Referat Mata

39
REFERAT Retinopathy of Prematurity Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Kanjuruhan Kepanjen Disusun oleh : Amirul Antariksawati Kusumaning Putri, S.Ked Pembimbing : dr. Chairunisa Ferdiana, Sp.M, MSi SMF ILMU KESEHATAN MATA RSUD KANJURUHAN KEPANJEN

description

ok

Transcript of Referat Mata

Page 1: Referat Mata

REFERAT

Retinopathy of Prematurity

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik

SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Kanjuruhan Kepanjen

Disusun oleh :

Amirul Antariksawati Kusumaning Putri, S.Ked

Pembimbing :

dr. Chairunisa Ferdiana, Sp.M, MSi

SMF ILMU KESEHATAN MATA

RSUD KANJURUHAN KEPANJEN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2015

Page 2: Referat Mata

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat

dan hidayat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Retinopathy

of Prematurity” ini yang diajukan sebagai syarat untuk mengikuti Kepaniteraan

Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang di RSUD Kanjuruhan

Kepanjen.

Penulisan referat ini dapat terwujud atas bantuan dari berbagai pihak,

terutama ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. dr. Sigit Wibisono, Sp.M, selaku dosen pembimbing Ilmu Kesehatan Mata

RSUD Kanjuruhan Kepanjen, terimakasih atas bimbingan dan pengarahan

yang telah diberikan dalam penyusunan referat ini.

2. dr. Chairunnisa Ferdiana, Sp.M MSi, selaku dosen pembimbing dan

penguji materi Ilmu Kesehatan Mata di RSUD Kanjuruhan Kepanjen yang

telah mengarahkan dan membimbing dalam penyusunan referat ini.

3. dr. Catur Kurnia, selaku PPDS Ilmu Kesehatan Mata periode Desember

2015 yang telah memantu, mengarahkan dan membimbing dalam

penyusunan referat ini.

4. Teman- teman 1 stase Ramadiana, Tonny dan Nasrul yang membantu

penulisan referat ini.

Dalam penulisan referat ini, masih terdapat banyak kekurangan baik dalam

hal sistematika penulisan maupun isi dan kandungan referat ini. Oleh karena itu,

saran dan kritik sangat penulis harapkan demi kesempurnaan referat ini. Semoga

2

Page 3: Referat Mata

Allah Yang Maha Kuasa memberi berkah khususnya kepada semua pihak yang

telah membantu dalam penyusunan referat ini. Aamiin.

Malang, Desember 2015

Penulis

3

Page 4: Referat Mata

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................. iv

BAB I. Pendahuluan .................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2

BAB II. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 3

A. Anatomi Retina ................................................................................ 3

B. Retinopathy of Prematurity ..............................................................6

C. Etiologi .............................................................................................6

D. Patofisiologi ..................................................................................... 8

E. Klasifikasi ........................................................................................ 9

F. Prosedur Pemeriksaan........................................................................13

G. Diagnosis Banding............................................................................. 14

H. Penatalaksanaan................................................................................. 15

I. Prevensi..............................................................................................20

J. Komplikasi.........................................................................................20

K. Prognosis............................................................................................21

BAB III. Kesimpulan ................................................................................... 22

Kepustakaan .................................................................................................24

4

Page 5: Referat Mata

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Retinopathy of Prematurity (ROP) pertama kali ditemukan oleh Terry

pada tahun 1942 sebagai Retrolental Fibroplasia, yaitu penyakit/gangguan

perkembangan pembuluh darah retina pada bayi yang lahir prematur. ROP

merupakan penyebab kebutaan tertinggi pada anak-anak di Amerika Serikat dan

salah satu penyebab utama kebutaan anak di seluruh dunia, hal ini dilaporkan pada

tahun 1980, dimana sebanyak 7000 anak di Amerika Serikat dinyatakan buta

akibat ROP.

