Referat Luka Bakar

101
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Luka bakar menjadi masalah perawatan kritis yang menyulitkan dan cukup prevalen. Fasilitas khusus terutama berfokus pada penstabilan pasien, pencegahan infeksi, dan optimalisasi pemulihan fungsional. Penelitian luka bakar telah membangkitkan minat yang berkelanjutan dalam beberapa dekade lalu, dan beberapa kemajuan penting telah menghasilkan stabilisasi pasien secara efektif dan penurunan tingkat kematian khususnya pada pasien muda dan pasien dengan luka bakar yang agak luas. Akan tetapi, bagi dokter intensivist, seringkali muncul tantangan yang membuat dukungan dan proses stabilisasi pasien menjadi rumit. Terlebih lagi, luka bakar merupakan masalah kompleks dan menimbulkan kesulitan-kesulitan unik yang membutuhkan intervensi terakhir atau rehabilitasi sepanjang hidup. Disamping perbaikan stabilisasi dan perawatan pasien, penelitian mengenai perawatan luka bakar telah menghasilkan kemajuan yang selanjutnya akan memperbaiki pemulihan fungsional. 1 Cedera termal akut yang membutuhkan pengobatan medis dialami oleh hampir setengah juta orang Amerika setiap tahun, dengan sekitar 40.000 rawat inap dan 3.400 kematian setiap tahunnya. 1 Tingkat kelangsungan 1

description

Tentang Luka Bakar

Transcript of Referat Luka Bakar

Page 1: Referat Luka Bakar

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Luka bakar menjadi masalah perawatan kritis yang menyulitkan dan cukup

prevalen. Fasilitas khusus terutama berfokus pada penstabilan pasien, pencegahan

infeksi, dan optimalisasi pemulihan fungsional. Penelitian luka bakar telah

membangkitkan minat yang berkelanjutan dalam beberapa dekade lalu, dan

beberapa kemajuan penting telah menghasilkan stabilisasi pasien secara efektif

dan penurunan tingkat kematian khususnya pada pasien muda dan pasien dengan

luka bakar yang agak luas. Akan tetapi, bagi dokter intensivist, seringkali muncul

tantangan yang membuat dukungan dan proses stabilisasi pasien menjadi rumit.

Terlebih lagi, luka bakar merupakan masalah kompleks dan menimbulkan

kesulitan-kesulitan unik yang membutuhkan intervensi terakhir atau rehabilitasi

sepanjang hidup. Disamping perbaikan stabilisasi dan perawatan pasien,

penelitian mengenai perawatan luka bakar telah menghasilkan kemajuan yang

selanjutnya akan memperbaiki pemulihan fungsional.1

Cedera termal akut yang membutuhkan pengobatan medis dialami oleh

hampir setengah juta orang Amerika setiap tahun, dengan sekitar 40.000 rawat

inap dan 3.400 kematian setiap tahunnya.1 Tingkat kelangsungan hidup untuk

pasien luka bakar yang rawat inap telah membaik secara konsisten selama empat

dekade terakhir dan sekarang sebanyak 97% pasien masuk di rumah sakit khusus

luka bakar.2,3 Hal ini umumnya dapat dikaitkan dengan penurunan ukuran luka

bakar secara nasional, perbaikan perawatan kritis luka bakar, dan kemajuan dalam

perawatan dan pengobatan luka bakar yang telah didorong melalui penelitian

seperti yang tercermin dalam meningkatnya publikasi tentang luka bakar selama

beberapa dekade silam.4,5 Sejak Kongres Internasional Pertama tentang Luka

Bakar lebih dari 50 tahun lalu, kemajuan telah dicapai dalam beberapa daerah

penyelenggara dan juga dicapai kemajuan penting dalam resusitasi dini,

penatalaksanaan infeksi, eksisi luka dan penutupan luka, dan penatalaksanaan

cairan telah membantu dalam mengurangi kematian akibat luka bakar.6,7

1

Page 2: Referat Luka Bakar

Infeksi luka bakar adalah komplikasi serius cedera termal. Meskipun saat

ini radang paru-paru (pneumonia) merupakan infeksi paling serius pada pasien

dengan luka bakar, infeksi luka bakar masih merupakan komplikasi serius yang

khas pada pasien luka bakar. Metode penatalaksanaan cedera termal telah

berevolusi selama 50 tahun terakhir. Evolusi ini disertai dengan perubahan

etiologi, epidemiologi, dan pendekatan untuk mencegah infeksi luka bakar. Di

tahun 1950, 1960, dan 1970-an dan di pertengahan 1980-an, luka bakar ditangani

dengan metode pemaparan, dengan aplikasi antimikroba topikal untuk luka bakar

permukaan dan debridemen (pembuangan jaringan mati) secara bertahap dengan

hidroterapi perendaman. Karena eksisi dini luka bakar dan penutupan luka

menjadi fokus utama penatalaksanaan luka bakar, disertai dengan perubahan dari

hidroterapi perendaman menjadi hidroterapi mandi, tingkat infeksi luka bakar

tampak menurun. Sangat sedikit penelitian tentang epidemiologi infeksi luka

bakar dilakukan sejak perubahan pendekatan penatalaksanaan cedera termal ini.

Sangat sedikit data yang ada mengenai epidemiologi infeksi luka bakar dari era

eksisi dini dan penutupan. Diperlukan data tentang tingkatan infeksi luka bakar

yang dieksisi dan ditutup, etiologi infeksi ini, dan epidemiologi serta pencegahan

infeksi semacam itu. Diperlukan penelitian tambahan tentang indikasi profilaksis

topikal dan antimikroba dan dekontaminasi saluran cerna secara selektif.

Cedera termal adalah jenis trauma serius yang membutuhkan penanganan

di unit khusus. Diperkirakan ~2.5 juta orang di Amerika Serikat mengalami luka

bakar yang memerlukan penanganan medis setiap tahun. Lebih dari 100.000

pasien dirawat di rumah sakit, dan ada ~12,000 kematian per tahun akibat cedera

termal.244

2

Page 3: Referat Luka Bakar

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka Bakar

Luka bakar adalah sejenis cedera pada daging atau kulit yang disebabkan

oleh panas, listrik, bahan kimia, gesekan, atau radiasi. Luka bakar yang hanya

mempengaruhi kulit bagian luar dikenal sebagai luka bakar superfisial atau derajat

I. Bila cedera menembus beberapa lapisan di bawahnya, hal ini disebut luka bakar

sebagian lapisan kulit atau derajat II. Pada Luka bakar yang mengenai seluruh

lapisan kulit atau derajat III, cedera meluas ke seluruh lapisan kulit. Sedangkan

luka bakar derajat IV melibatkan cedera ke jaringan yang lebih dalam, seperti otot

atau tulang.167

2.2 Tanda dan Gejala

Karakteristik luka bakar bergantung pada kedalamannya. Luka bakar

superfisial menyebabkan nyeri selama dua atau tiga hari, yang dilanjutkan dengan

pengelupasan kulit selama beberapa hari berikutnya.171,172 Individu yang menderita

luka bakar berat mungkin menunjukkan perasaan tidak nyaman atau mengeluhkan

adanya tekanan dibandingkan nyeri. Luka bakar yang mengenai seluruh lapisan

kulit mungkin sepenuhnya tidak sensitif terhadap sentuhan ringan atau tusukan.

Luka bakar superfisial biasanya berwarna merah, sedangkan luka bakar berat bisa

berwarna merah muda, putih atau hitam.172 Luka bakar di sekitar mulut atau

rambut yang terbakar di dalam hidung bisa mengindikasikan terjadinya luka bakar

di saluran napas, tetapi temuan ini sifatnya tidak pasti. Tanda-tanda yang lebih

mengkhawatirkan meliputi: sesak napas, serak, dan stridor atau mengi.173 Rasa

gatal umum dialami selama proses penyembuhan, serta terjadi pada 90% orang

3

Page 4: Referat Luka Bakar

dewasa dan hampir semua anak.174 Mati rasa atau kesemutan masih dapat

dirasakan dalam waktu yang lama setelah cedera listrik.175 Luka bakar juga bisa

menyebabkan gangguan emosional dan psikologis.169

2.3 Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh berbagai sumber eksternal yang dapat

digolongkan menjadi panas, kimia, listrik, dan radiasi.179 Di Amerika Serikat,

penyebab paling umum dari luka bakar adalah: kebakaran atau api (44%),

melepuh (33%), benda panas (9%), listrik (4%), dan bahan kimia (3%).180

Sebagian besar (69%) cedera luka bakar terjadi di rumah atau tempat kerja

(9%),170 dan kebanyakan adalah akibat kecelakaan, sementara 2% disebabkan oleh

serangan orang lain, dan 1-2% disebabkan oleh percobaan bunuh diri.169 Sumber-

sumber ini bisa menyebabkan cedera inhalasi di saluran napas dan/atau paru-paru,

dengan tingkat kejadian sekitar 6%.181

Cedera luka bakar lebih umum terjadi pada orang miskin. Merokok merupakan

faktor risiko, tetapi konsumsi alkohol bukan merupakan faktor risiko. Luka bakar

yang berhubungan dengan api lebih umum terjadi pada iklim yang lebih dingin.179

Faktor risiko spesifik di negara berkembang meliputi memasak dengan api

terbuka atau di atas lantai167 serta gangguan perkembangan pada anak dan

penyakit kronis pada orang dewasa.182

2.3.1 Panas atau termal

Di Amerika Serikat, api dan cairan panas adalah penyebab luka bakar yang

paling umum.181 Dari semua kasus kebakaran rumah yang mengakibatkan

kematian, 25% disebabkan oleh rokok dan 22% disebabkan oleh alat pemanas.

Hampir separuh cedera diakibatkan oleh upaya memadamkan kebakaran.167

4

Page 5: Referat Luka Bakar

Melepuh disebabkan oleh cairan panas atau gas dan paling umum terjadi karena

paparan pada minuman panas, suhu air keran yang panas di bak mandi atau

pancuran, minyak goreng yang panas, atau uap.183 Cedera lepuh paling umum

terjadi pada anak di bawah usia lima tahun176 dan, di Amerika Serikat dan

Australia, populasi ini mencakup sekitar dua pertiga dari seluruh kasus luka

bakar.181 Kontak dengan benda panas adalah penyebab dari 20-30% kasus luka

bakar pada anak.181 Pada umumnya, lepuh adalah luka bakar derajat I atau II, tapi

bisa juga mengakibatkan luka bakar derajat III, terutama karena kontak yang

lama.184 Kembang api adalah penyebab umum luka bakar selama musim liburan di

banyak negara.185 Hal ini khususnya merupakan faktor risiko bagi remaja pria.186

2.3.2 Bahan kimia

Bahan kimia menyebabkan 2 sampai 11% dari semua kasus luka bakar dan

menyebabkan hingga 30% kematian yang berkaitan dengan luka bakar.187 Luka

bakar kimia bisa disebabkan oleh lebih dari 25.000 bahan kimia,176 kebanyakan di

antaranya adalah basa keras (55%) atau asam keras (26%).187 Kebanyakan

kematian akibat luka bakar kimia terjadi akibat menelan bahan kimia tersebut

ingesti.176 Penyebab umumnya meliputi: asam sulfat yang biasa ditemukan pada

pembersih toilet, sodium hipoklorit yang biasa ditemukan pada pemutih, dan

hidrokarbon berhalogen yang biasa ditemukan pada penghilang cat.176 Asam

hidrofluorida bisa menyebabkan luka bakar dalam yang mungkin tidak

menimbulkan gejala hingga beberapa saat setelah terpapar.188 Asam format bisa

menyebabkan kerusakan sel darah merah dalam jumlah besar.173

2.3.3 Listrik

5

Page 6: Referat Luka Bakar

Luka bakar atau cedera listrik digolongkan menjadi cedera listrik tegangan

tinggi (1000 volt atau lebih), cedera listrik tegangan rendah (kurang dari

1000 volt), atau luka bakar kilat yang disebabkan oleh busur listrik.176 Penyebab

paling umum dari luka bakar listrik pada anak-anak adalah kabel listrik (60%) dan

saklar listrik (14%).181 Petir juga bisa mengakibatkan luka bakar listrik.189 Faktor

risiko tersambar petir meliputi aktivitas luar ruangan seperti mendaki gunung,

golf, dan olahraga di lapangan, serta bekerja di luar ruangan. Angka kematian

akibat sambaran petir adalah sekitar 10%.175

Meskipun cedera listrik terutama mengakibatkan luka bakar, cedera ini juga bisa

mengakibatkan patah tulang atau dislokasi karena trauma tumpul atau kontraksi

otot. Pada cedera listrik tegangan tinggi, sebagian besar kerusakan mungkin

terjadi di bagian dalam tubuh, sehingga sejauh mana cedera terjadi tidak dapat

dinilai dengan pemeriksaan kulit saja. Kontak dengan tegangan rendah maupun

tinggi bisa mengakibatkan aritmia jantung atau serangan jantung.175

2.3.4 Radiasi

Luka bakar radiasi bisa disebabkan oleh paparan berlarut-larut terhadap

sinar ultraviolet (seperti dari matahari, bilik pewarna kulit atau pengelasan busur)

atau dari radiasi pengion (seperti dari terapi radiasi, sinar-X atau debu

radioaktif).190 Paparan sinar matahari adalah penyebab paling umum dari luka

bakar radiasi dan penyebab paling umum dari luka bakar superfisial secara

keseluruhan.191 Jenis kulit seseorang akan secara bermakna menentukan

kerentanannya dalam mengalami sengatan matahari.192 Efek radiasi pengion pada

kulit tergantung pada jumlah paparan ke area tersebut, di mana kerontokan rambut

terlihat setelah paparan sebesar 3 Gy, kemerahan terlihat setelah paparan sebesar

6

Page 7: Referat Luka Bakar

10 Gy, pengelupasan kulit basah setelah paparan sebesar 20 Gy, dan nekrosis

setelah paparan sebesar 30 Gy. Kemerahan, bila terjadi, mungkin tidak muncul

hingga beberapa saat setelah terpapar. Pengobatan luka bakar radiasi sama seperti

luka bakar lainnya.193 Luka bakar gelombang mikro terjadi karena pemanasan

termal yang disebabkan oleh gelombang mikro. Meskipun paparan selama dua

detik bisa mengakibatkan cedera, secara keseluruhan kasus ini jarang terjadi.194

2.3.5 Bukan Kecelakaan

Dari semua pasien yang dirawat karena lepuh atau luka bakar api,

3Templat:Endash10% disebabkan oleh serangan orang lain. Alasannya mencakup:

penganiayaan anak, konflik pribadi, penganiayaan pasangan, penganiayaan orang

tua, dan konflik bisnis.195 Cedera rendam atau lepuh rendam mungkin

mengindikasikan penganiayaan anak. Cedera ini terjadi ketika salah satu anggota

tubuh atau bagian bawah tubuh (pantat atau perineum) ditahan di bawah

permukaan air panas. Ini biasanya mengakibatkan batasan atas yang tajam dan

seringkali simetris.184 Tanda-tanda kemungkinan penganiayaan lainnya meliputi:

luka bakar melingkar, tidak adanya tanda cipratan, luka bakar dengan kedalaman

yang sama, dan ditemukannya tanda-tanda penelantaran atau penganiayaan

lainnya.196

Pembakaran pengantin, merupakan suatu bentuk kekerasan dalam rumah

tangga, yang terjadi pada sejumlah budaya seperti misalnya di India dimana

perempuan dibakar karena pihak suami atau keluarganya menganggap mas kawin

dari pihak perempuan tidak memadai.197,198 Di Pakistan, luka bakar asam

merupakan penyebab dari 13% dari luka bakar disengaja, dan umumnya

berhubungan dengan kekerasan dalam rumah tangga.196 Pembakaran-diri

7

Page 8: Referat Luka Bakar

(membakar diri sebagai bentuk protes) juga merupakan sesuatu yang relatif umum

di antara perempuan India.169

2.4 Patofisiologi

Luka bakar termal dari sumber kering (api atau nyala api) dan sumber

basah (melepuh) menyebabkan kira-kira 80% dari semua kasus luka bakar yang

dilaporkan8 dan dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalalaman luka bakarnya.9,10

