referat radiologi

71
BAB I PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan di bidang kedokteran semakin berkembang yaitu dengan ditemukannya alat dan metode yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa terhadap penderita dilakukan berbagai cara antara lain: pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan secara radiologis. Pemeriksaan secara radiologi mampu memberikan informasi secara radiografi yang optimal baik keadaan anatomis maupun fisiologis dari suatu organ di dalam tubuh yang tidak dapat di raba dan di lihat oleh mata secara langsung serta mampu memberikan informasi mengenai kelainan-kelainan yang mungkin dijumpai pada organ-organ yang akan diperiksa. Pada saat ini hampir semua organ dan sistem di dalam tubuh kita dapat diperiksa secara radiologis, bahkan setelah ditemukan kontras media yang berguna memperlihatkan jaringan organ yang mempunyai nomor atom yang lebih kecil sehingga kelainan pada organ tersebut dapat didiagnosa. Pemeriksaan radiologi secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu pemeriksaan radiologi tanpa kontras dan pemeriksaan radiologi yang menggunakan bahan kontras. Dalam penyusunan referat ini, penulis menyajikan salah satu pemeriksaan yang menggunakan bahan kontras yaitu 1

Transcript of referat radiologi

Page 1: referat radiologi

BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan di bidang kedokteran semakin berkembang yaitu dengan

ditemukannya alat dan metode yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa

terhadap penderita dilakukan berbagai cara antara lain: pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan secara radiologis.

Pemeriksaan secara radiologi mampu memberikan informasi secara radiografi

yang optimal baik keadaan anatomis maupun fisiologis dari suatu organ di dalam tubuh

yang tidak dapat di raba dan di lihat oleh mata secara langsung serta mampu

memberikan informasi mengenai kelainan-kelainan yang mungkin dijumpai pada organ-

organ yang akan diperiksa.

Pada saat ini hampir semua organ dan sistem di dalam tubuh kita dapat diperiksa

secara radiologis, bahkan setelah ditemukan kontras media yang berguna

memperlihatkan jaringan organ yang mempunyai nomor atom yang lebih kecil sehingga

kelainan pada organ tersebut dapat didiagnosa. Pemeriksaan radiologi secara garis besar

dibagi menjadi dua bagian yaitu pemeriksaan radiologi tanpa kontras dan pemeriksaan

radiologi yang menggunakan bahan kontras. Dalam penyusunan referat ini, penulis

menyajikan salah satu pemeriksaan yang menggunakan bahan kontras yaitu pemeriksaan

colon in loop pada penderita carcinoma colon. Pemeriksaan colon in loop adalah

pemeriksaan secara radiologi yang menggunakan bahan kontras positif yaitu Barium

Sulfat dan bahan kontras negatif yaitu udara dengan tujuan untuk mengvisualisasikan

keadaan colon atau usus besar yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui anus. Adapun

teknik-teknik yang rutin dilakukan pada pemeriksaan colon in loop yaitu dengan

menggunakan proyeksi antero-posterior, postero-anterior, lateral, obliq kanan dan kiri.

Kelainan-kelainan yang biasa terjadi pada colon adalah divertikel, megacolon,

obstruksi atau illeus, stenosis, volvulus, atresia, colitis dan carcinoma (keganasan) yang

diangkat penulis dalam penulisan referat ini. Carcinoma colon merupakan keganasan

1

Page 2: referat radiologi

yang mengenai sel-sel epitel di mukosa colon. Kebanyakan kanker colon berada di

rectal, sehingga lebih banyak dikenal dengan carcinoma colorectal.

Insidens carcinoma colon di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka

kematiannya. Pada tahun 2002 carcinoma colon menduduki peringkat kedua pada kasus

carcinoma yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita carcinoma colon menduduki

peringkat ketiga dari semua kasus carcinoma. Untuk menegakkan diagnosa dari

carcinoma colon dapat dilakukan pemeriksaan radiologis, yaitu ultrasonografi, CT-Scan,

foto polos abdomen dan colon in loop yang akan kita bahas dalam referat ini.

Letak carcinoma colorectal paling sering terdapat pada colon rektosigmoid.

Keluhan pasien karena carcinoma colorectal tergantung pada besar dan lokasi dari

tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di

abdominal, symptomatic anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari

lesi pada kolon kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi

sampai obstruksi.

2

Page 3: referat radiologi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Colon (Usus Besar)

Usus besar atau colon adalah sambungan dari usus halus yang merupakan tabung

berongga dengan panjang kira-kira 1,5 meter, terbentang dari caecum sampai canalis ani.

Diameter usus besar lebih besar daripada usus halus. Diameter rata-ratanya sekitar 2,5

inchi. Tetapi makin mendekati ujungnya diameternya makin berkurang. Usus besar ini

tersusun atas membran mukosa tanpa lipatan, kecuali pada daerah distal colon.

Usus besar dibagi menjadi ; caecum, appendiks vermivormis, colon ascendens,

colon transversal, colon descendens, colon sigmoideum (colon pelvicum), rectum dan

anus.

1. Caecum

Caecum merupakan kantong dengan ujung buntu yang menonjol ke bawah

pada regio iliaca kanan, di bawah junctura ileocaecalis. Appendiks vermiformis

berbentuk seperti cacing dan berasal dari sisi medial usus besar. Panjang caecum

sekitar 6 cm dan berjalan ke caudal.

Caecum berakhir sebagai kantong buntu yang berupa processus vermiformis

(apendiks) yang mempunyai panjang antara 8-13 cm.

2. Colon ascendens

Colon asenden berjalan ke atas dari caecum ke permukaan inferior lobus

kanan hati, menduduki regio illiaca dan lumbalis kanan. Setelah sampai ke hati,

colon asenden membelok ke kiri, membentuk fleksura coli dekstra (fleksura

hepatik). Colon ascendens ini terletak pada regio illiaca kanan dengan panjang

sekitar 13 cm.

3. Colon transversum

3

Page 4: referat radiologi

Colon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura

coli dekstra sampai fleksura coli sinistra. Colon transversum membentuk

lengkungan seperti huruf U. Pada posisi berdiri, bagian bawah U dapat turun sampai

pelvis. Colon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membelok ke bawah

membentuk fleksura coli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi Colon

descendens.

4. Colon descendens

Colon descendens terletak pada regio illiaca kiri dengan panjang sekitar 25

cm. Colon descendens ini berjalan ke bawah dari fleksura lienalis sampai pinggir

pelvis membentuk fleksura sigmoideum dan berlanjut sebagai colon sigmoideum.

5. Colon sigmoideum

Colon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Colon sigmoideum

merupakan lanjutan kolon desenden dan tergantung ke bawah dalam rongga pelvis

dalam bentuk lengkungan. Colon sigmoideum bersatu dengan rectum di depan

sakrum.