Pada tahun 1941 sampai 1953 terjadi peningkatan kejadian ROP di seluruh

dunia, lebih dari 12.000 bayi menderita ROP. Pada tahun 1951, dua ahli Inggris

menyatakan kemungkinan adanya hubungan antara penyakit ini dengann terapi

suplemental oksigen. Pemberian oksigen tambahan pada bayi prematur

merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan memberatnya ROP, tetapi

bukan merupakan faktor utama terjadinya ROP. Pembatasan pemberian oksigen

tambahan pada bayi prematur tidak secara langsung akan menurunkan kejadian

ROP, malah akan meningkatkan komplikasi sistemik lain akibat kondisi

kekurangan oksigen (hipoksia).

5

Page 6: Referat Mata

B. Tujuan Penulisan

Referat ini ditulis bertujuan untuk memahami definisi, etiologi,

patogenesis, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding,

penatalaksanaan dan prognosis dari retinopati of prematurity.

6

Page 7: Referat Mata

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan

berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm

di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini

pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel

berpigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrane bruch, koroid, dan

sklera.

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah :

1. Membran limitans interna

2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang

berjalan menuju nervus optikus

3. Lapisan sel ganglion

7

Page 8: Referat Mata

4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel

ganglion dengan sel amkrin dan bipolar

5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal

6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel

bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor

8. Membran limitans eksterna

9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut

10. Epithelium pigmen retina

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 2,3 mm pada kutub

posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula yang merupakan

daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil),

yang berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral

diskus optikus, terdapat fovea, yang merupakan suatu cekungan yang memberikan

pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Foveola adalah bagian tengah

fovea dimana sel fotoreseptornya adalah sel kerucut dan merupakan bagian retina

yang paling tipis.

Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria dan cabang-

cabang arteri sentralis retina. Khoriokapilaris memperdarahi sepertiga luar retina,

termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan

epitel pigmen retina sedangkan cabang-cabang arteri sentralis retina

memperdarahi dua pertiga sebelah dalam retina.

8

Page 9: Referat Mata

B. Definisi Retinopathy of prematurity

Retinopathy of prematurity (ROP) adalah suatu keadaan retinopati

proliferatif dimana terjadi perkembangan abnormal pada pembuluh darah retina

pada bayi prematur. ROP seringkali mengalami regresi atau membaik tetapi dapat

menyebabkan terjadinya gangguan visual berat atau kebutaan. Retinopati

prematuritas secara signifikan dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bagi

penderitanya. Semakin kecil berat badan dan muda usia neonatus, maka insiden

ROP semakin meningkat. Hal ini masih menjadi suatu masalah meskipun dengan

adanya kemajuan teknologi yang mencolok pada bidang neonatologi.

C. Etiologi

Retina merupakan jaringan yang unik. Pembuluh darah retina mulai

terbentuk pada 3 bulan setelah konsepsi dan menjadi lengkap pada waktu

kelahiran normal. Jika bayi lahir sebelum waktunya, hal ini dapat mengganggu

perkembangan mata. Pertumbuhan pembuluh darah mungkin saja terhenti atau

tumbuh abnormal misalnya rapuh dan bocor, yang dapat menimbulkan perdarahan

pada mata. Jaringan parut dapat terbentuk dan menarik retina terlepas dari

9

Page 10: Referat Mata

permukaan dalam mata. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan hilangnya

penglihatan. Dahulu, pemberian oksigen secara rutin pada bayi prematur

menstimulasi pertumbuhan pembuluh abnormal. Dewasa ini, risiko terjadinya

ROP adalah tergantung derajat prematuritasnya. Semua bayi kurang dari 30

minggu masa gestasi atau dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram perlu

pemeriksaan lebih lanjut.

