Referat mata
description
Transcript of Referat mata
REFERAT
CORPUS ALIENUM PADA KORNEA
Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior
Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diiponegoro
Disusun oleh :
MONICA SARI GUNAWAN
22010113210069
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak sengaja yang dapat
menimbulkan perlukaan pada mata. Perlukaan mata yang terjadi dapat bersifat ringan
sampai berat, bahkan sampai dapat menimbulkan kebutaan.1
Gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Survey Kesehatan Indera tahun 1993 – 1996 menunjukkan 1,5% penduduk
Indonesia mengalami kebutaan disebabkan oleh katarak (52%), glaukoma (13,4%),
kelainan refraksi (9,5%), gangguan retina (8,5%), kelainan kornea (8,4%) dan
penyakit mata lain.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran
11- 12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.
Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total
58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada
difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.
Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea
adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak
dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm
dan vertikalnya 10,6 mm.
Secara histologis, lapisan sel kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan
epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel.
Permukaan anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk dan tanpa papil. Di bawah epitel kornea terdapat membran limitans anterior
(membran Bowman) yang berasal dari stroma kornea (substansi propia). Stroma
kornea terdiri atas berkas serat kolagen paralel yang membentuk lamella tipis dan
lapisan-lapisan fibroblas gepeng dan bercabang.
Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid rendah dan epitel posterior
yang juga merupakan endotel kornea. Membran Descemet merupakan membran basal
epitel kornea dan memiliki resistensi yang tinggi, tipis tetapi lentur sekali.
Kornea mendapat nutrisi dari pembuluh-pembuluh darah limbus, humor
aqueous, dan air mata. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama
(ophthalmichus) dan nervus kranialis trigeminus. Saraf trigeminus ini memberikan
sensitivitas tinggi terhadap nyeri bila kornea disentuh.
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif
jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih
penting daripada epitel. Kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh
lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel
hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-
sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal
menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air mata tersebut. Hal ini mungkin
merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan
membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat
melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Agar dapat
melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus.
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam
kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran
Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri,
virus, amuba, dan jamur.
2.2 DEFINISI
Trauma kornea bisa disebabkan oleh trauma tumpul, luka penetrasi atau
perforasi benda asing. Kemungkinan kontaminasi jamur atau bakteri harus dicari
dengan kultur untuk bakteri dan jamur diambil pada saat pemeriksaan pertama jika
memungkinkan.
Sedangkan trauma tumpul kornea dapat menimbulkan aberasi, edema,
robeknya membran Descemet dan laserasi korneoskleral di limbus.
Trauma penetrasi merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata karena
pada keadaan ini kuman akan mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat
mengakibatkan kerusakan susunan anatomik dan fungsional jaringan intraokular.
Perforasi benda asing yang terdapat pada kornea dapat menimbulkan gejala
berupa rasa pedas dan sakit pada mata. Keluhan ini mungkin terjadi akibat sudah
terdapatnya keratitis atau tukak pada mata tersebut
2.4 PATOFISIOLOGI
Erosi kornea merupakan keadaan terlepasnya epitel kornea yang disebabkan trauma tumpul ataupun tajam pada kornea. Defek pada epitel kornea memudahkan kuman menyerang kornea sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi sekunder. Insidensi erosi kornea pada dokter keluarga di Amerika Serikat mencapai 8% dari seluruh kunjungan pasien per tahun. Kejadian tersebut terutama dikaitkan karena adanya trauma mata pada tempat kerja. Erosi kornea sering kali diawali dengan trauma pada mata. Segera sesudah trauma atau masuknya benda asing, penderita akan merasa sakit sekali, akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata menjadi berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh.
Dapat pula disertai dengan blefarospasme, yaitu kelopak mata menjadi kaku dan sulit dibuka.
Penegakkan diagnosis pada kasus erosi kornea dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik terutama pada mata, serta pemeriksaan tambahan seperti tes fluoresein. Kertas tes fluoresein dapat digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan pada kornea.
Jika tidak terdapat penyulit, erosi kornea dapat
sembuh sendiri, namun dapat juga diberikan obat
berupa antibiotik, analgesic, yang disesuaikan dengan
keluhan penderita.
