Referat omsk

download Referat omsk

of 30

description

omsk

Transcript of Referat omsk

BAB IPENDAHULUAN

Obstruksi saluran napas atas (OSNA) adalah penyumbatan pada saluran nafas atas, yang bisa terjadi pada laring, faring dan percabangan trakea yang dapat menyebabkan kegagalan sistem pernapasan. Namun yang paling menimbulkan kegawatdaruratan adalah obstruksi pada laring.1 Penyebab terjadinya OSNA antara lain abses parafaring, abses retrofaring, benda asing, paralisis nervus rekuren bilateral, reaksi alergi, sindroma croup, tumor laring, trauma. 1,2Gejala yang terjadi tergantung dari penyebab OSNA.1 Namun ada beberapa gejala umum pada OSNA, antara lain sesak napas, warna muka pucat sampai menjadi sianosis karena hipoksia, penurunan kesadaran, tersedak, panik, agitasi, wheezing, stridor, cekungan yang terdapat saat inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan interkostal. Cekungan terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat. 2Dalam penanggulangan OSNA pada prinsipnya diusahakan agar jalan nafas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi, antibiotika serta pemberian oksigen intermiten dilakukan pada sumbatan stadium 1 yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran napas ini dapat dengan memasukkan pipa endotrakea melalui mulut (Intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan stadium 2 dan 3 sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan stadium 4.2Apabila penanganan dini berhasil dilakukan, maka prognosis cukup baik namun apabila kondisi dasar pasien buruk dapat berakibat fatal meskipun telah tertangani.1

BAB IILARING

Gambar 1. Anatomi saluran napas atas 3A. ANATOMI LARINGStruktur penyanggaStruktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa kartilago yang berpasangan ataupun tidak. Di sebelah superior terdapat os hiodeum, struktur yang berbentuk U dan dapat dipalpasi di leher depan dan lewat mulut pada faring lateral. Meluas dari masing-masing sisi bagian tengah os atau korpus hiodeum adalah suatu prosesus panjang dan pendek yang mengarah ke posterior dan suatu prosesus pendek yang mengarah ke superior. Tendon dan otot-otot lidah, mandibula dan kranium melekat pada permukaan superior korpus dan kedua prosesus. Saat menelan,kontraksi otot-otot ini mengangkat laring. Namun bila laring dalam keadaan labil, maka otot-otot tersebut akan membuka mulut dan akan ikut berperan dalam gerakan lidah. Di bawah os hiodeum dan menggantung pada ligamentum tirohioideum adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea. Kedua alae menyatu di garis tengah pada sudut yang lebih dulu dibentuk pada pria lalu membentuk jakun (Adams apple). Pada tepi posterior masing-masing alae terdapat kornu superior dan inferior. Artikulasio kornu inferior dengan kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit pergeseran atau gerakan antara kartilago tiroidea dan krikoidea. 2,4Kartilago krikoidea yang juga mudah teraba di bawah kulit melekat pada kartilago tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum. Tidak seperti struktur penyokong lainnya dari jalan pernapasan, kartilago krikoidea berbentuk lingkaran penuh dan tak mampu mengembang. Permukaan posterior atau lamina krikoidea cukup lebar, sehingga kartilago ini tampak seperti signet ring. Di sebelah inferior, kartilago trakealis pertama melekat pada krikoid lewat ligamentum interkartilaginosa. 2,4Pada pemeriksaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritenoidea, masing-masing berbentuk seperti piramid berisi tiga. Basis piramidalis berartikulasi dengan krikoid pada artikulasio krikoaritenoidea, sehingga dapat terjadi gerakan meluncur dari medial ke lateral dan rotasi. Tiap kartilago aritenoidea mempunyai dua prosesus, prosesus vokalis anterior dan prosesus muskularis lateralis. Ligamentum vokalis meluas ke anterior dari masing-masing prosesus vokalis dan berinsersi ke dalam kartilago tiroidea di garis tengah. Prosesus vokalis membentuk dua per lima bagian belakang dari korda vokali, sementara ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda vokalis suara membentuk glotis. Bagian laring di atasnya disebut supraglotis dan di bawahnya subglotis. Terdapat dua pasang kartilago kecil dalam laring yang tidak memiliki fungsi. Kartilago kornikulata terletak dalam jaringan di atas menutupi aritenoid. Di sebelah lateralnya, yaitu di dalam plika ariepiglotika terletak kartilago kuneidormis.2,4