Selain cedera lokal di lokasi luka bakar, cedera termal parah pada luas kulit 20%

dari total luas permukaan tubuh (TBA) atau lebih luas menyebabkan respons

sistemik akut yang secara kolektif dikenal dengan syok hipovolemik.11 Syok

hipovolemik ditandai oleh peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan tekanan

hidrostatik di mikrovaskulatur, gerakan protein dan cairan dari ruang intravaskular

ke ruang interstisial, peningkatan resistensi vaskuler sistemik, berkurangnya

output jantung, dan hipovolemia yang memerlukan resusitasi cairan.12 Edema

yang terbentuk di ruang interstisial dengan cepat terbentuk dalam 8 jam pertama

setelah luka bakar, dan terus terbentuk secara perlahan setidaknya selama 18

jam.13 Kebutuhan volume untuk resusitasi dapat diperkirakan dengan ukuran total

luka bakar dan berat badan pasien (atau luas permukaan tubuh). Faktor lain yang

mempengaruhi kebutuhan volume ini adalah ada atau tidaknya cedera inhalasi,

tingkat ketebalan-penuh luka bakar, dan waktu sejak cedera terjadi.12 Kecepatan

infus cairan yang sebenarnya kemudian dititrasi tiap jam, berdasarkan kecukupan

respons fisiologis, seperti output urin.14

Setelah berhasilnya resusitasi, pasien dengan luka bakar yang lebih lebar

kemudian memasuki masa hipermetabolisme yang lebih lama, peradangan kronis,

8

Page 9: Referat Luka Bakar

dan berkurangnya masa tubuh tanpa lemak (lean mass) yang kesemuanya

mungkin dapat mengganggu penyembuhan luka. Selain itu, peningkatan

kerentanan terhadap infeksi karena status kekebalan yang berubah dapat

menyebabkan sepsis, selanjutnya memperburuk inflamasi sistemik.16

Hipermetabolisme berkelanjutan dan peradangan mengganggu penyembuhan luka

melalui tertundanya re-epitelisasi.17,18 Tingkat peradangan dan hipermetabolisme

berkaitan dengan tingkat19 dan kedalaman luka bakar karena luka bakar yang lebih

dalam menunjukkan kadar peredaran sitokin yang lebih tinggi20 dan respons

hipermetabolik yang lebih besar.21 Demikian pula dengan luasnya luka bakar

menjadi penentu lamanya rawat inap di rumah sakit19,22 dan kematian.19,23

Menurut satu model, luka bakar dapat dibagi menjadi tiga zona berdasarkan

tingkat keparahan kerusakan jaringan dan perubahan aliran darah.10,24-26 Bagian

tengah dari luka, yang dikenal sebagai zona koagulasi, terkena panas dalam

jumlah paling besar dan menderita kerusakan yang paling parah. Protein

mengalami denaturasi di atas 41°C (106 °F), sehingga panas yang berlebihan di

lokasi cedera akan menyebabkan denaturasi protein yang luas, degradasi, dan

koagulasi, yang menyebabkan nekrosis jaringan. Di sekitar zona pusat koagulasi

adalah zona stasis, atau zona iskemia, yang ditandai dengan perfusi menurun dan

jaringan yang kemungkinan besar dapat diselamatkan.10 Pada zona ini, hipoksia

dan iskemia dapat menyebabkan nekrosis jaringan dalam waktu 48 jam sejak

cidera jika tidak diberikan intervensi.27 Mekanisme yang mendasari apoptosis dan

nekrosis dalam zona iskemik masih kurang dipahami, tetapi tampaknya

melibatkan autofagi langsung dalam 24 jam pertama setelah cedera dan apoptosis

onset tertunda sekitar 24 sampai 48 jam pasca luka bakar.27 Penelitian lain

9

Page 10: Referat Luka Bakar

menunjukkan apoptosis menjadi aktif lebih awal yaitu 30 menit pasca luka bakar28

tergantung pada intensitas luka bakar.29 Tekanan oksidatif mungkin memainkan

peran dalam perkembangan nekrosis, seperti halnya penelitian praklinis yang telah

menunjukkan pengurangan nekrosis yang menjanjikan dengan pemberian

antioksidan sistemik.30 Daerah terluar dari luka bakar adalah zona hiperemia yang

menerima tambahan aliran darah melalui vasodilatasi inflamasi dan kemungkinan

akan pulih, dengan menghambat infeksi atau cedera lainnya.25

Meskipun luka bakar berbeda dengan luka lainnya dalam beberapa hal,

seperti tingkat peradangan sistemik31, namun penyembuhan semua luka

merupakan proses dinamis dengan fase-fase yang tumpang tindih32 (Tabel 1).

Fase inflamasi awal membawa neutrofil dan monosit ke lokasi cedera

melalui vasodilatasi lokal dan ekstravasasi cairan, dengan demikian memulai

sebuah respons imun yang kemudian ditopang oleh rekrutmen makrofag oleh

kemokin.31 Fase inflamasi berfungsi tidak hanya untuk mencegah infeksi selama

penyembuhan, tetapi juga untuk mendegradasi jaringan nekrotik dan

mengaktifkan sinyal yang diperlukan untuk perbaikan luka.33 Setelah respons

inflamasi dan tumpang tindih dengan respons inflamasi, fase proliferasi ditandai

10

Page 11: Referat Luka Bakar

dengan aktivasi keratinosit dan fibroblas oleh sitokin dan faktor pertumbuhan.34

Dalam fase ini, keratinosit bermigrasi di atas luka untuk membantu penutupan dan

pemulihan jaringan pembuluh darah dimana ini merupakan fase sangat penting

dalam proces penyembuhan luka.35 Jaringan komunikasi antara stroma, endotel,

dan sel-sel kekebalan tubuh ini menentukan proses penyembuhan, termasuk

penutupan dan revaskularisasi.

Tumpang tindih dengan fase proliferatif, fase akhir penyembuhan melibatkan

remodeling luka.36 Selama fase remodeling, bekas luka mengalami maturasi31

ketika kolagen dan elastin diendapkan dan secara terus menerus dibentuk kembali

ketika fibroblas menjadi miofibroblas.37 Miofibroblas mengadopsi fenotipe

kontraktil, dan dengan demikian dilibatkan dalam kontraktur luka.38 Konversi dari

fibroblas ke miofibroblas mengendalikan keseimbangan yang rumit antara

kontraksi dan re-epitelisasi, yang sebagian, menentukan pliabilitas/kelenturan luka

yang diperbaiki.39 Selain konversi fibroblas, apoptosis keratinosit dan sel-sel

inflamasi merupakan langkah-langkah kunci dalam penghentian penyembuhan

luka dan keseluruhan tampilan akhir luka.40

11

Page 12: Referat Luka Bakar

2.5 Diagnosis

Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman, mekanisme

cedera, luasan dan cedera lain yang diakibatkan oleh luka bakar tersebut.

Klasifikasi yang paling umum digunakan adalah yang berdasarkan kedalaman

luka bakar. Kedalaman dari luka bakar biasanya ditentukan berdasarkan

pemeriksaan, walaupun kadang dapat juga dilakukan pemeriksaan biopsi.176

Biasanya sangat sulit untuk menentukan kedalaman luka bakar hanya dengan satu

kali pemeriksaan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan ulang dalam beberapa

hari.173 Pada pasien dengan keluhan sakit kepala atau pusing dan menderita luka

12

Page 13: Referat Luka Bakar

bakar karena api, harus dipertimbangkan keracunan karbon monoksida.202

Keracunan sianida juga perlu dipertimbangkan.173

2.5.1 Ukuran

Ukuran luka bakar ditentukan berdasarkan persentase dari luas permukaan

tubuh (LPB) yang terkena luka bakar sebagian atau seluruh lapisan kulit.[10] Luka

bakar derajat satu hanya menunjukkan warna merah dan tidak melepuh tidak

termasuk kedalam perkiraan ini.176 Kebanyakan luka bakar (70%) mengenai

kurang dari 10% LPB.181

Terdapat beberapa cara untuk menentukan LPB, didalamnya termasuk

"aturan sembilan", tabel Lund dan Browder, serta perkiraan berdasarkan ukuran

telapak tangan seseorang.171 "Aturan sembilan" sangat mudah diingat tetapi hanya

akurat untuk orang yang berusia lebih dari 16 tahun.171 Estimasi yang lebih akurat

akan diperoleh bila menggunakan tabel Lund dan Browder, yang juga

mempertimbangkan berbagai proporsi bagian tubuh pada orang dewasa dan anak-

anak.171 Ukuran telapak tangan seseorang (termasuk telapak dan jari) mendekati

1% dari LPBnya.171

13

Page 14: Referat Luka Bakar

2.5.2 Tingkat Keparahan

Untuk menentukan apakah diperlukan Referensi untuk dibawa ke pusat

perawatan khusus luka bakar, Asosiasi Luka Bakar Amerika merancang suatu

sistem klasifikasi. Pada sistem ini, luka bakar diklasifikasikan menjadi berat,

sedang, dan ringan. Keadaan ini dinilai berdasrkan sejumlah faktor, di antaranya

adalah luas permukaan total tubuh yang terkena, adanya luka bakar pada bagian

tubuh tertentu, usia penderita, dan cedera lain yang terkait.202 Luka bakar ringan

pada umumnya dapat diatasi di rumah, luka bakar sedang biasanya dapat diatasi di

rumah sakit, luka bakar berat harus ditangani di pusat perawatan khusus luka

bakar.202

14

Page 15: Referat Luka Bakar

2.6 Pencegahan

Berdasarkan sejarah, sekitar setengah dari luka bakar dapat dicegah.167

Program pencegahan luka bakar secara signifikan telah menurunkan tingkat

kejadian luka bakar yang bersifat serius.199 Tindakan pencegahan termasuk:

membatasi suhu air panas, alarm asap, sistem penyemprot air, konstruksi

bangunan yang sesuai, dan pakaian tahan api.167 Para ahli menganjurkan

pengaturan pemanas air di bawah suhu 48.8 °C (119.8 °F).181 Tindakan lain untuk

menghindari lepuh adalah dengan mengukur suhu air mandi dengan termometer,

dan meletakkan pelindung cipratan pada kompor.199 Walaupun pengaruh peraturan

penggunaan kembang api masih belum jelas, terdapat bukti sementara bahwa

peraturan ini bermanfaat203 dengan adanya rekomendasi pembatasan penjualan

kembang api kepada anak-anak.181

2.6.1 Pencegahan Infeksi Luka Bakar

Alat pelindung diri untuk mencegah penularan mikroorganisme ke

pasien yang digunakan pada dekade sebelumnya terus menjadi elemen penting

untuk mengontrol infeksi dalam perawatan luka bakar secara modern. Di satu

fasilitas perawatan luka bakar, penelitian dilakukan untuk menentukan bagaimana

cara terefektif mengisolasi pasien dengan luka bakar untuk mencegah penularan

mikroorganisme.156 Selama tahap 1 (baseline) penelitian bertahap tersebut, penulis

menetapkan bahwa 63% pasien dikolonisasi dengan mikroorganisme penanda

yang muncul di hari 4-8 penelitian. Tahap 2 mengikuti pendidikan bagi petugas

pusat penanganan luka bakar tentang penggunaan teknik isolasi yang tepat.

Pendekatan ini tidak mengubah tingkat kolonisasi. Pada tahap 3, penggunaan

prosedur resmi isolasi yang disederhanakan mengurangi tingkat kolonisasi dari

15

Page 16: Referat Luka Bakar

63% menjadi 33%, dan kolonisasi yang melambat secara signifikan (7,8-21 hari)

teramati pada pasien yang dikolonisasi P. aeruginosa. Prosedur resmi isolasi yang

disederhanakan dipastikan efektif ketika prosedur itu dievaluasi kembali di fase 4.

Tujuan dari perubahan teknik hidroterapi dari perendaman ke mandi

adalah untuk mengurangi penularan mikroorganisme ke luka bakar. Tidak jelas

apa pengaruh dari perubahan teknik hidroterapi terhadap epidemiologi infeksi

luka bakar.

Meskipun agen antimikroba topikal terus digunakan, peran mereka tidak

jelas untuk luka yang dibuat oleh eksisi dini dan penutupan luka. Mereka dapat

diaplikasikan pada luka bakar sebelum eksisi dan pada luka yang eksisinya

ditunda atau tidak bisa dieksisi. Mengingat efek negatif dari agen antimikroba

topikal dan pemilihan jamur dan bakteri yang resisten bagi kolonisasi permukaan

luka bakar, penggunaan antimikroba topikal di era eksisi luka bakar memerlukan

penelitian lebih lanjut.154

Pengaruh eksisi luka bakar terhadap epidemiologi infeksi luka bakar tidak

jelas. Dengan mengurangi jalan masuknya, eksisi dan penutupan luka bisa

mengurangi terjadinya infeksi luka bakar, tetapi efek tersebut belum dibuktikan

dengan uji klinis acak prospektif kecuali pada kasus luka bakar ≤15% dari

TBSA.155

Ada kemungkinan bahwa, ketika luka bakar dieksisi dan daerah eksisi itu

ditutup dengan auto transplantasi (autografting) atau ditutup sementara dengan

allograft atau bahan lainnya, kepadatan kolonisasi mikroba di daerah cedera akan

berkurang. Ini akan mengurangi tempat hidup mikroorganisme yang dibentuk oleh

16

Page 17: Referat Luka Bakar

luka bakar kolektif pasien di fasilitas perawatan luka bakar. Sepengetahuan saya,

ini belum pernah diteliti.