6. Rectum

Rectum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum merupakan

lanjutan dari kolon sigmoideum dan berjalan turun di depan caecum, meninggalkan

pelvis dengan menembus dasar pelvis. Setelah itu rektum berlanjut sebagai anus

dalam perineum. Menurut Pearce (1999), rektum merupakan bagian 10 cm terbawah

dari usus besar, dimulai pada colon sigmoideum dan berakhir ke dalam anus yang

dijaga oleh otot internal dan eksternal.

4

Keterangan :

1. Appendiks2. Caecum3. Persambungan ileosekal4. Apendises epiploika5. Colon ascendens6. Fleksura hepatika7. Colon transversal8. Fleksura lienalis

Page 5: referat radiologi

Gambar 1. Usus Besar / colon

Gambar 2. Vaskularisasi colon (kiri)

Gambar 3. Kelenjar limfe colon (kanan)

(1)lnn.iliocolica, (2)lnn.colica sinistra, (3)lnn.mesenterica inferior, (4)lnn.superior

rectum, (5)lnnn.retrocecal, (6)lnn.prececal, (7)lnn.paracolica

Fungsi usus besar adalah :

5

Keterangan :

1. Appendiks2. Caecum3. Persambungan ileosekal4. Apendises epiploika5. Colon ascendens6. Fleksura hepatika7. Colon transversal8. Fleksura lienalis

Page 6: referat radiologi

1). Absorbsi air dan elektrolit

Penyerapan air dan elektrolit sebagian besar berlangsung di separuh atas

colon. Dari sekitar 1000 ml kimus yang masuk ke usus setiap hari, hanya 100

ml cairan dan hampir tidak ada elektrolit yang diekskresikan. Dengan

mengeluarkan sekitar 90 % cairan, colon mengubah 1000-2000 ml kimus

isotonik menjadi sekitar 200-250 ml tinja semi padat). Dalam hal ini colon

sigmoid berfungsi sebagai reservoir untuk dehidrasi masa feases sampai

defekasi berlangsung.

2). Sekresi mukus

Mukus adalah suatu bahan yang sangat kental yang membungkus

dinding usus. Fungsinya sebagai pelindung mukosa agar tidak dicerna oleh

enzim-enzim yang terdapat didalam usus dan sebagai pelumas makanan

sehingga mudah lewat. Tanpa pembentukan mukus, integritas dinding usus

akan sangat terganggu, selain itu tinja akan menjadi sangat keras tanpa efek

lubrikasi dari mukus.

Sekresi usus besar mengandung banyak mukus. Hal ini menunjukkan

banyak reaksi alkali dan tidak mengandung enzim. Pada keadaan peradangan

usus, peningkatan sekresi mukus yang banyak sekali mungkin bertanggung

jawab dan kehilangan protein dalam feses.

3). Menghasilkan bakteri

Bakteri usus besar melakukan banyak fungsi yaitu sintesis vitamin K dan

beberapa vitamin B. Penyiapan selulosa yang berupa hidrat karbon di dalam

tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, sayuran hijau dan penyiapan sisa protein

yang belum dicernakan merupakan kerja bakteri guna ekskresi.

Mikroorganisme yang terdapat di colon terdiri tidak saja dari eschericia

coli dan enterobacter aerogenes tetapi juga organisme-organisme pleomorfik

seperti bacteriodes fragilis. Sejumlah besar bakteri keluar melalui tinja. Pada

saat lahir colon steril, tetapi flora bakteri usus segera tumbuh pada awal masa

kehidupan.

4). Defekasi (pembuangan air besar)

6

Page 7: referat radiologi

Defekasi terjadi karena kontraksi peristaltik rektum. Kontraksi ini

dihasilkan sebagai respon terhadap perangsangan otot polos longitudinal dan

sirkuler oleh pleksus mienterikus. Pleksus mienterikus dirangsang oleh saraf

parasimpatis yang berjalan di segmen sakrum korda sinalis. Defekasi dapat

dihambat dengan menjaga agar spingter eksternus tetap berkontraksi atau

dibantu dengan melemaskan spingter dan mengkontraksikan otot-otot

abdomen.

2.2 Definisi Carcinoma Colon

Tumor adalah suatu benjolan yang menempati area tertentu pada tubuh dan

merupakan neoplasma yang dapat bersifat jinak. Kanker adalah sebuah penyakit yang

ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk

menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan

yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis)

pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi

di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya.

Kanker colon adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/neoplasma yang

muncul dari jaringan epithelial colon. Kanker colon atau usus besar adalah tumbuhnya

sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum. Dari beberapa

pengertian tersebut maka dapa ditarik kesimpulan bahwa kanker colon adalah suatu

pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak DNA dan jaringan sehat disekitar

colon (usus besar).

Carcinoma rectum adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di

anterior sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction terletak

pada bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya

dibungkus oleh peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah

ektraperitoneral. Vaskularisasi rektum berasal dari cabang arteri mesenterika inferior dan

cabang dari arteri iliaka interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus

hemorriodalis internus dan berjalan ke kranial ke vena mesenterika inferior dan

seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta. Ca Recti dapat menyebar sebagai

embulus vena kedalam hati. Pembuluh limfe dari rektum diatas garis anorektum berjalan

seiring vena hemorriodalos superior dan melanjut ke kelenjar limfa mesenterika inferior

dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan pada

7

Page 8: referat radiologi

anatomi saluran limfa ini. Dinding rektum terdiri dari 5 lapisan, yaitu mukosa yang

tersusun oleh epitel kolumner, mukosa muskularis, submukosa, muscularis propria dan

serosa.

2.3 Epidemiologi

Di dunia, kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan

mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal dengan

tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 % pria penderita kanker terkena kanker kolorektal,

sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah penderita kanker.

Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia

baru; sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika Selatan dan Arab

Israel. Di Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling sering

terjadi pada pria dan wanita pada tingkat insidensi dan mortalitas.

Didapatkan suatu hubungan yaitu:

1) Terdapat perbedaan insiden pada pria dan wanita yang berusia lanjut, yang

meningkat seiring dengan usia

2) Meningkatnya insiden kanker kolorektal seiring dengan kepadatan penduduk

3) Rendahnya insiden pada pria yang belum pernah menikah dibandingkan

dengan pria lainnya.

Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk. Namun,

hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari perawatan di Rumah Sakit. Dewasa ini

kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia,

data yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal

merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun

wanita.

8

Page 9: referat radiologi

Gambar 4. Insiden Kanker di Indonesia

2.4 Etiologi

Penyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan lingkungan :

Sindroma kanker familial

Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan

kolorektal.Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal disebabkan oleh faktor ini.