Gambar 2. Anatomi glotis, supraglotis dan subglotis5Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang berbentuk seperti bat pingpong. Pegangan melekat melalui suatu ligamentum pendek pada kartilago tiroidea tepat di atas korda vokalis, sementara bagian racquet meluas ke atas di belakang korpus hioideum ke dalam lumen faring, memisahkan pangkal lidah dari laring. Fungsi epiglotis sebagai lunas yang mendorong makanan yang ditelan ke samping jalan napas laring.4Selain itu, laring juga disokong oleh jaringan elastik. Di sebelah superior, pada kedua sisi laring terdapat membrana kuadrangularis yang meluas ke belakang dari tepi lateral epiglotis hingga tepi lateral kartilago aritenoidea. Dengan demikian,membrana ini membagi dinding antara laring dan sinus piriformis dan batas superiornya disebut plika ariepiglotika. Pasangan jaringan elastik penting lainnya adalah konus elastikus. Jaringan ini jauh lebih kuat dari membrana kuadrangularis, dan meluas ke atas dan medial dari arkus kartilaginis krikoidea untuk bergabung dengan ligamentum vokalis pada masing-masing sisi. Jadi konus elastikus terletak di bawah mukosa di bawah permukaan korda vokalis sejati. 4Struktur laring dalamSebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia yang dikenal dengan epitel respiratorius. Namun,bagian-bagian laring yang terpapar aliran udara terbesar, misalnya permukaan lingua pada epiglotis, permukaan superior plika ariepiglotika dan permukaan superior serta tepi bebas korda vokalis sejati, dilapisi epitel gepeng yang lebih keras. Kelenjar penghasil mukus banyak ditemukan dalam epitel respiratorius. 4Struktur pertama yang diamati pada pemeriksaan memakai kaca adalah epiglotis. Tiga pita mukosa meluas dari epiglotis ke lidah. Di antara pita mediana dan setiap pita lateral terdapat suatu kantung kecil, yaitu valekula. Di bawah tepi bebas epiglotis dapat terlihat aritenoid sebagai dua gunukan kecil yang dihubungkan oleh otot interaritenoid yang tipis. Perluasan dari masing-masing aritenoid ke anterolateralis menuju tepi lateral bebas dari epiglotis adalah plika ariepiglotika, merupakan suatu membrana kuadrangularis yang dilapisi mukosa. Di lateral plika ariepiglotika terdapat sinus atau resesus piriformis. Struktur ini bila dilihat dari atas, merupakan suatu kantung berbentuk segitiga dimana tidak memiliki dinding posterior. Dinding medialnya di bagian atas adalah kartilago kuadrangularis dan di bagian bawah kartilago aritenoidea dengan otot-otot lateral yang melekat padanya, dan dinding lateral adalah permukaan dalam alae tiroid. Di sebelah posterior sinus piriformis berlanjut sebagai hipofaring. Sinus piriformis dan faring bergabung ke bagian inferior, ke dalam introitus esophagi yang dikelilingi oleh otot krikofaringeus yang kuat. 4Dalam laring sendiri, terdapat dua pasang pita horizontal yang berasal dari aritenoid dan berinsersio ke dalam kartilago tiroidea bagian anterior. Pita suara adalah korda vokalis palsu atau pita ventrikular, dan lateral terhadap korda vokalis sejati. Korda vokalis palsu terletak tepat di inferior tepi bebas membrana kuadrangularis. Ujung korda vokalis sejati (plika vokalis) adalah batas superior kornu elastikus. Otot vokalis dan tiroaritenoideus membentuk massa dari korda vokalis ini. Karena permukaan superior korda vokalis adalah datar, maka mukosa akan memantulkan cahaya dan tampak berwarna putih pada laringoskop indirek. Korda vokalis palsu dan sejati dipisahkan oleh ventrikulus laringis. Ujung anterior ventrikel meluas ke superior sebagai suatu divertikulum kecil yang dikenal sebagai sakulus laringis, dimana terdapat sejumlah kelenjar mukus yang diduga melumasi korda vokalis. 4