Saluran GI tetap menjadi tempat hidup utama dan sarana potensial

penularan mikroorganisme yang mengkolonisasi luka bakar. Ini terjadi terutama

pada luka bakar yang luas.153,157 Tempat hidup P. aeruginosa yang mengkolonisasi

saluran GI pasien dengan luka bakar terdiri dari tangan petugas medis,

lingkungan, dan makanan.153,158-160

Selain penggunaan penghalang, pendekatan untuk mengontrol saluran GI

sebagai tempat hidup dan sarana penularan dilakukan dengan berupaya menekan

atau menghilangkan mikroorganisme di saluran GI. Pendekatan ini dilakukan

untuk mengatur kombinasi agen antimikroba oral. Profilaksis ini disebut

"dekontaminasi usus secara selektif" (SDD).

Beberapa penelitian tentang SDD yang melibatkan pasien dengan luka

bakar telah diterbitkan.161-166 Kombinasi agen antimikroba yang paling umum

digunakan adalah neomycin, eritromisin, polimiksin, tobramycin, trimethoprim-

sulfamethoxazole, amfoterisin B, dan nistatin. Dua antimikroba antibakteri

biasanya dikombinasikan dengan agen antijamur. Empat dari 6 penelitian bersifat

prospektif, tetapi hanya 1 yang merupakan penelitian acak, obat-plasebo,

tersamar-ganda (randomized, controlled-placebo, double-blinded) yang

prospektif.166 Sayangnya, penelitian terakhir mungkin kurang mampu mendeteksi

perbedaan klinis yang signifikan antara 11 pasien yang menerima profilaksis dan

12 subyek kontrol yang menerima plasebo. Penulis tidak melaporkan tingkat α,

kekuatan penelitian ini, atau perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok

plasebo yang mereka coba deteksi.

17

Page 18: Referat Luka Bakar

2.7 Penatalaksanaan

Tindakan resusitasi dimulai dengan menilai dan menstabilkan jalan napas,

pernapasan, serta sirkulasi penderita.171Jika dicurigai terjadi cedera inhalasi,

mungkin diperlukan intubasi awal.173 Penanganan ini kemudian diikuti dengan

penanganan luka bakar itu sendiri. Seseorang dengan luka bakar yang luas dapat

dibungkus menggunakan kain seprei bersih sampai tiba di rumah sakit.173 Karena

luka bakar mudah terkena infeksi, suntikan booster tetanus harus diberikan bila

pasien tersebut belum mendapatkan imunisasi tetanus ini dalam jangka lima tahun

terakhir.204 Di Amerika Serikat, 95% dari penderita luka bakar yang masuk ke unit

gawat darurat dirawat dan diperbolehkan pulang, sementara 5% memerlukan

perawatan di rumah sakit.169 Pada luka bakar berat, pemberian asupan makanan

dini sangat penting.200 Oksigenasi hiperbarik mungkin dapat beguna sebagai

tambahan dari penanganan secara tradisional.205

2.7.1 Cairan Intravena

Pada penderita dengan perfusi jaringan yang buruk, harus diberikan bolus

larutan kristaloid isotonik.171 Pada anak-anak dengan kondisi luka bakar lebih dari

10-20% LPB dan pada dewasa dengan kondisi luka bakar lebih dari 15% LPB

harus ditindaklanjuti dengan resusitasi cairan formal dan pemantauan.171,206,207 Bila

memungkinkan, tindakan ini harus dilakukan sebelum ke rumah sakit bagi

penderita dengan luka bakar lebih luas dari 25% LPB.206 Formula Parkland dapat

membantu menentukan volume cairan intravena yang diperlukan dalam waktu

24 jam pertama. Formula ini didasarkan atas LPB dan berat badan orang yang

terkena luka bakar. Setengah dari jumlah cairan ini harus diberikan pada 8 jam

18

Page 19: Referat Luka Bakar

pertama, dan sisanya diberikan pada sisa waktu 16 jam. Jangka waktu ini dimulai

sejak luka bakar bakar terjadi, bukan dari saat resusitasi cairan diberikan.Pada

anak diperlukan pemberian cairan rumatan tambahan berupa glukosa.173 Selain itu,

penderita dengan cedera inhalasi memerlukan lebih banyak cairan.208 Sementara

resusitasi cairan yang tidak cukup dapat menyebabkan masalah, resusitasi yang

berlebihan juga dapat berakibat buruk.209 Formula ini hanya merupakan pedoman,

dengan infus yang ideal diberikan berdasarkan keluaran urin yaitu >30 mL/h pada

orang dewasa atau >1mL/kg pada anak-anak dan tekanan darah arteri rata-rata

lebih tinggi dari 60 mmHg.173

Walaupun Larutan ringer laktat sering digunakan, tidak ada bukti yang

menunjukkan bahwa larutan ini lebih baik dari larutan salin normal.171 Cairan

kristaloid tampak sama baiknya dengan cairan koloid, dan karena koloid lebih

mahal, penggunaan cairan ini tidak dianjurkan.210 Transfusi darah sangat jarang

diperlukan.176 Transfusi darah hanya dianjurkan bila kadar hemoglobin turun di

bawah 60-80 g/L (6-8 g/dL)211 karena adanya risiko komplikasi.173 Kateter

intravena dapat dipasang melalui kulit yang terbakar bila diperlukan, atau dapat

juga menggunakan infus intraoseus.173

2.7.2 Perawatan Luka

Pendinginan dini (selama 30 menit pertama sejak terjadinya luka bakar)

akan mengurangi kedalaman luka bakar dan nyeri, tetapi harus dilakukan dengan

hati-hati karena pendinginan berlebih dapat menimbulkan hipotermia.171,176

Tindakan ini harus dilakukan dengan menggunakan air dingin 10–25 °C (50.0–

77.0 °F) dan bukan air es, karena air es dapat menyebabkan cedera yang lebih

parah.171,199 Luka bakar karena bahan kimia memerlukan irigasi yang ekstensif.171

19

Page 20: Referat Luka Bakar

Membersihkan, pembersihan jaringan mati menggunakan sabun dan air , dan

penggunaan pembalut merupakan aspek yang penting dalam penanganan luka

bakar. Bila terdapat lepuh yang utuh, tidak terlalu jelas apa yang harus dilakukan.

Beberapa bukti sementara mendukung dibiarkannya lepuh ini apa adanya. Luka

bakar derajat dua memerlukan evaluasi kembali setelah dua hari.199

Pada penatalaksanaan luka bakar derajat satu dan dua, tidak ditemukan

bukti nyata untuk menentukan tipe pembalutan yang harus digunakan.212,213

Biasanya tidak masalah untuk membiarkan luka bakar tingkat satu tanpa

pembalutan.199 Pemberian antibiotik oles umumnya disarankan, walaupun

pemakaian obat ini tidak didukung oleh bukti yang cukup.214 Perak sulfadiazine

(suatu jenis antibiotik) tidak dianjurkan untuk dipakai karena berpotensi

memperlambat waktu penyembuhan.213 Masih belum ada cukup bukti yang

mendukung penggunaan balutan yang mengandung perak215 atau terapi luka

tekanan negatif.216

2.7.3 Pengobatan

Luka bakar bisa sangat menyakitkan dan terdapat berbagai pilihan yang

bisa digunakan untuk mengatasi rasa sakit. Pilihannya meliputi analgesik

sederhana (seperti ibuprofen dan asetaminofen) dan opioid seperti morfin.

Benzodiazepin bisa digunakan sebagai tambahan untuk analgesik guna membantu

menurunkan kecemasan.199 Selama proses penyembuhan, antihistamin, pijat, atau

stimulasi saraf transkutaneus bisa digunakan untuk membantu mengatasi rasa

gatal.174 Namun, antihistamin hanya efektif untuk tujuan ini pada 20% orang.217

Terdapat bukti sementara yang mendukung penggunaan gabapentin174 dan

20

Page 21: Referat Luka Bakar

penggunaan obat tersebut beralasan pada pasien yang tidak mengalami perbaikan

dengan antihistamin.218

Antibiotik intravena dianjurkan sebelum pembedahan pada pasien yang

mengalami luka bakar luas (>60% LPB).219 Templat:Hingga, panduan yang ada

tidak menganjurkan penggunaan antibiotik secara umum karena adanya

kekhawatiran mengenai resistensi antibiotik214 dan meningkatnya risiko infeksi

jamur.173 Namun bukti sementara menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik

intravena bisa memperbaiki tingkat kelangsungan hidup pada pasien yang

mengalami luka bakar luas dan berat.214 Eritropoietin belum ditemukan efektif

untuk mencegah atau mengobati anemia pada orang yang mengalami luka

bakar.173 Pada luka bakar yang disebabkan oleh asam hidrofluorat, kalsium

glukonat merupakan antidot khusus dan bisa digunakan secara intravena dan/atau

dioleskan.188

2.7.4 Pembedahan

Luka yang memerlukan penutupan dengan pembedahan menggunakan

cangkok kulit atau flap (biasanya untuk luka bakar yang lebih dari luka bakar

ketebalan lengkap berukuran kecil) harus ditangani sesegera mungkin.220 Luka

bakar melingkar pada anggota gerak atau dada mungkin memerlukan bedah

segera untuk membuang kulit mati, yang dikenal sebagai eskarotomi.221 Tindakan

ini dilakukan untuk menangani atau mencegah masalah dengan sirkulasi jauh, atau

ventilasi.221 Belum jelas apakah bedah eskarotomi berguna untuk luka bahar pada

leher atau jari.221 Fasiotomi mungkin diperlukan untuk luka bakar akibat sengatan

listrik.221

21

Page 22: Referat Luka Bakar

Eksisi dini dan pencangkokan telah menjadi standar perawatan selama

beberapa dekade. Kebanyakan penelitian telah menunjukkan bahwa eksisi dalam

waktu 24 hingga 48 jam setelah cedera berkorelasi dengan penurunan kehilangan

darah, infeksi, lamanya rawat inap di rumah sakit dan kematian, serta peningkatan

pengambilan cangkokan105-108, meskipun penurunan angka kematian hanya terjadi

pada pasien tanpa cedera inhalasi.109 Karena salah satu tantangan utama dalam

pengobatan cedera termal akut adalah mencegah infeksi, maka mengeksisi eskar

dan menutupi luka sedini mungkin sangatlah penting. Standar untuk penutupan

cepat dan permanen untuk luka bakar ketebalan penuh (full-thickness burns)

adalah cangkok sebagian ketebalan kulit atau disebut split thickness skin graft

(STSG) dari lokasi kulit donor yang tidak cedera pada pasien yang sama

(autograf). Pencangkokan demikian menyediakan penutupan yang cukup tanpa

resiko penolakan, meskipun meta-analisis belum menentukan tingkat kegagalan

cangkok STSG pada pasien luka bakar. STSG ini dapat menyatu dengan rasio

ekspansi bervariasi untuk menambah daerah penutupan, namun tetap ada

kekhawatiran mengenai efek meshing terhadap rentang gerak110 dan tingkat

penyembuhan di lokasi cangkokan kulit. Di sisi lain, lokasi donor terasa sakit dan

menimbulkan beban penyembuhan luka pada pasien itu sendiri. Beragam balutan

telah digunakan untuk menutup lokasi donor selama penyembuhan dengan hasil

yang bervariasi.112

Pasien dengan luka bakar yang lebih luas sering membutuhkan penutupan

sementara dengan alograf, kenograf, pengganti kulit, atau analog dermal karena

lokasi donor tidak cukup atau tidak tersedia. Alograf atau jaringan yang diambil

dari donor manusia yang masih hidup atau donor manusia yang telah meninggal,

22

Page 23: Referat Luka Bakar

dan kenograf yang diambil dari spesies yang berbeda, mendorong re-epitelialisasi

dan mempersiapkan dasaran luka untuk autograf, yang meningkatkan tingkat

penyembuhan bila dibanding dengan pembalutan biasa.113 Sebuah meta-analisis

terbaru menunjukkan bahwa karena alograf dan kenograf tampaknya sama-sama

efektif, kenograf mungkin menjadi pilihan utama untuk meningkatkan

keselamatan pasien dan mengurangi biaya pengobatan.114 Namun, harus hati-hati

dalam menarik kesimpulan yang luas dari meta-analisis ini karena penelitian yang

dikutip kurang terstandarisasi dan rincian kritis seperti kedalaman dan ukuran luka

bakar, dan banyak penelitian yang dikutip hanyalah sekedar laporan anekdot.

Alograf kadaver dianggap sebagai bahan terbaik untuk penutupan sementara

pada luka eksisi pada pasien dengan luka bakar luas dan mematikan serta

kurangnya lokasi donor. Alograft kadaver tersebut juga merupakan bahan pilihan

untuk perlindungan autograft yang terhubung secara luas (3:1 atau rasio meshing

lebih tinggi) selama penyembuhan. Dalam kasus terakhir, alograft diaplikasikan

dengan mesh autograft dengan cara sandwich.

Sudah ada berbagai macam pengganti kulit dan analog dermal115-119 (Tabel 2)

secara garis besar dapat dibagi menjadi pengganti epidermis atau pengganti

dermis.120,121 Pengganti epidermis secara normal tebalnya hanya beberapa lapisan

sel dan memiliki sedikit komponen dermal normal. Biasanya tebal hanya beberapa

lapisan sel dan kurangnya komponen dermal yang normal.122,123 Sudah ada dermal

pengganti yang dapat dibeli seperti matriks aselular, umumnya berasal dari

manusia - misalnya, Alloderm (LifeCell, Bridgewater, NJ, USA) atau GraftJacket

(KCI, San Antonio, TX, USA) – atau sumber lain (misalnya, Integra, Integra

LifeSciences, Plainsboro, NJ, USA). Biobrane (Smith & Nephew, London, UK)

23

Page 24: Referat Luka Bakar

adalah bahan bilaminar semisintetik yang terdiri atas nilon-mesh dermal analog

(terikat dengan kolagen porsin) dan analog epidermal silikon. Biobrane digunakan

untuk penutupan sementara luka bakar dangkal dan lokasi donor.124,125 Produk

yang sekarang sedang dikembangkan ini mengintegrasikan konsep perancah

dermal yang secara aktif mendorong revaskularisasi dengan memasukkan sel

induk dan faktor pertumbuhan untuk menciptakan kembali lingkungan mikro

selular yang baik.126,127

Tersedia banyak pilihan balutan.128,129 Pemilihan balutan yang tepat

tergantung pada beberapa faktor, termasuk kedalaman luka bakar, kondisi dasaran

luka, lokasi luka, retensi kelembaban yang dibutuhkan dan drainase, frekuensi

penggantian balutan yang dibutuhkan serta biaya. Meski banyak faktor harus

24

Page 25: Referat Luka Bakar

dipertimbangkan dalam pemilihan balutan, tujuan dari pemilihan balutan yang

paling tepat adalah perlindungan terjadinya kontaminasi (bakteri atau sejenisnya)

dan perlindungan kerusakan fisik dengan memungkinkan pertukaran gas dan

retensi kelembaban serta menyediakan kenyamanan untuk meningkatkan

pemulihan fungsional. Pendekatan tradisional untuk perawatan luka bakar yang

dikembangkan di Pusat Luka Bakar Angkatan Darat Amerika Serikat berupa

penggantian krim asetat mafenide di pagi hari dan krim silver sulfadiazin di

malam hari, dengan balutan kasa digunakan di atas krim. Baru-baru ini, balutan

yang diisi silver dan balutan lainnya telah diperkenalkan. Kelas balutan utama

yaitu: alginate, misalnya, Aquacel (ConvaTec, Bridgewater, NJ, USA), atau

Comfeel (Coloplast, Minneapolis, MN, USA), atau Sorbsan (Mylan, Morgantown,

WV, USA); antimikroba, misalnya Acticoat (Smith & Nephew, London, UK) atau

Silverlon (Argentum, Geneva, IL, USA); kolagen, misalnya Fibracol (Johnson &

Johnson, New Brunswick, NJ) atau Puracol (Medline, Mundelein, IL, USA);

hidrokoloid, misalnya Duoderm (ConvaTec, Bridgewater, NJ, USA), Granuflex

(ConvaTec, Bridgewater, NJ, USA), atau Tegaderm (3M, Maplewood, MN,

USA); hidrogel, misalnya Dermagel (Maximilian Zenho & Co, Brussels, Belgia),

SilvaSorb (Medline, Mundelein, IL, USA), atau Skintegrity (Medline, Mundelein,

IL, USA); dan busa poliuretan, misalnya Allevyn (Smith & Nephew, London,

UK) atau Lyofoam (Molnycke, Gothenburg, Swedia). Secara khusus, banyak dari

balutan ini menunjukkan kemampuan antimikroba melalui peresapan perak, tetapi

hasil penelitian baru-baru ini menunjukkan perak dapat menunda penyembuhan

luka dan seharusnya tidak digunakan secara rutin pada kulit donor yang tidak

terinfeksi130,131 meskipun balutan perak dapat mengurangi nyeri luka.132 Pada

25

Page 26: Referat Luka Bakar

pasien dengan luka bakar luas dan dalam, antimikroba yang manjur harus menjadi

prioritas pertama dalam perawatan luka bakar.

