid, dan sklera.

viii

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah : 1. Membran limitans interna 2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus 3. Lapisan sel ganglion 4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amkrin dan bipolar 5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal

ix

6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor 7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor 8. Membran limitans eksterna 9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut 10. Epithelium pigmen retina Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 2,3 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula yang merupakan daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea, yang merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Foveola adalah bagian tengah fovea dimana sel fotoreseptornya adalah sel kerucut dan merupakan bagian retina yang paling tipis. Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria dan cabangcabang arteri sentralis retina. Khoriokapilaris memperdarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina sedangkan cabang-cabang arteri sentralis retina

memperdarahi dua pertiga sebelah dalam retina.

x

B. Definisi Retinopathy of prematurity Retinopathy of prematurity (ROP) adalah suatu keadaan retinopati proliferatif dimana terjadi perkembangan abnormal pada pembuluh darah retina pada bayi prematur. ROP seringkali mengalami regresi atau membaik tetapi dapat menyebabkan terjadinya gangguan visual berat atau kebutaan. Retinopati prematuritas secara signifikan dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bagi penderitanya. Semakin kecil berat badan dan muda usia neonatus, maka insiden ROP semakin meningkat. Hal ini masih menjadi suatu masalah meskipun dengan adanya kemajuan teknologi yang mencolok pada bidang neonatologi. C. Etiologi Retina merupakan jaringan yang unik. Pembuluh darah retina mulai terbentuk pada 3 bulan setelah konsepsi dan menjadi lengkap pada waktu kelahiran normal. Jika bayi lahir sebelum waktunya, hal ini dapat mengganggu

xi

perkembangan mata. Pertumbuhan pembuluh darah mungkin saja terhenti atau tumbuh abnormal misalnya rapuh dan bocor, yang dapat menimbulkan perdarahan pada mata. Jaringan parut dapat terbentuk dan menarik retina terlepas dari permukaan dalam mata. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan hilangnya penglihatan. Dahulu, pemberian oksigen secara rutin pada bayi prematur menstimulasi pertumbuhan pembuluh abnormal. Dewasa ini, risiko terjadinya ROP adalah tergantung derajat prematuritasnya. Semua bayi kurang dari 30 minggu masa gestasi atau dengan berat badan lahir kurang dari 3 pon perlu pemeriksaan lebih lanjut. Faktor risiko terjadinya ROP antara lain adalah sebagai berikut : 1. Bayi lahir < 32 minggu masa gestasi 2. Penyakit jantung 3. Asupan oksigen yang tinggi 4. Berat badan lahir < 1500 gram 5. Penyakit lain yang menyertai 6. Anemia 7. Kadar karbon dioksida yang tinggi 8. Apnea 9. Bradikardia 10. Transfusi darah 11. Perdarahan intraventrikuler 12. Maternal, pada masa prenatal: kebiasaan merokok, diabetes, preeklamsia

xii

D. Patofisiologi Retinopati prematuritas terutama terjadi pada bayi dengan Berat Badan Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR). Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa berat badan lahir rendah, usia gestasi yang rendah, dan penyakit penyerta yang berat ( misalnya respiratory distress syndrome {RDS}, displasia bronkopulmoner {BPD}, sepsis) merupakan faktor-faktor yang terkait. Bayi yang lebih kecil, lebih tidak sehat, dan lebih immatur memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk menderita penyakit serius. Vaskularisasi retina mulai berkembang pada usia gestasi kurang lebih 16 minggu. Pembuluh retina tumbuh keluar dari optic disc sebagai perpanjangan dari sel spindel mesenkimal. Sementara sel-sel spindel mesenkimal ini mensuplai sebagian besar aliran darah, terjadilah proliferasi endotelial dan pembentukan kapiler-kapiler. Kapiler-kapiler baru ini akan membentuk pembuluh retina yang matur. Pembuluh darah choroid (yang terbentuk pada usia gestasi 6 minggu) mensuplai retina avaskular yang tersisa. Bagian nasal dari retina akan tervaskularisasi secara menyeluruh sampai ke ora serrata pada usia gestasi 32 minggu. Sedangkan bagian temporal yang lebih besar biasanya telah

