Referat Radiologi

28
Bagian Radiologi Referat Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Juli 2015 POLIP KOLON Disusun oleh : Desi Umiyati Masno 110 210 0132 Pembimbing: dr. Erlyn Syahril Sp.Rad Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Radiologi

description

polip pada kolon

Transcript of Referat Radiologi

Bagian Radiologi

ReferatFakultas Kedokteran

Universitas Muslim IndonesiaJuli 2015POLIP KOLON

Disusun oleh :

Desi Umiyati Masno

110 210 0132Pembimbing:

dr. Erlyn Syahril Sp.Rad

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian RadiologiFakultas Kedokteran

Universitas Muslim IndonesiaMakassar

2015HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama

:Desi Umiyati MasnoNim

:110 210 132Judul Referat:Polip KolonTelah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Makassar, Juli 2015Mengetahui,

Pembimbing

dr. Erlyn Syahril, Sp.RadBAB IPENDAHULUANIstilah polip kolon dalam klinik dipakai untuk menggambarkan tiap kelainan yang jelas, yang menonjol di atas permukaan mukosa yang mengelilinginya. Bentuk, besar, dan permukaan polip dapat berbeda-beda. Ada yang bertangkai (pedunculated polyp) dan ada yang tidak bertangkai dan memiliki dasar yang lebar (sessile polyp). Meskipun secara makroskopis beberapa jenis polip dapat diketahui akan tetapi untuk mengetahui secara pasti jenis polip, diperlukan pemeriksaan histologis. Hal ini penting sekali karena jenis-jenis polip berbeda secara klinis, terutama dalam hal potensi untuk menjadi ganas. Polip kolon-rektum lebih sering ditemukan dari pada polip lambung-duodenum. 1Polip berasal dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak terbanyak di kolon dan rektum. Bila tidak diobati, polip kolon dapat mengalami perkembangan menjadi karsinoma dalam beberapa tahun. Sebagian besar polip adenoma bersifat asimtomatik dan ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan sigmoidoskopi, enema barium, atau otopsi. Bila polip menimbulkan gejala, umumnya berupa perdarahan yang nyata atau samar. Kadang-kadang, polip yang besar dapat menimbulkan intususepsi dan menyebabkan obstruksi usus. 2,3Morbiditas dari polip kolon berhubungan dengan komplikasinya, seperti perdarahan, diare, obstruksi usus, dan karsinoma. Polip kolon berkaitan erat dengan pertambahan usia, biasanya usia setelah 40 tahun. Namun, penyakit ini dapat terjadi dini pada pasien dengan sindroma poliposis. Misalnya, polip kolon dapat terdeteksi pada remaja dengan familial adenomatous polyposis atau pada psien usia 20-40 tahun dengan hereditary nonpolyposis colorectal cancer.3BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAANContoh kasus :Nama : Tn. N

Jenis Kelamin : laki-laki

Umur : 48 tahun

Alamat : Ds. Singkup RT 04/03 Kec. Purbaratu Tasikmalaya

Status : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Buruh

Anamnesis :

Keluhan Utama :

BAB disertai darah dan lendir

Riwayat Penyakit Sebelumnya:

Pasien datang dengan keluhan BAB disertai darah dan lendir sejak 1 bulan ini, tinja yang keluar bercampur darah yang berwarna merah segar. Pasien harus mengedan dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengeluarkan tinja, tetapi tinja yang keluar sedikit dan terputus-putus dan juga merasa tidak puas pada BAB. Selain itu pasien juga mengaku masih bisa kentut. Riwayat pasien sering mengkonsumsi daging dan jarang mengkonsumsi sayur dan buah-buahan. Riwayat keluarga tidak ada, Riwayat berobat sebelumnya tidak pernah,A. Kolon1. AnatomiIntestinum crassum (usus besar) terdiri dari caecum, appendix vermiformiis, colon , rectum dan canalis analis. Caecum adalah bagian pertama intestinum crassum dan beralih menjadi colon ascendens . Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale.

