Referat Radiologi Pneumonia

40
BAB I PENDAHULUAN Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) masih terus menjadi masalah kesehatan yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. Selain itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostic dan pilihan pengobatan. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru- paru (alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas. Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru 1

description

Referat Radiologi Pneumonia

Transcript of Referat Radiologi Pneumonia

BAB IPENDAHULUANInfeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) masih terus menjadi masalah kesehatan yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. Selain itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostic dan pilihan pengobatan.ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas.Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah. Selain itu pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu pneumonia komunitas dan pneumonia rumah sakit.

BAB IIPNEUMONIA

2.1. DEFINISI Pneunomia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa)

2.2. INSIDENSISekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi pada anak dibawah 2 tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia didapat 4 kasus dari 100 anak prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun,dan 1 kasus ditemukan dari 100 anak umur 9-15 tahun.UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena penyakit pneumonia setiap tahun. Meskipun penyakit ini lebih banyak ditemukan pada daerah berkembang akan tetapi di Negara majupun ditemukan kasus yang cukup signifikan.Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Pada berbagai usia penyebabnya cendrung berbeda-beda, dan dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi.

2.3 EPIDEMIOLOGIPneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Inggris pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab kematian urutan ke 15.Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.

2.4 ETIOLOGIPneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza.Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus.

2.5 ANATOMI PARU-PARUParu-paru merupakan organ yang elastic, berbentuk kerucut, dan letaknya berada di dalam rongga dada atau thorax. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks (bagian atas paru-paru) dan basis.Paru-paru kanan lebih besar dari pada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi 3 lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Paru-paru kanan terbagi lagi atas 10 segmen yaitu pada lobus superior terdiri atas 3 segmen yakni segmen pertama adalah segmen apical, segmen kedua adalah segmen posterior, dan segmen ketiga adalah segmen anterior.Pada lobus medius terdiri atas 2 segmen yakni segmen keempat adalah segmen lateral, dan segmen kelima adalah segmen medial. Pada lobus inferior terdiri atas 5 segmen yakni segmen keenam adalam segmen apical, segmen ketujuh adalah segmen mediobasal, segmen kedelapan adalah segmen anteriobasal, segmen kesembilan adalah segmen laterobasal, dan segmen kesepuluh adalah segmen posteriobasal.

Paru-paru kiri terbagi atas dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru kiri terdiri dari 8 segmen yaitu pada lobus superior terdiri dari segmen pertama adalah segmen apikoposterior, segmen kedua adalah segmen anterior, segmen ketiga adalah segmen superior, segmen keempat adalah segmen inferior.Pada lobus inferior terdiri dari segmen kelima segmen apical atau segmen superior, segmen keenam adalah segmen mediobasal atau kardiak, segmen ketujuh adalah segmen anterobasal dan segmen kedelapan adalah segmen posterobasal.

2.6 PATOFISIOLOGIPneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:1. Inokulasi langsung2. Penyebaran melalui pembuluh darah3. Inhalasi bahan aerosol4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi.Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:1. Stadium kongesti (4 12 jam pertamaDisebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.4. Stadium akhir (resolusi)Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.

2.7. KLASFIKASIA. Berdasarkan klinis dan epidemiologi1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host 4. Pneumonia aspirasi

B. Berdasarkan lokasi infeksi1. Pneumonia lobarisSering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris/

2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.

3. Pneumonia interstisial Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata

2.8 DIAGNOSISPenegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

2.8.1 Gambaran KlinisGejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi:1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan2. Batuk yang sering produktif dan purulen3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.

2.8.2 Pemeriksaan LaboratoriumPada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

2.8.3 Gambaran RadiologisGambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain: Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara anantomis. Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis. Silhouette sign(+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura. Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena. Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler. Pada masa resolusi sering tampakAir Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus

1.Pneumonia LobarisFoto Thorax

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.

CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)Foto Thorax

Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.CT Scan Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai perifer.

3. Pneumonia InterstisialFoto Thorax

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.

CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)

2.8.4 Pemeriksaan BakteriologisBahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi.

2.9 PENATALAKSANAANDalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah.Penderita yang tidak dirawat di RS1) Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres2) Minum banyak3) Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran4) Antibiotika

Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 :Penatalaksanaan Umum Pemberian Oksigen Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung. Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.Pengobatan KausalDalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO (Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan: Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi. Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan gram sebaiknya dilakukan. Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic, yang cukup manjur mengatasi pneumonia oleh bakteri., mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan pasien juga bisa diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam waktu yang panjang.

Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I Usia penderita < 65 tahun-Penyakit Penyerta (-)-Dapat berobat jalan -S.pneumonia-M.pneumonia-C.pneumonia-H.influenzae-Legionale sp-S.aureus-M,tuberculosis-Batang Gram (-) Klaritromisin 2x250 mg -Azitromisin 1x500mg Rositromisin 2x150 mg atau 1x300 mg Siprofloksasin 2x500mg atau Ofloksasin 2x400mg Levofloksasin 1x500mg atau Moxifloxacin 1x400mg -Doksisiklin 2x100mg

Kategori II -Usia penderita > 65 tahun- Peny. Penyerta (+)-Dapat berobat jalan -S.pneumonia Virus H.influenzae Batang gram (-) Aerob S.aures M.catarrhalis Legionalle sp - Sepalospporin generasi 2-Trimetroprim +Kotrimoksazol-Betalaktam -Makrolid-Levofloksasin-Gatifloksasin-Moxyfloksasin

Kategori III-Pneumonia berat.- Perlu dirawat di RS,tapi tidak perlu di ICU-S.pneumoniae-H.influenzae-Polimikroba termasuk Aerob-Batang Gram (-)-Legionalla sp S.aureus Virus C.pneumoniae M.pneumoniae SefalosporinGenerasi 2 atau 3 Betalaktam +Penghambat Beta laktamase+makrolid-Piperasilin + tazobaktam-Sulferason

Kategori IV-Pneumonia berat-Perlu dirawat di ICU-S.pneumonia-Legionella sp-Batang Gram (-) aerob-M.pneumonia Virus H.influenzae M.tuberculosis Jamur endemic Sefalosporin generasi 3 (anti pseudomonas) + makrolid Sefalosporin generasi 4 Sefalosporin generasi 3 + kuinolon-Carbapenem/ meropenem -Vankomicin-Linesolid-Teikoplanin

2.10 DIAGNOSIS BANDINGDifferential Diagnosis dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:A.TuberculosisParu(TB)Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA

B.AtelektasisAtelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris. Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA

C. Efusi PleuraMemberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign, tanda khas pada efusi pleura.

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

PENYAKIT PARU PADA PASIEN IMMUNOCOMPROMISED 1. Infeksi Paru pada Pasien ImmunocompromisedIstilah immunocompromised host menggambarkan seorang pasien yang berada pada peningkatanrisikoinfeksiyangmengancamkehidupansebagaiakibat dari kelainan sistem kekebalan tubuh bawaan atau diperoleh. Selama beberapa dekade terakhir, populasi pasien immunocompromised host telah berkembang sangat besar, yang mencerminkan peningkatan penggunaanagenimunosupresif untuk pengobatan tumor dan penyakit kolagen vaskular dan untukmencegah penolakan pada prosedur transplantasi organ. Selain itu,acquiredimmunodeficiency syndrome (AIDS) telah mengakibatkan banyaknya pasienimmunocompromised. Paru-paru adalah salah satu organ yang paling seringterlibat dalam berbagai komplikasi pada pasien immunocompromised. Di antarakomplikasi paru yang terjadi pada pasien tersebut, infeksi adalah jenis yang paling umum: yang menyumbang sekitar 75% dari komplikasi paru dan berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Diagnosis cepat dan akurat terhadap penyakit paru penting untuk dilakukan, tidak hanya karena morbiditas dan mortalitas yang tinggi berhubungan dengan infeksi tetapi juga karena komplikasi yang sering dikaitkan dengan obat yang dipakai untuk mengobati infeksi. Paru-paru adalah salah satu organ yang paling sering terlibat dalam berbagai komplikasi pada pasiendengan immunocompromised. Di antara komplikasi paru yang terjadi pada pasien tersebut, infeksi adalah yang paling umum terjadi dan berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Alasannya adalah bahwa pasien yang immunocompromised berpotensi rentan terhadap infeksi dari mikroorganisme yang berbeda. Pengalaman menunjukkan bahwa keadaan klinis tertentu menjadi predisposisi bagi pasien terhadap infeksi oleh patogen tertentu. Keadaan tersebut terdiri dari epidemiologispesifik atau paparan lingkungan, jenis defek imun yang mendasarinya, durasi dan keparahan defisiensi imun, dan tingkat perkembangan dan pola kelainan radiologis.Infeksi tergantung pada interaksi antara kerentanan pasien dan organisme yang terkena. Faktor-faktor lingkungan dan epidemiologi yang penting mencakup paparan masyarakat, perjalanan,riwayatinfeksisebelumnya,terapiobat(yaitu, agen sitotoksik atau imunosupresif), splenektomi, dan paparan nosokomial.Paparan dan RiwayatterjadinyaInfeksiAdanya riwayat menderita TB, tes tuberkulin kulit positif, atau tinggal didaerah endemik menimbulkan akan kecurigaan tuberkulosis primer atau reaktivasi TB. Demikian pula, melakukan perjalanan atau tinggal di daerah yang terdapat histoplasmosis, coccidioidomycosis, atau strongyloidiasis endemik akan menyarankan hal tersebut sebagai kemungkinan diagnostik. Pasien penderita AIDS dapat tertular infeksi jamur tertentu, seperti histoplasmosis dan coccidioidomycosis di luar daerah endemis. Bahkan di daerah nonendemik, infeksi jamur dapat menyebabkan reaktivasi infeksi laten. Riwayat infeksi inipentingdiketahui,karenainfeksiparuyangdisebabkanolehorganismeseperti Mycobacterium tuberculosis, Pneumocystis carinii, Toxoplasma gondii, dan virus varicellazoster lebih sering disebabkan oleh reaktivasi dari infeksi baru. Namun, banyak kasusatausebagianbesardarituberkulosisprimerdanpadadasarnya semua kasus infeksi primer dengan P.Carinii tidak didapatkan pada orang yangimunokompeten. Dengan demikian, mungkin sulit untuk mendapatkan riwayatinfeksi pada pasien yang kemudian menjadi immunocompromised. Akhirnya, terjadinya satu infeksi oportunistik mungkin menandakan kerentanan terhadap infeksi oportunistik lain yang spesifik. Misalnya, pasien dengan AIDS yang telah menderita pneumonia akibatP.Carinii terjadi peningkatan risiko terinfeksi Mycobacteriumavium-intracellulare dan sitomegalovirus serta tingkatrisiko yang sedikit meningkat untuk terjadinya mikosis sistemik.Terapi Obat yang Menjadi Predisposisi terhadap InfeksiKebanyakan obat sitotoksik yang digunakan untuk pengobatan keganasan atau penyakit autoimun dapat menyebabkan terjadinya neutropenia dan monositopenia. Obat tersebut juga dapat menyebabkan mucositis dari usus, yang dapat menyebabkan bakteri gram negatif enterik menyerang dinding usus danmasuk ke dalam sirkulasi. Dengan demikian, obat sitotoksik memberikan kerentanan kepada pasien terhadap infeksi yang sama yang menyulitkan keadaan neutropenia. Kortikosteroid, yang banyak digunakan untuk imunosupresi, memiliki efek kualitatif dan kuantitatif pada sel-sel kekebalan tubuh. Obat tersebut menekan jumlah sirkulasi limfosit dan monosit dan menghambat fagositosis dan aktivitas limfosit, terutama sel T. Dengan demikian, kortikosteroid dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang terkait dengan defek pada imunitas yang diperantarai sel dan fagositosis.Paparan NosokomialPasien immunocompromised yang dirawat di rumah sakit beresiko untukmengalami pneumonia nosokomial, setengah dari kejadian tersebut disebabkanoleh basil anaerob gram negatif, termasukPseudomonasaeruginosa, spesiesEnterobacter, spesiesKlebsiella, Escherichia coli, dan spesies Acinetobacter. Kolonisasi orofaringeal terjadi setelah adanya aspirasi ke dalam saluran napasbagian bawahadalah jalurutama untukinfeksiparu akibatbakteri ini.Kolonisasi orofaring yang disebabkan oleh intubasi endotrakeal, penggunaan antibiotik,terapi imunosupresif akut, dan keasaman lambung yang berkurang (akibatpenggunaan antasida atau H2 blocker). Tingkat keasaman yang rendah memungkinkan bakteri untuk berkembang biak di perut; dari sanalah bakteri ini berkoloni pada orofaringdanterhisapkedalam paru-paru. Ketika pasien immunocompromisedmengalami ulkus (akibat virus herpes simpleks atau infeksi spesies Candida) di rongga mulut, faring, atau oesophagus, mereka sangat rentan untuk mengaspirasi sekret yang infeksius. Kelembaban pada peralatan rumah sakit dan pada saluran ventilasi dapat menyediakan media untuk spesies Legionella dan bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumonia. Pasien yang diberikan di ventilator mekanik sangat rentan terhadap infeksi tersebut. Kateter intravena yang digunakan dalam waktu yang lama dapat meningkatkan risiko septikemia. Kateter yang terinfeksi dengan Staphylococcus aureus, Paeruginosa, atau spesies Candida dapat menyebabkan emboli paru septik, seperti penyalahgunaan obat intravena. Insiden pneumonia yang disebabkan oleh beberapa organisme bervariasi di setiap tempat.