tervaskularisasi seluruhnya pada usia gestasi 40-42 minggu (aterm). Kelahiran bayi prematur mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh retina normal. Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis ROP. Sel-sel spindel mesenkimal, yang terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap junction. Gap

xiii

junction ini mengganggu pembentukan pembuluh darah

yang

normal,

mencetuskan terjadinya respon neovaskular, sebagaimana dilaporkan oleh Kretzer dan Hittner. Ashton menjelaskan akan adanya dua fase pada proses terjadinya ROP. Fase pertama, fase hiperoksik, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh retina dan destruksi sel-sel endotel kapiler yang irreversibel. Keadaan hyperoxia-vasocessation ini dikenal sebagai stadium I dari retinopati prematuritas.

E. Klasifikasi Pada tahun 1984, 23 Oftalmologis dari 11 negara membentuk International Classification of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem klasifikasi ini membagi lokasi penyakit ini dalam zona-zona pada retina (1,2, dan 3), penyebaran penyakit berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan tingkat keparahan penyakit dalam stadium (0-5). Dalam anamnesis dari bayi prematur, harus mencakup halhal berikut ini : o Usia gestasi saat lahir, khususnya bila lebih kurang dari 32 minggu o Berat badan lahir kurang dari 1500 gram, khususnya kurang dari 1250 gram o Faktor resiko lainnya yang mungkin (misalnya terapi oksigen, hipoksemia, hipercarbia, dan penyakit penyerta lainnya) Retinopathy of prematurity dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi, luas, derajat dan disertai plus disease

xiv

Berdasarkan lokasinya, ROP dibagi menjadi 3 zona yang berpusat pada optik disk, antara lain : 1. Zona I Dibatasi oleh lingkaran imajiner yang memiliki radius 2x jarak optik disk ke makula. 2. Zona II Meluas dari pinggir zona I ke titik tangensial sampai nasal ora serata dan area temporal. 3. Zona III Merupakan daerah sisa temporal anterior yang berbentuk sabit ke zona II.

Berdasarkan luasnya, ROP diklasifikasikan menurut arah putaran jam. Berdasarkan derajatnya, ROP diklasifikasikan menjadi : Derajat 1 : Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang ringan. Pada

stadium ini biasanya membaik sendiri dan bayi akan mempunyai penglihatan yang normal.

xv

Derajat 2

: Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang sedang.

Pada stadium ini biasanya akan membaik sendiri dan bayi akan mempunyai penglihatan yang normal. Derajat 3 : Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang berat.

Pembuluh darah abnormal tersebut akan tumbuh ke arah sentral dan tidak mengikuti pola pertumbuhan yang normal di permukaan retina. Pada stadium ini ada bayi yang akhirnya membaik dan tidak memerlukan terapi serta mempunyai penglihatan yang normal. Pada bayi dengan stadium III dan plus disease (dimana pembuluh retina menjadi membesar dan berkelok-kelok, yang mengindikasikan perubahan penyakit kearah yang lebih buruk), terapi diperlukan terutama untuk mencegah terjadi pelepasan retina. Derajat 4 : Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang berat

ditambah robekan lapisan retina sebagian yang berawal pada ridge. Retina tertarik ke anterior ke dalam vitreous oleh ridge fibrovaskular, tarikan disebabkan oleh perdarahan. Derajat 4 ini terbagi 2, yaitu 4A dan 4B. Derajat 5 Derajat 4A : tidak mengenai fovea Derajat 4B : mengenai fovea

: robekan retina total berbentuk seperti corong (funnel). Bayi

akan mengalami kebutaan. Derajat 5A : corong terbuka Derajat 5B : corong tertutup

xvi

Plus disease Plus disease merupakan vena yang berdilatasi dan arteri yang berkelokkelok pada fundus posterior. Plus disease dapat muncul pada stadium manapun. Menunjukkan tingkat yang signifikan dari dilatasi vaskular dan tortuosity yang ada di pembuluh darah retina belakang. Hal ini menggambarkan adanya peningkatan aliran darah yang melewati retina. Apabila terdapat tanda-tanda penyakit plus ini, ditandai dengan tanda plus pada stadium penyakit.

