Refrat Peritonitis

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel – sel, dan pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum Peritonitis merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus – menerus, tidak akan terjadi peritonitis. Sebagian besar peritonitis disebabkan karena perforasi appendiks, lambung, usus halus, atau kandung empedu Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan PERITONITS Page 1

Transcript of Refrat Peritonitis

Page 1: Refrat Peritonitis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel – sel, dan pus,

biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi,

muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum

Peritonitis merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran

infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus

gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka

tembus abdomen.

Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung

terus – menerus, tidak akan terjadi peritonitis. Sebagian besar peritonitis disebabkan karena

perforasi appendiks, lambung, usus halus, atau kandung empedu

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan

analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis

selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga

oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera

langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan

PERITONITS Page 1

Page 2: Refrat Peritonitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera

dalam rongga perut yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. 1,2

Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum pada membrana serous pada garis cacum

abdominal dan viserra. Peritonitis biasanya terjadi local atau general dan menghasilkan infeksi

(sering terjadi rupture pada organ pada trauma abdominal atau appendicitis) atau dari proses non-

infeksi. 1

Suatu peritonitis dapat terjadi oleh karena kontaminasi yang terus menerus oleh kuman,

kontaminasi dari kuman dengan strain yang ganas, adanya benda asing ataupun cairan bebas

seperti cairan ascites akan mengurangi daya tahan peritoneum terhadap bakteri. Omentum juga

merupakan jaringan yang penting dalam penmgontrolan infeksi dalam rongga perut.2

2.2 ANATOMI

DINDING PERUT

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Dibagian

belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah

pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis

kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies superfisial ( facies

skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus

abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan

peritonium, yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan

tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah

dipisahkan oleh linea alba. 1,2

PERITONITS Page 2

Page 3: Refrat Peritonitis

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas

lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadilah hernia

bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot dinding perut adalah pada pernafasan juga

pada proses berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan intra abdominal.2

Gambar 1.1(a) Tampak anterior otot dinding abdomen (b) Penampang melintang otot abd.

PERITONEUM

Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesotial di atas dasar fibroelastik. Terbagi

menjadi visceral, menutupi usus dan mesenterium, dan bagian parietal yang melapisi dinding

abdomen dan berhubungan dengan fascia muscular. Pasokan darah datang dari struktur di

bawahnya. Persarafan lebih spesifik , hanya berespons terhadap traksi atau regangan. Peritoneum

parietale mempunyai komponen somatik dan visceral dan memungkinkan lokalisasi stimulus

yang berbahaya dan menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas 1,2

Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang

juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran yang

membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang meliputi

organ dinamakan peritoneum viscerale.2

PERITONITS Page 3

Page 4: Refrat Peritonitis

Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan

menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa pembuluh darah,

pembuluh limfe, dan saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar masing-masing organ diberi nama-

nama khusus. 3,5

Gambar 1.2 Struktur dari peritoneum

Luas peritoneum kira-kira 1,8 meter2, sama dengan luas permukaan kulit orang dewasa.

Fungsi peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki membran basal semipermiabel yang

berguna untuk difusi air, elektrolit, makro, maupum mikro sel. Oleh karena itu peritoneum punya

kemampuan untuk digunakan sebagai media cuci darah yaitu peritoneal dialisis dan menyerap

cairan otak pada operasi ventrikulo peritoneal shunting dalam kasus hidrochepalus. 3,4

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

1.Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).

2.Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.

3.Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri saling

menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura. Dengan demikian

baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura. Duplikatura ini menghubungkan

usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut dan dapat dipandang sebagai suatu alat

PERITONITS Page 4

Page 5: Refrat Peritonitis

penggantung usus yang disebut mesenterium. Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium

ventrale dan mesenterium dorsale. 1-3

Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas,

pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat pada

usus halus. Di antara dua lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat pembuluh

darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus. Bagian mesenterium di sekitar usus

besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti

celemek di sebelah atas depan usus bernama omentum majus. Bangunan ini memanjang dari tepi

lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan kemudian melipat kembali dan

melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih kecil bernama omentum minus

yang terentang antara lambung dan liver. 2,3

Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale mendekati

peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan. Akibat

perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat penggantung lagi, dan

terletak sekarang dorsal peritonium sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih

mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh

peritoneum parietale, disebut terletak intraperitoneal.