Appendix Vermiformis berupa pipa buntu yang berbentuk cacing dan berhubungan dengan caecum di sebelah kaudal peralihan ileosekal. Colon ascendens panjangnya kurang lebih 15 cm, dan terbentang dari caecum sampai ke permukaan visceral dari lobus kanan hepar untuk membelok ke kiri pada flexura coli dextra untuk beralih menjadi colon transversum. Pendarahan colon ascendens dan flexura coli dextra terjadi melalui arteri ileocolica dan arteri colica dextra, cabang arteri mesenterica superior. Vena ileocolica dan vena colica dextra, anak cabang mesenterika superior, mengalirkan balik darah dari colon ascendens. Colon transversum merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas karena bergantung pada mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya antara 45-50 cm. Pendarahan colon transversum terutama terjadi melalui arteria colica media, cabang arteria mesenterica superior, tetapi memperoleh juga darah melalui arteri colica dextra dan arteri colica sinistra. Penyaluran balik darah dari colon transversum terjadi melalui vena mesenterica superior.

Colon descendens panjangnya kurang lebih 25 cm. Colon descendens melintas retroperitoneal dari flexura coli sinistra ke fossa iliaca sinistra dan disini beralih menjadi colon sigmoideum Colon sigmoideum disebut juga colon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S. Rectum adalah bagian akhir intestinum crassum yang terfiksasi. Ke arah kaudal rectum beralih menjadi canalis analis.102. Fisiologi Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan, kolon mengubah 1000-2000mL kimus isotonik yang masuk setiap hari dari ileum menjadi tinja semipadat dengan volume sekitar 200-250mL.10Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan proksimal kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorpsi, sedangkan kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sampai waktu yang tepat untuk ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon penyimpanan. Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon pengabsorpsi. Bakteri-bakteri ini mampu mencernakan sejumlah kecil selulosa, dengan cara ini menyediakan beberapa kalori nutrisi tambahan untuk tubuh.

3. Histologi Dinding usus besar terdiri dari empat lapisan yaitu mukosa, sub mukosa, muskularis eksterna dan serosa. Mukosa terdiri atas epitel selapis silindris, kelenjar intestinal, lamina propia dan muskularis mukosa. Usus besar tidak mempunyai plika dan vili, jadi mukosa tampak lebih rata daripada yang ada pada usus kecil (Sudoyo, 2006). Submukosa di bawahnya mengandung sel dan serat jaringan ikat, berbagai pembuluh darah dan saraf. Tampak kedua lapisan otot di muskulus eksterna. Baik kolon tranversum maupun kolon sigmoid melekat ke dinding tubuh oleh mesenterium, oleh karena itu, serosa menjadi lapisan terluar pada kedua bagian kolon ini. Di dalam mesenterium terdapat jaringan ikat longgar, sel-sel lemak, pembuluh darah dan saraf (Eroschenko, 2003).

A.Definisi

Polip merupakan neoplasma yang berasal dari permukaan mukosa dan meluas ke arah luar. Istilah polip kolon dalam klinik dipakai untuk menggambarkan tiap kelainan yang jelas (any circumscribed lesion), yang menonjol di atas permukaan mukosa yang mengelilinginya. Betuk, besar, dan bentuk permukaan polip dapat berbeda-beda.1,3B. Patofisiologi

Polip pada usus besar dibagi atas polip non-epitelial dan polip epitelial. Polip non-epitelial berasal dari jaringan limfoid, otot halus, lemak, dan saraf. Misalnya polip limfoid, yang sessile dan submukosa, terdapat pada bagian distal rektum dan tidak ganas. Polip limfoid ini terjadi karena peradangan lokal. Polip epitelial lebih sering terjadi. Dapat dibagi atas 4 golongan :

