Referat Lia

download Referat Lia

of 31

description

word

Transcript of Referat Lia

BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.Sepsis, syok sepsis, dan kegagalan multipel organ (MOF) mengenai hampir 750. 0000 penduduk di Amerika Serikat dan menyebabkan kematian sebanyak 215.000 orang. Sepsis, sepsis berat dan syok sepsis memiliki angka kematian yang tinggi pada orang dewasa dan dan 24 39 % kasus terjadi di rumah sakit. Angka mortalitas sepsis di Indonesia tinggi. Di RSUP Dr. Kariadi Semarang menurut penelitian terbaru yaitu pada periode waktu tahun 2004 sampai 2005 didapatkan hasil positif tumbuhnya kuman pada kultur darah pasien sepsis sebanyak 35,5 %. Sepsis masih menjadi penyebab utama kematian di sejumlah Intensive Care Unit (ICU). Selama Januari 2006-Disember 2007 di bagian PICU/NICU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, terdapat angka kejadian sepsis 33,5% dengan tingkat mortalitas sebesar 50,2%.Tujuan penanganan syok tahap awal adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan mengembalikan volume dan tekanan darah. Pada syok tahap lebih lanjut, pengembalian perfusi jaringan saja biasanya tidak cukup untuk menghentikan perkembangan peradangan sehingga perlu dilakukan upaya menghilangkan faktor toksik yang terutama disebabkan oleh bakteri. Selama beberapa dekade albumin telah diberikan kepada pasien sepsis terutama sepsis yang berat guna memberikan tekanan volum intravaskular dan tekanan onkotik yang memadai. Pada beberapa kondisi albumin memang sangat dianjurkan diberikan kepada pasien sepsis terutama pada pasien dengan kadar albumin yang rendah, pemberian albumin dianjurkan oleh UK National Institute for Health and Care Excellence (NICE) and the Surviving Sepsis Campaign (GRADE 2C), dan pada penelitian SAFE (Saline vs Albumin Fluid Evauation ) menyatakan penggunaan albumin dapat memperbaiki kerusakan endotel namun tidak ada perbedaan bermakna antara terapi dengan albumin maupun dengan kristaloid.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka rumusan masalahnya yaitu bagaimana efektifitas penggunaan albumin pada pasien dengan sepsis?

1.3. Tujuan

a) Mengetahui secara umum tentang sepsisb) Mengetahui tujuan, manfaat, dan indikasi pemberian albumin c) Mengetahui efektifitas pemberian albumin pada pasien sepsis1.4. Manfaata. Manfaat TeoritisSebagai sumber pengetahuan khususnya di bidang kedokteran tujuan dan manfaat albumin dalam penanganan sepsisb. Manfaat PraktisSebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan dalam pertimbangan pemakaian albumin berdasarkan efektifitas dan kebutuhan pasien

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAII.1 SEPSIS

2.1.1 Pengertian SepsisSepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.Untuk mencegah timbulnya kerancuan, disepakati standardisasi terminologi. Pada bulan Agustus 1991, telah dicapai konsensus yang dihasilkan American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine beberapa pengertian tersebut di bawah ini:

1) Infeksi : respon inflamasi akibat adanya miroorganisme yang secara normal pada jaringan tersebut seharusnya steril.

2) Bakteriemi : adanya bakteri hidup dalam darah

3) Systemic Inflammatory Response Syndrome (sindroma reaksi inflamasi sistemik= SIRS), merupakan reaksi inflamasi masif sebagai akibat dilepasnya berbagai mediator secara sistemik yang dapat berkembang menjadi disfungsi organ atau Multiple Organ Dysfunction (MOD) disertai dengan lebih dari satu manifestasi klinis berupa: Hipertemi/ hipotermi ( Suhu > 38C atau < 36

Tachycardia ( > 90 denyut /menit Tachypneu ( respirasi >20/menit atau PaCO2 < 32 mmHg Hitung leukosit > 12.000/mm2 atau > 10% sel imatur Biomarker sepsis adalah prokalsitonin (PcT); Creactive Protein (CrP) (tambahan pada konferensi tahun 2001)Sepsis adalah SIRS yang disebabkan oleh infeksi. Biakan darah tidak harus positif atau tidak harus terdapat bakteremia. Bakteremia bersifat akut atau sepintas.