2. Pneumonia Pada Pasien ImmunocompromisedPenyakit pneumonia pada pasien immunocompromised melibatkan infeksidan radang pada saluran pernapasan bagian bawah. Terlepas dari alasan yangmenyebabkan berubahnya fungsi kekebalan tubuh, pneumonia membawa tingkatkematian tinggi pada pasien immunocompromised. Keadaan immunocompromise yang menyebabkan risiko tinggi pneumonia, terkait dengan adanya faktor-faktor berikut: Keganasan, HIV, immunodefisiensiprimer,Transplantasiimunosupresi,Kehamilan,Alkoholisme,fibrosis kistik, penyakitautoimmune,penyakitneuromuskular,disfungsikognitif,cederasum-sum tulang belakang, luka bakar, leukemia, limfoma, kemoterapi akibat keganasan pada organ padat, penggunaan steroid lama, asplenia,dan diabetes. Banyak patogen paru yang dapat menyerang pasien yang mengalami disfungsi sistem imun. Patogen lainnya lebih sering ditemui dengan penyebab tertentu dari keadaan supresi imun. Oleh karena itu, patofisiologi dapat dijelaskan secara umum dan konteksnya lebih spesifik. Secara konseptual, kerentananpneumoniakarenaimunosupresiberasaldaridefekneutrofil,defekimunoglobuli, atau defek T-sel. Alasan yang mendasari penekanan kekebalan mungkin menyarankan terjadinya patologi paru tertentu. Agen penyebab yang bertanggungjawab untuk pneumonia pada pasienimmunocompromisedseringberbeda dari yang ditemukan pada pasien yang imunokompeten. Penyebab infeksi pneumonia pada pasien immunocompromised dapat meliputi: organisme bakteri, spesies Coccidioides, Cytomegalovirus (CMV), Tuberkulosis (TB), spesies Histoplasma, spesies Aspergillus, Mycobacteriumavium complex (MAC), pneumonia (carinii) jiroveci (PCP), Influenza , herpes simplex virus (HSV), varicella-zoster virus (VZV), spesies Legionella, spesies Nocardia, Cryptococcus neoformans, spesies Mucoraceae, spesiesStrongyloides,spesies Toxoplasma, dan spesies Capnocytophaga.Penyebab pneumonia non-infeksi pada pasien immunocompromised meliputi: perdarahan paru, pneumonitis, gagal jantung kongestif, emboli paru,infark miokard, pneumotoraks, cedera akibat drug-induced, dan cedera akibat Radiasi x-ray. Sebuah studi di Kanada menemukan angka kematian sebesar 13,7% padapasien immunocompromisedyang menderita infeksi pneumonia komuniti. Tingkat kematian berkorelasi dengan etiologi imunosupresi. Tingkat kejadian kasus pada pasien dengan TB lebih tinggi pada pasien yang mengalami koinfeksidengan HIV. Pada infeksi pneumonia komuniti, angka kematian rawat inap adalah sebesar9,1%. Sistem stadium klinis yang dapat memprediksi kematian: gejala neurologis, frekuensi napas meningkat, dan kreatinin meningkat. Pneumonia adalah penyebab utama infeksi yang berhubungan dengan kematian pada orang tua. Pasien yang berusia lebih tua dari 90 tahun memiliki dua kali tingkat kematian akibat pneumonia daripada pasien yang berusia 65-69tahun.Kematiandariinfluenzadan RSV tidak proporsional mempengaruhi orang tua.3. Mikosis Paru Pada Pasien ImmunocompromisedMikosis paru pada pasien Immunocompromisedkemungkinan merupakan suatu progresi infeksi primer atau reaktivasi dari kondisi laten yang akhirnya bermanifestasi karenakondisiimunyangmenurun.Saatini,dierapenggunaan HAART, belum diketahui pengaruhnya terhadap insiden mikosis paru, karena diagnosis mikosis paru masih merupakan problem tersendiri. Beberapa spesies jamur yang sering menjadi etiologi mikosis paru pada pasien immunocompromisedterutama penderita infeksi HIV/AIDS adalah Cryptococcusneoformans, Apergillus fumigatus, Histoplasma capsulatum dan Nocardiaasteroides. Diantara spesies jamur tersebut, C. Neoformans yang paling sering menyebabkan pneumonia (sekitar 15% episode) dibandingkan yang lainnya danbiasanyaterjadipadafaselanjutinfeksiHIV.Infeksiyang terjadididugasetelah terhirup udara yang mengandungyeastyang tidak berkapsul, namun mekanismesesungguhnya masih belum jelas.