Tabel 1. Sindroma kanker familial

TABLE 2-1 Hereditary Colorectal Cancer (CRC) SyndromesSyndrome % of

total CRC burden

Genetic basis

Phenotype Extracolonic manifestations

Treatment Notes

Familial adenomatous polyposis (FAP)

<1% Mutasi pada gen suppressor tumor APC (5q21)

<100 adenomatous polyp; near 100% with CRC by age 40 yr

CHRPE, osteomas, epidermal cysts, periampullary neoplasms

TPC with end-ileostomy or IPAA or TAC with IRA and lifelong surveillance

Variants include Turcot (CNS tumors) and Gardener (desmoids) syndromes

9

Page 10: referat radiologi

Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC)

5%–7%

Defective mismatch repair: MSH2 and MLH1 (90%), MSH6 (10%)

Polyps sedikit, predominantly right-sided CRC, 80% lifetime risk of CRC

At risk for uterine, ovarian, small intestinal, pancreatic malignancies

Genetic counseling; consider prophylactic resections, including TAH/BSO

High microsatellite instability (MSI-H) tumors, better prognosis than sporadic CRC

Peutz-Jeghers (PJS)

<1% Kehilangan tumor suppressor gene LKB1/STK11 (19p13)

Hamartomas throughout GI tract

Mucocutaneous pigmentation, risk for pancreatic cancer

Surveillance EGD and colonoscopy q3 yr; resect polyps >1.5 cm

Majority present with SBO due to intussuscepting polyp

Familial juvenile polyposis (FJP)

<1% Mutasi SMAD4/DPC (18q21)

Hamartomas throughout GI tract; >3 juvenile polyps; 15% with CRC by age 35 yr

Gastric, duodenal and pancreatic neoplasms; pulmonary AVMs

Genetic counseling; consider prophylactic TAC with IRA for diffuse disease

Presents with rectal bleeding or diarrhea

AVM, arteriovenous malformation; CHRPE, congenital hypertrophy of retinal pigmented epithelium; CNS, central nervous system; EGD, esophagogastroduodenoscopy; GI, gastrointestinal; IPAA, ileal pouch-anal anastomosis; IRA, ileal-rectal anastomosis; TAC, total abdominal colectomy; TAH/BSO, total abdominal hysterectomy and bilateral salpingo-oophorectomy; TPC, total proctocolectomy.

Kasus sporadik

Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari seluruh keganasan

kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat diidentifikasi, namun

kekerabatan tingkat pertama dari pasien kanker kolorektal memiliki peningkatan

resiko 3-9 x untuk dapat terkena kanker.

Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi lemak

jenuh meningkatkan resiko.Memperbanyak makan serat menurunkan resiko ini untuk

individu dengan diet tinggi lemak. Studi epidemiologik juga memperlihatkan bahwa

orang dari negara bukan industri lebih sedikit terkena resiko ini.

10

Page 11: referat radiologi

2.5 Klasifikasi

Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalah sebagai berikut:

A : Kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis.

B1 : Kanker telah menginfiltrasi lapisan muskularis mukosa.

B2 : Kanker telah menembus lapisan muskularis sampai lapisan propria.

C1 : Kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak

satu sampai empat buah.

C2 : Kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5

buah.

D : Kanker telah mengadakan metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran

yang luas & tidak dapat dioperasi lagi.

2.6 Faktor Resiko

1) Polip

Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari

kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai

dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari displasia

menuju transformasi maligna dan invasif kanker .Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor

supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi

adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.

Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel yaitu

proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan gen

gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan

pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis

(kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen,

karena berfungsi melakukan kontrol negatif pada pertumbuhan sel. Gen p53

merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat molekul 53 kDa.

Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA, menginduksi reparasi DNA. Gen

gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik dengan mendeteksi

kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini karena berbagai

faktor membuka peluang terbentuknya kanker.

Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan

melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi proto-

11

Page 12: referat radiologi

onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi ketidakseimbangan

fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan baik karena mutasi, maka

keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak

normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu

perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel dalam

satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan proses apoptosis, dan

masuknya kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi ke dalam siklus

proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga kelompok gen ini akan menyebabkan

kelainan siklus selakibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi

pada manusia adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang

tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis dimulai.

Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non neoplastik.

Non neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang termasuk polip non neoplastik

yaitu polip hiperplastik, mukous retention polip, hamartoma (juvenile polip), limfoid

aggregate dan inflamatory polip.

Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial berdegenerasi maligna;

dan berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma, tubulovillous

adenoma dan villous adenoma.Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous,

dimana 75%-85% tubular adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous

adenoma dibawah 5%.

Gambar 5. Adenomatous Polip

Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen dari

adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa invasif

12

Page 13: referat radiologi

karsinoma pada saat terdiagnosa.Potensi malignansi dari adenoma berkorelasi dengan

besarnya polip, tingkat displasia, dan umur.Polip yang diameternya lebih besar dari 1

cm, berdisplasia berat dan secara histologi tergolong sebagai villous adenoma

dihubungkan dengan risiko tinggi untuk menjadi kanker kolorektal.Polip yang

berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan dengan meningkatnya timbulnya kanker

kolorektal. Insiden dari kanker meningkat dari 2,5-4 kali lipat jika polip lebih besar

dari 1 cm, dan 5-7 kali lipat pada pasien yang mempunyai multipel polip. Waktu yang

dibutuhkan untuk menjadi malignansi tergantung beratnya derajat displasia.

Gambar 6. Polip Neoplastik

Keterangan : (A) tubular adenoma, (B) villous adenoma, (C) tubulovillous adenoma,

(D) karsinoma pada tangkai tubular adenoma, (E) karsinoma invasif yang muncul dari

sebuah villous adenoma.

2) Idiopathic Inflammatory Bowel Disease

a) Ulseratif Kolitis

13

Page 14: referat radiologi

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon, sekitar

1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko

perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis

dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis.

Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30

tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi

dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi

untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan

kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan berdasarkan

asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya invasif kanker.

Diagnosis dari displasia mempunyai masalah tersendiri pada pengumpulan

sampling spesimen dan variasi perbedaan pendapat antara para ahli patologi

anatomi.

b) Penyakit Crohn’s

Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk

menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan

ulseratif kolitis.

Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar

20%.Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari

adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis.Adenokarsinoma meningkat

pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal

harus dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa

squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien

dengan crohn’s disease.

2.7 Patofisiologi

Penyebab dari kanker kolorektal masih terus diselidiki. Mutasi dapat menyebabkan

aktivasi dari onkogen (k-ras) dan atau inaktivasi dari gen supresi tumor ( APC, DCC

deleted in colorectal carcinoma, p53). Karsinoma kolorektal merupakan perkembangan

dari polip adenomatosa dengan akumulasi dari mutasi ini.