Kemungkinan lain, teknik berbasis sel untuk penutupan lebih permanen telah

menghasilkan kemajuan. Penelitian tentang kultur sel epitel telah menghasilkan

kemajuan penting, terutama berkaitan dengan waktu kultur. Pilihan berbasis

kultur seperti Episel (Genzyme, Cambridge, MA, USA), menggunakan biopsi

kecil dari kulit pasien untuk memberikan keratinosit, yang diekspansi selama 2

sampai 3 minggu (untuk Episel, dengan keberadaan fibroblas murin yang

proliferasinya ditahan) menjadi autograft epidermal konfluen. Pilihan lainnya,

seperti ReCell (Avita, Nocrthridge, CA, USA), mengambil biopsi kecil dari kulit

pasien dan mempersiapkan campuran keratinosit, melanosit, dan sel-sel induk

dalam formulasi cair untuk disemprotkan ke luka bakar yang dieksisi selama

operasi yang sama.133-135 Teknik ini dapat mengurangi jumlah kulit donor yang

diperlukan untuk pengobatan luka bakar yang besar, yang secara signifikan

mengurangi waktu penyembuhan baik bagi bagian tubuh yang menjadi donor dan

bagian yang terbakar, dan meningkatkan keberhasilan keseluruhan cangkokan dan

kualitas bekas luka.136 Perlu dilakukan riset lanjutan tentang pilihan penutupan

berbasis sel sebelum penerapannya secara luas dapat direkomendasikan.

2.7.5 Keratinosit dan Sel Induk

Seperti disebutkan sebelumnya, keratinosit memainkan peran penting

dalam penutupan luka. Aktivasi sitokin menyebabkan keratinosit bermigrasi

dalam fase proliferasi, yang menyebabkan penutupan dan pemulihan jaringan

vaskular.35 Keratinosit bisa juga diaktifkan dengan agonis reseptor mu opioid59

tetapi peran agonis ini pada inflamasi dan penutupan luka masih belum jelas.57,58

26

Page 27: Referat Luka Bakar

Meskipun sudah dilakukan studi positif dengan EpiDex (Modex, Lausanne,

Swiss) - pengganti kulit autologus yang direkayasa dan berdiferensiasi penuh

yang berasal dari keratinosit menunjukkan efektivitas yang sebanding dengan

split-thickness skin graft (cangkok sebagian ketebalan kulit) dalam penutupan

luka dan penyembuhan137 - hasilnya belum diwujudkan dalam opsi yang layak

secara klinis. Studi yang mengevaluasi ekspansi keratinosit pada fibroblas

manusia setelah ekstraksi tripsin138, dan menggunakan kulit yang direkayasa

dengan keratinosit pada matriks fibrin139, telah menunjukkan perbaikan

penyembuhan luka bakar. Analisis retrospektif tentang keratinosit autologus

menunjukkan bahwa allogeneic yang dikultur atau keratinosit autologous dapat

mempercepat penyembuhan luka.140,141 Secara bersama-sama, dampak dari pilihan

penutupan sel yang dimediasi oleh keratinosit di masa mendatang cukup

menjanjikan, tetapi penelitian lebih lanjut perlu dilakukan.134 Selain itu,

pengobatan berbasis keratinosit harus dilaksanakan dengan hati-hati, karena

aktivasi keratinosit yang berlebihan berkontribusi pada berkembangnya jaringan

parut hipertrofik.43,142

Penggunaan sel induk dewasa, termasuk sel induk sumsum tulang, sel induk

folikel rambut, dan sel induk adiposa, dalam perawatan luka bakar akut

merupakan topik yang menarik.143 Penambahan sel induk sumsum tulang pada

luka kronis yang tidak sembuh-sembuh menyebabkan engraftment sel dan

meningkatkan penyembuhan luka.144,145 Selain itu, sejumlah penelitian telah

melaporkan bahwa sel induk sumsum tulang dapat ber-transdiferensiasi ke

beberapa jenis sel kulit.146 Mekanisme kerja sel induk sumsum tulang pada luka

bakar belum sepenuhnya dijelaskan, tapi modulasi inflamasi terjadi setelah radiasi

27

Page 28: Referat Luka Bakar

luka bakar pada manusia.147 Demikian pula, sel induk adiposa mempercepat re-

epitelisasi melalui aktivasi parakrin dari sel inang melalui sekresi faktor

pertumbuhan.148,149 Juga, sel induk folikel rambut mampu menghasilkan epidermis

berlapis pada luka bakar manusia.150 Selain itu, kemungkinan untuk menghasilkan

kulit seluler setara sedang dikembangkan. Sel induk folikel rambut telah

dimasukkan ke dalam produk, seperti Integra, untuk menyelidiki penyembuhan

luka.151 Sebuah pengganti kulit yang dikultur yang menggunakan sel induk

adiposa dan keratinosit telah dikembangkan yang menghasilkan

stratifikasi/perlapisan epidermal, dermal, dan hipodermal.152 Selain itu, sel induk

adiposa manusia yang biasanya dibuang telah diisolasi dari jaringan eskar luka

bakar yang di-debridemen dan digunakan untuk menghasilkan konstruk tiga lapis

berpembuluh darah. Data yang menjanjikan tentang sel induk non-embrio seperti

ini telah membangkitkan minat dalam pengembangan dan penerapan masa depan

dan tidak diragukan lagi penelitian selanjutnya akan menghasilkan hasil yang

menarik.

2.7.6 Pengobatan Alternatif

Madu sudah digunakan sejak zaman kuno untuk membantu penyembuhan

luka dan mungkin bermanfaat untuk luka bakar derajat pertama dan kedua.222,223

Belum cukup bukti untuk penggunaan lidah buaya.224 Walaupun perak

sulfadiazine mungkin bermanfaat untuk menurunkan rasa sakit,177 dan tinjauan

pustaka yang dilakukan pada tahun 2007 menemukan bukti sementara yang

menunjukkan bahwa perak sulfadiazine dapat memperbaiki waktu penyembuhan

225 tinjauan pustaka selanjutnya yang dilakukan pada tahun 2012 tidak

28

Page 29: Referat Luka Bakar

menunjukkan perbaikan penyembuhan luka dengan penggunaan perak

sulfadiasin.224

Ada sedikit bukti bahwa vitamin E dapat membantu menyembuhkan

keloid atau bekas luka.226 Penggunaan mentega tidak dianjurkan.227 Di negara

berpendapatan rendah, sepertiga luka bakar diobati dengan obat tradisional, yang

dapat meliputi pengolesan telur, lumpur, daun atau kotoran sapi.182 Penanganan

dengan pembedahan terbatas pada beberapa kasus karena sumber daya dan

ketersediaan keuangan yang tidak mencukupi.182 Ada sejumlah metode lain yang

bisa digunakan sebagai tambahan untuk pengobatan guna menurunkan rasa sakit

dan kecemasan termasuk: terapi realitas maya, hipnosis, dan pendekatan perilaku

seperti teknik pengalihan perhatian.218

2.7.7 Optimalisasi penyembuhan luka bakar

2.7.7.1 Inflamasi

Inflamasi sangat penting untuk keberhasilan penyembuhan luka bakar, dan

mediator inflamasi (sitokin, kinin, lipid, dan sebagainya) memberikan sinyal

kekebalan tubuh untuk merekrut leukosit dan makrofag yang berfungsi memulai

fase proliferatif.37 Re-epitelisasi, atau penutupan luka, dalam fase proliferasi

melalui aktivasi keratinosit dan fibroblas, atau migrasi dari folikel rambut yang

berdiferensiasi dan analog epidermal lainnya,41,42 dimediasi oleh sitokin yang

direkrut dalam fase inflamasi. Meski hal ini menunjukkan bahwa inflamasi

penting untuk penyembuhan luka, jalur inflamasi yang menyimpang juga telah

dikaitkan dengan jaringan parut hipertrofik, dan pengobatan anti-inflamasi

berpotensi memperburuk gejala dan penundaan penyembuhan luka.40,43,44

29

Page 30: Referat Luka Bakar

Edema penting yang diinisiasi oleh beberapa faktor termasuk vasodilatasi,

aktivitas osmotik ekstravaskular, dan peningkatan permeabilitas mikrovaskuler

sering menyertai inflamasi.45 Edema dan inflamasi yang berlebihan atau

berkepanjangan memperburuk rasa sakit serta mengganggu penyembuhan

luka.17,18 Menariknya, penelitian menunjukkan bahwa bila tidak ada infeksi,

inflamasi mungkin tidak diperlukan untuk perbaikan jaringan.46 Karena inflamasi

dapat memiliki dampak menguntungkan dan merugikan pada proses

penyembuhan luka bakar, tantangan klinisnya terletak pada penatalaksanaan,

dengan penerapan terapi intervensi hanya bila inflamasi dan edema menjadi

berlebihan.

Pengobatan inflamasi pada luka bakar yang lebar tentu sulit dilakukan, seperti

halnya baru-baru ini dibahas secara rinci di bagian lain.16 Pengobatan anti-

inflamasi tradisional yang berfokus pada penghambatan sintesis prostaglandin,

seperti obat anti-inflamasi nonsteroid atau glukokortikoid, mengganggu

penyembuhan luka.47 Namun, pemberian steroid telah terbukti mengurangi

inflamasi, nyeri, dan memperpendek rawat inap rumah sakit pada pasien luka

bakar dalam beberapa penelitian kecil.48,49 Eksisi dini dan pencangkokan/grafting

telah menjadi standar baku untuk pengobatan luka bakar dengan ketebalan penuh

dan ketebalan parsial.52-54 Waktu debridemen bertepatan dengan fase

penyembuhan inflamasi, ketika parut bakar yang dihilangkan selama eksisi

merupakan sarang inflamasi dan kaya makanan untuk proliferasi bakteri.

Pengobatan anti-inflamasi non tradisional, seperti opioid, telah mendapatkan

perhatian yang cukup besar tetapi belum mengubah hasil praklinis yang

menjanjikan ke dalam praktek klinis untuk penyembuhan luka. Meski mayoritas

30

Page 31: Referat Luka Bakar

penelitian pada hewan telah menunjukkan efek anti-inflamasi yang konsisten dari

opioid terhadap neuron perifer55, penelitian klinis telah menunjukkan sedikit efek

atau tidak ada efeknya pada inflamasi.56 Selanjutnya, morfin topikal menunda fase

inflamasi dini dan mempercepat fase proliferasi akhir57,58, yang didukung oleh

studi in vitro yang menunjukkan stimulasi opioid terhadap migrasi keratinosit.59

Uji klinis skala besar yang mengevaluasi efikasi opioid pada penyembuhan luka

belum dilakukan.60

2.7.7.2 Infeksi

Kulit berfungsi sebagai penghalang terhadap lingkungan eksternal untuk

mempertahankan atau menjaga homeostasis cairan dan suhu tubuh, disamping

juga memberikan informasi sensorik beserta metabolisme dan dukungan

imunologi. Kerusakan pada penghalang (barrier) ini setelah luka bakar akan

mengganggu sistem kekebalan tubuh bawaan dan meningkatkan kerentanan

terhadap infeksi bakteri.61 Infeksi luka bakar didefinisikan dengan Pseudomonas

aeruginosa pada model tikus62,63, dimana teramati adanya perkembangan berikut:

kolonisasi luka bakar; invasi ke dalam jaringan bawah dalam waktu 5 hari;

penghancuran jaringan granulasi; lesi hematogen viseral; dan leukopenia,

hipotermia, dan kematian. Pasien luka bakar berisiko tinggi terinfeksi64, terutama

oleh infeksi resisten-obat65, yang sering menyebabkan rawat inap lebih lama bagi

pasien, tertundanya penyembuhan luka, biaya lebih tinggi, dan kematian yang

lebih tinggi pula.66 Infeksi dapat menyebabkan perkembangan respons kekebalan

yang kuat, yang disertai dengan sepsis atau syok septik, yang mengakibatkan

hipotensi dan gangguan perfusi organ akhir, termasuk kulit-- semua proses yang

menunda penyembuhan luka. Selain itu, penyebab utama kematian setelah luka

31

Page 32: Referat Luka Bakar

bakar parah adalah sepsis dan kegagalan multiorgan67-69, sehingga pencegahan dan

penatalaksanaan infeksi menjadi perhatian utama dalam pengobatan pasien luka

bakar. Diagnosis infeksi dini yang akurat sulit dilakukan: Protein C-reaktif dan

jumlah sel darah putih paling sering digunakan, karena kekuatan diagnostik dari

procalcitonin diragukan pada luka bakar.70 Definisi konsensus tentang sepsis dan

infeksi telah diajukan baru-baru ini yang lebih relevan dengan populasi luka bakar

dan sering digunakan secara klinis akan tetapi masih memerlukan validasi.