Faktor risiko terjadinya ROP antara lain adalah sebagai berikut :

1. Bayi lahir < 32 minggu masa gestasi

2. Penyakit jantung

3. Pemakaian oksigen konsentrasi tinggi

4. Berat badan lahir < 1500 gram

5. Penyakit lain yang menyertai

6. Anemia

7. Kadar karbon dioksida yang tinggi

8. Apnea

9. Bradikardia

10. Transfusi darah

11. Perdarahan intraventrikuler

12. Maternal, pada masa prenatal: kebiasaan merokok, diabetes, preeklamsia

D. Patofisiologi

Retinopati prematuritas terutama terjadi pada bayi dengan Berat Badan

Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR). Sebagian besar penelitian menunjukkan

10

Page 11: Referat Mata

bahwa berat badan lahir rendah, usia gestasi yang rendah, dan penyakit penyerta

yang berat ( misalnya respiratory distress syndrome {RDS}, displasia

bronkopulmoner {BPD}, sepsis) merupakan faktor-faktor yang terkait. Bayi yang

lebih kecil, lebih tidak sehat, dan lebih immatur memiliki risiko yang jauh lebih

tinggi untuk menderita penyakit serius.

Vaskularisasi retina mulai berkembang pada usia gestasi kurang lebih 16

minggu. Pembuluh retina tumbuh keluar dari optic disc sebagai perpanjangan dari

sel spindel mesenkimal. Sementara sel-sel spindel mesenkimal ini mensuplai

sebagian besar aliran darah, terjadilah proliferasi endotelial dan pembentukan

kapiler-kapiler. Kapiler-kapiler baru ini akan membentuk pembuluh retina yang

matur. Pembuluh darah choroid (yang terbentuk pada usia gestasi 6 minggu)

mensuplai retina avaskular yang tersisa. Bagian nasal dari retina akan

tervaskularisasi secara menyeluruh sampai ke ora serrata pada usia gestasi 32

minggu.

Sedangkan bagian temporal yang lebih besar biasanya telah

tervaskularisasi seluruhnya pada usia gestasi 40-42 minggu (aterm). Kelahiran

bayi prematur mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh retina

normal. Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis ROP. Sel-sel spindel

mesenkimal, yang terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap junction. Gap

junction ini mengganggu pembentukan pembuluh darah yang normal,

mencetuskan terjadinya respon neovaskular, sebagaimana dilaporkan oleh Kretzer

dan Hittner. Ashton menjelaskan akan adanya dua fase pada proses terjadinya

ROP. Fase pertama, fase hiperoksik, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi

11

Page 12: Referat Mata

pembuluh retina dan destruksi sel-sel endotel kapiler yang irreversibel. Keadaan

hyperoxia-vasocessation ini dikenal sebagai stadium I dari retinopati prematuritas.

E. Klasifikasi

Pada tahun 1984, 23 Oftalmologis dari 11 negara membentuk International

Classification of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem klasifikasi ini

membagi lokasi penyakit ini dalam zona-zona pada retina (1,2, dan 3), penyebaran

penyakit berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan tingkat keparahan penyakit

dalam stadium (0-5). Dalam anamnesis dari bayi prematur, harus mencakup hal-

hal berikut ini :

o Usia gestasi saat lahir, khususnya bila lebih kurang dari 32 minggu

o Berat badan lahir kurang dari 1500 gram, khususnya kurang dari 1250

gram

o Faktor resiko lainnya yang mungkin (misalnya terapi oksigen, hipoksemia,

hipercarbia, dan penyakit penyerta lainnya)

Retinopathy of prematurity dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi, luas,

derajat dan disertai “plus” disease.

Berdasarkan lokasinya, ROP dibagi menjadi 3 zona yang berpusat pada optik

disk, antara lain :

1. Zona I

Dibatasi oleh lingkaran imajiner yang memiliki radius 2x jarak optik disk

ke makula.

12

Page 13: Referat Mata

2. Zona II

Meluas dari pinggir zona I ke titik tangensial sampai nasal ora serata dan

area temporal.

3. Zona III

Merupakan daerah sisa temporal anterior yang berbentuk sabit ke zona II.

Berdasarkan luasnya, ROP diklasifikasikan menurut arah putaran jam.

Berdasarkan derajatnya, ROP diklasifikasikan menjadi :

Derajat 1 : Demarcation line. Pertumbuhan pembuluh darah abnormal

yang ringan. Pada stadium ini biasanya membaik sendiri dan bayi akan

mempunyai penglihatan yang normal.