14

Page 15: referat radiologi

Gambar 7. Perkembangan menuju karsinoma

Defek pada gen APC yang merupakan pertama kali dideskripsikan pada pasien

dengan FAP. Dengan meneliti dari populasi ini, maka karakteristik mutasi dari gen APC

dapat diidentifikasi.Mereka sekarang diketahui ada dalam 80% kasus sporadik kanker

kolorektal. Gen APC merupakan gen supresi tumor. Mutasi pada setiap alel diperlukan

untuk pembentukan polip. Mayoritas dari mutasi ialah prematur stop kodon yang

menghasilkan truncated APC protein. Inaktivasi APC sendiri tidak menghasilkan

karsinoma.Akan tetapi, mutasi ini menyebabkan akumulasi kerusakan genetik yang

menghasilkan keganasan. Tambahan mutasi pada jalur ini ialah aktivasi onkogen K-ras

dan hilangnya gen supresi tumor DCC dan p53.

K-ras diklasifikasikan sebagai proto onkogen karena mutasi 1 alel siklus sel. Gen

K-ras menghasilkan produk G protein yang akan menyebabkan transduksi signal

intraceluler. Ketika aktif, K-ras berikatan dengan guanosine triphosphate (GTP) yang

dihidrolisis menjadi guanosis diphosphate (GDP) kemudian menginaktivasi G

protein.Mutasi K-ras menyebabkan ketidakmampuan dalam hidrolisis GTP yang

menyebabkan G protein aktiv secara permanen.Hal ini yang menyebabkan pemecahan

sel yang tidak terkontrol.

DCC ialah gen supresi tumor dan kehilangan semua alelnya diperlukan untuk

degenerasi keganasan, mutasi DCC terjadi pada lebih dari 70% kasus karsinoma

15

Page 16: referat radiologi

kolorektal dan memiliki prognosis negatif. Gen supresi tumor p-53 sudah banyak

dikarakteristikan dalam banyak keganasan. Protein p53 penting untuk menginisiasi

apoptosis dalam sel pada kerusakan genetik yang tidak dapat diperbaiki.Mutasi p53

diperlihatkan dalam 75% kasus.

Gambar 8. Perubahan genetik dan gambaran klinis

16

Page 17: referat radiologi

- Jalur genetik

Terdapat 2 jalur utama dalam inisasi dan progesi dari tumor yaitu jalur LOH dan

jalur replication error (RER).Jalur LOH dikarakteristikan dengan delesi pada kromosom

dan tumor aneuploidi.80% dari karsinoma kolorektal merupakan mutasi dari jalur LOH,

sisanya merupakan mutasi jalur RER yang dikarakteristikan dengan kesalahan pasangan

sewaktu replikasi DNA. Beberapa gen sudah diidentifikasi sebagai sesuatu yang penting

dalam mengenali dan memperbaiki kesalahan replikasi. Kesalahan pencocokan gen yaitu

include hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6/GTBP. Mutasi satu dari

beberapa gen ini merupakan predisposisi dalam mutasi sel yang dapat terjadi pada proto

onkogen ataupun gen supresi tumor.

Jalur RER berhubungan dengan instabilitasi mikrosatelit.Tumor dengan instabilitas

mikrosateliti memiliki karakteristik yang berbeda dari jalur LOH.Tumor ini lebih banyak

terdapaat pada bagian kanan dan memiliki prognosis yang lebih baik. Tumor yang

berasal dari LOH terjadi pada kolon distal dan berprognosis lebih buruk.

Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan

epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta

merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya.Sel kanker dapat

terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke

hati).

Neoplasma primer adenokarsinoma

Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :

1. Tipe polipoid atau vegetatif yang tumbuh menonjol kedalam lumen usus, berbentuk

kembang kol dan ditemukan terutama di daerah sekum dan kolon asendens.

2. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala

obstruksi, terutama ditemukan di daerah kolon desendens, sigmoid dan rektum.

3. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum.

Pada tahap lanjut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak

maligna.

2.8 Manifestasi Klinis

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan

suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian

kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan

17

Page 18: referat radiologi

arteri mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon

transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan

gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien

dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.

Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal

ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum

terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering

tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat mengeluh

ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan dan sering salah diagnosa

dengan penyakit gastrointestinal dan kandung empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi

dan gangguan berkemih.

Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses

ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen yang

menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi BAB.

Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses dapat diliputi atau

tercampur dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar mukus bersamaan dengan

gumpalan darah atau feses.

Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan

seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien

dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid,

kanker tetap harus dipikirkan.

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika

ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar

penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker

kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan

diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin

mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang.

Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis

kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga

dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut

divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat

menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat

menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya

merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.

18

Page 19: referat radiologi

Gambar 9. Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi sebanyak 73% dapat dideteksi

dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi (data unit endoskopi, Divisi Departemen Ilmu

penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta 2005)

Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma kolorektal

Kolon kanan :

- Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia

- Tes darah samar pada feses

- Gejala dispepsia

- Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten

- Teraba massa abdominal

Kolon kiri :

- Gangguan pola buang air besar

- Darah makro pada feses

- Gejala obstruksi

Rektum :

- Pendarahan per rektal

- Gangguan pola buang air

- Adanya sensasi tidak lampias

- Teraba tumor intrarectal

19

Page 20: referat radiologi

Tabel 2. Gambaran klinis karsinoma kolorektal

KOLON KANAN KOLON KIRI REKTUM

ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis

NYERI Karena penyusupan Obstruksi Obstruksi

DEFEKASI Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus menerus

OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu

DARAH PADA

FESES

Samar Samar/makroskopik Makroskopik

FESES Normal/diare berkala

Normal Perubahan bentuk

DISPEPSIA Sering Jarang Jarang

ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat

MEMBURUKNY

A KEADAAN

UMUM

Hampir selalu Lambat Lambat

Staging tumor menurut TNM

Prognosis dari pasien dari pasien kanker kolorektal berhubungan dengan dalamnya

penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening regional atau

metastasis jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging

yang awalnya diperhatikan oleh Dukes.

Dan diaplikasi dalam metode klasifikasi TNM dalam hal ini, T menunjukkan

kedalaman penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan kelenjar getah bening dan M ada

tidaknya metastase jauh.

Lesi superfisial yang tidak mencapai lapisan muskularis atau kelenjar getah bening

(KGB) dianggap sebagai stadium A (T1N0M0).Bila tumor yang masuk lebih dalam

namun tidak menyebar ke KGB dikelompokkan sebagai stadium B1 (T2N0M0).Bila

tumor terbatas sampai lapisan muskularis disebut stadium B2 (T3N0M0).Bila tumor

menginfiltrasi serosa dan KGB disebut stadium C (TXN1M0), bila terdapat status anak

20

Page 21: referat radiologi

sebar di hati, paru, atau tulang mempertegas stadium D (TXNXM1).Bila status metastasis

belum dapat dipastikan maka sulit menentukan stadium.Oleh karena itu, pemeriksaan

mikroskopik terhadap spesimen bedah sangat penting dalam menentukan

stadium.Umumnya rekurensi kanker kolorektal terjadi dalam 4 tahun setelah

pembedahan sehingga harapan hidup rata-rata 5 tahun dapat menjadi indikator

kesembuhan.Indikator buruknya prognosis prognosis kanker kolorektal setelah menjalani

operasi.