2.1.2 EpidemiologiDalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram negatif di AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat antara 300.000-500.000 kasus pertahun. Shock akibat sepsis terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden shock sepsis ini tak diketahui namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan cukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati, alkoholisme, leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisi parenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. Di AS syok sepsis adalah penyebab kematian yang sering di ruang ICU. 2.1.3 Etiologi Syok Septic

Shock sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses), protozoa (malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Shock sepsis yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus.Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-) yang memproduksi endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+) memproduksi eksotoksin yang merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. LPS endotoksin gram (-) dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak, dia dapat langsung mengaktifkan sistme imun selular dan humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS sendiri tidak mempunyai sifat toksik tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis factor /TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis.2.1.4 Tahapan Sepsis1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), SIRS ditandai dengan 2 gejala sebagai berikut:

a) Hyperthermia/hypothermia (>38,3C; 20/menit)

c) Tachycardia (nadi >100/menit)

d) Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia 10% cell imature2. Sepsis : Infeksi disertai SIRS

3. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria bahkan anuria.

4. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik 40 mmHg).

5. Syok septik

Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan.Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis

Sindroma sepsisSyok Sepsis

Takipneu, respirasi 20x/m

Takikardi 90x/m

Hipertermi 38 C

Hipotermi 35,6 C

Hipoksemia

Peningkatan laktat plasma

Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1 jam

Sindroma sepsis ditambah dengan

gejala:

Hipotensi 90 mmHg

Tensi menurun sampai 40 mmHg dari

baseline dalam waktu 1 jam

Membaik dengan pemberian cairan

dan penyakit shock hipovolemik, infark

miokard dan emboli pulmonal sudah

disingkirkan

2.1.5 Faktor Resiko Sepsis1. Umur

Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun

2. Pemasangan alat invasive

Venous catheter

Arterial lines

Pulmonary artery catheters

Endotracheal tube

Tracheostomy tubes

Intracranial monitoring catheters

Urinary catheter

3. Prosedur invasive

Cystoscopic

Pembedahan4. Medikasi/Therapeutic Regimens

Terapi radiasi

Corticosteroids

Oncologic chemotherapy

Immunosuppressive drugs

Extensive antibiotic use

5. Underlying Conditions

Poor state of health

Malnutrition

Chronic Alcoholism

Pregnancy

Diabetes Melitus

Cancer

Major organ disease cardiac, hepatic, or renal dysfunction2.1.6 Patofisiologi Respon inflamasi sistemik timbul bila benda asing di dalam darah atau jaringan diketahui oleh tuan rumah. Respon ini bertujuan untuk menetralisir mikroorganisme dan produknya sampai bersih, tetapi dapat terjadi efek negative pada tuan rumah, terutama kerusakan jaringan. Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi yang diaktifkan di ruang intravascular melalui kehadiran material mikroba mempunyai efek merusak. Respon inflamasi yang berlebihan berperan terhadap gangguan hemodinamik dan iskemia jaringan dan berakhir sebagai multiple organ dysfunction.

Patofisiologi sepsis adalah complex karena memberikan efek pada hemodinamik. Faktor koagulasi, respon kekebalan, dan proses metabolik berkaitan dengan serangkaian reaksi biokimia yang distimulasi mediator endogen. Produksi mediator endogen dirangsang oleh endotoksin, suatu lipopolisakarida yang merupakan bagian dari dinding sel bakteri gram-negatif.

Endotoksin dilepaskan dan memulai kegiatannya setelah bakteri telah dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh inang atau dengan terapi antibodi. Oleh karena itu, sepsis dapat terjadi meskipun bakteri tidak lagi beredar pada sirkulasi intravaskular. Bakteri Gram positif tidak menghasilkan endotoksin. Namun, mediator kimia endogen dari respon sepsis diaktifkan dalam gram sepsis positif. bakteri Gram positif, jamur dan virus dapat menghasilkan respon inflamasi sistemik yang mirip dengan sepsis gram negatif, walaupun biasanya tidak parah.

Meskipun tidak adanya endotoksin dalam beberapa bentuk sepsis, efek endotoksin dapat digunakan sebagai model untuk menjelaskan perubahan physiologyc terlihat pada SIRS, sepsis dan syok septik. Pengaruh endotoksin

Endotoksin mengaktifkan jalur klasik dan alternatif. C3a dan C5a adalah produk utama komplemen protein yang diproduksi. Mediator ini menghasilkan vasodilatasi melalui pelepasan histamin dan meningkatkan permeabilitas kapiler, yang menyebabkan perpindahan cairan ke interstisial.