Struktur di perut diklasifikasikan sebagai intraperitoneal, retroperitoneal atauinfraperitoneal

tergantung pada apakah mereka ditutupi dengan peritoneum visceral danapakah mereka

dilengkapi dengan polip (mensentery, mesokolon).

Struktur yang Intraperitoneal umumnya bergerak, sementara mereka yang retroperitoneal relatif

tetap dilokasi mereka. 1-3

Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu

intraperitoneum; gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon

sigmoid, sekum, dan appendix (

retroperitoneum : pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter 1-4

PERITONITS Page 5

Page 6: Refrat Peritonitis

Gambar 1.3 Organ Intraabdomen

Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom

dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada

usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau

regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia

misalnya pada kolik atau radang seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang

merasaka nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga

biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah yang nyeri. 4,5

Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena

adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti

seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri.

Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh perdarahan dari

cabang aa. Intercostalis VI – XII dan a. epigastrika superior. Dari kaudal terdapat a. iliaca a.

sircumfleksa superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior. Kekayaan

vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan

gangguan perdarahan. 1-3

Persarafan dinding perut dipersyarafi secara segmental oleh n.thorakalis VI – XII dan n.

lumbalis I. 2

PERITONITS Page 6

Page 7: Refrat Peritonitis

2.3 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

Peritonitis dapat digolongkan menjadi 3 kelompok berdasarkan dari penyebabnya.

1. Peritonitis Primer (Spontaneus)

Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari

rongga peritoneum. Banyak terjadi pada penderita : 3,4

- sirosis hepatis dengan asites

- nefrosis

- SLE

- bronkopnemonia dan TBC paru

- pyelonefritis

2. Peritonitis Sekunder (Supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus

urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal.

Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob,

khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan

infeksi. 3-5

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.

Kuman dapat berasal dari:

Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti:

Iritasi Kimiawi : Perforasi gaster, pankreas, kandung empedu, hepar, lien,

kehamilan extra tuba yang pecah

Iritasi bakteri : Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista ovarii pecah, ruptur

buli dan ginjal.

Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam

cavum peritoneal.

PERITONITS Page 7

Page 8: Refrat Peritonitis

Regio Asal Penyebab

Esophagus

Boerhaave syndrome

Malignancy

Trauma (mostly penetrating)

Iatrogenic*

Stomach

Peptic ulcer perforation

Malignancy (eg, adenocarcinoma, lymphoma,

gastrointestinal stromal tumor)

Trauma (mostly penetrating)

Iatrogenic*

Duodenum

Peptic ulcer perforation

Trauma (blunt and penetrating)

Iatrogenic*

Biliary tract

Cholecystitis

Stone perforation from gallbladder (ie, gallstone

ileus) or common duct

Malignancy

Choledochal cyst (rare)

Trauma (mostly penetrating)

Iatrogenic*

Pancreas

Pancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones)

Trauma (blunt and penetrating)

Iatrogenic*

Small bowel

Ischemic bowel

Incarcerated hernia (internal and external)

Crohn disease

Malignancy (rare)

Meckel diverticulum

Trauma (mostly penetrating)

PERITONITS Page 8

Page 9: Refrat Peritonitis

Large bowel and appendix

Ischemic bowel

Diverticulitis

Malignancy

Ulcerative colitis and Crohn disease

Appendicitis

Colonic volvulus

Trauma (mostly penetrating)

Iatrogenic

Uterus, salpinx, and ovaries

Pelvic inflammatory disease (eg, salpingo-

oophoritis, tubo-ovarian abscess, ovarian cyst)

Malignancy (rare)

Trauma (uncommon)

Tabel 1.1 Penyebab Peritonitis Sekunder

Gambar 1.4 Lokasi Penyebab Peritonitis Sekunder

PERITONITS Page 9

Page 10: Refrat Peritonitis

3. Peritonitis Tersier

Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman,

danakibat tindakan operasi sebelumnya. 2,3

2.4. MANIFESTASI KLINIS

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda

rangsangan peritonium.

- Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa

menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai

hilang akibat kelumpuhan sementara usus. 4

- Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi

takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.4

- Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran

peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak

seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan

seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya. 4,5

2.5 PATOFISOLOGI

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.

Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel

menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya

menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak

dapat mengakibatkan obstuksi usus. 2

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami

kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan

kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon

hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak

organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit

PERITONITS Page 10

Page 11: Refrat Peritonitis

oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah

jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. 2,5

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem.

Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.

Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh

organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal

menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan

yang tidak ada, serta muntah. 2

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan

tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan

penurunan perfusi. 2

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi

menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas

peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.

Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan

sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang

dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. 2,4

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena

adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha

untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak

disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi

obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan

nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada

rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.5

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi

tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama

mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan

sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem

PERITONITS Page 11

Page 12: Refrat Peritonitis

bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya

mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general. 2,5

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat

mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra

peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut,

mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia

onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya

didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala

peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala

karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul

gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium. 2,4,7

2.6. DIAGNOSIS

2.6.1 PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu

badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda

dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan. 1

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam dengan

temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia.

Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler

yang disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga

abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi

semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya

peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis. 7

PERITONITS Page 12

Page 13: Refrat Peritonitis

Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan

ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk

menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan.

INSPEKSI, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan

kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang

disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang

membuncit dan tegang atau distended. 1,2

Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di abdomen,

auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuk pasien.

Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif.

Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu

dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai

pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans

muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale

(nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan

ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan 3-5

Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut

menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan

menghindari gerakan atau tekanan setempat. 1,5

Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau

cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting

dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen

hipertimpani karena adanya udara bebas tadi. 6,7

PERITONITS Page 13

Page 14: Refrat Peritonitis

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan

pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. 1,6

Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan informasi pada

peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah panggul, seperti

apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general peritonitis.

Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada

paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya

kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan kelainan pada alat

kelamin dalam perempuan. 1,2

Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan

peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan

karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus

paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal. 3,6

2.6.2. GAMBARAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam

memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3

posisi, yaitu : 5,9

1.Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior ( AP ).

2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal

proyeksi AP.

3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP.

PERITONITS Page 14

Page 15: Refrat Peritonitis

Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena

sebab lain, tanda utama radiologi adalah :7

1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan

kekaburan pada cavum abdomen.

2. .Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit

(semilunair shadow).

3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi.

Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding

abdomen.

Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen,

preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra

peritoneal. 2,7

Gambar 1.5 Foto BNO pada peritonitis

2.6.3 .Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang

meningkat dan asidosis metabolik.

Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3

gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum

per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan

merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 2,9

PERITONITS Page 15

Page 16: Refrat Peritonitis

2.7 PENATALAKSANAAN

Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan 8

• memuasakan pasien,

• dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal

• penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena

• pemberian antibiotik yang sesuai

• pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya

• bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar

• tindakan-tindakan menghilangkan nyeri

Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan

medis. Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan

dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran ke

dalam ruang vaskuler. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan

sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam

menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen

dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress

pernapasan. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi

secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan. 4,8

Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.

Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi dengan

atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau

divertikulitis dan drainase pada abses. 8,9

Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan

bersamaan. Akhir-akhir ini drainase dengan panduan CT-scan dan USG merupakan pilihan

PERITONITS Page 16

Page 17: Refrat Peritonitis

tindakan nonoperatif yang mulai gencar dilakukan karena tidak terlalu invasif, namun terapi ini

lebih bersifat komplementer, bukan kompetitif disbanding laparoskopi, karena seringkali letak

luka atau abses tidak terlalu jelas sehingga hasilnya tidak optimal. 4,5,8

Sebaliknya, pembedahan memungkinkan lokalisasi peradangan yang jelas, kemudian dilakukan

eliminasi kuman dan inokulum peradangan tersebut, hingga rongga perut benar-benar bersih dari

kuman. 5,8

2.8 KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut

dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : 1,9,10

a.Komplikasi dini

Septikemia dan syok septik

Syok hipovolemik

Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi sistem

Abses residual intraperitoneal

Portal Pyemia (misal abses hepar)

b.Komplikasi lanjut

Adhesi

Obstruksi intestinal rekuren

2.9 PROGNOSIS

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis

umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen. 1

PERITONITS Page 17

Page 18: Refrat Peritonitis

BAB III

PENUTUP

3.1 RINGKASAN

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang

biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan

penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan

intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang

mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis

Peritonitis merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran

infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus

gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka

tembus abdomen dan merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan dalam bedah. Peritonitis

dapat dibagi menjadi tiga yaitu primer, sekunder, dan tersier tergantung dari penyebabnya.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan

analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Penatalaksanaan dari peritonitis yaitu : dekompresi saluran cerna dengan penghisapan

nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara

intravena , pemberian antibiotic yang sesuai, dan pembuangan dari focus infeksi dari organ

abdomen. Prognosis untuk peritonitis local adalah baik, sedangkan untuk peritonitis umum yaitu

buruk.

PERITONITS Page 18

Page 19: Refrat Peritonitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2011.

2. Schwartz, Shires, Spencer. Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Intisari Prinsip –

Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2000. Hal 489 – 493

3. Schrock. T. R.. Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7, alih bahasa

dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta. 2000.

4. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta

Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.

5. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu Bedah; 221-

239, EGC, Jakarta. 1997

6. Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University of Illnois College of

Medicine,third edition,1997, Toronto.

7. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I. Abdomen Akut, dalam Radiologi Diagnostik, Hal

256-257, Gaya Baru, Jakarta. 1999

8. Rotstein. O. D., Simmins. R. L., 1997, Peritonitis dan Abses Intra-abdomen dalam

Terapi Bedah Mutakhir, Jilid 2, Ed.4, alih bahasa dr. Widjaja Kusuma, Binarupa Aksara,

Jakarta

9. Rosalyn Carson-De Witt MD, Peritonitis Health Article,

http://www.css/healthlinestyles.v1.01.css

10. J.A.Lee, Division Of Surgery, San Francisco, Peritonitis – secondary,

http://www.medlineplus/ency/encyclopedia-Ah-Ap/peritonitis-secondary-00312.htm

PERITONITS Page 19

Page 20: Refrat Peritonitis

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN …………………………………………………………………… 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi …………………………………………………………… 2

2.2 Anatomi …………………………………………………………… 2

2.3 Etiologi dan Klasifikasi …………………………………………… 7

2.4 Manifestasi Klinis …………………………………………………… 7

2.5 Patofisiologi …………………………………………………………… 10

2.6 Diagnosis …………………………………………………………… 12

2.6.1 Pemeriksaan Fisik …………………………………………… 12

2.6.2 Pemeriksaan Radiologi ………………………………………….. 14

2.6.3 Pemeriksaan Lab …………………………………………… 15

2.7 Penatalaksanaan …………………………………………………… 16

2.8 Komplikasi …………………………………………………… 17

2.9 Prognosis …………………………………………………… 17

BAB III

PENUTUP

3.1 Ringkasan …………………………………………………………… 18

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………... 19

PERITONITS Page 20

Page 21: Refrat Peritonitis

Disusun Oleh:

Nelwan Filipus Tando - 11.2011.076

Pembimbing:

dr. Ngatman H, Sp.B

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

RS. Mardi Rahayu, Kudus

PERITONITS Page 21

REFERAT

PERIT ONITIS

Page 22: Refrat Peritonitis

Periode 4 Juni 2012 – 11 Agustus 2012

PERITONITS Page 22