Penatalaksanaan infeksi luka bakar telah ditinjau secara luas di bagian

lain.61,64-66,72-77 Sejak adopsi antibiotik topikal, seperti mafenide di tahun 1960 dan

silver sulfadiazin pada 1970-an, dan eksisi dini serta pencangkokan pada 1970-an

dan sesudahnya, infeksi sistemik dan kematian telah menurun secara

konsisten.68,72,78 Namun, infeksi bakteri gram-positif dan gram negatif masih tetap

menjadi salah satu penyebab kematian yang paling umum yang menyertai luka

bakar.73 Kultur bakteri dapat membantu dalam pemilihan antibiotik yang sesuai,

terutama dalam kasus bakteri resisten obat, tapi parameter farmakokinetik yang

berubah pada pasien luka bakar harus dipertimbangkan dan dosisnya harus

disesuaikan untuk memaksimalkan kemanjuran antibiotik.79 Yang penting, obat

antimikroba topikal yang efektif belum ada untuk infeksi jamur invasif, dan

infeksi luka jamur dikaitkan dengan tingkat kematian yang lebih besar pada luka

bakar besar (> 30% TBSA).80 Karena memperlihatkan kematian yang tinggi,

kecurigaan akan adanya infeksi luka bakar memerlukan diagnosis cepat, sering

kali dengan histopatologi, dan eksisi atau re-eksisi luka.

32

Page 33: Referat Luka Bakar

2.7.7.3 Nutrisi

Hipermetabolisme berkelanjutan, peningkatan hormon, dan penyusutan

otot setelah cedera luka bakar parah semua berkontribusi terhadap hasil klinis

dengan besaran dan durasi yang unik untuk luka bakar.81,82 Jadi, pengurangan

dampak hipermetabolik dan penyediaan gizi yang cukup merupakan faktor kunci

yang mempengaruhi penyembuhan dan pemulihan83 luka bakar seperti halnya

telah diulas di bagian yang lain.84 Ada keseimbangan yang sulit antara kebutuhan

kalori tambahan untuk memenuhi permintaan dari hipermetabolisme dan

konsekuensi dari konsumsi gizi berlebih. Dukungan nutrisi setelah cedera luka

bakar merupakan masalah yang kompleks. Misalnya, eksisi dini dan pemberian

makan agresif pada anak-anak tidak mengurangi pengeluaran energi tetapi

dikaitkan dengan penurunan katabolisme protein otot, penurunan tingkat sepsis

luka bakar, dan jumlah bakteri yang lebih rendah dari jaringan yang dipotong.85

Pada orang dewasa, dukungan nutrisi dini berkorelasi dengan masa rawat inap

lebih pendek, penyembuhan luka yang cepat dan menurunnya risiko infeksi.86

Beberapa faktor gizi harus diperhatikan. Sebagai contoh, konsumsi

karbohidrat berlebih dapat menyebabkan hiperglikemia87 yang dapat

memperburuk inflamasi sistemik dan degradasi otot.88,89 Selanjutnya, konsumsi

lemak berlebih dapat meningkatkan keadaan imunosupresi90; dan karena luka

bakar berat juga dapat mengakibatkan imunosupresi91, peningkatan keadaan

imunosupresi ini dapat meningkatkan risiko infeksi dan sepsis. Asupan

karbohidrat dan lemak pada pasien luka bakar selain itu harus dipantau lebih ketat.

Panduan bantuan nutrisi untuk pasien luka bakar bervariasi, tetapi rekomendasi

33

Page 34: Referat Luka Bakar

konsensus telah diberikan oleh Asosiasi Luka Bakar Amerika dan Himpunan

Nutrisi Parenteral dan Enteral Amerika untuk karbohidrat, protein, dan lemak.84

Disamping dukungan asam amino dan vitamin84, pemberian insulin telah

terbukti mengurangi waktu penyembuhan dengan menurunkan katabolisme

protein dan meningkatkan sintesis protein otot rangka.92-96 Dibutukan riset lebih

lanjut untuk mengoptimalkan pemberian insulin, karena banyak faktor

pertumbuhan rekombinan seperti faktor pertumbuhan epidermal dan transforming

growth factor, sering terkendala biaya.93 Obat anabolik lain seperti oxandrolone,

terbukti meningkatkan pemulihan lean body mass, mengurangi masa rawat inap

dan memperbaiki hasil secara keseluruhan, termasuk penyembuhan luka bakar.97-

100 Selain itu, meski teori konvensional menunjukkan bahwa kadar hemoglobin

harus dipertahankan di atas 10 g/dl untuk mendorong penyembuhan luka101, bukti

awal menunjukkan bahwa anemia ringan sampai sedang tidak berpengaruh pada

keberhasilan cangkok jika perfusi dipertahankan dengan volume sirkulasi yang

tepat.102 Hasil dari uji multisenter, acak, terkontrol (ClinicalTrials.gov

NCT01079247) yang membandingkan transfusi darah dengan volume yang lebih

rendah (target hemoglobin 7 - 8 g/dl) dan volume konvensional (target

hemoglobin >10 g/dl) untuk kohort pasien skala besar diharapkan segera dan

mungkin menghasilkan pedoman klinis yang lebih definitif tentang volume

transfusi darah.

2.8 Prognosis

Progonosisnya lebih buruk bagi orang dengan luka bakar luas, orang yang

berusia tua, dan wanita.176 Terjadinya cedera karena menghirup asap, cedera

34

Page 35: Referat Luka Bakar

signifikan lain seperti patah tulang panjang, dan penyakit penyerta yang bersifat

serius (misalnya penyakit jantung, diabetes, penyakit psikiatrik, dan keinginan

untuk bunuh diri) juga mempengaruhi prognosis.176 Rata-rata, dari pasien yang

dirawat inap di pusat perawatan luka bakar di Amerika Serikat, 4% meninggal,181

dengan hasil perawatan untuk tiap orang bergantung pada tingkat keparahan

cedera luka bakar. Contohnya, tingkat mortalitas penderita rawat inap dengan luka

bakar kurang dari 10% LPB adalah sebesar kurang dari 1%, sementara penderita

rawat inap dengan luka bakar 90% LPB memiliki tingkat mortalitas 85%.228 Di

Afghanistan, orang dengan luka bakar lebih dari 60% LPB jarang dapat bertahan

hidup.181 Skor Baux secara historis sudah digunakan untuk menentukan prognosis

luka bakar berat; namun, dengan perbaikan dalam teknik perawatan, data ini tidak

lagi begitu akurat.173 Skor tersebut ditentukan dengan menambahkan ukuran luka

bakar (% LPB) pada usia penderita, yang dulunya lebih kurang sama dengan

risiko kematian.173

2.9 Komplikasi

Sejumlah komplikasi bisa muncul, dan infeksi merupakan komplikasi

yang paling umum terjadi.181 Berdasarkan urutan frekuensi terjadinya, mulai dari

yang paling sering sampai yang paling jarang, komplikasi untuk luka bakar dapat

meliputi: pneumonia, selulit, infeksi saluran kencing dan kegagalan pernafasan.181

Faktor risiko untuk infeksi termasuk: luka bakar dengan lebih dari 30% LPB, luka

bakar ketebalan lengkap, usia ekstrim (muda atau tua), atau luka bakar yang

terjadi pada kaki atau perineum.229 Pneumonia umumnya terjadi pada mereka

dengan cedera inhalasi.173

35

Page 36: Referat Luka Bakar

Anemia sekunder pada luka bakar ketebalan lengkap dengan LPB lebih

dari 10% sering ditemukan.171 Luka bakar karena listrik bisa menyebabkan

sindrom kompartemen atau rabdomiolisis karena kerusakan otot.173 Penggumpalan

darah dalam vena kaki diperkirakan terjadi pada 6% hingga 25% orang.173

Keadaan hipermetabolik yang mungkin tidak sembuh selama bertahun-tahun

setelah luka bakar berat menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan hilangnya

massa otot.200 Keloid bisa terjadi sebagai akibat dari luka bakar, terutama pada

orang yang berusia muda dan berkulit gelap.226 Setelah mengalami luka bakar,

anak-anak mungkin mengalami trauma dan mengalami gangguan stress paska

trauma.230 Bekas luka juga bisa mengakibatkan gangguan citra tubuh.230 Di

Negara-negara berkembang, luka bakar parah bisa mengakibatkan isolasi sosial,

kemiskinan ekstrim dan di kalangan anak-anak pengucilan.169

BAB 3

DAFTAR PUSTAKA

1. Gibran NS, Wiechman S, Meyer W, Edelman L, Fauerbach J, Gibbons L, et al.

American Burn Association consensus statements. J Burn Care Res.

2013;34:361–5.

2. Mann R, Heimbach D. Prognosis and treatment of burns. West J Med.

36

Page 37: Referat Luka Bakar

1996;165:215–20.

3. American Burn Association. Burn incidence and treatment in the United

States: 2013 fact sheet. 2013. http://www.ameriburn.org/resources_

factsheet.php. Accessed 12 May 2015.

Rowan et al. Critical Care (2015) 19:243 Page 8 of 12

4. Sen S, Palmieri T, Greenhalgh D. Review of burn research for the year 2013.

J Burn Care Res. 2014;35:362–8.

5. Wolf SE, Arnoldo BD. The year in burns 2011. Burns. 2012;38:1096–108.

6. Burd A. Research in burns – present and future. Indian J Plast Surg.

2010;43:S11–4.

7. Thomas SJ, Kramer GC, Herndon DN. Burns: military options and tactical

solutions. J Trauma. 2003;54:S207–18.

8. American Burn Association. National Burn Repository 2014. 2014.

http://www.ameriburn.org/2014NBRAnnualReport.pdf. Accessed 12 May 2015.

9. Kagan RJ, Peck MD, Ahrenholz DH, Hickerson WL, Holmes J, Korentager R,

et al. Surgical management of the burn wound and use of skin substitutes:

an expert panel white paper. J Burn Care Res. 2013;34:e60–79.

10. Nisanci M, Eski M, Sahin I, Ilgan S, Isik S. Saving the zone of stasis in burns

with activated protein C: an experimental study in rats. Burns.

2010;36:397–402.

11. Robins EV. Burn shock. Crit Care Nurs Clin North Am. 1990;2:299–307.

12. Pham TN, Cancio LC, Gibran NS, American Burn Association. American Burn

Association practice guidelines burn shock resuscitation. J Burn Care Res.

2008;29:257–66.

13. Shirani KZ, Vaughan GM, Mason Jr AD, Pruitt Jr BA. Update on current

37

Page 38: Referat Luka Bakar

therapeutic approaches in burns. Shock. 1996;5:4–16.

14. Dries DJ. Management of burn injuries – recent developments in

resuscitation, infection control and outcomes research. Scand J Trauma

Resusc Emerg Med. 2009;17:14.

15. Porter C, Hurren NM, Herndon DN, Borsheim E. Whole body and skeletal

muscle protein turnover in recovery from burns. Int J Burns Trauma.

2013;3:9–17.

16. Farina Jr JA, Rosique MJ, Rosique RG. Curbing inflammation in burn

patients. Int J Inflamm. 2013;2013:715645.

17. Edgar DW, Fish JS, Gomez M, Wood FM. Local and systemic treatments for

acute edema after burn injury: a systematic review of the literature. J Burn

Care Res. 2011;32:334–47.

18. Sommer K, Sander AL, Albig M, Weber R, Henrich D, Frank J, et al. Delayed

wound repair in sepsis is associated with reduced local pro-inflammatory

cytokine expression. PLoS One. 2013;8, e73992.

19. Wilmore DW, Long JM, Mason Jr AD, Skreen RW, Pruitt Jr BA.

Catecholamines: mediator of the hypermetabolic response to thermal

injury. Ann Surg. 1974;180:653–69.

20. Sakallioglu AE, Basaran O, Karakayali H, Ozdemir BH, Yucel M, Arat Z, et al.

Interactions of systemic immune response and local wound healing in

different burn depths: an experimental study on rats. J Burn Care Res.

2006;27:357–66.

21. Pereira CT, Herndon DN. The pharmacologic modulation of the

hypermetabolic response to burns. Adv Surg. 2005;39:245–61.

22. Hussain A, Dunn KW. Predicting length of stay in thermal burns: a

38

Page 39: Referat Luka Bakar

systematic review of prognostic factors. Burns. 2013;39:1331–40.

23. Colohan SM. Predicting prognosis in thermal burns with associated

inhalational injury: a systematic review of prognostic factors in adult burn

victims. J Burn Care Res. 2010;31:529–39.

24. Jackson DM. The diagnosis of the depth of burning. Br J Surg.

1953;40:588–96.

25. Hettiaratchy S, Dziewulski P. ABC of burns: pathophysiology and types of

burns. BMJ. 2004;328:1427–9.

26. Kowalske KJ. Burn wound care. Phys Med Rehab Clin North Am.

2011;22:213–27.

27. Tan JQ, Zhang HH, Lei ZJ, Ren P, Deng C, Li XY, et al. The roles of

autophagy and apoptosis in burn wound progression in rats. Burns.

2013;39:1551–6.

28. Singer AJ, McClain SA, Taira BR, Guerriero JL, Zong W. Apoptosis and

necrosis in the ischemic zone adjacent to third degree burns. Acad Emerg

Med. 2008;15:549–54.

29. Matylevitch NP, Schuschereba ST, Mata JR, Gilligan GR, Lawlor DF, Goodwin

CW, et al. Apoptosis and accidental cell death in cultured human

keratinocytes after thermal injury. Am J Pathol. 1998;153:567–77.

30. Deniz M, Borman H, Seyhan T, Haberal M. An effective antioxidant drug on

prevention of the necrosis of zone of stasis: N-acetylcysteine. Burns.

2013;39:320–5.

31. Tiwari VK. Burn wound: how it differs from other wounds? Indian J Plast

Surg. 2012;45:364–73.

32. Gurtner GC, Werner S, Barrandon Y, Longaker MT. Wound repair and

39

Page 40: Referat Luka Bakar

regeneration. Nature. 2008;453:314–21.

33. Reinke JM, Sorg H. Wound repair and regeneration. Eur Surg Res.

2012;49:35–43.

34. Werner S, Krieg T, Smola H. Keratinocyte–fibroblast interactions in wound

healing. J Invest Dermatol. 2007;127:998–1008.

35. Pastar I, Stojadinovic O, Yin NC, Ramirez H, Nusbaum AG, Sawaya A, et al.

Epithelialization in wound healing: a comprehensive review. Adv Wound

Care. 2014;3:445–64.

36. Widgerow AD. Cellular/extracellular matrix cross-talk in scar evolution and

control. Wound Repair Regen. 2011;19:117–33.

37. Singer AJ, Clark RA. Cutaneous wound healing. N Engl J Med. 1999;341:738–46.

38. Hinz B. Formation and function of the myofibroblast during tissue repair.

J Invest Dermatol. 2007;127:526–37.

39. Snowden JM. Wound closure: an analysis of the relative contributions of

contraction and epithelialization. J Surg Res. 1984;37:453–63.

40. Shih B, Garside E, McGrouther DA, Bayat A. Molecular dissection of

abnormal wound healing processes resulting in keloid disease. Wound

Repair Regen. 2010;18:139–53.

41. Claudinot S, Nicolas M, Oshima H, Rochat A, Barrandon Y. Long-term

renewal of hair follicles from clonogenic multipotent stem cells. Proc Natl

Acad Sci U S A. 2005;102:14677–82.