Kanker kolorektal umumnya menyebar ke kelenjar getah bening regional atau ke

hati melalui sirkulasi vena portal.Hati merupakan organ yang paling sering mendapat

anak sebar kelenjar getah bening.Sepertiga kasus kanker kolorektal yang rekuren disertai

metastase ke hati dan duapertiga pasien kanker kolorektal ditemukan metastase ke hati

pada waktu meninggal.Kanker kolorektal jarang bermetastasis ke paru.KGB

superklavikula tulang atau otak tanpa ditemukan anak sebar di hati terlebih

dahulu.Pengecualian terjadi bilamana tumor dapat terletak di distal rektum, sel tumor

dapat menyebar melalui pleksus vena paravertebra kemudian dapat mencapai paru atau

KGB superklavikula tanpa melalui sistem vena porta.Rata-rata harapan hidup setelah

ditemukan metastase berkisar 6 – 9 bulan (hepatomegali dan gangguan pada hati) atau

20-30 bulan (nodul kecil di hati yang ditandai oleh peningkatan CEA dan gambaran CT-

scan).

1) T – Tumor primer

Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai

T0: Tidak ada tumor primer

Tis: Karsinoma insitu, invasi lamina propia atau intraepitelial

T1: Invasi tumor di lapisan sub-mukosa

T2: Invasi tumor di lapisan otot propria

T3: Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke perikolik

yang tidak dilapisi peritoneum atau perirektal

T4: Invasi tumor terhadap organ/struktur sekitarnya dan/atau peritoneum

viseral.

21

Page 22: referat radiologi

Gambar 10. Gambaran kedalaman tumor

2) N – Kelenjar limfe regional

Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai

N0: Tidak didapatkan kelenjar limfe regional

N1: Metastase di 1 – 3 kelenjar limfe perikolik atau perirektal

N2: Metastase di 4 atau lebih kelenjar limfe perikolik atau perirektal

N3: Metastase pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah dan atau pada

kelenjar apikal (bila diberi tanda oleh ahli bedah).

3) M – Metastase jauh

Mx: Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0: Tidak ada metastase jauh

M1: Terdapat metastase jauh6

22

Page 23: referat radiologi

Tabel 3. Stadium dan Prognosis Kanker Kolorektal

Stadium Deskripsi histopatologis

Bertahan 5 tahun (%)Dukes TNM Derajat

A T1N0M0 I Kanker terbatas pada

mukosa/submukosa

>90

B1 T2N0M0 I Kanker mencapai muskularis

85

B1 T3N0M0 II Kanker cenderung masuk atau

melewati lapisan serosa

70-80

C TxN1M0 III Metastasis 35-65D TxNxM1 IV 5

2.9 Diagnosis

Diagnosis karsinoma kolon ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratoris, radiologis, kolonoskopi, dan

histopatologis.

1. Anamnesis

Pada stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala. Gejala biasanya

muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut. Pasien dengan karsinoma kolon

biasanya mengeluh rasa tidak enak, kembung, tidak bisa flatus, sampai rasa nyeri di

perut. Didapatkan juga perubahan kebiasaan buang air besar berupa diare atau

sebaliknya, obstipasi, kadang disertai darah dan lendir. Buang air besar yang disertai

dengan darah dan lendir biasanya dikeluhkan oleh pasien dengan karsinoma kolon

bagian proksimal. Hal ini disebabkan karena darah yang dikeluarkan oleh karsinoma

tersebut sudah bercampur dengan feses. Gejala umum lain yang dikeluhkan oleh

pasien berupa kelemahan, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan.

Secara umum gejala meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa

diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar),

penurunan berat badan, faktor predisposisi (risk factor), riwayat kanker dalam

keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker

23

Page 24: referat radiologi

payudara/ovarium, uretero sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat,

banyak lemak)

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak menolong dalam menegakkan

diagnosis. T u mor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi abdomen, bila

teraba menunjukkan keadaan yang sudah lanjut. Bila tumor sudah metastasis ke

hepar akan teraba hepar yang noduler dengan bagian yang keras dan yang kenyal.

Asites biasa didapatkan jika tumor sudah metastasis ke peritoneal.

Perabaan limfonodi inguinal, iliaka, dan supraklavikular penting untuk

mengetahui ada atau tidaknya metastasis ke limfonodi tersebut. Pada pasien yang

diduga menderita karsinoma kolorektal harus dilakukan rectal toucher .

B i l a l e t ak t u m or a da d i r e k t um a t a u r ek t o s i g m oi d , a k an teraba

massa maligna (keras dan berbenjol-benjol dengan striktura) di rektum

atau rektosigmoid teraba keras dan kenyal. Biasanya pada sarung tangan

akan terdapat lendir dan darah.

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium tidak dapat menentukan diagnosis. Walau demikian,

setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa kadar hemoglobin.

Pemeriksaan radiologis yang dapat dikerjakan berupa foto polos abdomen,barium

enema dengan single contrast maupun double contrast dan foto thoraks.

a. Pemeriksaan Laboratotium

- Anemia dapat dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium darah

(hemoglobin dan hematokrit).

- Test guaiac pada feses

- Carcinoembryonic antigen (CEA)

b. Pemeriksaan Radiologi

- Ultrasonografi (USG)

- CT-Scan Kolon

- Foto Polos Abdomen

- Colon In Loop

- Colonoskopi

24

Page 25: referat radiologi

c. Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi melalui biopsi merupakan diagnosis pasti dari

karsinoma. Klinisi harus mereview penemuan hasil pemeriksaan ini untuk

mengkonfirmasi diagnosis dan dapat segera memberikan terapi yang tepat.

Dalam kedokteran onkologi, ini merupakan prinsip dasar dalam menegakkan

diagnosis keganasan.

2.10 Teknik Pemeriksaan Colon In Loop

1. Pengertian

Teknik pemeriksaan Colon in Loop adalah teknik pemeriksaan secara

radiologis dari usus besar dengan menggunakan media kontras.

2. Tujuan Pemeriksaan

Tujuan pemeriksaan Colon in Loop adalah untuk mendapatkan

gambaran anatomis dari colon sehingga dapat membantu menegakkan

diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada colon.