Perpindahan cairan ke interstisial juga disebabkan oleh vasodilatasi dan perubahan permiabelitas yang disebabkan oleh endotoksin / reaksi mediator lain. Contoh bradikinin, prostaglandin, dan leukotrien metabolisme. Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang interstisial menyebabkan terjadinya hypovolemia, penurunan perfusi jaringan, dan hipoksia jaringan.

Perfusi jaringan juga berkurang melalui pembentukan emboli dalam mikrosirkulasi. Koagulasi dipicu oleh endotoksin, dengan mengaktifkan jalur koagulasi intrinsik , melalui faktor Hageman. Koagulasi lebih lanjut disebabkan oleh komplemen / platelet prostaglandin dengan meningkatkan platelet aggregation dan aktivasi platelet factor. platelet factor diproduksi dan distimulasi oleh faktor lain Tumor nekrosis mediator endogen (TNF, cachectin). Proses biokimia yang diaktivasi oleh endotoksin digambarkan pada tabel 1.Tabel 1

Proses Biokimia yang dipacu oleh endotoksin dalam sepsis dan SIRS

ProsesMediatorEfek

Aktivasi jalur klasik dan alternatifC3a dan C5aVasodilatasi

Peningkatan permeabelitas kapiler

Aktivasi histamine

Kemotaksis oleh leukosit

Platelet agregasi

Aktivasi intrinsic koagulasiHageman factor (factor XII)Koagulasi intravaskular

Aktivasi kallikrein-bradikininBradikininVasodilatasi

Peningkatan permeabelitas kapiler

Aktivasi metabolism arachidonic acid Prostaglandin

LeukotrienVasodilatasi

Peningkatan permeabelitas kapiler

Platelet agregasi

Bronkokonstriksi

Depressi myokardial

Produksi Makrofag oleh sitokin Tumor nekrosis factor (TNF)

Interleukin 1Intravascular koagulasi

Neutrofil agregasi

Menimbulkan perusakan dan fagosit endotel sel dan adesi oleh Pmn

Menghasilkan proteolitik enjim

Penurunan aktivitas lipase

Demam

Pengeluaran hormone pituitariEndorphin, ACTHVasodilatasi

Hipotensi

Hiperglikemia

Sumber : Bone,RCTumor necrosis factor

TNF dianggap sebagai mediator utama pada sepsis dan SIRS. Endotoksin merangsang makrofag untuk menghasilkan TNF dan sitokin lainnya, seperti interleukin 1, interferon dan interleukin 6. TNF memiliki efek langsung dan juga menguatkan reaksi mediator lainnya, seperti cascade koagulasi dan produksi leukotriene.

TNF secara langsung meracuni sel-sel endotel. Selain itu, kerusakan sel juga meningkat akibat aktivasi TNF pada sel polymorphonuclear (PMNs), melalui phagocytize sel endotel, dan melalui pelepasan TNF promored enzim proteolitik. TNF juga terlibat dalam metabolisme derangements. Hal ini berkaitan dengan hubungan TNF dengan penurunan aktivitas lipase dengan mencegah penyerapan dan penyimpanan triglyserides. Efek metabolik

Beberapa penyimpangan metabolik terlihat selama respon septik. Hypermetabolic, Hiperglikemi, katabolik terjadi sebagai akibat dari respon stres (rilis cathecolamine), endotoksin menstimulasi adrenocoticotropic hormon (ACTH) rilis dan TNF menyebabkan penurunan aktivitas enzim lipase. Glukosa, lemak. dan metabolisme protein berubah. Serum glukosa meningkat terkait dengan peningkatan produksi glukosa hepatik dan resistensi insulin perifer. Lypolisis dan katabolisme Protein ditinagkatkan. katabolik, ditambah dengan perfusi terganggu dan hipoksia jaringan, berkontribusi terhadap kerusakan sel dan organ.