42. Ito M, Liu Y, Yang Z, Nguyen J, Liang F, Morris RJ, et al. Stem cells in the

hair follicle bulge contribute to wound repair but not to homeostasis of the

epidermis. Nat Med. 2005;11:1351–4.

43. Curran TA, Ghahary A. Evidence of a role for fibrocyte and keratinocyte-like

40

Page 41: Referat Luka Bakar

cells in the formation of hypertrophic scars. J Burn Care Res. 2013;34:227–31.

44. Tabas I, Glass CK. Anti-inflammatory therapy in chronic disease: challenges

and opportunities. Science. 2013;339:166–72.

45. Arturson G. Forty years in burns research – the postburn inflammatory

response. Burns. 2000;26:599–604.

46. Szpaderska AM, DiPietro LA. Inflammation in surgical wound healing: friend

or foe? Surgery. 2005;137:571–3.

47. Franz MG, Steed DL, Robson MC. Optimizing healing of the acute wound

by minimizing complications. Curr Probl Surg. 2007;44:691–763.

48. Stubhaug A, Romundstad L, Kaasa T, Breivik H. Methylprednisolone and

ketorolac rapidly reduce hyperalgesia around a skin burn injury and

increase pressure pain thresholds. Acta Anaesthesiol Scand.

2007;51:1138–46.

49. Huang G, Liang B, Liu G, Liu K, Ding Z. Low dose of glucocorticoid

decreases the incidence of complications in severely burned patients by

attenuating systemic inflammation. J Crit Care. 2015;30:e7–11.

50. Janzekovic Z. A new concept in the early excision and immediate grafting

of burns. J Trauma. 1970;10:1103–8.

51. Orgill DP. Excision and skin grafting of thermal burns. N Engl J Med.

2009;360:893–901.

52. Barret JP, Herndon DN. Effects of burn wound excision on bacterial

colonization and invasion. Plast Reconstruct Surg. 2003;111:744–50.

discussion 751–2.

53. Cramer LM, McCormack CR, Carroll DB. Progressive partial excision and early

graftin in lethal burns. Plast Reconstruct Surg Transplant Bull. 1962;30:595–9.

41

Page 42: Referat Luka Bakar

54. Engrav LH, Heimbach DM, Reus JL, Harnar TJ, Marvin JA. Early excision and

grafting vs. nonoperative treatment of burns of indeterminant depth: a

randomized prospective study. J Trauma. 1983;23:1001–4.

55. Stein C, Kuchler S. Non-analgesic effects of opioids: peripheral opioid effects

on inflammation and wound healing. Curr Pharm Des. 2012;18:6053–69.

56. Brack A, Rittner HL, Stein C. Immunosuppressive effects of opioids – clinical

relevance. J Neuroimmune Pharmacol. 2011;6:490–502.

57. Rook JM, Hasan W, McCarson KE. Morphine-induced early delays in wound

closure: involvement of sensory neuropeptides and modification of neurokinin

receptor expression. Biochem Pharmacol. 2009;77:1747–55.

58. Rook JM, McCarson KE. Delay of cutaneous wound closure by morphine via

local blockade of peripheral tachykinin release. Biochem Pharmacol.

2007;74:752–7.

59. Bigliardi PL, Buchner S, Rufli T, Bigliardi-Qi M. Specific stimulation of

migration of human keratinocytes by mu-opiate receptor agonists. J Recept

Signal Transduct Res. 2002;22:191–9.

60. Stein C, Kuchler S. Targeting inflammation and wound healing by opioids.

Trends Pharmacol Sci. 2013;34:303–12.

61. Church D, Elsayed S, Reid O, Winston B, Lindsay R. Burn wound infections.

Clin Microbiol Rev. 2006;19:403–34.

62. Teplitz C, Davis D, Walker HL, Raulston GL, Mason Jr AD, Moncrief JA.

Pseudomonas burn wound sepsis. II Hematogenous infection at the

Rowan et al. Critical Care (2015) 19:243 Page 9 of 12

junction of the burn wound and the unburned hypodermis. J Surg Res.

1964;4:217–22.

42

Page 43: Referat Luka Bakar

63. Teplitz C, Davis D, Mason Jr AD, Moncrief JA. Pseudomonas burn wound

sepsis. I Pathogenesis of experimental pseudomonas burn wound sepsis.

J Surg Res. 1964;4:200–16.

64. Coban YK. Infection control in severely burned patients. World J Crit Care

Med. 2012;1:94–101.

65. Branski LK, Al-Mousawi A, Rivero H, Jeschke MG, Sanford AP, Herndon DN.

Emerging infections in burns. Surg Infect. 2009;10:389–97.

66. Shupp JW, Pavlovich AR, Jeng JC, Pezzullo JC, Oetgen WJ, Jaskille AD, et al.

Epidemiology of bloodstream infections in burn-injured patients: a review

of the national burn repository. J Burn Care Res. 2010;31:521–8.

67. Bloemsma GC, Dokter J, Boxma H, Oen IM. Mortality and causes of death in

a burn centre. Burns. 2008;34:1103–7.

68. Chipp E, Milner CS, Blackburn AV. Sepsis in burns: a review of current

practice and future therapies. Ann Plastic Surg. 2010;65:228–36.

69. Williams FN, Herndon DN, Hawkins HK, Lee JO, Cox RA, Kulp GA, et al. The

leading causes of death after burn injury in a single pediatric burn center.

Crit Care. 2009;13:R183.

70. Mann EA, Wood GL, Wade CE. Use of procalcitonin for the detection of

sepsis in the critically ill burn patient: a systematic review of the literature.

Burns. 2011;37:549–58.

71. Greenhalgh DG, Saffle JR, Holmes JH, Gamelli RL, Palmieri TL, Horton JW,

et al. American Burn Association consensus conference to define sepsis and

infection in burns. J Burn Care Res. 2007;28:776–90.

72. D'Avignon LC, Chung KK, Saffle JR, Renz EM, Cancio LC. Prevention of

43

Page 44: Referat Luka Bakar

Combat-Related Infections Guidelines Panel. Prevention of infections

associated with combat-related burn injuries. J Trauma. 2011;71:S282–9.

73. D'Avignon LC, Hogan BK, Murray CK, Loo FL, Hospenthal DR, Cancio LC,

et al. Contribution of bacterial and viral infections to attributable

mortality in patients with severe burns: an autopsy series. Burns.

2010;36:773–9.

74. Hospenthal DR, Murray CK, Andersen RC, Bell RB, Calhoun JH, Cancio LC,

et al. Guidelines for the prevention of infections associated with

combat-related injuries: 2011 update: endorsed by the Infectious

Diseases Society of America and the Surgical Infection Society. J Trauma.

2011;71:S210–34.

75. Hospenthal DR, Murray CK, Andersen RC, Blice JP, Calhoun JH, Cancio LC,

et al. Guidelines for the prevention of infection after combat-related injuries.

J Trauma. 2008;64:S211–20.

76. Rafla K, Tredget EE. Infection control in the burn unit. Burns. 2011;37:5–15.

77. Rowley-Conwy G. Infection prevention and treatment in patients with major

burn injuries. Nurs Stand. 2010;25:51–2. 54, 56–8 passim.

78. Brown TP, Cancio LC, McManus AT, Mason Jr AD. Survival benefit conferred

by topical antimicrobial preparations in burn patients: a historical

perspective. J Trauma. 2004;56:863–6.

79. Roberts JA, Abdul-Aziz MH, Lipman J, Mouton JW, Vinks AA, Felton TW,

et al. Individualised antibiotic dosing for patients who are critically ill:

challenges and potential solutions. Lancet Infect Dis. 2014;14:498–509.

80. Horvath EE, Murray CK, Vaughan GM, Chung KK, Hospenthal DR, Wade CE,

et al. Fungal wound infection (not colonization) is independently associated

44

Page 45: Referat Luka Bakar

with mortality in burn patients. Ann Surg. 2007;245:978–85.

81. Herndon DN, Tompkins RG. Support of the metabolic response to burn

injury. Lancet. 2004;363:1895–902.

82. Williams FN, Herndon DN, Jeschke MG. The hypermetabolic response to

burn injury and interventions to modify this response. Clin Plast Surg.

2009;36:583–96.

83. Andel H, Kamolz LP, Horauf K, Zimpfer M. Nutrition and anabolic agents in

burned patients. Burns. 2003;29:592–5.

84. Abdullahi A, Jeschke MG. Nutrition and anabolic pharmacotherapies in the

care of burn patients. Nutr Clin Pract. 2014;29:621–30.

85. Hart DW, Wolf SE, Chinkes DL, Beauford RB, Mlcak RP, Heggers JP, et al.

Effects of early excision and aggressive enteral feeding on

hypermetabolism, catabolism, and sepsis after severe burn. J Trauma.

2003;54:755–61. discussion 761–4.

86. Mosier MJ, Pham TN, Klein MB, Gibran NS, Arnoldo BD, Gamelli RL, et al.

Early enteral nutrition in burns: compliance with guidelines and associated

outcomes in a multicenter study. J Burn Care Res. 2011;32:104–9.

87. Mecott GA, Al-Mousawi AM, Gauglitz GG, Herndon DN, Jeschke MG. The

role of hyperglycemia in burned patients: evidence-based studies.

Shock. 2010;33:5–13.

88. Gore DC, Chinkes DL, Hart DW, Wolf SE, Herndon DN, Sanford AP.

Hyperglycemia exacerbates muscle protein catabolism in burn-injured

patients. Crit Care Med. 2002;30:2438–42.

89. Kulp GA, Tilton RG, Herndon DN, Jeschke MG. Hyperglycemia exacerbates

burn-induced liver inflammation via noncanonical nuclear factor-kappaB

pathway activation. Mol Med. 2012;18:948–56.

45

Page 46: Referat Luka Bakar

90. Cunningham-Rundles S, McNeeley DF, Moon A. Mechanisms of nutrient

modulation of the immune response. J Allergy Clin Immunol.

2005;115:1119–28. quiz 1129.

91. Schwacha MG, Chaudry IH. The cellular basis of post-burn immunosuppression:

macrophages and mediators. Int J Mol Med. 2002;10:239–43.

92. Ferrando AA, Chinkes DL, Wolf SE, Matin S, Herndon DN, Wolfe RR. A

submaximal dose of insulin promotes net skeletal muscle protein synthesis

in patients with severe burns. Ann Surg. 1999;229:11–8.

93. Hrynyk M, Neufeld RJ. Insulin and wound healing. Burns. 2014;40:1433–46.

94. Pidcoke HF, Baer LA, Wu X, Wolf SE, Aden JK, Wade CE. Insulin effects on

glucose tolerance, hypermetabolic response, and circadian-metabolic

protein expression in a rat burn and disuse model. Am J Physiol Regul

Integr Comp Physiol. 2014;307:R1–10.

95. Pidcoke HF, Wade CE, Wolf SE. Insulin and the burned patient. Crit Care

Med. 2007;35:S524–30.

96. Sakurai Y, Aarsland A, Herndon DN, Chinkes DL, Pierre E, Nguyen TT, et al.

Stimulation of muscle protein synthesis by long-term insulin infusion in

severely burned patients. Ann Surg. 1995;222:283–94.

97. Hart DW, Wolf SE, Ramzy PI, Chinkes DL, Beauford RB, Ferrando AA, et al.

Anabolic effects of oxandrolone after severe burn. Ann Surg. 2001;233:556–64.

98. Tuvdendorj D, Chinkes DL, Zhang XJ, Suman OE, Aarsland A, Ferrando A,

et al. Long-term oxandrolone treatment increases muscle protein net

deposition via improving amino acid utilization in pediatric patients 6

months after burn injury. Surgery. 2011;149:645–53.

99. Wolf SE, Edelman LS, Kemalyan N, Donison L, Cross J, Underwood M, et al.

46

Page 47: Referat Luka Bakar

Effects of oxandrolone on outcome measures in the severely burned: a

multicenter prospective randomized double-blind trial. J Burn Care Res.

2006;27:131–9. discussion 140–1.

100. Wolf SE, Thomas SJ, Dasu MR, Ferrando AA, Chinkes DL, Wolfe RR, et al.

Improved net protein balance, lean mass, and gene expression changes

with oxandrolone treatment in the severely burned. Ann Surg.

2003;237:801–10. discussion 810–1.

101. Bains JW, Crawford DT, Ketcham AS. Effect of chronic anemia on wound

tensile strength: correlation with blood volume, total red blood cell volume

and proteins. Ann Surg. 1966;164:243–6.

102. Agarwal P, Prajapati B, Sharma D. Evaluation of skin graft take following

post-burn raw area in normovolaemic anaemia. Indian J Plast Surg.

2009;42:195–8.

103. Namdar T, Stollwerck PL, Stang FH, Eisenbeiss W, Siemers F, Mailander P,

et al. Impact of hypernatremia on burn wound healing: results of an

exploratory, retrospective study. Ostomy Wound Manage. 2011;57:30–4.

104. Nitzschke SL, Aden JK, Serio-Melvin ML, Shingleton SK, Chung KK, Waters JA,

et al. Wound healing trajectories in burn patients and their impact on

mortality. J Burn Care Res. 2014;35:474–9.

105. Desai MH, Herndon DN, Broemeling L, Barrow RE, Nichols Jr RJ, Rutan RL.

Early burn wound excision significantly reduces blood loss. Ann Surg.

1990;211:753–9. discussion 759–62.

106. Herndon DN, Barrow RE, Rutan RL, Rutan TC, Desai MH, Abston S. A

comparison of conservative versus early excision. Therapies in severely

burned patients. Ann Surg. 1989;209:547–52. discussion 552–3.

47

Page 48: Referat Luka Bakar

107. Saaiq M, Zaib S, Ahmad S. Early excision and grafting versus delayed

excision and grafting of deep thermal burns up to 40 % total body

surface area: a comparison of outcome. Ann Burns Fire Disasters.

2012;25:143–7.

108. Vinita P, Khare NA, Chandramouli M, Nilesh S, Sumit B. Comparative analysis of

early excision and grafting vs delayed grafting in burn patients in a developing

country. J Burn Care Res. 2014; doi:10.1097/BCR.0b013e31827e4ed6.

109. Ong YS, Samuel M, Song C. Meta-analysis of early excision of burns. Burns.

2006;32:145–50.

110. Schwanholt C, Greenhalgh DG, Warden GD. A comparison of full-thickness

versus split-thickness autografts for the coverage of deep palm burns in the

very young pediatric patient. J Burn Care Rehab. 1993;14:29–33.

111. Akan M, Yildirim S, Misirlioglu A, Ulusoy G, Akoz T, Avci G. An alternative

method to minimize pain in the split-thickness skin graft donor site. Plast

Reconstruct Surg. 2003;111:2243–9.

Rowan et al. Critical Care (2015) 19:243 Page 10 of 12

112. Voineskos SH, Ayeni OA, McKnight L, Thoma A. Systematic review of skin

graft donor-site dressings. Plast Reconstruct Surg. 2009;124:298–306.

113. Hermans MH. Preservation methods of allografts and their (lack of)

influence on clinical results in partial thickness burns. Burns. 2011;37:873–81.