Gambar 3. Struktur laring dalam6Struktur di sekitarnyaDi sebelah anterior terdapat ismus kelenjar tiroid yang menutup beberapa cincin trakea pertama, sementara lobus tiroid terletak di atas dinding lateral trakea dan dapat meluas hingga ke alae tiroid. Ismus perlu diangkat dan terkadang diinsisi saat melakukan trakeostomi menembus cincin kartilagonus trakealis yang ketiga. Otot-otot leher menutup laring dan kelenjar tiroid, kecuali di garis tengah dimana raphe median menyebabkan struktur-struktur laring terletak dalam posisi subkutan. Membrana krikotiroidea mudah dipalpasi dan dalam keadaan darurat, dapat dengan cepat diinsisi untuk membuat jalan napas, arteri inominata tidak jarang melewati di depan trakea servikalis sehingga perlu dilakukan palpasi yang cermat dalam pelaksanaan trakeostomi. Di lateral dan posterior terhadap laring adalah selubung karotis yang masing-masing berisi arteri karotis, vena jugularis dan saraf vagus. 4

Gambar 4. Struktur di sekitar laring7B. FISIOLOGI LARINGWalaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun ternyata memiliki tiga fungsi utama proteksi jalan napas, respirasi dan fonasi. Laring merupakan salah satu bagian dari saluran napas atas. Perlindungan jalan napas selama aksi menelan melalui berbagai mekanisme berbeda. Elevasi laring di bawah pangkal lidah melindungi laring lebih lanjut dengan mendorong epiglotis dan plika ariepiglotika ke bawah menutup aditus. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus laringitis dan masuk sinus piriformis, selanjutnya ke introitus esofagi. Relaksasi otot krikofaringeus yang terjadi bersamaan mempermudah jalan makanan ke dalam esofagus sehingga tidak masuk ke laring. Di samping itu, respirasi juga dihambat selama proses menelan melalui suatu refleks yang diperantarai reseptor pada mukosa daerah supraglotis. Hal ini mencegah inhalasi makanan atau saliva. 4Selama respirasi, tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai derajat penutupan korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini membantu sistem jantung seperti juga ia mempengaruhi pengisian dan pengosongan jantung dan paru. Selain itu, bentuk korda vokalis palsu dan sejati memungkinkan peningkatan tekanan intratorakal yang diperlukan untuk tindakan-tindakan mengejan misalnya mengangkat benda berat atau defekasi. Pelepasan tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan ekspansi alveoli terminal dari paru dan membersihkan sekret atau partikel makanan yang berakhir dalam aditus laringis. 4Korda vokalis sejati yang teraduksi kini diduga berfungsi sebagai suatu alat bunyi pasif yang bergetar akibat udara yang dipaksa antara korda vokalis sebagai akibat kontraksi otot-otot ekspirasi. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas korda vokalis sejati dan tegangan korda itu sendiri. Otot ekstralaring juga dapat ikut berperan. 4

BAB IIIOBSTRUKSI SALURAN NAFAS ATAS

A. DEFINISIObstruksi saluran napas atas (OSNA) adalah penyumbatan pada saluran nafas atas, yang bisa terjadi pada laring, faring dan percabangan trakea yang dapat menyebabkan kegagalan sistem pernapasan. Namun yang paling menimbulkan kegawatdaruratan adalah obstruksi pada laring.1