1. Adenoma atau golongan neoplastik. Jenis ini sangat berpotensi menjadi ganas. Terdapat 3 jenis adenoma yakni :

a) Adenoma tubular, b) Adenoma villosa, c) Adenoma tubulo-villosa. Adenoma tubular yang khas ialah kecil, sferis dan bertangkai dengan permukaan yang licin. Adenoma villosa biasanya besar dan sessil dengan permukaan yang tidak licin. Sedangkan adenoma tubulo-villosa adalah campuran kedua jenis adenoma. Hampir semua karsinoma kolon timbul dari adenoma. Proses ini dinamakan adenoma-carsinoma sequence. Menurut penelitian tentang adenoma, perubahan ke arah ganas lebih mungkin bila adenoma berukuran lebih besar, berupa adenoma villosa, atau dysplasia epitel berat. Poliposis kolon merupakan suatu polip adenomatosa tetapi penyakit ini di Indonesia jarang ditemukan dan diturunkan menurut hokum Mendel. Bila salah satu orang tua menderita poliposis kira-kira 50% dari keturunannya akan terkena penyakit ini, Sebelum polip mulai nampak, daerah-daerah dengan proliferasi atipik sudah dapat ditemukan pada biopsi mukosa rektum. Proliferasi atipik ini kemudian tumbuh menjadi polip adenomatosa. Biasanya terdapat ratusan hingga ribuan polip pada poliposis familial. Perdarahan, banyak lendir, dan tenesmus menunjukkan adanya transformasi keganasan. Juvenil polyposis syndrome yaitu keadaan terdapatnya polip pada lambung, dan jarang pada ileum dan kolon. Makroskopis kelihatan sebagai polip kecil sampai 2cm, bundar dengan permukaan licin dan merah terang. Polip pada sindrom Peutz-Jegher sebagian besar terdapat pada usus kecil akan tetapi, 15%, polip terdapat pula pada kolon. Polip tersebut sessile atau bertangkai, permukaan kasar dan lobulated, tidak menjadi ganas.

2. Hamartoma. Hamartoma merupakan suatu malformasi, terdiri atas suatu campuran jaringan yang secara normal terdapat di bagian badan tersebut. Pada usus besar ada 2 macam hamartoma yang dikenal, tetapi jarang terjadi, yakni : a) polip juvenile (Juvenile polyp), b) polip pada Syndrome Peutz-Jeghers. Polip juvenile biasanya terjadi pada anak-anak, meskipun tak selalu demikian. Sebagian besar timbul di rektum bagian distal sampai 5 cm dari rektum, biasanya hanya satu atau sedikit jumlahnya. Polip karena peradangan (inflammatory polyps). Inflamatory polyps, terdapat pada peradangan kronik seperti penyakit Chron, colitis ulseratif, disentri basilaris, amebiasis, dan skistosomiasis. Walaupun keliatannya bertangkai tetapi sukar dibedakan antara tangkai dan kepala.3. Polip hiperplastik (hyperplastic polyp). Inflamatory polyps, terdapat pada peradangan kronik seperti penyakit Chron, colitis ulseratif, disentri basilaris, amebiasis, dan skistosomiasis. Walaupun keliatannya bertangkai tetapi sukar dibedakan antara tangkai dan kepala.4. Polip hiperplasi atau metaplastik. Biasanya multiple dan sessile, timbul pada usia lebih dari 40 tahun. Dapat ditemukan disemua bagian usus besar, tetapi lebih sering di rectum. Biasanya lebih kecil dari 0,5cm dan warnanya sama dengan mukosa sekitar atau lebih pucat.1C. Epidemiologi

Penelitian terhadap populasi dan autopsi di Amerika menunjukkan bahwa 30% individu paruh baya memiliki polip kolon, sementara itu, insidens familial adenomatous polyp di Amerika Serikat adalah 1 kasus untuk setiap 6580-8300 orang. Poliposis kolon sendiri jarang ditemukan di Indonesia. Bila adenoma berukuran besar maka perubahan ke arah keganasan menjadi lebih mungkin.

Bila tidak diobati, polip kolon dapat mengalami perkembangan menjadi karsinoma dalam beberapa tahun. Morbiditas dari polip kolon berhubungan dengan komplikasinya, seperti perdarahan, diare, obstruksi usus, dan karsinoma.