Derajat 2 : Ridge. Mempunyai tinggi dan lebar yang meluas di

permukaan retina. Jaringan neovaskular yang terisolasi (popcon) terlihat di

posterior dari ridge. Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang sedang.

Pada stadium ini biasanya akan membaik sendiri dan bayi akan

mempunyai penglihatan yang normal.

Derajat 3 : Proliferasi fibrovaskular ekstraretina. Pertumbuhan

pembuluh darah abnormal yang berat. Pembuluh darah abnormal tersebut

akan tumbuh ke arah sentral dan tidak mengikuti pola pertumbuhan yang

13

Page 14: Referat Mata

normal di permukaan retina. Pada stadium ini ada bayi yang akhirnya

membaik dan tidak memerlukan terapi serta mempunyai penglihatan yang

normal. Pada bayi dengan stadium III dan “plus disease (dimana pembuluh

retina menjadi membesar dan berkelok-kelok, yang mengindikasikan

perubahan penyakit kearah yang lebih buruk), terapi diperlukan terutama

untuk mencegah terjadi pelepasan retina.

Derajat 4 : Ablasio retina parsial. Pertumbuhan pembuluh darah

abnormal yang berat ditambah robekan lapisan retina sebagian yang

berawal pada ridge. Retina tertarik ke anterior ke dalam vitreous oleh ridge

fibrovaskular, tarikan disebabkan oleh perdarahan. Derajat 4 ini terbagi 2,

yaitu 4A dan 4B.

Derajat 4A : tidak mengenai fovea

Derajat 4B : mengenai fovea

Derajat 5 : Ablasio retina total. robekan retina total berbentuk seperti

corong (funnel). Bayi akan mengalami kebutaan.

Derajat 5A : corong terbuka

Derajat 5B : corong tertutup

Plus disease

“Plus disease” merupakan vena yang berdilatasi dan arteri yang berkelok-

kelok pada polus posterior. “Plus disease” dapat muncul pada stadium

manapun. Menunjukkan tingkat yang signifikan dari dilatasi vaskular dan

tortuosity yang ada di pembuluh darah retina belakang. Hal ini

menggambarkan adanya peningkatan aliran darah yang melewati retina.

14

Page 15: Referat Mata

Apabila terdapat tanda-tanda penyakit plus ini, ditandai dengan tanda

‘plus’ pada stadium penyakit.

Treshold disease

Didefinisikan sebagai area penyakit dalam jangkauan 5 arah jarum jam

berturut-turut atau 8 arah jarum jam yang tidak berturutan. Adanya

kelainan ini merupakan indikasi dilakukannya terapi.

F. Prosedur Pemeriksaan

Semua bayi prematur dengan berat badan lahir dibawah dari 1500 gram

dan masa gestasi dibawah 32 minggu memiliki resiko untuk menderita ROP,

maka dibuat semacam screening protocol sesuai dengan usia gestasi.

Bayi yang lahir pada usia gestasi 23-24 minggu, harus menjalani

pemeriksaan mata pertama pada usia gestasi 27-28 minggu

Bayi yang lahir pada usia gestasi 25-28 minggu, harus menjalani

pemeriksaan mata pertama pada usia kehidupan 4-5 minggu

Bayi yang lahir pada usia gestasi ≥ 29 minggu, pemeriksaan mata pertama

dilakukan sebelum bayi tersebut dipulangkan

Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan

menggunakan oftalmoskopi binokular indirek. Dibutuhkan pemeriksaan dengan

dilatasi fundus dan depresi skleral. Instrumen yang digunakan adalah spekulum

Sauer (untuk menjaga mata tetap dalam keadaan terbuka), depresor skleral Flynn

(untuk merotasi dan mendepresi mata), dan lensa 28 dioptri (untuk

15

Page 16: Referat Mata

mengidentifikasi zona dengan lebih akurat). Bagian pertama dari pemeriksaan

adalah pemeriksaan eksternal, identifikasi rubeosis retina, bila ada. Tahap

selanjutnya adalah pemeriksaan pada kutub posterior, untuk mengidentifikasi

adanya penyakit plus. Mata dirotasikan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya

penyakit zona 1. Apabila pembuluh nasal tidak terletak pada nasal ora serrata,

temuan ini dinyatakan masih berada pada zona 2. Apabila pembuluh nasal telah

mencapai nasal ora serrata, maka mata berada pada zona 3.