B. ETIOLOGIPenyebab terjadinya OSNA antara lain:1,21. Abses ParafaringRuang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara (1) langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi, (2) proses supurasi kelenjar limfe leher bagian dalam, gigi,tonsil,faring, hidung, sinus paranasal, mastoid, dan vertebra servikal (3) penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.82. Abses retrofaringAbses retrofaring merupakan salah satu jenis abses leher dalam. Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses di ruang retrofaring ialah (1) infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring, (2) trauma dinding belakang faring oleh benda asing, (3) tuberculosis vertebra servikalis bagian atas. 83. Benda AsingBenda asing dapat dibedakan menjadi benda yang berasal dari luar tubuh (eksogen) atau dari dalam tubuh (endogen). Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda eksogen padat juga dibedakan menjadi zat organik (kacang-kacangan), dan zat anorganik (mainan kecil, koin). Benda asing eksogen dapat berupa sekret kental, darah, nanah,krusta.94. Paralisis nervus laringeus rekuren bilateralPada umumnya, paralisis terjadi setelah operasi tiroid akibat cedera nervus laringeus rekuren dan bermanifestasi sebagai paralisis plika vokalis bilateral yang berada pada linea mediana. Awalnya pita suara terletak pada posisi paramedian, sehingga terjadi gejala disfonia berat walaupun tanpa obstruksi saluran napas. Setelah beberapa lama, pita suara berpindah perlahan-lahan ke garis tengah dengan akibat perbaikan suara namun terjadi sesak napas. Waktu yang diperlukan sampai terjadinya peralihan sesak napas berat bervariasi antara beberapa hari hingga 20 tahun.105. Reaksi AlergiReaksi dimana jaringan areola longgar di sekitar glottis merupakan organ syok yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas secara cepat. Edema obstruktif dapat timbul hanya dalam beberapa menit setelah kontak dengan suatu antigen eksitasi. Bila situasi ini terjadi, perlu dilakukan tindakan-tindakan heroik termasuk pemberian steroid dan trakeostomi.116. Sindroma croupCroup adalah suatu infeksi laring yang berkembang cepat, menimbulkan stridor dan obstruksi jalan napas. Permukaan laringeal dari epiglotis dan daerah di bawah korda vokalis pada laring mngandung jaringan aerolar longgar yang cenderung membengkak bila meradang. Maka, croup dapat dibedakan menjadi supraglotitis (epiglotitis) akut dan laringitis subglotis akut. Meskipun keduanya dapat bersifat akut dan berat, namun epiglotitis cenderung lebih berat, seringkali berakibat fatal dalam beberapa jam tanpa terapi.117. Tumor laringSumbatan jalan napas dapat terjadi pada tiap tumor laring. Sumbatan jalan napas ini menimbulkan gejala dispnea dan stridor. Gejala tersebut disebabkan oleh gangguan jalan napas oleh massa tumor, penumpukan sekret maupun akibat fiksasi pita suara. Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya gejala sumbatan jalan napas adalah tanda prognosis yang kurang baik.128. TraumaTrauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam. Trauma laring dapat menyebabkan edema dan hematoma di plika ariepiglotika dan plika ventrikularis oleh karena jaringan submukosa di daerah ini mudah membengkak. Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan dislokasi. Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan hematoma, nekrosis tulang rawan, dan perikondritis yang mengakibatkan menyempitnya lumen laring dan trakea.13C. GEJALA KLINISGejala yang terjadi tergantung dari penyebab OSNA. Namun ada beberapa gejala umum pada OSNA, antara lain: 1,2 Sesak napas Warna muka pucat sampai menjadi sianosis karena hipoksia Penurunan kesadaran Tersedak Panik, agitasi Wheezing, stridor Cekungan yang terdapat saat inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan interkostal. Cekungan terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuatJackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda dan gejala:2Stadium 1. Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu inspirasi dan pasien masih tenangStadium 2.Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.Stadium 3.Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di infraklavikula dan interkostal, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.Stadium 4.Cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah dan tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANGPada kasus paralisis nervus laringeus rekuren, pemeriksaan laringoskopi langsung dan tidak langsung dapat terlihat kelumpuhan bilateral pita suara.Pada kasus benda asing di saluran napas dapat dilakukan pemeriksaan radiologik dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosa. Benda asing yang radioopak dapat dibuat foto rontgen segera setelah kejadian, sedangkan benda asing radiolusen (seerti kacang-kacangan) dibuatkan rontgen foto setelah 24 jam kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum menunjukkan gambaran radiologis yang berarti. Biasanya setelah 24 jam baru tampak tanda atelektasis atau emfisema.9Pemeriksaan radiologik leher dalam posisi tegak untuk penilaian jaringan lunak leher dan pemeriksaan toraks posterior-anterior dan lateral sangat penting pada aspirasi benda asing. Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di belakang punggung, leher dalam keadaan fleksi dan kepala ekstensi.9Pemeriksaan laboratorium darah juga diperlukan untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan asam-basa serta tanda infeksi traktus respiratorius.9

