Referat Peritonitis

15
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut (peritonieum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan yang biasanya disertai dengan bakterisemia atau sepsis. Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

description

martha dewi caesa putri

Transcript of Referat Peritonitis

Page 1: Referat Peritonitis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ

perut (peritonieum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus

organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis merupakan suatu kegawat

daruratan  yang biasanya disertai dengan bakterisemia atau sepsis.

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi

akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis,

perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi

kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten

terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus

menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau

enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas

dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari

kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.

Page 2: Referat Peritonitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ

perut (peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus

organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau

difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik.

Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan  yang biasanya disertai dengan

bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan

perforasi viskus (secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada

intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary peritonitis. (Fauci et al, 2008)

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Peritoneum adalah selaput serosa yang tembus pandang dan sinambung, terdiri

dari dua lembar, yaitu peritoneum parietal yang melapisi sinding abdomen, dan

peritoneum visceral yang menutupi visera (seperti gaster dan intestinum).

Cavitas peritonealis, ruang antara kedua lembar peritoneum, ialah sebuah

rongga potensial karena organ – organ terletak sangat berdekatan. Dalam cavitas

peritonealis terdapat sedikit cairan sebagai lapisan tipis untuk melumasi permukaan

peritoneum, sehingga memungkinkan visera

abdomen bergerak satu terhadap yang lain tanpa

terjadi gesekan.

Page 3: Referat Peritonitis

2.3 Etiologi

Agen infeksius dapat masuk ke rongga peritoneum melalui perforasi usus, luka

penetrasi dinding abdomen, atau paparan benda asing (chroniv peritoneal dialysis

catheter). (Fauci et all, 2008)

Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan menjadi:

·        Peritonitis primer (Spontaneus)

Spontaneous bacterial peritonitis ( SBP ) adalah infeksi bakteri akut cairan

asites. Kontaminasi dari rongga peritoneum diperkirakan sebagai akibat dari translokasi

bakteri di dinding usus atau limfatik mesenterika dan jarang melalui hematogen dengan

adanya bakteremia

SBP dapat terjadi sebagai komplikasi dari setiap keadaan penyakit yang

menghasilkan sindrom klinis asites , seperti gagal jantung dan sindrom Budd - Chiari .

Anak-anak dengan nephrosis atau lupus eritematosus sistemik yang memiliki asites

juga memiliki risiko tinggi terkena SBP . Risiko tertinggi SBP adalah pada pasien

dengan sirosis yang dalam keadaan dekompensasi, penurunan fungsi sintetis hati

dengan asosiasi yang rendah kadar total protein , kadar komplemen yang rendah , atau

protrombin time yang berkepanjangan ( PT ). Pasien dengan kadar protein rendah

dalam cairan asites ( < 1 g / dL ) memiliki 10 kali lipat lebih berisiko mengembangkan

SBP dibandingkan dengan tingkat protein lebih dari 1 g / dL . Sekitar 10-30 % pasien

dengan sirosis dan asites terkena SBP. Kejadian meningkat menjadi lebih dari 40 %

dengan kadar protein cairan asites kurang dari 1 g / dL (yang terjadi pada 15 % pasien),

mungkin karena penurunan aktivitas opsonic cairan asites.

Lebih dari 90 % kasus SBP disebabkan oleh infeksi monomicrobial . Patogen

yang paling sering adalah organisme gram - negatif (misalnya , E coli [ 40 % ] , K

pneumoniae [ 7 % ] , spesies Pseudomonas , Proteus spesies , dan spesies gram

negatif lainnya [ 20 % ] ) dan organisme gram positif ( misalnya , Streptococcus

pneumoniae [ 15 % ] , spesies Streptococcus lainnya [ 15 % ] , Staphylococcus [ 3 % ] )

Mikroorganisme anaerobik ditemukan kurang dari 5 % dari kasus. (Brian,2011).

·        Peritonitis sekunder

Page 4: Referat Peritonitis

Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis,

perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon

sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker, serta strangulasi usus halus (Brian,2011).