Polip kolon berkaitan erat dengan pertambahan usia, biasanya usia setelah 40 tahun. Namun, penyakit ini dapat terjadi dini pada pasien dengan sindroma poliposis. Misalnya, polip kolon dapat terdeteksi pada remaja dengan familial adenomatous polyposis atau pada psien usia 20-40 tahun dengan hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC).4D. Gejala

Sebagian besar polip adenoma bersifat asimtomatik dan ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan sigmoidoskopi, barium enema, atau autopsi. Bila polip menimbulkan gejala, umumnya berupa perdarahan yang nyata atau samar. Sedangkan diare dan sekret mukus dapat dikaitkan dengan adenoma vilosa yang besar dan poliposis familial. 3E. Komplikasi

Kadang polip yang besar dapat menyebabkan intususepsi dan obstruksi usus.3F. Pemeriksaan Colok dubur

Pemeriksaan colok dubur merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan pada setiap keluhan adanya darah dalam feses atau adanya perubahan kebiasaan defekasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan menentukan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal. Pada pemeriksaan colok dubur yang harus diperhatikan adalah (1) keadaan tumor yaitu ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os coccygis, (2) mobilitas tumor untuk mengetahui prospek terapi pembedahan, (3) ekstensi penjalaran yang diukur dari besar tumor dan karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.18 Sigmoidoskopi atau kolonoskopi

Kolonoskopi adalah alat yang paling akurat dapat mengevaluasi mukosa kolon dan dapat digunakan untuk biopsi pada lesi yang mencurigakan, namun tingkat kualitas dan kesempurnaan prosedur bergantung pada perisiapan kolon, sedasi dan kompetensi operator. Kolonoskopi merupakan alat skrining yang direkomendasikan pada pasien berumur diatas 50 tahun. Kolonoskopi mempunyai tangkai yang fleksibel sehingga dapat mengikuti kontur dari kolon, resolusi tinggi dengan pembesaran pada jarak pendek, dan alat serta penyedot untuk pencucian, biopsi mukosa dan elektrokauterisasi.

Gambar 1: Polip pada Colon dengan pemeriksaan Kolonoskopi

Kolonoskopi memberikan keuntungan sebagai berikut : tingkat sensitivitas dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal mencapai 95%, kolonoskopi berfungsi sebagai alat diagnosis melalui biopsi terapi pada polipektomi, kolonoskopi dapat mengidentifikasi dan melakukan reseksi synchronous polyp dan tidak ada paparan radiasi. Kolonoskopi kira-kira 12% lebih akurat dibandingkan barium enema dalam mendeteksi lesi berukuran kecil seperti adenoma.18,19 Foto kontras ganda. 2G. Gambaran Radiologis

Metode radiografi yang utama untuk menilai polip kolon adalah studi double-contrast barium enema (DCBE). Barium enema dahulu sangat berguna, namun entusiasme terhadap studi DCBE menurun karena sensivitasnya yang rendah terhadap polip yang berdiameter kurang dari 1 cm. Selain itu, studi ini juga sulit untuk mendeteksi polip pada area-area di mana lumen tunggal tidak terdeteksi karena tumpang tindih. Pada saat lumen tunggal tidak dapat terdeteksi dan kolonoskopi tidak dapat dilakukan, maka dilakukan penggabungan antara studi DCBE dan flexible sigmoidoscopy. Namun, sigmoidoskopi tidak dapat memberikan pencitraan yang lebih dalam dari sepertiga usus besar, dan prevalensi lesi yang di luar jangkauan sigmoidokopi terus meningkat. Kolonoskopi optic lebih disukai daripada studi DCBE dan sigmoidoskopi. Studi DCBE menyebabkan banyak lesi yang dapat diobati menjadi terlewat.

Gambaran polip pada studi DCBE bergantung dari sudut mana mereka dilihat dan hubungannya dengan barium pool. Saat dilihat dari en face, maka sessile polyps menunjukkan meniscus sign. Meniscus sign merupakan batas dalam yang tegas yang menunjukkan dasar dari polip; sementara itu batas luarnya kurang tegas di mana hal tersebut menunjukkan area mukosa yang normal. Bila dilihat secara tangensial atau miring, maka akan terlihat seperti topi bowler karena meniscus di dasar dan barium menutupi permukaan polip yang terlihat. Polip mengarah pada keganasan jika permukaan polip terlihat irregular dan berlobus, dasarnya lebih lebar dari tingginya, dan jika dasar tersebut nampak retraksi. Pasien dengan familial adenomatous polyps biasanya memiliki lebih dari 100 sessile adenoma berukuran 1-5 mm dan terdapat di seluruh usus besar.