Follow up :

Diagnosis saat pemeriksaan Rekomendasi

ROP Posterior Agresif Pertimbangkan terapi

dalam 48-72 jamZona I

Zona II

ROP dengan penyakit tambahan

Stadium 3 tanpa plus disease

Stadiumm 2 atau 3 dengan plus disease

Zona I

Zona II

Zona I

Stadium 1 atau 2 tanpa plus disesase

Stadium 2 atau 3 tanpa plus disease

Imatur

Fol-up 1 minggu/ kurang

Fol-up 1 minggu

Fol-up 1-2 minggu

Zona II

Zona II

Zona III

Imatur

Stadium I tanpa plus disease

Imatur

Fol-up 2 minggu

Fol-up 2 minggu

Diulang dalam 10-14 hari

dan pertimbangkan

penghentian pemeriksaan

fase akut.

( jika terdapat preplus, periksakan lebih awal daripada ketentuan diatas)

16

Page 17: Referat Mata

G. Diagnosis Banding

Berikut ini adalah diagnosis banding dari ROP :

1. Incontinentia pigmenti

Merupakan kelainan X-linked dominan yang bisa menstimulasi ROP.

Penyakit ini letal pada bayi laki-laki, hanya terdapat pada bayi perempuan.

Pada bulan pertama, bayi memiliki pembuluh darah retina yang berkelok-

kelok dengan tidak adanya perfusi pembuluh darah retina perifer.

Anomali okular lainnya seperti strabismus, katarak, myopia, nistagmus,

blue sclera. selain terjadi anomali okular, sistem nervus sentral terganggu

misalnya kejang, spastik paralisis dan retardasi mental.

2. Familial exudatif vitreoretinopathy (FEVR)

Merupakan kelainan autosomal dominan fundus. Pasien dengan FEVR

lahir normal tanpa kesulitan pernapasan atau asupan oksigen.

3. White pupillary reflek

Berkaitan dengan derajat 5 ROP yang mana member gambaran leukokoria

seperti katarak kongenital, vitreus primer hiperplastik persisten,

retinoblastoma, toxokariasis okular, uveitis intermediate, penyakit coat,

perdarahan vitreus.

H. Penatalaksanaan

Terapi Medis

Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening

oftalmologis terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Saat ini, belum ada

17

Page 18: Referat Mata

standar terapi medis yang baku untuk ROP. Penelitian terus dilakukan untuk

memeriksa potensi penggunaan obat antineovaskularisasi intravitreal, seperti

bevacizumab (Avastin). Obat-obatan ini sudah pernah berhasil digunakan pada

pasien dengan penyakit neovaskularisasi bentuk yang lain, seperti retinopati

diabetik. Terapi-terapi lainnya yang pernah dicoba dapat berupa mempertahankan

level insulinlike growth factor (IGF-1) dan omega-3-polyunsaturated fatty acids

(PUFAs) dalam kadar normal pada retina yang sedang berkembang, seperti

diusulkan oleh Chen and Smith.

Meskipun terapi oksigen telah dinyatakan sebagai faktor penyebab utama

ROP, banyak ahli percaya bahwa memaksimalkan saturasi oksigen pada penderita

ROP dapat merangsang regresi dari penyakit ini. Namun, sebuah studi multisenter

yang dikenal sebagai STOP-ROP (Supplemental Therapeutic Oxygen for

Prethreshold Retinopathy Of Prematurity), menemukan bahwa tidak ada

perubahan yang signifikan yang terjadi dengan mempertahankan saturasi oksigen

diatas 95%. Namun, saturasi oksigen yang lebih tinggi juga tidak memperparah

penyakit itu sendiri.