3. Indikasi dan kontras indikasi

Indikasi

a). Colitis, adalah penyakit-penyakit inflamasi pada colon, termasuk

didalamnya colitis ulseratif dan colitis crohn.

b). Carsinoma atau keganasan.

c). Divertikel, merupakan kantong yang menonjol pada dinding colon, terdiri

atas lapisan mukosa dan muskularis mukosa.

d). Mega colon adalah suatu kelainan konginetal yang terjadi karena tidak

adanya sel ganglion dipleksus mienterik dan sub mukosa pada segmen

colon distal. Tidak adanya peristaltic menyebabkan feases sulit melewati

segmen agangglionik, sehingga memungkinkan penderita untuk buang air

besar 3 minggu sekali.

e). Obstruksi atau Illeus adalah penyumbatan pada daerah usus besar.

f). Invaginasi adalah melipatnya bagian usus besar ke bagian usus itu sendiri.

g). Stenosis adalah penyempitan saluran usus besar.

25

Page 26: referat radiologi

h). Volvulus adalah penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian usus ke

bagian usus yang lain.

i). Atresia adalah tidak adanya saluran dari colon yang seharusnya ada.

j). Intussusepsi adalah gangguan mekanis pada bayi yang sering disebabkan

oleh cacat kelahiran dimana adanya pembesaran saluran usus didaerah

distal, biasanya didaerah illeus.

Kontra Indikasi

Absolute

a) Toxic megakolon

b) Pseudo membranous colitis

c) Post biopsy kolon (sebaiknya menunggu setelah 7 hari)

Relatif

a) Persiapan kolon kurang baik

b) Baru saja mengalami pemeriksaan GI tract bagian atas dengan kontras

4. Persiapan Pasien

Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Colon in

Loop adalah untuk membersihkan colon dari feases, karena bayangan dari

feases dapat mengganggu gambaran dan menghilangkan anatomi normal

sehingga dapat memberikan kesalahan informasi dengan adanya filling defect.

Menurut Rasad (1999), prinsip dasar pemeriksaan Colon in Loop

memerlukan beberapa persiapan pasien, yaitu :

a. Mengubah pola makanan pasien

Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah serat dan

rendah lemak untuk menghindari terjadinya bongkahan-bongkahan tinja

yang keras.

b. Minum sebanyak-banyaknya

26

Page 27: referat radiologi

Pemberian minum yang banyak dapat menjaga tinja selalu dalam keadaan

lembek

c. Pemberian obat pencahar

Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian obat

pencahar hanya sebagai pelengkap saja.

5. Persiapan Alat dan Bahan

A. Persiapan alat pada pemeriksaan Colon in Loop, meliputi :

1). Pesawat x – ray siap pakai

2). Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan

3). Marker

4). Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula rectal .

5). Vaselin atau jelly

6). Sarung tangan

7). Penjepit atau klem

8). Kassa

9). Bengkok

10). Apron

11). Plester

12). Tempat mengaduk media kontras

B. Persiapan bahan

1). Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan

konsentrasi antara 70 – 80 W/V % (Weight /Volume). Banyaknya

larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya colon, kurang lebih

600 – 800 ml

2). Air hangat untuk membuat larutan barium

3). Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat

kanula dimasukkan kedalam anus.

6. Teknik Pemeriksaan

A. Metode pemasukan media kontras

1). Metode kontras tunggal

Barium dimasukkan lewat anus sampai mengisi daerah caecum.

Pengisian diikuti dengan fluoroskopi. Untuk keperluan informasi

yang lebih jelas pasien dirotasikan ke kanan dan ke kiri serta dibuat

27

Page 28: referat radiologi

radiograf full filling untuk melihat keseluruhan bagian usus dengan

proyeksi antero posterior. Pasien diminta untuk buang air besar,

kemudian dibuat radiograf post evakuasi posisi antero posterior.

2). Metode kontras ganda

a. Pemasukan media kontras dengan metode satu tingkat.

Merupakan pemeriksaan Colon in Loop dengan menggunakan

media kontras berupa campuran antara BaSO4 dan udara. Barium

dimasukkan kira-kira mencapai fleksura lienalis kemudian kanula

diganti dengan pompa. Udara dipompakan dan posisi pasien

diubah dari posisi miring ke kiri menjadi miring ke kanan setelah

udara sampai ke fleksura lienalis. Tujuannya agar media kontras

merata di dalam usus. Setelah itu pasien diposisikan supine dan

dibuat radiograf.

b. Pemasukan media kontras dengan metode dua tingkat.

(1). Tahap pengisian

Pada tahap ini dilakukan pengisian larutan BaSO4 ke dalam

lumen colon, sampai mencapai pertengahan kolon

transversum. Bagian yang belum terisi dapat diisi dengan

mengubah posisi penderita.

(2). Tahap pelapisan

Dengan menunggu kurang lebih 1-2 menit agar larutan

BaSo4 mengisi mukosa colon.

(3). Tahap pengosongan

Setelah diyakini mukosa terlapisi maka larutan perlu

dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.

(4). Tahap pengembangan

Pada tahap ini dilakukan pemompaan udara ke lumen kolon.

Pemompaan udara tidak boleh berlebihan (1800- 2000 ml)

karena dapat menimbulkan kompikasi lain, misalnya refleks

vagal yang ditandai dengan wajah pucat, pandangan gelap,

bradikardi, keringat dingin dan pusing.

28

Page 29: referat radiologi

(5). Tahap pemotretan

Pemotretan dilakukan bila seluruh colon telah mengembang

sempurna.

B. Proyeksi Radiograf

1). Proyeksi Antero posterior (AP)/postero inferior (PA)

Posisi pasien : Pasien diposisikan supine/prone di atas meja

pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh

berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan.

Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki

lurus ke bawah.

Posisi objek : Objek diatur dengan menentukan batas atas processus

xypoideus dan batas bawah adalah symphisis pubis.

Central point : Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca .

Central ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset

Eksposi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan

nafas.

FFD : 100 cm

Kriteria radiograf : Menunjukkan seluruh colon terlihat, termasuk

fleksura dan colon sigmoid.

29

Page 30: referat radiologi

Gambar 11. Posisi pasien AP dan PA dan hasil radiograf

pada pemeriksaan Colon In Loop

30

Page 31: referat radiologi

2). Proyeksi Right Anterior Obliq (RAO)

Posisi pasien : Posisi pasien telungkup di atas meja pemeriksaan

kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35˚- 45˚

terhadap meja pemeriksaan. Tangan kanan lurus di

samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan

tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus

ke bawah dan kaki kiri sedikit di tekuk untuk fiksasi.

Posisi objek : MSP pada petengahan meja

Cenral Point : Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik

tengah kedua crista illiaca.

Central ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset

Eksposi : Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.