114. Hermans MH. Porcine xenografts vs. (cryopreserved) allografts in the

management of partial thickness burns: is there a clinical difference? Burns.

2014;40:408–15.

115. Ehrenreich M, Ruszczak Z. Tissue-engineered temporary wound coverings.

48

Page 49: Referat Luka Bakar

Important options for the clinician. Acta Dermatovenerol Alp Pannonica

Adriat. 2006;15:5–13.

116. Ehrenreich M, Ruszczak Z. Update on tissue-engineered biological dressings.

Tissue Eng. 2006;12:2407–24.

117. Groeber F, Holeiter M, Hampel M, Hinderer S, Schenke-Layland K. Skin tissue

engineering – in vivo and in vitro applications. Clin Plast Surg.

2012;39:33–58.

118. Mansbridge J. Skin tissue engineering. J Biomater Sci Polym Ed.

2008;19:955–68.

119. Mansbridge JN. Tissue-engineered skin substitutes in regenerative medicine.

Curr Opin Biotechnol. 2009;20:563–7.

120. Catalano E, Cochis A, Varoni E, Rimondini L, Azzimonti B. Tissue-engineered

skin substitutes: an overview. J Artif. 2013;16:397–403.

121. Shevchenko RV, James SL, James SE. A review of tissue-engineered skin

bioconstructs available for skin reconstruction. J R Soc Interface. 2010;7:229–58.

122. Atiyeh BS, Costagliola M. Cultured epithelial autograft (CEA) in burn

treatment: three decades later. Burns. 2007;33:405–13.

123. Fang T, Lineaweaver WC, Sailes FC, Kisner C, Zhang F. Clinical application of

cultured epithelial autografts on acellular dermal matrices in the treatment

of extended burn injuries. Ann Plast Surg. 2014;73:509–15.

124. Jeschke MG, Finnerty CC, Shahrokhi S, Branski LK, Dibildox M, Organization

ABA, et al. Wound coverage technologies in burn care: novel techniques.

J Burn Care Res. 2013;34:612–20.

49

Page 50: Referat Luka Bakar

125. Supp DM, Boyce ST. Engineered skin substitutes: practices and potentials.

Clin Dermatol. 2005;23:403–12.

126. Kampmann A, Lindhorst D, Schumann P, Zimmerer R, Kokemuller H, Rucker

M, et al. Additive effect of mesenchymal stem cells and VEGF to

vascularization of PLGA scaffolds. Microvasc Res. 2013;90:71–9.

127. Park KM, Gerecht S. Harnessing developmental processes for vascular

engineering and regeneration. Development. 2014;141:2760–9.

128. Broussard KC, Powers JG. Wound dressings: selecting the most appropriate

type. Am J Clin Dermatol. 2013;14:449–59.

129. Wasiak J, Cleland H, Campbell F, Spinks A. Dressings for superficial and

partial thickness burns. Cochrane Database Syst Rev. 2013;3, CD002106.

130. Aziz Z, Abu SF, Chong NJ. A systematic review of silver-containing dressings

and topical silver agents (used with dressings) for burn wounds. Burns.

2012;38:307–18.

131. Nikkhah D, Gilbert P, Booth S, Dheansa B. Should we be using silver based

compounds for donor site dressing in thermal burns? Burns.

2013;39:1324–5.

132. Abboud EC, Legare TB, Settle JC, Boubekri AM, Barillo DJ, Marcet JE, et al.

Do silver-based wound dressings reduce pain? A prospective study and

review of the literature. Burns. 2014;40:S40–7.

133. Navarro FA, Stoner ML, Park CS, Huertas JC, Lee HB, Wood FM, et al.

Sprayed keratinocyte suspensions accelerate epidermal coverage in a

porcine microwound model. J Burn Care Rehab. 2000;21:513–8.

134. Wood FM, Kolybaba ML, Allen P. The use of cultured epithelial autograft in

50

Page 51: Referat Luka Bakar

the treatment of major burn wounds: eleven years of clinical experience.

Burns. 2006;32:538–44.

135. Wood FM, Kolybaba ML, Allen P. The use of cultured epithelial autograft in

the treatment of major burn injuries: a critical review of the literature. Burns.

2006;32:395–401.

136. Tenenhaus M, Rennekampff HO. Surgical advances in burn and

reconstructive plastic surgery: new and emerging technologies. Clin Plast

Surg. 2012;39:435–43.

137. Tausche AK, Skaria M, Bohlen L, Liebold K, Hafner J, Friedlein H, et al. An

autologous epidermal equivalent tissue-engineered from follicular outer

root sheath keratinocytes is as effective as split-thickness skin autograft in

recalcitrant vascular leg ulcers. Wound Repair Regen. 2003;11:248–52.

138. Bisson F, Rochefort E, Lavoie A, Larouche D, Zaniolo K, Simard-Bisson C,

et al. Irradiated human dermal fibroblasts are as efficient as mouse

fibroblasts as a feeder layer to improve human epidermal cell culture lifespan.

Int J Mol Sci. 2013;14:4684–704.

139. Idrus RB, Rameli MA, Low KC, Law JX, Chua KH, Latiff MB, et al. Full-thickness

skin wound healing using autologous keratinocytes and dermal fibroblasts

with fibrin: bilayered versus single-layered substitute. Adv Skin Wound Care.

2014;27:171–80.

140. Auxenfans C, Menet V, Catherine Z, Shipkov H, Lacroix P, Bertin-Maghit M,

et al. Cultured autologous keratinocytes in the treatment of large and deep

burns: a retrospective study over 15 years. Burns. 2015;41:71–9.

141. Auxenfans C, Shipkov H, Bach C, Catherine Z, Lacroix P, Bertin-Maghit M,

et al. Cultured allogenic keratinocytes for extensive burns: a retrospective

51

Page 52: Referat Luka Bakar

study over 15 years. Burns. 2014;40:82–8.

142. van der Veer WM, Bloemen MC, Ulrich MM, Molema G, van Zuijlen PP,

Middelkoop E, et al. Potential cellular and molecular causes of hypertrophic

scar formation. Burns. 2009;35:15–29.

143. Lewis CJ. Stem cell application in acute burn care and reconstruction.

J Wound Care. 2013;22:7–8. 10, 12–6.

144. Badiavas EV. The potential of bone marrow cells to orchestrate homeostasis

and healing in skin. Blood Cells Mol Dis. 2004;32:21–3.

145. Badiavas EV, Abedi M, Butmarc J, Falanga V, Quesenberry P. Participation of

bone marrow derived cells in cutaneous wound healing. J Cell Physiol.

2003;196:245–50.

146. Sasaki M, Abe R, Fujita Y, Ando S, Inokuma D, Shimizu H. Mesenchymal

stem cells are recruited into wounded skin and contribute to wound repair

by transdifferentiation into multiple skin cell type. J Immunol.

2008;180:2581–7.

147. Bey E, Prat M, Duhamel P, Benderitter M, Brachet M, Trompier F, et al.

Emerging therapy for improving wound repair of severe radiation burns

using local bone marrow-derived stem cell administrations. Wound Repair

Regen. 2010;18:50–8.

148. Kim WS, Park BS, Sung JH, Yang JM, Park SB, Kwak SJ, et al. Wound healing

effect of adipose-derived stem cells: a critical role of secretory factors on

human dermal fibroblasts. J Dermatol Sci. 2007;48:15–24.

149. Nakagami H, Maeda K, Morishita R, Iguchi S, Nishikawa T, Takami Y, et al.

Novel autologous cell therapy in ischemic limb disease through growth

factor secretion by cultured adipose tissue-derived stromal cells. Arterioscler

52

Page 53: Referat Luka Bakar

Thromb Vasc Biol. 2005;25:2542–7.

150. Kurata S, Itami S, Terashi H, Takayasu S. Successful transplantation of cultured

human outer root sheath cells as epithelium. Ann Plast Surg. 1994;33:290–4.

151. Navsaria HA, Ojeh NO, Moiemen N, Griffiths MA, Frame JD.

Reepithelialization of a full-thickness burn from stem cells of hair follicles

micrografted into a tissue-engineered dermal template (Integra). Plast

Reconstruct Surg. 2004;113:978–81.

152. Trottier V, Marceau-Fortier G, Germain L, Vincent C, Fradette J. IFATS collection:

using human adipose-derived stem/stromal cells for the production of new

skin substitutes. Stem Cells. 2008;26:2713–23.

153. Lowbury EJL, Fox J. The epidemiology of infection with Pseudomonas

pyocyanea in a burns unit. J Hyg 1954; 52:403–16.

154. Pruitt BA Jr. The diagnosis and treatment of infection in the burn

patient. Burns Incl Therm Inj 1984; 11:79–91.

155. Sørensen B, Fisker NP, Steensen JP, Kalaja E. Acute excision or exposure

treatment? Final results of a three-year randomized controlled clinical

trial. Scand J Plast Reconstr Surg 1984; 18:87–93.

156. Lee JJ, Marvin JA, Heimbach DM, Grube BJ, Engrav LH. Infection

control in a burn center. J Burn Care Rehabil 1990; 11:575–80.

157. Fleming RYD, Ziegler ST, Walton MA, Herndon DN, Heggers JP. Influence

of burn size on the incidence of contamination of burn wounds

by fecal organisms. J Burn Care Rehabil 1991; 12:510–5.

158. Holder IA. Epidemiology of Pseudomonas aeruginosa in a burns hospital.

In: Young VM, ed. Pseudomonas aeruginosa: ecological aspects

and patient colonization. New York: Raven Press, 1977:77–95.

53

Page 54: Referat Luka Bakar

159. Kominos SD, Copeland CE, Delenko CA. Pseudomonas aeruginosa from

vegetables, salads, and other foods served to patients with burns. In:

Young VM, ed. Pseudomonas aeruginosa: ecological aspects and patient

colonization. New York: Raven Press, 1977:59–75.

160. Kominos SD, Copeland CE, Grosiak B, Postic B. Introduction of Pseudomonas

aeruginosa into a hospital via vegetables. Appl Microbiol

1972; 24:567–70.

161. Jarrett F, Balish E, Moylan JA, Ellerbe S. Clinical experience with prophylactic

antibiotic bowel suppression in burn patients. Surgery

1978; 83:523–7.

162. Manson WL, Westerveld AW, Klasen HJ. Saue¨r EW. Selective intestinal

decontamination of the digestive tract for infection prophylaxis in

severely burned patients. Scand J Plast Reconstr Surg Hand Surg

1987; 21:269–72.

163. Deutsch DH, Miller SF, Finley RK Jr. The use of intestinal antibiotics

to delay or prevent infections in patients with burns. J Burn Care

Rehabil 1990; 11:436–42.

164. Manson WL, Klasen HJ, Sauer EW, Olieman A. Selective intestinal

decontamination for prevention of wound colonization in severely

burned patients: a retrospective analysis. Burns 1992; 18:98–102.

165. Mackie DP, van Hertum WAJ, Schumburg T, Kuijper EC, Knape P.

Prevention of infection in burns: preliminary experience with selective

decontamination of the digestive tract in patients with extensive injuries.

J Trauma 1992; 32:570–5.

166. Barret JP, Jeschke MG, Herndon DN. Selective decontamination of the

54

Page 55: Referat Luka Bakar

digestive tract in severely burned pediatric patients. Burns 2001; 27:

439–45.

167. Herndon D (ed.). “Chapter 4: Prevention of Burn Injuries”.

Total burn care (4th ed.). Edinburgh: Saunders.

7

p. 46. ISBN 978-1-4377-2786-9.

168. Herndon D (ed.). “Chapter 1: A Brief History of Acute

Burn Care Management”. Total burn care (4th ed.). Edinburgh:

Saunders. p. 1. ISBN 978-1-4377-2786-9.

169. Peck, MD (November 2011). “Epidemiology of

burns throughout the world. Part I: Distribution

and risk factors”. Burns : journal of the International

Society for Burn Injuries 37 (7): 1087–100.

doi:10.1016/j.burns.2011.06.005. PMID 21802856.

170. “Burn Incidence and Treatment in the United States: 2012

Fact Sheet”. American Burn Association. 2012. Retrieved

20 April 2013.

171. Granger, Joyce (Jan 2009). “An Evidence-Based Approach

to Pediatric Burns”. Pediatric Emergency Medicine

Practice 6 (1).

172. Herndon D (ed.). “Chapter 10: Evaluation of the burn

wound: management decisions”. Total burn care (4th ed.).

Edinburgh: Saunders. p. 127. ISBN 978-1-4377-2786-9.

173. Brunicardi, Charles (2010). “Chapter 8: Burns”.

Schwartz’s principles of surgery (9th ed.). New York:

McGraw-Hill, Medical Pub. Division. ISBN 978-0-07-

55

Page 56: Referat Luka Bakar

154769-7.

174. Goutos, I; Dziewulski, P; Richardson, PM (Mar–Apr

2009). “Pruritus in burns: review article”. Journal

of burn care & research : official publication

of the American Burn Association 30 (2): 221–8.

doi:10.1097/BCR.0b013e318198a2fa. PMID 19165110.

175. Marx, John (2010). “Chapter 140: Electrical and Lightning

Injuries”. Rosen’s emergency medicine : concepts and

clinical practice (7th ed.). Philadelphia: Mosby/Elsevier.

ISBN 0-323-05472-2.

176. Tintinalli, Judith E. (2010). Emergency Medicine: A Comprehensive

Study Guide (Emergency Medicine (Tintinalli)).

New York: McGraw-Hill Companies. pp. 1374–1386.

ISBN 0-07-148480-9.

177. Lloyd, EC; Rodgers, BC; Michener, M; Williams, MS

(Jan 1, 2012). “Outpatient burns: prevention and

care.”. American family physician 85 (1): 25–32. PMID

22230304.

178. Buttaro, Terry (2012). Primary Care: A Collaborative

Practice. Elsevier Health Sciences. p. 236. ISBN 978-

0-323-07585-5.

179. Kowalski, Caroline Bunker Rosdahl, Mary T. (2008).

Textbook of basic nursing (9th ed.). Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. p. 1109. ISBN 978-0-7817-

6521-3.

180. National Burn Repository Pg. i

56

Page 57: Referat Luka Bakar

181. Herndon D (ed.). “Chapter 3: Epidemiological, Demographic,

and Outcome Characteristics of Burn Injury”.

Total burn care (4th ed.). Edinburgh: Saunders. p. 23.

ISBN 978-1-4377-2786-9.

182. Forjuoh, SN (August 2006). “Burns in low- and

middle-income countries: a review of available literature

on descriptive epidemiology, risk factors, treatment,

and prevention.”. Burns : journal of the International

Society for Burn Injuries 32 (5): 529–37.

doi:10.1016/j.burns.2006.04.002. PMID 16777340.

183. Eisen, Sarah; Murphy, Catherine (2009). Murphy,

Catherine; Gardiner, Mark; Sarah Eisen, eds. Training

in paediatrics : the essential curriculum. Oxford: Oxford

University Press. p. 36. ISBN 978-0-19-922773-0.