Divertikel dapat menjadi permasalahan dalam mendiagnosis polip. Divertikel yang tertutup feces, divertikel berlobus yang dilihat secara en face, dan edema pada leher divertikel oleh karena inflamasi semuanya dapat menyerupai polip. Namun, jika multiple polip banyak didapatkan sperti pada sindroma poliposis, biasanya jarang terjadi kesalahan diagnosis.5

Polip bertangkai pada caecum. Polip tersebut merupakan hamartomatous polip.4

Polip soliter dengan perubahan yang mengarah pada keganasan.4

Foto left lateral decubitus, menunjukkan multiple polyps dapa kolon transversum dan descenden.4

Foto polos abdomen pada sindroma poliposis. 5

Sindroma poliposis koli.5

Cecal carcinoma.7

Divertikulitis.6

Divertikulitis6H. Terapi

Pengobatan polip kolon dipengaruhi juga oleh pertentangan kemungkinan keganasan yang dapat timbul. Pada poliposis familial kemungkinan terjadi keganasan besar, sehingga diobati dengan proktokolektomi total dan ileostomi permanen atau reseksi subtotal dengan ileorektal anastomosis. Bila rektum dipertahankan, perlu pemeriksaan tentang kemungkinan terjadi kanker. Cara pengobatan adenoma pedunkulata atau adenoma vilosa tidak jelas. Pada umumnya polip dengan diameter lebih dari 2 cm, multiple, atau vilosa dianggap memiliki derajat keganasan yang tinggi dan sebaiknya diangkat. Polip pedunkulata tunggal berdiameter kurang dari 1 cm jarang menjadi ganas dan dapat diobservasi secara berkala. Polip dapat dieksisi dari bawah melalui sigmoidoskopi atau kolonoskopi. Pada lesi yang lebih besar dan adenoma vilosa dilakukan laparotomi dan reseksi segmental.3I. Prognosis

Prognosis bergantung pada jenis polip yang ditemukan :1. Hamartoma usus : polip hamartoma non familial tidak berhubungan dengan peningkatan risiko karsinoma.2. Polip hiperplastik : tidak menyebabkan peningkatan risiko kanker.3. Polip retensi juvenilis : tidak dihubungkan dengan peningkatan risiko karsinoma.

4. Poliposis kolon familial : karsinoma kolon terjadi pada 100% kasus. Kolektomi total untuk mencegah kanker merupakan indikasi absolut.

5. Sindrom Turcot : mempunyai risiko karsinoma kolon pada usia muda.

6. Sindrom Peutz-Jeghers : terdapat sedikit peningkatan risiko karsinoma kolon.

7. Sindrom poliposis juvenilis : terdapat sedikit peningkatan karsinoma kolon.8DAFTAR PUSTAKA1. Aru W. S., Bambang S., Idrus A., Marcellius S. K., Siti S. Buku ajar ilmu penyakit dalam PAPDI jilid 1. Jakarta : Interna Publishing; 2010. hlm 557-9.

2. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC; 2004. hlm 654-7.

3. Sylvia A. P., Lorraine M. W. Patofisiologi volume 1. Los Angeles; 1994. hlm 563-6.

4. Justin D. P., Eugene C.L. Imaging in colon polyps. Medscape Reference (update 2011, Mei 25). Avalaible from http://emedicine.medscape.com/article/367452-overview#a19. Accessed November 23, 2012.

5. Ali N. K., Eugene C.L. Imaging in colon polyposis syndromes. Medscape Reference (update 2011, Juni 28). Available from http://emedicine.medscape.com/article/372273-overview#a19. Accessed November 22, 2012.

6. Sandor J., Eugene C.L. Imaging diverticulitis of the colon. Medscape Reference (update 2011, Mei 25). Avalaible from http://emedicine.medscape.com/article/367320-overview#a19. Accessed November 23, 2012.7. Isaac H., Eugene C. L. Imaging in adenocarcinoma of the colon. Medscape Reference (update 2011, Juni 8). Available from http://emedicine.medscape.com/article/367061-overview. Accessed November 23, 2012.8. Stanlay L. Robbins, Vinay Kumar. Buku ajar patologi. Jakarta : EGC; 2007. hlm 565-6