Empat perubahan patofisiologi yang utama terjadi pada syok septik adalah, depresi miokard, vasodilatasi masif, maldistribution volume intravaskuler dan pembentukan microemboli (gambar 1). Depresi miokard terjadi bila kekuatan kontraksi ventrikel menurun akibat dari mediator biokimia, termasuk yang terlibat di dalamnya adalah faktor depresi miokard, endotoksin, tumor nekrosis faktor, endorfin, produk komplemen dan leukotrien. vasodilatasi masif dan meningkatnya permeabilitas kapiler menyebabkan menurunnya jumlah darah kembali ke jantung (preload). Penurunan afterload karena vasodilatasi terjadi akibat pelepasan mediator seperti bradikinin, endorphions, produk komplemen, histamin dan prostaglandin. Meskipn volume plasma normal pada fase awal syok septik, akan menjadi maldistributed selama shock berlangsung karena peningkatan permeabilitas kapiler, vasokonstriksi selektif, dan oklusi vaskuler. Peningkatan permeabilitas kapiler memungkinkan protein dan cairan bergeser ke kompartemen interstisial dan intacellular. Tetapi tidak semua vaskular vasodilatasi. Stimulasi sistem saraf simpatik dan prostaglandin dan mediator biokimia lainnya menyebsdabkan vasokonstriksi selektif dalam sirkulasi paru, ginjal, dan splancnic.

Aktivasi dari sistem pembekuan dan agregasi neutrofil menyebabkan pembentukan microemboli yang kemudian menutupi pembuluh darah kecil, menyebabkan beberapa jaringan vaskular untuk menerima darah lebih dari yang mereka butuhkan, sementara yang lain menerima terlalu sedikit. Maldistribution darah ini menyebabkan hipoksia dan kurangnya dukungan gizi ke beberapa daerah, menyebabkan disfungsi seluler yang akhirnya menyebabkan kematian sel.

Gambar 2. Patofisiologi sepsis

Tahap awal menuju syok septik dicirikan oleh fase hiperdinamik atau hangat sebagai mekanisme kompensasi diaktifkan. Selama fase ini, vasodilatasi besar terjadi di pembuluh vena dan arteri, menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik. Dilatasi vena menurunkan arus vena kembali ke jantung dan menurunkan preload. Dilatasi arteri menurunkan afterload. vasodilatasi ini menyebabkan penurunan tekanan darah, tekanan nadi melebar dan hangat, kulit flused. peningkatan denyut jantung merupakan kompensasi untuk mengimbangi hipotensi, peningkatan asidosis metabolik, terstimulasinya sistem saraf simpatik, dan adrenal. ventilasi / perfusi yang tidak seimbang terjadi di paru-paru sebagai akibat dari vasokonstriksi paru sehingga frekuensi napas akan meningkat untuk mengimbangi hipoksemia tersebut. Crackles terjadi karena permeabilitas kapiler membran paru meningkat sehingga menyebabkan edema paru. Hasil penilaian gas darah arteri menunjukkan alkalosis pernafasan, asidosis metabolik, dan hipoksemia. Tingkat kesadaran menurun, pasien menjadi disorientasi, bingung, agresif, atau lesu. Suhu tubuh pasien meningkat sebagai reaksi terhadap phyrogen yang dibebaskan oleh mikroorganisme yang menyerang. Ketika proses syok septik terus berlangsung, kondisi pasien memburuk dan masuk ke dalam fase hypodynamic, dengan penurunan output jantung dan hipotensi. Hasil dari fase kegagalan ventrikel yang disebabkan oleh hipoksemia miokard, akibat faktor depresan miokardial, dan asidosis, untuk menghasilkan peningkatan afterload. Takikardia terjadi karena tubuh berusaha untuk mengkompensasi penurunan output jantung dan hipotensi. vasokonstriksi perifer menyebabkan peningkatan tekanan resistensi vaskular sistemik untuk mengimbangi penurunan tekanan darah . Kulit pasien menjadi pucat, dingin dan lembap. Pada Tabel 2, mencantumkan gejala dan temuan klinis yang terlihat pada syok hiperdinamik dan syok hipodinamik.Tabel 2.Manifestasi klinis syok sepsisSyok HiperdinamikSyok hipodinamik

Hipotensi

Takikardia

Takipnea (inspirasi dalam)

Alkalosis respiratorik

Curang jantung tinggi, TVS rendah

Kulit hangat, kemerahan

Hyperthermia/hypothermia

Perubahan status mental

Poliuria

Sel darah putih meningkat

Hiperglikemia

Sa O2 80%Hipotensi

Takikardia

Takipnea (inspirasi dangkal)

Asidosis metabolic

Curah jantung rendah, TVS tinggi

Kulit dingin, pucat

Hypothermia

Status mental memburuk

Disfungsi organ dan selular (oliguria, KID, ARDS)

Sel darah putih menurun

Hipoglikemia

Sa O2 < 60%

2.1.7 Manifestasi Klinik Sepsis1. Manifestasi Kardiovaskular

a. Perubahan sirkulasi

Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah rendahnya tahanan vaskular sitemik (TVS) ,sebagian besar karena vasodilatasi yang terjadi Sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator ( prostaglandin, kinin, histamine dan endorphin). Mediator-mediator yang sama tersebut juga dapat menyebabkan meningkatnya permeabelitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya volume intravascular menembus membrane yang bocor, dengan demikian mengurangi volume sirkulasi yang efektif. Dalam berespon terhadap penurunan TVS dan volume yang bersirkulasi, curah jantung (CJ), biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi jaringan dan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat.