Tanda dan gejala pneumonia tidak spesifik, umumnya berupa demam, berkeringat, rasalelahdansakitkepala,20sampai30%penderitamengeluhbatukdansesak,40% mengeluhnyeridada.Gambaranradiologisthoraks umumnya berupa pneumonia interstisial yang difus dengan infiltrat interstisial, namun gambaran lain seperti konsolidasi fokal atau keseluruhan paru, bayangan ground-glass, nodul-nodul milier, cavitas, efusi pleura dan limfadenopati hilus dapat pula ditemukan. Karena gejala dan tanda serta gambaran radiologis thoraks yang tidak spesifik tersebut, diagnosis infeksi kriptokokal pada paru sangat sulit dibuat. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan hasil biopsi, dan secara mikroskopis ditemukan adanya kriptokokus pada jaringan atau granuloma. Namun secara klinis dan laboratoris, diagnosis dapat ditentukan dengan crytococcal antigen tes yang sensitif dan spesifik. Terapi antijamur pada pasien immunocompromiseddengan kriptokokis adalah amfoterisin B intravena dengan dosis 0,7 mg/kgBB/hari selama minimal 2minggu dan kondisi klinisnya stabil, kemudian diikuti pemberian flukonazol peroral 400 mg/hari. Setelah infeksi terkontrol, dilanjutkan dengan terapi maintenance dengan flukonazol 200 mg/hari. Penghentian terapi maintenance ini dapat dipertimbangkan jika penderita tetap asimptomatis, dengan CD4 >100 . 200sel/L selama 6 bulan.4. Tuberkulosis Paru Pada Pasien ImmunocompromisedTuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem penting pada infeksi HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian pada sekitar 11% penderita. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada akhir tahun 2000 kira-kira 11,5 juta orang penderita infeksi HIV di dunia mengalami ko-infeksi M.tuberculosis dan meningkatkan risiko kematian sebesar 2 kali lipat dibandingkan tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan derajat beratnya imunosupresi yang terjadi. Suseptibilitas terhadap tuberkulosis, baik untuk terjadinya tuberkulosisprimer,reaktivasiataupunreinfeksiberhubungandenganpolasitokinyangdiproduksi oleh limfosit T, dalam hal ini limfosit T1 melalui produksi interferon-yang berperan defensif terhadap mikobakterium. Pada infeksi HIV, deplesi limfosit inilah yang menyebabkan suseptibilitas terhadap tuberkulosis meningkat. Di lain pihak, infeksi M.Tuberculosis itu sendiri merangsang makrofagmemproduksi TNF-, IL-1 dan IL-6 yang menyebabkan peningkatan replikasi virus HIV. Jadi antara infeksi HIV dan tuberkulosis terjadi interaksi patogenik 2arah (bidirectional pathogenic interactions) yang memperburuk prognosispenderita. Pada umumnya presentasi klinis dan radiologis TB paru pada penderita infeksi HIV dengan CD4 > 350 sel/L sama dengan penderita tanpa infeksi HIV,dimana tuberkulosis terbatas pada paru saja dan gambaran radiologis umumnya menunjukkan adanya fibroinfiltrat pada lobus atas paru dengan atau tanpa kavitas. Penurunan CD4 < 50 sel/L sering disertai tuberkulosis ekstrapulmoner. Gambaran radiologis pada kondisi infeksi HIV yang berat sangat berbeda, dimana infiltrat dapat terlihat di lobus tengah atau bawah paru, dapat berupa infiltratmilier (TB milier), namun kavitas lebih jarang didapatkan. Derajat imunodefisiensi ini juga berpengaruh pada gambaran laboratoris (BTA padasputum) dan histopatologis. Pada penderita dengan fungsi imun yang masih intact lebih mudah didapatkan adanya BTA pada sputum dan gambaran granulomatus secara histopatologi. Seiring dengan menurunnya sistem imun maka kemungkinanuntuk didapatkan BTA pada sputum semakin kecil dan secara histopatologi gambaran granuloma juga sulit ditemukan karena semakin sulit terbentuk ataubahkan tidak terbentuk sama sekali. Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya sama dengan tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi TBC-HIV harus memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada (tabel 1).30NamunpadabeberapastudimendapatkantingginyaangkakekambuhanpadapenderitayangmenerimaObatAntiTuberkulosis(OAT)selama6bulan dibandingkan dengan 9 sampai 12 bulan.