Treshold disease Didefinisikan sebagai area penyakit dalam jangkauan 5 arah jarum jam berturut-turut atau 8 arah jarum jam yang tidak berturutan. Adanya kelainan ini merupakan indikasi dilakukannya terapi.

F. Prosedur Pemeriksaan Semua bayi prematur dengan berat badan lahir dibawah dari 1500 gram dan masa gestasi dibawah 32 minggu memiliki resiko untuk menderita ROP, maka dibuat semacam screening protocol sesuai dengan usia gestasi. Bayi yang lahir pada usia gestasi 23-24 minggu, harus menjalani pemeriksaan mata pertama pada usia gestasi 27-28 minggu Bayi yang lahir pada usia gestasi 25-28 minggu, harus menjalani pemeriksaan mata pertama pada usia kehidupan 4-5 minggu

xvii

Bayi yang lahir pada usia gestasi 29 minggu, pemeriksaan mata pertama dilakukan sebelum bayi tersebut dipulangkan Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan menggunakan oftalmoskopi binokular indirek. Dibutuhkan pemeriksaan dengan dilatasi fundus dan depresi skleral. Instrumen yang digunakan adalah spekulum Sauer (untuk menjaga mata tetap dalam keadaan terbuka), depresor skleral Flynn (untuk merotasi dan mendepresi mata), dan lensa 28 dioptri (untuk mengidentifikasi zona dengan lebih akurat). Bagian pertama dari pemeriksaan adalah pemeriksaan eksternal, identifikasi rubeosis retina, bila ada. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan pada kutub posterior, untuk mengidentifikasi adanya penyakit plus. Mata dirotasikan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya penyakit zona 1. Apabila pembuluh nasal tidak terletak pada nasal ora serrata, temuan ini dinyatakan masih berada pada zona 2. Apabila pembuluh nasal telah mencapai nasal ora serrata, maka mata berada pada zona 3. G. Diagnosis Banding Berikut ini adalah diagnosis banding dari ROP : 1. Incontinentia pigmenti Merupakan kelainan X-linked dominan yang bisa menstimulasi ROP. Penyakit ini letal pada bayi laki-laki, hanya terdapat pada bayi perempuan. Pada bulan pertama, bayi memiliki pembuluh darah retina yang berkelokkelok dengan tidak adanya perfusi pembuluh darah retina perifer. Anomali okular lainnya seperti strabismus, katarak, myopia, nistagmus,

xviii

blue sclera. selain terjadi anomali okular, sistem nervus sentral terganggu misalnya kejang, spastik paralisis dan retardasi mental. 2. Familial exudatif vitreoretinopathy (FEVR) Merupakan kelainan autosomal dominan fundus. Pasien dengan FEVR lahir normal tanpa kesulitan pernapasan atau asupan oksigen. 3. White pupillary reflek Berkaitan dengan derajat 5 ROP yang mana member gambaran leukokoria seperti katarak kongenital, vitreus primer hiperplastik persisten,

retinoblastoma, toxokariasis okular, uveitis intermediate, penyakit coat, perdarahan vitreus.

H. Penatalaksanaan Terapi Medis Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening oftalmologis terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Saat ini, belum ada standar terapi medis yang baku untuk ROP. Penelitian terus dilakukan untuk memeriksa potensi penggunaan obat antineovaskularisasi intravitreal, seperti bevacizumab (Avastin). Obat-obatan ini sudah pernah berhasil digunakan pada pasien dengan penyakit neovaskularisasi bentuk yang lain, seperti retinopati diabetik. Terapi-terapi lainnya yang pernah dicoba dapat berupa mempertahankan level insulinlike growth factor (IGF-1) dan omega-3-polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dalam kadar normal pada retina yang sedang berkembang, seperti diusulkan oleh Chen and Smith.xix