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Prodroma
Sebelum penderita mendapat serangan akut, ia mengalami tanda dini
(prodroma) walau ini tidak selalu terjadi. Pada stadium ini terdapat penglihatan kabur,
melihat halo (gambaran pelangi) sekitar lampu atau lilin, disertai sakit kepala, sakit
pada matanya dan kelemahan akomodasi.1,2,3,6,7
Keadaan ini berlangsung 1⁄2 - 2 jam kemudian hilang. Jarang mereka datang
ke dokter dengan keuhan demikian karena cepat berlalu. Biasanya dengan tidur
sebentar keadaan pulih kembali, sebab pada waktu tidur terjadi miosis yang
menyebabkan sudut coa terbuka.2
Pemeriksaan pada stadium ini, didapatkan injeksi perikornea yang ringan,
kornea agak suram karena edema, bilik mata depan dangkal, pupil sedikit melebar
reaksi cahaya lambat dan tekanan intraokuler meninggi. Bila serangannya reda, mata
menjadi normal kembali, kecuali penurunan daya akomodasi tetap ada, sehingga
penderita memerlukan penggantian kacamata dekat yang lebih sering dan lebih kuat
dibanding usianya. Mula-mula antara serangan dapat bermingu- minggu atau
beberapa bulan, akan tetapi makin lama makin sering dan serangannya berlangsung
lebih lama. Stadium ini dapat berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan
bahkan beberpa tahun, baru kemudian sampai pada stadium glaukoma akut.1,2,3,6,7
Stadium Kongestif
Pada stadium ini penderita tampak sangat payah, memegangi kepalanya
karena sakit hebat. Jalannya dipapah, karena ketajaman penglihatannya sangat turun,
muntah-muntah. Karenanya sering disangka bukan menderita sakit mata, melainkan
suatu penyakit sistemik.2,3,8
Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah sekian hari
penderita tidak bisa bangun, sakit kepala dan terus muntah-muntah, nyeri dirasakan di
dalam dan sekitar mata. Penglihatannya kabur sekali dan dilihatnya warna pelangi di
sekitar lampu.3
Apabila mata diperiksa, ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva yang
sangat hiperemik (kongestif), injeksi siliar dan kornea yang suram. Bilik mata depan
dangkal dapat dibuktikan dengan memperhatikan bilik mata depan dari samping.
Pupil tampak melebar, lonjong miring agak vertikal atau midriasis yang hampir
total.2,3
Refleks pupil lambat atau tidak ada. Tajam penglihatan menurun sampai
hitung jari. Dengan tanda-tanda luar ini ditambah anamnesis yang teliti sudah cukup
untuk membuat suatu diagnosis tapi diagnosis baru dapat ditegakkan kalau tekanan
bola mata didapatkan tinggi sekali.3
2.6 KLASIFIKASI
1. Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer. Hal ini menghambat
aliran keluar akuos dan tekanan intraokuler meningkat dengan cepat, menimbulkan
nyeri hebat, kemerahan dan penglihatan kabur.
Glaukoma sudut tertutup akut ditandai oleh munculnya kekaburan penglihatan
mendadak yang disertai nyeri hebat, halo, serta mual dan muntah. Pasien terkadang
dikira menderita penyakit gastrointestinal akut. Temuan-temuan lainnya adalah
peningkatan intraokuler yang mencolok, bilik mata depan dangkal, kornea berkabut,
pupil berdilatasi sedang yang terfiksasi, dan injeksi siliar. Mata sebelahnya harus
dilakukan pemeriksaan gonioskopi untuk memastikan adanya predisposisi anatomi
terhadap glaukoma sudut tertutup primer.1,4,7
2. Glaukoma Sudut Tertutup Kronik
Pasien dengan predisposisi anatomi penutupan sudut bilik mata depan
mungkin tidak pernah mengalami episode peningkatan tekanan intraokuler akut,
tetapi mengalami sinekia anterior perifer yang semakin meluas disertai dengan
peningkatan tekanan intraokuler secara bertahap. Pada pasien ini bermanifestasi
seperti yang diperlihatkan oleh pasien glaukoma sudut terbuka primer, sering dengan
penyempitan lapangan pandang yang ekstensif di kedua mata. Sesekali pasien-pasien
tersebut mengalami serangan penutupan sudut subakut.
Pada pemeriksaan dijumpai peningkatan intraokuler, sudut bilik mata depan
yang sempit disertai sinekia anterior perifer dalam berbagai tingkat, serta kelainan
diskus optikus dan lapangan pandang.1
2.7 DIAGNOSIS
Untuk mendeteksi seseorang dengan calon galukoma akut, dibutuhkan
anamnesis yang teliti, diperlukan juga penilaian secara klinis. Pemeriksaan yang
dilakukan pada glaukoma.