Terapi Bedah

a. Terapi bedah ablatif (Ablative surgery)

Dilakukan apabila terdapat tanda kegawatan (threshold disease), terapi

ablatif saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi laser untuk menghancurkan

area retina yang avaskular. Terapi ini biasanya dilakukan pada usia gestasi 37-

40 minggu, apabila ROP terus memburuk, mungkin dibutuhkan lebih dari satu

tindakan.

18

Page 19: Referat Mata

b. Krioterapi

Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an. Prosedur ini

dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun topikal. Karena tingkat stress

prosedur yang cukup tinggi, maka mungkin dibutuhkan bantuan ventilator

setelah prosedur ini selesai. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah

perdarahan intraokuler, hematom konjunctiva, laserasi konjunctiva, dan

bradikardia. Pada studi prospektif random ditemukan bahwa dengan krioterapi

menghasilkan reduksi retinal detachment hingga 50% dibandingkan dengan

mata yang tidak diterapi dengan krioterapi.

c. Terapi Bedah Laser

Saat ini, terapi laser lebih disukai daripada krioterapi karena

dipertimbangkan lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1 dan juga

menghasilkan reaksi inflamasi yang lebih ringan. Fotokoagulasi dengan laser

tampaknya menghasilkan outcome yang kurang-lebih sama dengan krioterapi

dalam masa 7 tahun setelah terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data

mengenai ketajaman visus dan kelainan refraksi, terapi laser tampaknya lebih

menguntungkan dibandingkan krioterapi, dan juga telah dibuktikan bahwa

terapi laser lebih mudah dilakukan dan lebih bisa ditoleransi oleh bayi.

Namun, krioterapi masih merupakan terapi pilihan apabila penglihatan retina

terbatas oleh opasitas medianya.

d. Early Treatment for Retinopathy of Prematurity (ET-ROP)

Studi ET-ROP menunjukkan bahwa dengan penanganan dini (early

treatment) dapat mengurangi prognosis yang buruk pada usia kehidupan 9

19

Page 20: Referat Mata

bulan dan 2 tahun. Berdasarkan studi ini, para oftalmologis membagi ROP

menjadi dua bagian besar, yaitu :

Tipe 1 (membutuhkan terapi)

Mata dengan zona I, stadium apapun dengan plus disease

Mata dengan zona 1, stadium 3 ROP dengan atau tanpa plus

disease

Mata dengan zona 2, stadium 2 atau 3 dengan plus disease

Tipe 2 (membutuhkan observasi)

Mata dengan zona 2, stadium 1 atau 2 tanpa plus disease

Mata dengan zona 2, stadium 3 ROP tanpa plus disease

20

Page 21: Referat Mata

Dasar pemeriksaan untuk menindaklanjuti pasien dengan retinopati

prematuritas (ROP) adalah dari hasil pemeriksaan awal. Semakin immatur

vaskularisasi retina atau semakin serius kondisi penyakitnya, semakin pendek

masa interval follow-up lanjutan yang harus dijalani oleh pasien tersebut sehingga

perkembangan sekecil apapun mengenai progresi penyakit dapat segera diketahui.

Setelah intervensi bedah, oftalmologis harus melakukan pemeriksaan

setiap 1-2 minggu untuk menentukan apakah diperlukan terapi tambahan. Pasien

yang dimonitor ini harus menjalani pemeriksaan sampai vaskularisasi retina

matur. Banyak pasien yang kehilangan penglihatannya akibat monitor yang tidak

21

Page 22: Referat Mata

tepat waktu dan tidak sesuai. Pada pasien yang tidak ditatalaksana, ablasio retina

biasanya terjadi pada usia postmenstrual 38-42 minggu.

Selain itu, 20% dari bayi-bayi prematur menderita strabismus dan kelainan

refraksi, karena itu penting untuk melakukan pemeriksaan oftalmologis setiap 6

bulan hingga bayi berusia 3 tahun. Sebanyak 10% bayi-bayi prematur juga dapat

menderita glaukoma dikemudian hari, maka pemeriksaan oftalmologis harus

dilakukan setiap tahun.