Dalam hubungnnya dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah, terjadi maldistribusi aliran darah. Mediator-mediator vasoaktif yang dilepaskan oleh sistemik menyebabkan vasodilatasi tertentu dan vasokonstriksi dari jaringan vascular tertentu, mengarah pada aliran yang tidak mencukupi ke beberapa jaringan sedangkan jaringan lainnya menerima aliran yang berlebihan. Selain itu terjadi respon inflamasi massif pada jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler karena adanya agregasi leukosit dan penimbunan fibrin, dan berakibat kerusakan organ dan endotel yang tidak dapat pulih.

b. Perubahan miokardial

Kinerja miokardial mengalami gangguan, dalam bentuk penurunan fraksi ejeksi ventricular dan juga gangguan kontraktilitas. Factor depresan miokardial, yang berasal dari jaringan pankreatik iskemik, adalah salah satu penyebabnya. Terganggunya fungsi jantung juga diakibatkan oleh keadaan metabolic abnormal yang diakibatkan oleh syok, yaitu adanya asidosis laktat, yang menurunkan responsivitas terhadap katekolamin.

Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok septic. Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi dan TVS yang rendah, kondisi ini disebut dengan syok hiperdinamik. Bentuk kedua ditandai dengan curah jantung yang rendah dan peningkatan TVS disebut sebagai syok hipodinamik.

Gambar 2. Cardiovascular changes associated with septic shock and the effects of fluid resuscitation.

A. Fungsi normal kardiovaskular, B. respon kardiovaskular pada syok septic, C.kompensasi resusitasi cairan. (Sumber : Dellinger RP: Cardiovascular management of septic shock. Crit Care Med 2003;31:946-955.)B. Manifestasi Hematologi

Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena sepsis melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan yang lebih buruk ketimbang melindungi.

Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine. Histamine merangsang vasodilatasi dan meningkatnya permeabelitas kapiler. Proses ini selanjutnya menyebabkan perubahan sirkulasi dalam volume serta timbulnya edema interstisial.

Abnormalitas platelet juga terjadi pada syok septic karena endotoksin secara tidak langsung menyebabkan agregasi platelet dan selanjutnya pelepasan lebih banyak bahan-bahan vasoaktif (serotonin, tromboksan A). platelet teragregasi yang bersirkulasi telah diidentifikasi pada mikrovaskular, menyebabkan sumbatan aliran darah dan melemahnya metabolism selular. Selain itu endotoksin juga mengaktivasi system koagulasi, dan selanjutnya dengan menipisnya factor-faktor penggumpalan, koagulapati berpotensi untuk menjadi koagulasi intravaskular disemanata.

C. Manifestasi Metabolik

Gangguan metabolic yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa, protein, dan lemak sebagai sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai pada pada awal syok karena peningkatan glukoneogenesis dan resisten insulin, yang menghalangi ambilan glukosa ke dalam sel. Dalam berkembangnya syok, terjadi hipoglikemia karena persedian glikogen menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.

Pemecahan protein terjadi pada syok septic, ditunjukkan oleh tingginya eksresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam amino, yang sebagian digunakan untuk oksidasi dsan sebagian lain dibawa ke hepar untuk digunakan pada proses glukoneogenesis. Pada syok tahap akhir, hepar tidak mampu menggunakan asam-asam amino karena disfungsi metaboliknya, dan selanjutnya asam amino tersebut terakumulasi dalam darah.

Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat.

Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel menjadi kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan timbulnya kegagalan banyak organ Pada keadaan multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory distress syndrome, payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi susunan saraf pusat seperti terlihat pada tabel 3 (Dobb, 1991).