1. Mengukur tekanan bola mata (Tonometri)
Tujuan pemerikasaan dengan tonometer atau tonometri untuk
menentukan tekanan bola mata seseorang berdasrkan fungsinya dimana
tekanan bola mata merupakan keadaan mempertahankan mata bulat sehingga
tekanan bola mata yang normal tidak akan memberikan kerusakan saraf optik
atau yang terlihat sebagai kerusakan dalam bentuk glaukoma pada papil saraf
optik.7
Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokuler. Dikenal 4 bentuk
tonometri atau pengukur tekanan bola mata :
• Digital (palpasi) tonometriMerupakan cara yang paling
mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat, karena pengukuran
tekanan bola mata dengan perasaan jari telunjuk pemeriksa. Caranya
adalah dengan kedua jari telunjuk diletakkan di atas bola mata sambil
penderita disuruh melihat ke bawah. Mata tidak boleh ditutup, karena
menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah
ke depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini
selalu memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi,
diaman satu jari menahan, jari lainnya menekan secara bergantian.3,9
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat
dicatat sebagai berikut : N = normal, N+1 = agak tinggi, N+2 = untuk
tekanan yang lebih tinggi, N-1 = lebih rendah dari normal, N-2 = lebih
rendah lagi, dan seterusnya.3,9
• Schiotz tonometriMerupakan tonometer indentasi atau
menekan permukaan kornea dengan beban beban yang dapat bergerak
bebas pada sumbunya.Beban yang ditaruh pada bola mata (kornea)
akan menekan bola mata ke dalam dan mendapat perlawanan tekanan
dari dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung pada
beban tonometer.
Pembacaan skala dikonversi pada table untuk mengetahui bola mata
dalam millimeter air raksa. Pada tekanan lebih tinggi 20 mmHg
dicurigai adanya glaukoma dan bila tekanan lebih dari 25 mmHg
pasien menderita glaukoma.3,9
2. Uji Besar Sudut
Tes ini dilakukan bila gonioskopi tidak mungkin karena media keruh.
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan sederhana yang berguna untuk melihat
kemungkinan sudut bilik mata yang sempit dan mengancam akan terjadinya
glaukoma akut. Pemeriksaan dilakukan di kamar gelap dengan lampu celah (slitlamp)
dengan sinar yang diarahkan pada kornea tegak lurus di daerah limbus.
Penilaian yang dapat dilakukan adalah dengan melihat sudut biik mata :
• Bila dalam sudut bilik mata perifer 1⁄2 atau setebal kornea maka tidak
mungkin mata tersebut mendapat serangan glaukoma.
• Bila dalam sudut bilik mata perifer 1⁄4 tebal kornea maka mata ini
terancam sudut sempit.
• Bila dalam bilik mata perifer antara 1⁄4 dan 1⁄2 tebal kornea maka
mata ini harus mendapat pemeriksaan lebih lanjut (gonioskopi)
3. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata
dengan goniolens. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat sudut bilik mata yang
merupakan tempat keluarnya cairan mata dari bola mata.3
Kelainan patologik sudut akan terlihat seperti sempit, terbuka, tertutup pigmen
dan tumbuhan jaringan patologik.Dapat dinilai besar atau terbukanya sudut :
• Derajat 0, bila tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak kornea
dengan iris, disebut sudut tertutup.
• Derajat 1, bila tidak terlihat 1⁄2 bagian jalinan trabekulum sebelah
belakang, dan garis Schwalbe terlihat, disebut sudut sangat sempit.
Sudut sangat sempit sangat mungkin menjadi sudut tetutup.
• Derajat 2, bila sebagian kanal Schlemm terlihat, disebut sudut sempit
sedang kelainan ini mempunyai kemampuan untuk tertutup.
• Derajat 3, bila bagian belakang kanal Schlemm masih terlihat
termasuk sclera spur, disebut sudut terbuka sedang. Pada keadaan ini
tidak akan terjadi sudut tertutup.
• Derajat 4, bila badan siliar terlihat, disebut sudut terbuka.5,9
4. Oftalmoskopi
Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optik di dalam mata dan akan dapat
ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik. Saraf optik dapat
dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangkok saraf optic pun dapat
menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma yang sedang
diderita.7,9
Rasio cup/disk adalah perbandingan antara besarnya penggaungan papil saraf
optik dengan besar atau lebarnya papil. Rasio cawan-diskus berguna untuk mencatat
ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Apabila terdapat kehilangan lapangan
pandang atau peningkatan tekanan intraokuler, rasio cawan- diskus lebih dari 0,5 atau
terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya
atrofi glaukomatosa.1,2,7,9
5. Pemeriksaan Lapangan Pandang
Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur berperan penting dalam
diagnosis dan tindak lanjut glaukoma. Pemeriksan lapangan pandang adalah
pemeriksaan yang paling memastikan pada kerusakan saraf mata akibat glaukoma.
Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma seperti layar
Bjerrum untuk pemeriksaan lapang pandang sentral atau perimeter Goldmann dan
Octopus untuk pemeriksaan lapangan pandang sampai perifer.1,9
6. Penilaian Serabut Saraf
Menilai serabut saraf retina merupakan hal penting pada glaukoma karena
kelainan serabut saraf lebih cepat terlihat disbanding gangguan pada lapang pandang.
Pemeriksaan OCT, GDX, HRT akan memperlihatkan kelainan struktur serabut saraf
retina dan papil saraf optik. OCT (Optical Coherence tomography), dengan tekhnik
interferometer digambarkan potongan melintang retina dan papil saraf optik, diukur
tebal lapis serabut saraf retina. Pencitraan OCT untuk melihat macular hole, membran
preretina, edema makula dan kerusakan saraf optik.
GDX, dengan sinar polarisasi diukur tebal serabut saraf retina. HRT, dengan
memakai scanning laser melihat gambaran 3 dimensi keadaan papil saraf optik.
7. Tes Provokasi
Tes yang dilakukan pada keadaan yang meragukan.
Tes yang dilakukan :
• Tes kamar gelap
Pemeriksaan ini untuk melihat kemampuan sudut bilik mata untuk
tertutup dan merupakan pemeriksaan provokasi untuk glaukoma sudut sempit.
Sudut bilik mata menyempit bila pasien berada di kamar gelap akibat
terjadinya midriasis. Midriasis akan mengakibatkan sudut bilik mata tertutup
yang akan menghalangi pengaliran akuos humor sehingga tekanan bola mata
meninggi.
• Uji Midriasis
Pemeriksaan untuk menemukan glaukoma sudut sempit dengan
memprovokasinya dengan midriatik. Midriasis akan mengakibatkan sudut
bertambah tertutup dan bertambah kemungkinan terbendungnya akuos humor
dan dapat menimbulkan glaukoma.
• Uji Tiarap (Prone Test)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk glaukoma sudut sempit. Pada waktu
tiarap terjadi pergeseran lensa dengan pupil ke depan yang akan
mengakibatkan sudut bilik mata menutup, yang dapat mengganggu pengaliran
akuos humor melalui sudut bilik mata.2,9
2.8 PENATALAKSANAAN
Pertama-tama harus diingat bahwa glaukoma akut merupakan masalah
pembedahan. Pengobatan dengan obat harus dilaksanakan sebagai tindakan
pertolongan darurat bahwa tugas di daerah adalah memberi pengobatan secepatnya,
kemudian merujuknya ke rumah sakit yang ada fasilitas untuk pembedahan mata.3
Terapi pada awalnya ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokuler. Pengobatan
dengan obat-obatan :
• Miotik, yang paling mudah didapatkan adalah pilokarpin 2-4% tetes
mata yang ditetskan tiap menit 1 tetes selama 5 menit, kemudian
disusul 1 tetes tiap jam sampai 6 jam. Pilokarpin adalah miosis dan
karenanya melepaskan iris dari jaringan trabekulum. Sudut bilik mata
depan akan terbuka.
• Penghambat karbonik anhidrase (carbonic anhydrase inhibitor) yang
menyebabkan mengurangnya produksi akuos humor. Yang biasa
dipakai adalah tablet asetazolamid ( 250 mg) diberikan 2 tablet
sekaligus, kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet sampai 24 jam.
• Obat hiperosmotik, yang paling mudah adalah larutan gliserin, 50%
yang diberikan oral. Dosis 1-1,5 gram/kg berat badan (0,75-1,5 cc kg
berat badan). Gliserin ini harus diminum sekaligus. Gliserin dan
manitol mempertinggi daya osmosis.
• Morfin : suntikan 10-15 mg mengurangi rasa sakit dan mengecilkan
pupil. Obat-obatan ini dapat diberikan bersama-sama, tetapi hana
merupakan pengobatan darurat dan jangka pendek. Pembedahan tetap
harus direncanakan.1,2,3
Pembedahan
Sebelum pembedahan, tiap glaukoma akut harus diobati terlebih dahulu, tekanan
bola mata yang tadinya sangat tinggi diturunkan dahulu sampai di bawah 25 mmHg.