E. DIAGNOSISDiagnosis dilakukan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. OSNA pada laring merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera ditangani. Penatalaksaan yang diberikan mengacu pada kriteria Jackson.2

F. PENATALAKSANAANDalam penanggulangan OSNA pada prinsipnya diusahakan agar jalan nafas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi, antibiotika serta pemberian oksigen intermiten dilakukan pada sumbatan stadium 1 yang disebabkan peradangan.2Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan stadium 2 dan 3 sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan stadium 4.21. Intubasi endotrakeaIndikasi intubasi endotrakea adalah 1) untuk mengatasi sumbatan saluran napas bagian atas, 2) membantu ventilasi, 3) memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeo-bronkial, 4) mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari lambung.9Teknik intubasi endotrakea

Gambar 5. Intubasi endotrakea14Intubasi trakea merupakan tindakan penyelamat (lifesaving procedure) dan dapat dilakukan dengan atau tanpa analgesia topikal dengan xylocaine 10%. Posisi pasien tidur telentang, leher flexi sedikit dan kepala ekstensi. Laringoskop dengan spatel tongue bengkok dipegang dengan tangan kiri, dimasukan melalui mulut sebelah kanan, sehingga lidah terdorong ke kiri. Spatel diarahkan menelusuri pangkal lidah ke valekula, lalu laringoskop diangkat ke atas, sehingga pita suara dapat terlihat. Dengan tangan kanan pipa endotrakea dimasukan melalui mulut terus melalui celah antara kedua pita suara ke dalam trakea. Pipa endotrakea dapat juga dilakukan melalui salah satu lubang hidung sampai rongga mulut dan dengan cunam Magill ujung pipa endotrakea dimasukkan ke dalam celah antara kedua pita suara ke dalam trakea. 9Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik. Memasukkan pipa endotrakea ini harus hati-hati karena dapat menyebabkan trauma pita suara, laserasi pita suara timbul granuloma dan stenosis laring dan trakea.9

2. TrakeostomiTrakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding anterior trakea untuk bernapas. Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dan gangguan non-obstruktif yang mengubah ventilasi. Tiap lesi yang menyumbat atau dapat menyumbat jalan napas bagian atas harus dipintas.9Tergantung dari letak trakeostomi, trakeostomi dibagi menjadi:15a. Trakeostomi superior atau trakeostomi letak tinggi, di atas isthmus tiroid.b. Trakeostomi letak tengah, yaitu setinggi isthmus tiroidc. Trakeostomi inferior atau trakeostomi letak rendah, di bawah isthmus tiroid.Pada kasus darurat, biasanya dilakukan trakeostomi letak tinggi, sementara pada anak biasanya dilakukan trakeostomi letak rendah. Namun jika isthmus terletak pada posisi normal dan tersedia cukup waktu, trakeostomi letak tengah lebih dipilih karena tingkat kejadian komplikasi yang lebih rendah.15