FFD : 100 cm

Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura hepatika kanan

terlihat sedikit superposisi bila di bandingkan dengan

proyeksi PA dan tampak juga daerah sigmoid dan

colon asenden.

31

Page 32: referat radiologi

Gambar 12. Posisi pasien RAO dan hasil radiograf pada pemeriksaan

Colon In Loop

32

Page 33: referat radiologi

3). Proyeksi LAO

Posisi pasien : Pasien ditidurkan telungkup di atas meja pemeriksaan

kemudian dirotasikan kurang lebih 35˚ - 45˚ terhadap

meja pemeriksaan. Tangan kiri di samping tubuh dan

tangan di depan tubuh berpegangan pada meja

pemeriksaan, kaki kanan ditekuk sebagai fiksasi,

sedangkan kaki kiri lurus.

Posisi objek : MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.

Central point : Titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik

tengah kedua crista illiaca.

Central ray : sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset.

Eksposi : Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.

FFD : 100 cm

Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura lienalis tampak

sedikit superposisi bila dibanding pada proyeksi PA,

dan daerah colon descendens tampak.

33

Page 34: referat radiologi

Gambar 13. Posisi pasien LAO dan hasil radiograf pada pemeriksaan

Colon In Loop

34

Page 35: referat radiologi

4). Proyeksi LPO

Posisi pasien : Pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan

kurang lebih 35 - 45 terhadap meja pemeriksaan.

Tangan kiri digunakan untuk bantalan dan tangan

kanan di depan tubuh berpegangan pada tepi meja

pemeriksaan. Kaki kiri lurus sedangkan kaki kanan

ditekuk untuk fiksasi.

Posisi objek : MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.

Central ray : Titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik

tengah kedua crista illiaca.

Central point : sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset.

Eksposi : Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.

FFD : 100 cm

Gambar 14. Posisi pasien LPO dan hasil radiograf pada pemeriksaan

Colon In Loop

35

Page 36: referat radiologi

5). Proyeksi RPO.

Posisi pasien : Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan

kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35 - 45

terhadap meja pemeriksaan.Tangan kanan lurus di

samping tubuh dan tangan kiri menyilang di depan

tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan lurus

ke bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk fiksasi.

Posisi objek : MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.

Central point : Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik

tengah kedua crista illiaca

Central ray : Sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset.

Eksosi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan

nafas.

FFD : 100 cm

Kriteria : Menunjukkan tampak gambaran fleksura lienalis dan

colon ascendens.

Gambar 15. Posisi pasien RPO dan hasil radiograf pada pemeriksaan

Colon In Loop

36

Page 37: referat radiologi

6). Proyeksi Lateral.

Posisi pasien : Pasien diposisikan lateral atau tidur miring

Posisi Objek : Mid Coronal Plane (MCP) diatur pada pertengahan

grid, genu sedikit fleksi untuk fiksasi.

Cenral Ray : Arah sinar tegak lurus terhadap film

Central Point : Pada Mid Coronal Plane setinggi spina illiaca anterior

superior (SIAS).

Eksposi : Dilakukan saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.

FFD : 100cm

Kriteria : Daerah rectum dan sigmoid tampak jelas, rectosigmoid

pada pertengahan radiograf.

Gambar 16. Posisi pasien Lateral dan hasil radiograf pada

pemeriksaan

Colon In Loop

37

Page 38: referat radiologi

7). Proyeksi Left Lateral Dicubitus (LLD)

Posisi pasien : Pasien diposisikan ke arah lateral atau tidur miring ke

kiri dengan bagian abdomen belakang menempel dan

sejajar dengan kaset.

Posisi objek : MSP tubuh berada tepat pada garis tengah grid.

Cenral point : Sinar horisontal dan tegak lurus terhadap kaset.

Central ray : Titik bidik diarahkan pada pertengahan kedua crista

illiaka

Eksposi : Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.

FFD : 100 cm

Kriteria : Menunjukkan bagian atas sisi lateral dari colon

ascendens naik dan bagian tengah dari colon

descendens saat terisi udara.

38

Page 39: referat radiologi

Gambar 17. Posisi pasien LLD dan hasil radiograf pada pemeriksaan

Colon In Loop

39

Page 40: referat radiologi

8). Proyeksi Antero Posterior Aksial.

Posisi pasien : Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan

Posisi objek : MSP tepat pada garis tengah meja pemeriksaan.

Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki

lurus ke bawah. Atur pertengahan kaset dengan

menentukan batas atas pada puncak illium dan batas

bawah symphisis pubis.

Central Point : Titik bidik pada 5 cm di bawah pertengahan kedua

crista illiaca.

Central ray : Arah sinar membentuk sudut 30 - 40 kranial.

Eksposi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan

nafas.

FFD : 100cm

Kriteria : menunjukkan rektosigmoid di tengah film dan

sedikit mengalami superposisi dibandingkan dengan

proyeksi antero posterior, tampak juga kolon

transversum.

40

Page 41: referat radiologi

Gambar 18. Posisi pasien AP Aksial dan hasil radiograf pada

pemeriksaan Colon In Loop

9). Proyeksi Postero Anterior Aksial.

Posisi pasien : Pasien tidur telungkup di atas meja pemeriksaan

Posisi objek : MSP tubuh berada tepat pada garis tengah meja

pemeriksaan. Kedua tangan lurus disamping tubuh

dan kaki lurus kebawah. MSP objek sejajar dengan

garis tengah grid, pertengahan kaset pada puncak

illium.

Cenral point : Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca

Cenral ray : Arah sinar menyudut 30 - 40 kaudal.

Eksposi : Eksposi pada saat ekspirasi dan tahan nafas.

FFD : 100cm

41

Page 42: referat radiologi

Kriteria : Tampak rektosigmoid ditengah film, daerah

rektosigmoid terlihat lebih sedikit mengalami

superposisi dibandingkan dengan proyeksi PA,

terlihat colon transversum dan kedua fleksura.

Gambar 19. Posisi pasien PA Aksial dan hasil radiograf pada

pemeriksaan Colon In Loop

42

Page 43: referat radiologi

2.11 Hasil Pemeriksaan Colon In Loop

A. Gambaran normal:

Pasase lancar (gambaran haustre)

Refluks kontras ke dalam ileum

Post evakuasi: feather like appereance

Gambar 20. Colon in loop normal

B. Gambaran radiologis carcinoma colon:

Gangguan pasase kontras

Jenis ekstraluminar: pendorongan lumen

Jenis intraluminar: mukosa kasar + filling defect

Carcinoma colon kiri : filling defek, biasanya 2-6 cm dengan konfigurasi apple

core, napkin ring. Carcinoma colon kanan : konstriksi atau massa intraluminal.