I. Prevensi

Pencegahan yang paling bermakna adalah pencegahan kelahiran bayi

prematur. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara melakukan perawatan

antenatal yang baik. Semakin matur bayi yang lahir, semakin kecil kemungkinan

bayi tersebut menderita ROP. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian

kortikosteroid dalam masa antenatal memiliki efek protektif terhadap tingkat

keparahan ROP. Selain itu, penelitian lain juga menyatakan bahwa terapi

22

Page 23: Referat Mata

suplemental oksigen dengan target saturasi 83-93% dapat menurunkan insidensi

ROP yang mencapai threshold.

J. Komplikasi

Komplikasi jangka panjang dari ROP antara lain adalah miopia,

ambliopia, strabismus, nistagmus, katarak, ruptur retina, dan ablasio retina. Pada

penelitian yang dilakukan Vanderveen dkk, strabismus pada penyakit ini dapat

membaik pada usia 9 bulan.

K. Prognosis

Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya.

Pada pasien yang tidak mengalami perburukan dari stadium I atau II memiliki

prognosis yang baik dibandingkan pasien dengan penyakit pada zona 1 posterior

atau stadium III, IV, dan V. Faktor yang penting adalah deteksi awal dan

penangganan yang tepat.

23

Page 24: Referat Mata

DAFTAR PUSTAKA

1. Bashour, Mounir. 2008. Retinopathy of Prematurity. Emedicine.

November 3, 2008. http://emedicine.medscape.com/article/1225022-

diagnosis

2. Campbell K. Intensive oxygen therapy as possible cause for retrolental

fibroplasia. A clinical approach. Med J Austr. 1951;2:48-50. Cited

june 5, 2010. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis

3. Csak K, Szabo V, Szabo A, et al. Pathogenesis and genetic basis for

retinopathy of prematurity. Front Biosci. Jan 1 2006;11:908-20.

[Medline].

4. Fielder AR, Shaw DE, Robinson J, et al. Natural history of retinopathy

of prematurity : a prospective study. Eye. 1992;6(Pt 3):233-42.

[Medline].

5. Flynn ET, Flynn TJ, Chang S. Pediatric Retinal Examination of

Disease. In:Pediatric Ophtalmology A Clinical Guide. New York.

Thieme Medical Publishers. 2000;264-5.

6. Ghozi, M, 1997, Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

7. Ilyas, S, 1998, Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta.

8. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology : A Systemic Approach. Fifth

Edition. New York : Elsevier Science Limited; 2003

24

Page 25: Referat Mata

9. Kansky JJ. Retinopathy of Prematurity in Clinical Ophtalmology A

Systematic Approach. 3rd Edition. 1994;374-6.

10. Kretzer FL, Hittner HM. Retinopathy of prematurity: clinical

implications of retinal development. Arch Dis Child. Oct 1988;63 (10

Spec No):1151-67. [Medline].

11. McNamara A J, Connolly P. Retinopathy of Prematurity in

Vitreoretinal Disease the essential. New York. Thieme Medical

Publishers. 1999;177-90.

12. Mustidjab. Screening and Management of Retinopathy of Prematurity.

Vol.42.No.04 Oktober-Desember. Department of Ophtalmology

Airlangga University School of Medicine. 2006;270-6.

13. Najm N. About Kids Health Premature Babbies Retinopathy of

Prematurity. http//www.AboutKidsHealth.html

14. National Institute of Eye. 2011. Fact about Retinopathy of Prematurity.

(Online). www.nei.nih.gov/health/rop/rop.asp

15. National Institute of Eye. 2011. Retinopathy of Prematurity [NEI

Health Information]. (Online). www.nei.nih.gov/health/rop/rop.asp

16. Radjamin, R. K, dkk, 1993, Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University

Press, Surabaya.

17. http://neoreviews.aappublications.org/cgi/content/full/neoreviews;2/7/

e174/F1

25