Meskipun terapi oksigen telah dinyatakan sebagai faktor penyebab utama ROP, banyak ahli percaya bahwa memaksimalkan saturasi oksigen pada penderita ROP dapat merangsang regresi dari penyakit ini. Namun, sebuah studi multisenter yang dikenal sebagai STOP-ROP (Supplemental Therapeutic Oxygen for Prethreshold Retinopathy Of Prematurity), menemukan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan yang terjadi dengan mempertahankan saturasi oksigen diatas 95%. Namun, saturasi oksigen yang lebih tinggi juga tidak memperparah penyakit itu sendiri. Terapi Bedah a. Terapi bedah ablatif (Ablative surgery) Dilakukan apabila terdapat tanda kegawatan (threshold disease), terapi ablatif saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi laser untuk menghancurkan area retina yang avaskular. Terapi ini biasanya dilakukan pada usia gestasi 3740 minggu, apabila ROP terus memburuk, mungkin dibutuhkan lebih dari satu tindakan. b. Krioterapi Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an. Prosedur ini dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun topikal. Karena tingkat stress prosedur yang cukup tinggi, maka mungkin dibutuhkan bantuan ventilator setelah prosedur ini selesai. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah perdarahan intraokuler, hematom konjunctiva, laserasi konjunctiva, dan bradikardia. Pada studi prospektif random ditemukan bahwa dengan krioterapi

xx

menghasilkan reduksi retinal detachment hingga 50% dibandingkan dengan mata yang tidak diterapi dengan krioterapi. c. Terapi Bedah Laser Saat ini, terapi laser lebih disukai daripada krioterapi karena

dipertimbangkan lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1 dan juga menghasilkan reaksi inflamasi yang lebih ringan. Fotokoagulasi dengan laser tampaknya menghasilkan outcome yang kurang-lebih sama dengan krioterapi dalam masa 7 tahun setelah terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data mengenai ketajaman visus dan kelainan refraksi, terapi laser tampaknya lebih menguntungkan dibandingkan krioterapi, dan juga telah dibuktikan bahwa terapi laser lebih mudah dilakukan dan lebih bisa ditoleransi oleh bayi.

Namun, krioterapi masih merupakan terapi pilihan apabila penglihatan retina terbatas oleh opasitas medianya. d. Early Treatment for Retinopathy of Prematurity (ET-ROP) Studi ET-ROP menunjukkan bahwa dengan penanganan dini (early treatment) dapat mengurangi prognosis yang buruk pada usia kehidupan 9 bulan dan 2 tahun. Berdasarkan studi ini, para oftalmologis membagi ROP menjadi dua bagian besar, yaitu : Tipe 1 (membutuhkan terapi) 1. 2. Mata dengan zona 1, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus Mata dengan zona 2, stadium 2 atau 3 dengan penyakit plus

Tipe 2 (membutuhkan observasi)

xxi

1. 2.

Mata dengan zona 1, stadium 1 atau 2 tanpa penyakit plus Mata dengan zona 2, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus

Dasar pemeriksaan untuk menindaklanjuti pasien dengan retinopati prematuritas (ROP) adalah dari hasil pemeriksaan awal. Semakin immatur vaskularisasi retina atau semakin serius kondisi penyakitnya, semakin pendek masa interval follow-up lanjutan yang harus dijalani oleh pasien tersebut sehingga perkembangan sekecil apapun mengenai progresi penyakit dapat segera diketahui.

xxii

Setelah intervensi bedah, oftalmologis harus melakukan pemeriksaan setiap 1-2 minggu untuk menentukan apakah diperlukan terapi tambahan. Pasien yang dimonitor ini harus menjalani pemeriksaan sampai vaskularisasi retina matur. Banyak pasien yang kehilangan penglihatannya akibat monitor yang tidak tepat waktu dan tidak sesuai. Pada pasien yang tidak ditatalaksana, ablasio retina biasanya terjadi pada usia postmenstrual 38-42 minggu.