Gambar 6. Trakeostomi15Keterangan gambar: a.1. Trakeostomi letak tinggi; 2. Trakeostomi letak tengah; 3. Trakeostomi letak rendah. b. 1. Ligament krikotiroid; 2. Kartilago krikoid; 3. Dinding trakea diinsisi di bawah tracheal ring; 4. Isthmus tiroid dipisahkan; 5. Dinding trakea anterior dilipat ke bawah dan difiksasi pada kulitAlat-alat yang perlu disiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah semprit dengan obat analgesia (novokain), pisau (skalpel), pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran yang cocok untuk pasien.9Teknik trakeostomiPasien terbaring telentang dengan bagian kaki tempat tidur direndahkan 30 derajat guna menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher. Suatu selimut terlipat diletakkan antara skapula agar leher cukup terekstensi, dan leher anterior dibersihkan secara antisepsis dan ditutup. Jaringan subkutan diinfiltrasi dengan lidokain dan epinefrin 1:100.000. Insisi kulit sebaiknya horizontal. Insisi dibuat dengan skalpel tajam setinggi pertengahan antara tonjolan krikoid dan incisura suprasternalis. Setelah insisi kulit mencapai otot platisma, diseksi dilakukan vertikal tetap pada garis tengah. Kelenjar tiroid dengan ismus yang terletak di atas trakea biasanya dapat diretraksi ke bawah, jika tidak mudah diretraksi, maka ismus harus di klem, dipotong dan ditambatkan jauh dari lapangan operasi. Diseksi dilakukan secara tajam dan tumpul menggunakan gunting dan hemostat. Klem Allis digunakan untuk retraksi otot ke lateral hingga terlihat fasia pretrakealis. Pada tahap ini, pada pasien sadar diinjeksi lidokain 4 % trans trakea guna mencegah spasme batuk hebat setelah insisi dan intubasi.16

Gambar 7. Teknik trakeostomi17

Palpasi kartilago krikoid dan tiroid serta identifikasi keduanya dapat mencegah trakeostomi tinggi. Cincin kedua dan ketiga diidentifikasi dan setelah kait krikoid diletakkan, insisi trakea dapat dimulai di bagian anterior, dengan segera di bawah cincin kedua. Jaringan diangkat berukuran cukup besar setidaknya pada cincin ketiga atau bila perlu cincin keempat. Kemudian kanul trakea dipasang pada orang dewasa yang ukurannya biasanya adalah Jackson No. 7. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.16

Gambar 8. Letak pipa trakeostomi18

Gambar 9. Posisi pipa trakeostomi19Perawatan pasca trakeostomiPerawatan pasca trakeostomi sangatlah penting, karena sekret dapat menyumbat, sehingga akan terjadi asfiksia. Oleh karena itu sekret di trakea dan kanul harus sering dihisap ke luar dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya dua kali sehari, lalu segera dimasukkan lagi ke dalam kanul luar. Pasien dapat dirawat di ruang perawatan biasa dan perawatan trakeostomi sangatlah penting. 9

3. KrikotirotomiKrikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dengan keadaan gawat napas. Dengan cara membelah membran krikotiroid. 9Teknik krikotirotomiPasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi atlanto oksipitalis. Puncak tulang rawan tiroid mudah diidentifikasi dan difiksasi dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid. Membran krikotiroid terletak di antara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan di bawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat, tusukan pisau dengan arah ke bawah. kemudian, masukan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa plastik untuk sementara. 9Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama karena kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan di sekitar subglotis, sehingga terbentuk jaringan granulasi dan sebaiknya diganti dengan trakeostomi dalam waktu 24 jam.9

Gambar 10. Anatomi laring: Membran krikotiroid sebagai letak insisi pada krikotirotomi20

Gambar 11. Teknik krikotirotomi21

G. KOMPLIKASITindakan-tindakan yang dilakukan memiliki berbagai komplikasi, antara lain:1. Intubasi endotrakea, komplikasi:22 Cedera pada gigi, faring dan laring Aspirasi Pneumotoraks2. Trakeostomi, komplikasi:16a. Komplikasi bedah: Perdarahan Pneumotoraks Aspirasi Henti jantung Paralisis saraf rekurenb. Komplikasi lanjut: Infeksi Obstruksi jalan napas akibat posisi tuba yang bergeser Fistula trakeoesofagus Stenosis trakea3. Krikotirotomi, komplikasi:23 Perdarahan Perforasi esofagus Hiperkarbia Stenosis subglotis Fraktur laring Pneumotoraks Cedera laring

H. PROGNOSISPenatalaksanaan yang tepat biasanya memberikan prognosis yang baik. Namun bila penyakit yang mendasarinya berat, prognosis dapat buruk walaupun ditangani.1