Apabila mata masih terlalu merah, dapat ditunggu sampai mata lebih putih dan
kemudian penderita dibedah.
1. Iridektomi Perifer
Indikasi : pembedahan ini digunakan untuk glaukoma dalam fase prodromal,
glaukoma akut yang baru terjadi atau untuk tindakan pencegahan pada mata
sebelahnya yang masih sehat.
Teknik : pada prinsipnya dibuat lubang di bagian perifer iris. Maksudnya adalah
untuk menghindari hambatan pupil. Iridektomi ini biasanya dibuat di sisi temporal
atas.
Iridektomi perifer preventif dilakukan dengan alas an serangan glaukoma akut
biasanya terjadi unilateral. Nasib mata sebelahnya yang masih sehat menurut
beberapa laporan terdapat risiko 60% terjadinya glaukoma akut dalam 5 tahun
mendatang.3,7
2. Laser iridotomy
Pada glaukoma sudut tertutup terdapat hambatan relatif pengeluaran keluar
cairan bilik mata belakang melalui pupil ke bilik mata depan. Iridotomi laser
merupakan tindakan bedah yang palig sering jadi pilihan bagi sudut tertutup
glaukoma. Sinar laser menciptakan sebuah lubang di iris, sehingga cairan dari bilik
mata belakang dapat mencapai ke bilik mata depan melalui lubang di iris.10
3. Pembedahan Filtrasi (trepanasi, sklerotomi, trabekulektomi)
Indikasi : pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut sudah
berlangsung lama atau penderita sudah masuk stadium glaukoma kongestif kronik.
Trepanasi Elliot : sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm dibuat di daerah kornea-
skleral, kemudian ditutup oleh konjungtiva dengan tujuan agar akuos mengalir
langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.
Sklerotomi : kornea skleral dikauterisasi agar luka tidak menutup kembali dengan
sempurna, dengan tujuan agar akuos mengalir langsung dari bilik mata depan ke
ruang subkonjungtiva.
Trabekulektomi : mengangkat trabekulum sehingga terbentuk celah untuk
mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal Schlemm.2,3
2.9 PROGNOSIS
Deteksi dini dan pengobatan yang tepat dan sesegera mungkin, maka prognosisnya
baik.10
2.10 PENCEGAHAN
Pemeriksaan mata secara teratur dengan dokter mata dapat mengidentifikasi
orang yang berisiko untuk akut sudut tertutup glaukoma. Pada beberapa orang yang
berisiko tinggi, iridotomy laser dapat dilakukan untuk mencegah serangan glaukoma
akut sudut tertutup.7,10
BAB III
KESIMPULAN
Glaukoma primer sudut tertutup terjadi bila terdapat kenaikan mendadak dari
tekanan intraokuler yang disebabkan penutupan sudut coa yang mendadak oleh akar
iris sehingga menghalangi sama sekali keluarnya humor akueus melalui trabekula,
menyebabkan meningginya tekanan intraokuler, sakit yang sangat di mata secara
mendadak dan menurunnya ketajaman penglihatan secara tiba-tiba disertai tanda-
tanda kongesti di mata, seperti mata merah, kelopak bengkak.
Untuk menegakkan diagnosis glaukoma primer sudut tertutup yaitu dari
anamnesis yang teliti dan diperlukan juga penilaian secara klinis.
Pengobatan dengan obat harus dilaksanakan sebagai tindakan pertolongan
darurat bahwa tugas di daerah adalah memberi pengobatan secepatnya, kemudian
merujuknya ke rumah sakit yang ada fasilitas untuk pembedahan mata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2009.
2. Wijaya, N. Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-6. 1993.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : CV. Sagung Seto; 2002.
4. Depkes RI. Gangguan penglihatan Masih Menjadi Masalah Kesehatan. Diunduh
dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/845-gangguan-
penglihatan-masih-menjadi-masalah-kesehatan.html
5. Sbeity, Z. Ritch, R. Annual World Glaukoma Day. J Med Liban 2010 ; 58 (2) : 120
121. Diunduh dari http://lebanesemedicaljournal.org/articles/58- 2/health1.pdf.
6. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.
7. Ilyas, S. Glaukoma. Edisi ke-2. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2001.
8. Ilyas, S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
9. Ilyas, S. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke- 3. Jakarta
: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
10.Noecker,R.J. Acute Angle Closure Glaukoma. 2012
http://www.emedicinehealth.com/acute_angle closure_glaucoma/article_em.htm