43

Page 44: referat radiologi

Gambar 21. Carcinoma anular colon sigmoid

Gambar 22. Hasil pemeriksaan colon in loop, tampak filling defect "apple core" di

colon descendens, disertai pelebaran  colon dan ileum

44

Page 45: referat radiologi

Gambar 23. Carcinoma colon ascenden

Gambar 24. Hasil pemeriksaan colon in loop dengan kontras tunggal

45

Page 46: referat radiologi

Gambar 25. Hasil pemeriksaan colon in loop dengan kontras ganda

Gambar 26. Hasil pemeriksaan colon in loop, tampak filling defect dengan bentukan

"napkin ring" di colon ascenden

46

Page 47: referat radiologi

Keuntungan:

Sensitivitasnya untuk mendiagnosis karsinoma kolon-rektum: 65 – 95 %

Aman

Tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi

Tidak memerlukan sedasi

Telah tersedia di hampir seluruh rumah sakit.

Kelemahan:

Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi di rekto-sigmoid dengan

divertikulosis dan di sekum

Rendahnya akurasi untuk mendiagnosis lesi tipe datar

Rendahnya sensitivitas (70–95 %) di dalam mendiagnosis polip <1cm

Mendapat paparan radiasi.

2.12 Penatalaksanaan

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama

tindakan bedah adalah memperlancar saluran cerna baik bersifat kuratif maupun non

kuratif dengan mengangkat karsinoma dan kemudian memulihkan kesinambungan usus.

Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif. Tindakan

bedah terdiri dari reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah

terjadi metastase jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah

obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri.

1. Terapi primer

Terapi utama untuk tumor kolon adalah operatif. Tindakan operatif yang

dilakukan tergantung dari letak tumor kolon tersebut. Tehnik pembersihan

mesenterium dan keadaan patologi (benigna atau maligna) menentukan berapa

panjang kolon yang harus direseksi.

47

Page 48: referat radiologi

Tindakan yang paling sering dilakukan adalah hemikolektomi kanan, kolektomi

transversal, hemikolektomi kiri atau reseksi anterior, dan reseksi abdominoperineal.

Pembedahan sangat berhasil bila dilakukan pada pasien yang tidak mengalami

metastasis. Pemeriksaan tindak lanjut dengan antigen embrionik adalah penanda

yang sensitif untuk rekurensi tumor yang tidak terdeteksi. Daya tahan hidup 5 tahun

adalah sekitar 50%.

Indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum, kolon ascenden, kolon

transversum, tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon descenden di atasi dengan

hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rectum proksimal dapat diangkat dengan

tindakan LAR (Low Anterior Resection). Angka mortalitas akibat operasi sekitar 5%

tetapi bila operasi dikerjakan secara emergensi maka angka mortalitas menjadi lebih

tinggi. Reseksi terhadap metastasis di hati dapat memberikan hasil 25-35% rata-rata

masa bebas tumor (disease free survival rate).

2. Terapi paliatif

Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi

obstruksi atau menghentikan pendarahan supaya kualitas hidup penderita lebih baik.

Jika tumor tidak dapat diangkat, dapat dilakukan bedah pintas atau anus

preternaturalis.

Pada metastasis di hepar yang tidak lebih dari 2 atau 3 nodul dapat

dipertimbangkan eksisi metastasis. Pemberian sitostatik melalui arteri hepatika, yaitu

perfusi secara selektif, kadang lagi disertai terapi embolisasi, dapat berhasil

menghambat pertumbuhan sel ganas.

3. Kemoterapi

Kemoterapi diberikan apabila ada metastasis ke kelenjar regional (Dukes C),

tumor telah menembus muskularis propria (Dukes B), atau tumor setelah dioperasi

kemudian residif kembali.

Kemoterapi yang biasa diberikan pada penderita kanker colorectal adalah

kemoterapi ajuvan. Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami

rekurensi. Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi

48

Page 49: referat radiologi

kanker colorectal setelah operasi. Pasien Dukes A jarang mengalami rekurensi

sehingga tidak perlu terapi ajuvan. Pasien kanker colorectal Dukes C yang mendapat

levamisol dan 5 FU secara signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa interval

bebas tumor (disease free interval). Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada

kanker colorectal Dukes B.

2.13 Prognosis

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastase jauh, yaitu klasifikasi penyebaran

tumor dan tingkat keganasan sel tumor.

Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka

kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa penyebaran

75%, dengan penyebaran kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu persen. Bila

disertai differensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.

49

Page 50: referat radiologi

BAB III

KESIMPULAN

Di dunia, carcinoma colon menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan

mortalitas. Tingginya angka kematian tersebut menyebabkan berbagai upaya untuk

menguranginya, salah satunya dengan kebijakan deteksi dini atau skrining terhadap

kelompok berisiko yang asimptomatis. Sebagian besar dari modalitas skrining yang

dimaksud adalah radiologic imaging yang salah satunya adalah dengan pemeriksaan

Colon In Loop dengan kontras. Pemilihan modalitas skrining tersebut tergantung pada

kondisi pasien, teknologi yang dimiliki, resiko dan keuntungan modalitas terhadap

pasien, serta kemampuan operator.

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama

tindakan bedah adalah memperlancar saluran cerna baik bersifat kuratif maupun non

kuratif dengan mengangkat karsinoma dan kemudian memulihkan kesinambungan usus.

Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.

Pada prinsipnya, semakin dini diagnosis karsinoma kolorektal, semakin baik

prognosisnya karena penanganannya dapat dengan pembedahan kuratif.

DAFTAR PUSTAKA

50

Page 51: referat radiologi

1. Sloane, Ethel, 2004, Anatomi dan Fisiologi, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

2. Patel, Pradip.R., 2005, Lecture Notes Radiologi, Penerbit Erlangga, Jakarta.

3. Malueka, Rusdy.G., 2007, Radiologi Diagnostik, Pustaka Cendekia Press Yogyakarta,

Yogyakarta.

4. Bontrager, 2001., Text Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy, Edisi

ke-5, Mosby Inc, St. Louis, Amerika.

5. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum.

Dalam Buku ajar ilmu bedah.Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-53.

6. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabiston’s

Textbook of Surgery.17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P 1443-65.

7. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In Maingots’s Abdominal operation.

10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99.

8. National Comprehensive Cancer Network. NCCN Clinical Practice Guidelines in

Oncology (NCCN Guidelines): Colon cancer. Version 2.2013.Available at

http://www.nccn.org/professionals/physician_gls/pdf/colon.pdf.Accessed November

16, 2012.

9. Smith RA, Cokkinides V, Brawley OW. Cancer screening in the United States, 2012:

a review of current American Cancer Society guidelines and current issues in cancer

screening. CA Cancer J Clin . 2012;62:129-142.

10. Jacobs E, Lanza E, Alberts DS, et al. : Fiber, sex, and colorectal adenoma: results of a

pooled analysis. Am J Clin Nutr 83:343–349, 2006.

51