Tabel 1. Penyebab Peritonitis Sekunder

Regio

AsalPenyebab

Esophagu

s

Boerhaave syndrome

Malignancy

Trauma (mostly penetrating)

Iatrogenic*

Stomach

Peptic ulcer perforation

Malignancy (eg, adenocarcinoma, lymphoma,

gastrointestinal stromal tumor)

Trauma (mostly penetrating)

Iatrogenic*

Duodenum

Peptic ulcer perforation

Trauma (blunt and penetrating)

Iatrogenic*

Biliary tract

Cholecystitis

Stone perforation from gallbladder (ie, gallstone ileus) or

common duct

Malignancy

Choledochal cyst (rare)

Trauma (mostly penetrating)

Iatrogenic*

Pancreas

Pancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones)

Trauma (blunt and penetrating)

Iatrogenic*

Small Ischemic bowel

Page 5: Referat Peritonitis

bowel

Incarcerated hernia (internal and external)

Closed loop obstruction

Crohn disease

Malignancy (rare)

Meckel diverticulum

Trauma (mostly penetrating)

Large

bowel and

appendix

Ischemic bowel

Diverticulitis

Malignancy

Ulcerative colitis and Crohn disease

Appendicitis

Colonic volvulus

Trauma (mostly penetrating)

Iatrogenic

Uterus,

salpinx,

and

ovaries

Pelvic inflammatory disease (eg, salpingo-oophoritis,

tubo-ovarian abscess, ovarian cyst)

Malignancy (rare)

Trauma (uncommon)

·        Peritonitis tertier

Peritonitis tersier lebih sering terjadi pada pasien immunocompromised dan

pada orang dengan kondisi komorbiditas yang sudah ada sebelumnya yang signifikan .

Peritonitis tersier juga bisa terjadi karena mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi

kuman, dan akibat tindakan operasi sebelumnya. (Brian, 2011)

2.4 Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang

menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi

infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap

Page 6: Referat Peritonitis

sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus (Fauci et al,

2008).

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran

mengalamikebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka

dapatmenimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya

interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa

ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba

untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk

buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini

segera gagal begitu terjadi hipovolemia (Fauci et al, 2008).

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami

oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ

tersebutmeninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen

usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk

jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah

dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya

cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra

abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan

penurunan perfusi (Fauci et al, 2008).

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila

infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis

umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus

kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen

usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat

terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu

pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus (Fauci et al, 2008).

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus

karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik

usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana

yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat

total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah

Page 7: Referat Peritonitis

sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan

akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen

sehingga dapat terjadi peritonitis (Fauci et al, 2008).

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang

tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk

keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang

mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat

terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam

selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang

disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defansmuskuler, dan keadaan umum yang

merosot karena toksemia (Fauci et al, 2008).

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai

di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata.

Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut.

Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut.

Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena

rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.

Kemudian menyebar keseluruh perutmenimbulkan nyeri seluruh perut pada awal

perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis

kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsanganperitoneum berupa mengenceran

zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara

sampai kemudian terjadi peritonitis bacteria (Fauci et al, 2008).

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan

neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

mengalamibendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas

dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem,

diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem

bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang

Page 8: Referat Peritonitis

diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan

perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general (Fauci et al,

2008).

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul

abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ

yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi

dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan

kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling

lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan

terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis

hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena

mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam

timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum (Fauci et al, 2008)

.

2.5 Manifestasi Klinis.

2.5.1 Gejala

Manisfestasi yang palingsering adalah nyeri abdomen akut dan tenderness,

biasanya juga diikuti demam. Lokasi nyeri tergantung dari penyebab dan apakah itu

inflamasi lokal atau general. Peritonitis lokal sering ditemukan pada appendisitis dan

divertikulitis tanpa komplikasi, dan pemeriksaan fisik hanya terbatas pada area

inflamasi. Peritonitis general disebabkan oleh inflamasi yang menyebar luas dan difuse

abdominal tendernes dan rebound. (Fauci et al, 2008)

·       

2.5.2 Tanda

Biasanya terdapat rigiditas pada dinding abdomen,bising usus mengilang,

takikardi dan terdapat tanda – tanda dehidrasi. Pada pemerikasaan laboratorim dapat

ditemukan leikositosis dan asidosis. Plain abdominal film menunjukan dilatasi usus

besar dan usus kecil dengan edem di dinding perut. Adanya udara bebas dibawah

diafragma disebabkan oleh viskus perforasi. CT-scan atau USG dapat mengidentifikasi

ada atau tidaknya cairan asites atau abses. Pada pasien orang tua atau pasien

Page 9: Referat Peritonitis

immunocomprimise tanda – tanda dari iritasi peritoneal lebih sulit terdeteksi. (Fauci et

al, 2008)

·       

2.6 Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 Laboratorium

2.6.2 Radiologi

2.7 Tata Laksana

2.8     Komplikasi

2.9     Prognosis

Page 10: Referat Peritonitis

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

           

Page 11: Referat Peritonitis

DAFTAR PUSTAKA

Brian, J. 2011, Peritonitis and Abdominal Sepsis. Diakses pada 29 September 2014.

http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview#aw2aab6b2b4aa

Fauci et al, 2008, Harrison’s Principal Of Internal Medicine Volume 1, McGraw Hill, Peritonitis

halaman 808-810, 1916-1917