Selain itu, 20% dari bayi-bayi prematur menderita strabismus dan kelainan refraksi, karena itu penting untuk melakukan pemeriksaan oftalmologis setiap 6 bulan hingga bayi berusia 3 tahun. Sebanyak 10% bayi-bayi prematur juga dapat menderita glaukoma dikemudian hari, maka pemeriksaan oftalmologis harus dilakukan setiap tahun.

xxiii

I. Prevensi Pencegahan yang paling bermakna adalah pencegahan kelahiran bayi prematur. Pencegahan ini dapat dialkukan dengan cara melakukan perawatan antenatal yang baik. Semakin matur bayi yang lahir, semakin kecil kemungkinan bayi tersebut menderita ROP. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid dalam masa antenatal memiliki efek protektif terhadap tingkat keparahan ROP. Selain itu, penelitian lain juga menyatakan bahwa terapi suplemental oksigen dengan target saturasi 83-93% dapat menurunkan insidensi ROP yang mencapai threshold.

J. Komplikasi Komplikasi jangka panjang dari ROP antara lain adalah miopia, ambliopia, strabismus, nistagmus, katarak, ruptur retina, dan ablasio retina. Pada penelitian yang dilakukan Vanderveen dkk, strabismus pada penyakit ini dapat membaik pada usia 9 bulan.

K. Prognosis Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya. Pada pasien yang tidak mengalami perburukan dari stadium I atau II memiliki prognosis yang baik dibandingkan pasien dengan penyakit pada zona 1 posterior

xxiv

atau stadium III, IV, dan V. Faktor yang penting adalah deteksi awal dan penangganan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA 1. Bashour, Mounir. 2008. Retinopathy of Prematurity. Emedicine. November 3, 2008. http://emedicine.medscape.com/article/1225022diagnosis 2. Campbell K. Intensive oxygen therapy as possible cause for retrolental fibroplasia. A clinical approach. Med J Austr. 1951;2:48-50. Cited june 5, 2010. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis

xxv

3. Csak K, Szabo V, Szabo A, et al. Pathogenesis and genetic basis for retinopathy of prematurity. Front Biosci. Jan 1 2006;11:908-20. [Medline]. 4. Fielder AR, Shaw DE, Robinson J, et al. Natural history of retinopathy of prematurity : a prospective study. Eye. 1992;6(Pt 3):233-42. [Medline]. 5. Flynn ET, Flynn TJ, Chang S. Pediatric Retinal Examination of Disease. In:Pediatric Ophtalmology A Clinical Guide. New York. Thieme Medical Publishers. 2000;264-5. 6. Ghozi, M, 1997, Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. 7. Ilyas, S, 1998, Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 8. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology : A Systemic Approach. Fifth Edition. New York : Elsevier Science Limited; 2003 9. Kansky JJ. Retinopathy of Prematurity in Clinical Ophtalmology A Systematic Approach. 3rd Edition. 1994;374-6. 10. Kretzer FL, Hittner HM. Retinopathy of prematurity: clinical implications of retinal development. Arch Dis Child. Oct 1988;63 (10 Spec No):1151-67. [Medline]. 11. McNamara A J, Connolly P. Retinopathy of Prematurity in Vitreoretinal Disease the essential. New York. Thieme Medical Publishers. 1999;177-90.

xxvi

12. Mustidjab. Screening and Management of Retinopathy of Prematurity. Vol.42.No.04 Oktober-Desember. Department of Ophtalmology Airlangga University School of Medicine. 2006;270-6. 13. Najm N. About Kids Health Premature Babbies Retinopathy of Prematurity. http//www.AboutKidsHealth.html 14. National Institute of Eye. 2011. Fact about Retinopathy of Prematurity. (Online). www.nei.nih.gov/health/rop/rop.asp 15. National Institute of Eye. 2011. Retinopathy of Prematurity [NEI Health Information]. (Online). www.nei.nih.gov/health/rop/rop.asp 16. Radjamin, R. K, dkk, 1993, Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press, Surabaya. 17. http://neoreviews.aappublications.org/cgi/content/full/neoreviews;2/7/e 174/F1

xxvii