BAB IIIKESIMPULAN

Paru-paru adalah salah satu organ yang paling sering terlibat dalam berbagai komplikasi padapasiendengan immunocompromised. Di antarakomplikasi paru yang terjadi pada pasien tersebut, infeksi adalah yang palingumum terjadi dan berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yangtinggi.Penyakit pneumonia pada pasien immunocompromised melibatkan infeksidan radang pada saluran pernapasan bagian bawah. Terlepas dari alasan yangmenyebabkan berubahnya fungsi kekebalan tubuh, pneumonia membawa tingkat kematian tinggi pada pasien immunocompromised. Keadaan immunocompromise yang menyebabkan risiko tinggi pneumonia,terkait dengan adanya faktor-faktor berikut: Keganasan, HIV, immunodefisiensi primer, Transplantasi imunosupresi, Kehamilan, Alkoholisme, fibrosiskistik, penyakitautoimmune, penyakit neuromuskular, disfungsikognitif,cederasum-sum tulang belakang, luka bakar, leukemia, limfoma, kemoterapi akibat keganasan pada organ padat, penggunaan steroid lama, asplenia,dan diabetes.Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama apabila dari pemeriksaan fisik memang menunjukan kelainan di paru dan membutuhkan pemeriksaan peunjang berupa foto thorax. Koordinasi antara pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi akan dapat menunjang penegakan diagnosis yang tepat.Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan adanya gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan laboratorium.Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat dari adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah yang sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB adalah dilihat dari ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan gambaran radiologis untuk penegakan diagnosis disamping pemeriksaan laboratorium.

DAFTAR PUSTAKAAmerican thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.American thoracic society. Guidelines for management of adults with Guidelines for the Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilator-associated, and Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit.Care Med 2005; 171: 388-416.Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27Mylotte JM, Nursing home-associated pneumonia, Clin Geriatr Med 2007;23:553Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia, 2007;132:1348Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and outpatient, Chest 2007;131;1205Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.2003Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.2003

27