BAB IVKESIMPULAN

Obstruksi saluran napas atas (OSNA) adalah suatu keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medis segera. Berbagai macam keadaan dapat menyebabkan OSNA seperti abses parafaring, abses retrofaring, benda asing, paralisis nervus rekuren bilateral, reaksi alergi, sindroma croup, tumor laring, trauma.1,2Gejala klinis yang umum pada OSNA, antara lain sesak napas, warna muka pucat sampai menjadi sianosis karena hipoksia, penurunan kesadaran, tersedak, panik, agitasi, wheezing, stridor, cekungan yang terdapat saat inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan interkostal.2Dalam penanggulangan OSNA pada prinsipnya diusahakan agar jalan nafas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi, antibiotika serta pemberian oksigen intermiten dilakukan pada sumbatan yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi untuk membebaskan saluran napas ini dapat dengan memasukkan pipa endotrakea melalui mulut (Intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), trakeostomi, krikotirotomi.2Komplikasi OSNA adalah. Apabila penanganan dini berhasil dilakukan, maka prognosis cukup baik namun apabila kondisi dasar pasien buruk dapat berakibat fatal meskipun telah tertangani.1

DAFTAR PUSTAKA1. Upper Airway Obstruction. MedlinePlus. . C 2011. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000067.htm 2. Hadiwikarta A, Rusmarjono, Soepardi EA. Penanggulangan sumbatan laring. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J et al (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hlm 243-53.3. Pharynx and Larynx Anatomy. eDoctor Online. C 2010. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: www.edoctoronline.com/medical-atlas.asp?c=4&m=1&p=9&cid=1053&s4. Cohen JI. Anatomi dan fisiologi laring. Dalam Adams GL, Boeis LR, Higler PA. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997. Hlm 370-76.5. Laryngectomy. Your Surgery. C 2010. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: http://www.yoursurgery.com/ProcedureDetails.cfm?BR=6&Proc=316. Vocal Cords. About Cancer. C 2011. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: www.aboutcancer.com/throat_anatomy_sites.htm 7. Basic Respiratory Anatomy and Physiology. Aarons Tracheostomy Page. C 2011. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: www.tracheostomy.com/resources/anatomy/index.htm 8. Fachruddin D. Abses leher dalam. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J et al (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hlm 227-28.9. Junizaf MH. Benda asing di saluran napas. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J et al (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hlm 259-62.10. Jackson C. Diseases of the Nose Ear and Throat. Edisi 4. United States of America: WB Saunders Company; 1998. Hlm 638.11. Banovetz JD. Gangguan laring jinak. Dalam Adams GL, Boeis LR, Higler PA. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997. Hlm 383-84.12. Hermani B, Abdurrachman A. Tumor laring. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J et al (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hlm 196.13. Munir M, Hadiwikarta A, Hutauruk SM. Trauma laring. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J et al (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hlm 208.14. Endotracheal Intubation. Netter Images. C 2010. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: www.netterimages.com/image/75.htm15. Behrbohm H, Kaschke O, Nawka T, et al. Ear, Nose and Throat Diseases with Head and Neck Surgery. Edisi 3.New York: Thieme; 2009. Hlm 351-52.16. Maisel RH. Trakeostomi. Dalam Adams GL, Boeis LR, Higler PA. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997. Hlm 473-85.17. Tracheostomy Procedure. Nucleus Medical Media. C 2011. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: http://catalog.nucleusinc.com/generateexhibit.php?ID=7833 18. Tracheostomy Tube Placement. Shutterstock. C 2011. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: www.shutterstock.com/pic.mhtml?id=48386533 19. How to Perform a Tracheostomy. Faculty of Medicine. C 2010. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: facultyofmedicine1.blogspot.com/2010/12/how-to-perform-tracheostomy.html20. Anatomy and Examination of the Larynx. University of Pittsburg Voice Center. C 2010. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: http://www.pitt.edu/crosen/voice/anatomy2.html 21. Emergency Aiway: Cricothyrotomy. Netter Images. C 2010. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: www.netterimages.com/image/40369.htm 22. Endotracheal Intubation. MedicineNet. C 2011. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: www.medicinet.com/endotracheal_intubation/page2.htm 23. Crycothyroidotomy. Encyclopedia of Surgery. C 2011. [ tidak diperbaharui; diunduh 24 Maret 2012]. Diunduh dari: www.surgeryencyclopedia.com/Ce-Fi/Crycothyroidotomy.html 30