Pada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah banyak disfungsi organ akan

meningkatkan angka mortalitas akibat sepsis. Pada susunan saraf pusat karena terganggunya permeabelitas kapiler menyebabkan terjadinya odem otak peninggian tekanan intrakranial akan menyebabkan terjadinya destruksi seluler atau nekrosis jaringan otak (Plum, 1983). Tetapi defisit neurologik fokal dapat terjadi akibat

meningkatnya aggregasi platelet dan eritrosit sehingga menyumbat aliran darah serebral. Sedangkan DIC dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan intra serebral.

2. Manifestasi Pulmonal

Endotoxin mempengaruhi paaru-paru baik langsung maupun tidak langsung. Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan hipertensi pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan menginviltrasi jaringan pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air ekstravaskular paru-paru (edema pulmonal). Neutrofil yang teraktivasi menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah integritas sel-sel parenkim pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabelitas. Dengan terkumpulnya cairan di interstisium, komplians paru berkurang, terjadinya gangguan pertukaran gas dan terjadi hipoksemia.2.1.8 Diagnosis Diagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk menilai pasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea, takikardia dengan keadaan hiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur, dan perubahan keadaan mental. Keadaan seperti ini penting di perhatikan pada seperti pada wanita wanita dengan resiko tinggi seperti pyelonefritis, korioamnionitis, endometritis, abortus septik, atau telah menjalani prosudur operasi emergensi. Diagnosa dan penanganan awal ini sangat menentukan keberhasilan hidup pasien.

Tanda yang tampak tergantung dari fase syok septik dan tipe kerusakan organ yang terjadi, tetapi hipotensi selalu ditemukan. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan temperatur dan lekosit dengan pergeseran ke kiri, tetapi pada beberapa pasien terjadi penurunan temperatur dan kadar leukosit dibawah normal. Sebagai akibat dari keadaan hiperdinamik jantung, terjadi gejala gejala pada jantung seperti iskemia, gagal jantung kiri, atau aritmia. Konsekuansi klinik dari DIC adalah perdarahan, trombosis dan hemolisis mikroangiopati. Karena pada syok sepsis potensi terjadinya disfungsi ginjal dan hipovolemia, manifestasi klinik dapat berupa oligouria, hematuria dan proteinuria.Dalam hal membantu menegakkan diagnosa sepsis atau syok septik, selain melalui pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan rongen dan kultur. Dua kuman yang sangat virulen dengan angka mortalitas yang tinggi adalah Streptokokus pyogens ( group A streptokokus ) dan Clostridium Sordeli.Tabel 3.

Kriteria Diagnosis Severe sepsis/Syokseptik

Sumber : Levy MN et all:2001,Crit Care Med 31:1250,2003.2.1.9 Penatalaksanaan Septic

Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan pemberian terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65 mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP > 90 mmHg berikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila ScvO2 65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 g/kg/menit).Banyak pasien syok sepsis terjadi penurunan volume intravaskuler, sebagai respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam. Jika tekanan darah tidak membaik dengan pemberian cairan maka perlu dipertimbangkan pemberian vasopressor seperti dopamin dengan dosis 5-10 ug/kgBB/menit. Dopamin diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan, yaitu MAP 60mmHg atau tekanan sistolik 90-110 mmHg. Dosis awal adalah 2-5 mg/Kg BB/menit. Bila dosis ini gagal meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di tingkatkan sampai 20 g/ KgBB/menit. Bila masih gagal, dosis dopamine dikembalikan pada 2-5 mg/Kg BB/menit, tetapi di kombinasi dengan levarterenol (noreepinefrin). Bila kombinasi kedua vasokonstriktor masih gagal, berarti prognosisnya buruk sekali. Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor lain (fenilefrin atau epinefrin). 2. Eliminasi sumber infeksiTujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat.3. Terapi antimikrobaMerupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ. Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.Indikasi terapi kombinasi yaitu: Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen (pseudomonas aureginosa, enterokokus)4. Terapi suportifa. OksigenasiPada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.b. Terapi cairan Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid. Pada keadaan albumin rendah (8g/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5g/kg.menit, phenylepherine 0.5-8g/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5g/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 g/kg/menit, dopamine 3-8 g/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 g/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).d. BikarbonatSecara empirik bikarbonat diberikan bila pH 38.3 c atau < 36 c

HR > 90x/mnt

Takipnea

Penurunan status mental

Signifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jam

Hiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes

Variabel inflamasi

WBC >12000,1mmol/L

CRT> 2 detik

Variable gangguan organ

Pa O2/FiO2 0,5 mg/dl

INR> 1.5 atau aPTT>60 detik

Platelet 4 mg/dl

19