184. Maguire, S; Moynihan, S; Mann, M; Potokar, T; Kemp,

AM (December 2008). “A systematic review of the features

that indicate intentional scalds in children.”. Burns

: journal of the International Society for Burn Injuries 34

(8): 1072–81. doi:10.1016/j.burns.2008.02.011. PMID

18538478.

185. Peden, Margie (2008). World report on child injury prevention.

Geneva, Switzerland: World Health Organization.

p. 86. ISBN 978-92-4-156357-4.

186. World Health Organization. “World report on child injury

prevention” (PDF).

187. Hardwicke, J; Hunter, T; Staruch, R; Moiemen, N (May

57

Page 58: Referat Luka Bakar

2012). “Chemical burns--an historical comparison and

review of the literature.”. Burns : journal of the International

Society for Burn Injuries 38 (3): 383–7.

doi:10.1016/j.burns.2011.09.014. PMID 22037150.

188. Makarovsky, I; Markel, G; Dushnitsky, T; Eisenkraft, A

(May 2008). “Hydrogen fluoride--the protoplasmic poison.”.

The Israel Medical Association journal : IMAJ 10

(5): 381–5. PMID 18605366.

189. Edlich, RF; Farinholt, HM; Winters, KL; Britt, LD;

Long WB, 3rd (2005). “Modern concepts of treatment

and prevention of lightning injuries.”. Journal of

long-term effects of medical implants 15 (2): 185–96.

doi:10.1615/jlongtermeffmedimplants.v15.i2.60. PMID

15777170.

190. Prahlow, Joseph (2010). Forensic pathology for police,

death investigators, and forensic scientists. Totowa, N.J.:

Humana. p. 485. ISBN 978-1-59745-404-9.

191. Kearns RD, Cairns CB, Holmes JH, Rich PB, Cairns BA

(January 2013). “Thermal burn care: a review of best

practices. What should prehospital providers do for these

patients?". EMS World 42 (1): 43–51. PMID 23393776.

192. Balk SJ, Council on Environmental Health, Section on

Dermatology (March 2011). “Ultraviolet radiation: a

hazard to children and adolescents.”. Pediatrics 127

(3): e791–817. doi:10.1542/peds.2010-3502. PMID

21357345.

58

Page 59: Referat Luka Bakar

193. Marx, John (2010). “Chapter 144: Radiation Injuries”.

Rosen’s emergency medicine : concepts and clinical practice

(7th ed.). Philadelphia: Mosby/Elsevier. ISBN 0-

323-05472-2.

194. Krieger, John (2001). Clinical environmental health and

toxic exposures (2nd ed.). Philadelphia, Pa. [u.a.]: Lippincott

Williams & Wilkins. p. 205. ISBN 978-0-683-

08027-8.

8 10 REFERENCES

195. Peck, MD (August 2012). “Epidemiology of

burns throughout the World. Part II: intentional

burns in adults.”. Burns : journal of the International

Society for Burn Injuries 38 (5): 630–7.

doi:10.1016/j.burns.2011.12.028. PMID 22325849.

196. Herndon D (ed.). “Chapter 61: Intential burn injuries”.

Total burn care (4th ed.). Edinburgh: Saunders. pp. 689–

698. ISBN 978-1-4377-2786-9.

197. Jutla, RK; Heimbach, D (Mar–Apr 2004). “Love

burns: An essay about bride burning in India.”. The

Journal of burn care & rehabilitation 25 (2): 165–

70. doi:10.1097/01.bcr.0000111929.70876.1f. PMID

15091143.

198. Peden, Margie (2008). World report on child injury prevention.

Geneva, Switzerland: World Health Organization.

p. 82. ISBN 978-92-4-156357-4.

199. Marx, John (2010). “Chapter 60: Thermal Burns”.

59

Page 60: Referat Luka Bakar

Rosen’s emergency medicine : concepts and clinical practice

(7th ed.). Philadelphia: Mosby/Elsevier. ISBN 978-

0-323-05472-0.

200. Rojas Y, Finnerty CC, Radhakrishnan RS, Herndon DN

(December 2012). “Burns: an update on current pharmacotherapy”.

Expert Opin Pharmacother 13 (17): 2485–94.

doi:10.1517/14656566.2012.738195. PMC 3576016.

PMID 23121414.

201. Hannon, Ruth (2010). Porth pathophysiology : concepts of

altered health states (1st Canadian ed.). Philadelphia, PA:

Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.

p. 1516. ISBN 978-1-60547-781-7.

202. Garmel, edited by S.V. Mahadevan, Gus M. (2012).

An introduction to clinical emergency medicine (2nd ed.).

Cambridge: Cambridge University Press. pp. 216–219.

ISBN 978-0-521-74776-9.

203. Jeschke, Marc (2012). Handbook of Burns Volume 1:

Acute Burn Care. Springer. p. 46. ISBN 978-3-7091-

0348-7.

204. Klingensmith M, ed. (2007). The Washington manual of

surgery (5th ed.). Philadelphia, Pa.: Lippincott Williams

& Wilkins. p. 422. ISBN 978-0-7817-7447-5.

205. Cianci, P; Slade JB, Jr; Sato, RM; Faulkner, J (Jan–

Feb 2013). “Adjunctive hyperbaric oxygen therapy in

the treatment of thermal burns.”. Undersea & hyperbaric

medicine : journal of the Undersea and Hyperbaric Medical

60

Page 61: Referat Luka Bakar

Society, Inc 40 (1): 89–108. PMID 23397872.

206. Enoch, S; Roshan, A; Shah, M (Apr 8, 2009).

“Emergency and early management of burns and

scalds.”. BMJ (Clinical research ed.) 338: b1037.

doi:10.1136/bmj.b1037. PMID 19357185.

207. Hettiaratchy, S; Papini, R (Jul 10, 2004). “Initial management

of a major burn: II--assessment and resuscitation.”.

BMJ (Clinical research ed.) 329 (7457): 101–3.

doi:10.1136/bmj.329.7457.101. PMID 15242917.

208. Jeschke, Marc (2012). Handbook of Burns Volume 1:

Acute Burn Care. Springer. p. 77. ISBN 978-3-7091-

0348-7.

209. Endorf, FW; Ahrenholz, D (December 2011). “Burn

management.”. Current opinion in critical care 17 (6):

601–5. doi:10.1097/MCC.0b013e32834c563f. PMID

21986459.

210. Perel, P; Roberts, I (Jun 13, 2012). Perel, Pablo,

ed. “Colloids versus crystalloids for fluid resuscitation

in critically ill patients”. Cochrane database

of systematic reviews (Online) 6: CD000567.

doi:10.1002/14651858.CD000567.pub5. PMID

22696320.

211. Curinga, G; Jain, A; Feldman, M; Prosciak, M; Phillips,

B; Milner, S (August 2011). “Red blood cell transfusion

following burn.”. Burns : journal of the International

Society for Burn Injuries 37 (5): 742–52.

61

Page 62: Referat Luka Bakar

doi:10.1016/j.burns.2011.01.016. PMID 21367529.

212. Wasiak, J; Cleland, H; Campbell, F; Spinks, A (Mar 28,

2013). “Dressings for superficial and partial thickness

burns.”. Cochrane database of systematic reviews (Online)

3: CD002106. doi:10.1002/14651858.CD002106.pub4.

PMID 23543513.

213. Wasiak J, Cleland H, Campbell F (2008). Wasiak,

Jason, ed. “Dressings for superficial and partial

thickness burns”. Cochrane Database Syst Rev (4):

CD002106. doi:10.1002/14651858.CD002106.pub3.

PMID 18843629.

214. Avni T, Levcovich A, Ad-El DD, Leibovici L, Paul

M (2010). “Prophylactic antibiotics for burns patients:

systematic review and meta-analysis”. BMJ 340:

c241. doi:10.1136/bmj.c241. PMC 2822136. PMID

20156911.

215. Wasiak, J; Cleland, H; Campbell, F; Spinks, A (Mar 28,

2013). “Dressings for superficial and partial thickness

burns.”. The Cochrane database of systematic reviews

3: CD002106. doi:10.1002/14651858.CD002106.pub4.

PMID 23543513.

216. Storm-Versloot, MN; Vos, CG; Ubbink, DT; Vermeulen,

H (Mar 17, 2010). Storm-Versloot, Marja N,

ed. “Topical silver for preventing wound infection”.

Cochrane database of systematic reviews (Online) (3):

CD006478. doi:10.1002/14651858.CD006478.pub2.

62

Page 63: Referat Luka Bakar

PMID 20238345.

217. Dumville, JC; Munson, C; Christie, J (15 December

2014). “Negative pressure wound therapy

for partial-thickness burns.”. The Cochrane

database of systematic reviews 12: CD006215.

doi:10.1002/14651858.CD006215.pub4. PMID

25500895.

218. Zachariah, JR; Rao, AL; Prabha, R; Gupta, AK; Paul,

MK; Lamba, S (August 2012). “Post burn pruritus--a review

of current treatment options.”. Burns : journal of

the International Society for Burn Injuries 38 (5): 621–9.

doi:10.1016/j.burns.2011.12.003. PMID 22244605.

219. Herndon D (ed.). “Chapter 64: Management of pain and

other discomforts in burned patients”. Total burn care

(4th ed.). Edinburgh: Saunders. p. 726. ISBN 978-1-

4377-2786-9.

9

220. Wasiak, J; Mahar, PD; McGuinness, SK; Spinks,

A; Danilla, S; Cleland, H; Tan, HB (Oct 17, 2014).

“Intravenous lidocaine for the treatment of background

or procedural burn pain.”. The Cochrane

database of systematic reviews 10: CD005622.

doi:10.1002/14651858.CD005622.pub4. PMID

25321859.

221. Herndon D (ed.). “Chapter 31: Etiology and prevention

of multisystem organ failure”. Total burn care (4th ed.).

63

Page 64: Referat Luka Bakar

Edinburgh: Saunders. p. 664. ISBN 978-1-4377-2786-9.

222. Breederveld, RS; Tuinebreijer, WE (Sep 15,

2014). “Recombinant human growth hormone for

treating burns and donor sites.”. The Cochrane

database of systematic reviews 9: CD008990.

doi:10.1002/14651858.CD008990.pub3. PMID

25222766.

223. Jeschke, Marc (2012). Handbook of Burns Volume 1:

Acute Burn Care. Springer. p. 266. ISBN 978-3-7091-

0348-7.

224. Orgill, DP; Piccolo, N (Sep–Oct 2009). “Escharotomy

and decompressive therapies in burns.”. Journal

of burn care & research : official publication

of the American Burn Association 30 (5): 759–

68. doi:10.1097/BCR.0b013e3181b47cd3. PMID

19692906.

225. Wijesinghe, M; Weatherall, M; Perrin, K; Beasley, R

(May 22, 2009). “Honey in the treatment of burns: a

systematic review and meta-analysis of its efficacy.”. The

New Zealand medical journal 122 (1295): 47–60. PMID

19648986.

226. Jull, AB; Cullum, N; Dumville, JC; Westby, MJ;

Deshpande, S; Walker, N (6 March 2015). “Honey

as a topical treatment for wounds.”. The Cochrane

database of systematic reviews 3: CD005083.

doi:10.1002/14651858.CD005083.pub4. PMID

64

Page 65: Referat Luka Bakar

25742878.

227. Dat, AD; Poon, F; Pham, KB; Doust, J (Feb 15, 2012).

“Aloe vera for treating acute and chronic wounds.”.

Cochrane database of systematic reviews (Online) 2:

CD008762. doi:10.1002/14651858.CD008762.pub2.

PMID 22336851.

228. Maenthaisong, R; Chaiyakunapruk, N; Niruntraporn, S;

Kongkaew, C (September 2007). “The efficacy of aloe

vera used for burn wound healing: a systematic review.”.

Burns : journal of the International Society for Burn Injuries

33 (6): 713–8. doi:10.1016/j.burns.2006.10.384.

PMID 17499928.

229. Bahramsoltani, R; Farzaei, MH; Rahimi, R (September

2014). “Medicinal plants and their natural components as

future drugs for the treatment of burn wounds: an integrative

review.”. Archives of dermatological research 306

(7): 601–17. doi:10.1007/s00403-014-1474-6. PMID

24895176.

230. Juckett, G; Hartman-Adams, H (Aug 1, 2009). “Management

of keloids and hypertrophic scars.”. American

family physician 80 (3): 253–60. PMID 19621835.

231. Cox, Carol Turkington, Jeffrey S. Dover ; medical illustrations,

Birck (2007). The encyclopedia of skin and skin

disorders (3rd ed.). New York, NY: Facts on File. p. 64.

ISBN 978-0-8160-7509-6.

232. National Burn Repository, Pg. 10

65

Page 66: Referat Luka Bakar

233. Young, Christopher King, Fred M. Henretig, ed.

(2008). Textbook of pediatric emergency procedures (2nd

ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott

Williams & Wilkins. p. 1077. ISBN 978-0-7817-5386-

9.

234. Roberts, edited by Michael C. (2009). Handbook of pediatric

psychology. (4th ed.). New York: Guilford. p. 421.

ISBN 978-1-60918-175-8.

235. “WHO Disease and injury country estimates”. World

Health Organization. 2009. Retrieved Nov 11, 2009.

236. Lozano, R (Dec 15, 2012). “Global and regional mortality

from 235 causes of death for 20 age groups in 1990

and 2010: a systematic analysis for the Global Burden

of Disease Study 2010.”. Lancet 380 (9859): 2095–128.

doi:10.1016/S0140-6736(12)61728-0. PMID 23245604.

237. Edlich, RF; Farinholt, HM; Winters, KL; Britt, LD;

Long WB, 3rd (2005). “Modern concepts of treatment

and prevention of electrical burns.”. Journal of

long-term effects of medical implants 15 (5): 511–32.

doi:10.1615/jlongtermeffmedimplants.v15.i5.50. PMID

16218900.

238. Ahuja, RB; Bhattacharya, S (Aug 21, 2004). “Burns

in the developing world and burn disasters.”.

BMJ (Clinical research ed.) 329 (7463): 447–9.

doi:10.1136/bmj.329.7463.447. PMC 514214. PMID

15321905.

66

Page 67: Referat Luka Bakar

239. Gupta (2003). Textbook of Surgery. Jaypee Brothers Publishers.

p. 42. ISBN 978-81-7179-965-7.

240. Pećanac, M.; Janjić, Z.; Komarcević, A.; Pajić, M.;

Dobanovacki, D.; Misković, SS. (2013). “Burns treatment

in ancient times.”. Med Pregl 66 (5-6): 263–7.

doi:10.1016/s0264-410x(02)00603-5. PMID 23888738.

241. Song, David. Plastic surgery. (3rd ed.). Edinburgh: Saunders.

p. 393.e1. ISBN 978-1-4557-1055-3.

242. Wylock, Paul (2010). The life and times of Guillaume

Dupuytren, 1777–1835. Brussels: Brussels University

Press. p. 60. ISBN 978-90-5487-572-7.

67