Krisis Hipertensi Lia

50
Nama Peserta : Priscilia Nama Wahana : RSUD Kab.Pacitan Topik : Seorang Wanita Usia 38 Tahun dengan Krisis Hipertensi Tanggal Kasus : 27 Maret 2015 Nama Pasien : Ny.R No. RM : 20.04.17 Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. M Wildan Tempat Presentasi : Obyektif Presentasi : Keilmuan Keterampila n Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnosti k Manajemen Masalah Istimewa Ne onatus Ba yi A nak Rem aja Dewasa Lansia Deskripsi : Wanita Usia 38 tahun dengan krisis hipertensi Tujuan : mengenali gejala dan tanda, penegakan diagnosis, dan menentukan tatalaksana yang tepat bagi penderita Krisis Hipertensi Bahan- Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit Cara Membahas: Dis kusi Presentasi dan Diskusi Em ail Pos Data Utama untuk Bahan Diskusi : Diagnosis/ Gambaran Klinis: pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri kepala sejak 3 hari lalu, pusing berputar disangkal, leher 1

description

krisis hipertensi

Transcript of Krisis Hipertensi Lia

Page 1: Krisis Hipertensi Lia

Nama Peserta : Priscilia

Nama Wahana : RSUD Kab.Pacitan

Topik : Seorang Wanita Usia 38 Tahun dengan Krisis Hipertensi

Tanggal Kasus : 27 Maret 2015

Nama Pasien : Ny.R No. RM : 20.04.17

Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. M Wildan

Tempat Presentasi :

Obyektif Presentasi :

√ Keilmuan √ Keterampilan √ Penyegaran √ Tinjauan Pustaka

√ Diagnostik √ Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja √ Dewasa Lansia

Deskripsi : Wanita Usia 38 tahun dengan krisis hipertensi

Tujuan : mengenali gejala dan tanda, penegakan diagnosis, dan menentukan tatalaksana

yang tepat bagi penderita Krisis Hipertensi

Bahan-Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

Diagnosis/ Gambaran Klinis: pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri kepala sejak 3 hari

lalu, pusing berputar disangkal, leher terasa cengeng, pandangan penglihatan menjadi buram.

Pasien mengeluh nyeri ulu hati disertai mual tetapi tidak muntah. Pasien menyangkal adanya

sesak nafas, nyeri dada dan kejang. BAK dan BAB tidak ada keluhan.

1. Riwayat penyakit dahulu :

a. Riwayat penyakit hipertensi : ada

b. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

c. Riwayat penyakit DM : disangkal

d. Riwayat alergi : disangkal.

2. Riwayat penyakit keluarga :

a. Riwayat penyakit Hipertensi : ada

b. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

1

Page 2: Krisis Hipertensi Lia

c. Riwayat penyakit DM : disangkal

d. Riwayat alergi : disangkal

3. Riwayat sosial ekonomi

a. Pekerjaan

Pasien bekerja sebagai tani.

4. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik: Rumah belum memenuhi standar kesehatan dan

lingkungan belum mendukung kesehatan

A. PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign : TD : 250/140 mmHg

N : 69 x/menit ;

RR : 18 x/menit ;

S : 36,3o C

Status Generalis

1. Pemeriksaan Kepala

Bentuk kepala : mesocephal, simetris,

Rambut : warna rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Mata : simetris, edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik

(-/-), refleks pupil (+/+) normal isokor 3 mm

Hidung : discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (-), bibir pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-) atrofi papil

lidah (-)

2. Pemeriksaaan Leher

2

Page 3: Krisis Hipertensi Lia

Kaku Kuduk (-)

3. Pemeriksaan Toraks

Paru

Suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (-/-), ronki basah kasar (-/-),

Wheezing-/-

Jantung

S1 > S2, regular-regular, murmur (-), gallop (-)

4. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : datar

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hipokondriaka dekstra

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

5. Pemeriksaan Ekstremitas

edema (-/ -), sianosis (-/-), akral dingin (-/-)

B. DIAGNOSIS KERJA

Krisis Hipertensi

C. PENATALAKSANAAN

Terapi IGD

1. Non Farmakologis

a. Tirah baring

b. Pemasangan cateter untuk mengurangi aktivitas yang dapat merangsang

2. Farmakologis

3

Page 4: Krisis Hipertensi Lia

IVFD RL 18 tpm

Injeksi antrain 1 ampul/8 jam

Injeksi ranitidine 1 ampul/12 jam

Infus furosemide 1 ampul/24 jam

P.O: Valsartan 1x80 mg

Amlodipine 1x10 mg

B. MONITORING

Keadaan umum dan vital sign

Hasil pembelajaran:

Mengetahui cara mendiagnosis Krisis Hipertensi dan penatalaksanaan awal pada pasien krisis

hipertensi

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subjektif:

Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri kepala sejak 3 hari lalu, pusing berputar

disangkal, leher terasa cengeng, pandangan penglihatan menjadi buram. Pasien mengeluh nyeri

ulu hati disertai mual tetapi tidak muntah. Pasien menyangkal adanya sesak nafas, nyeri dada dan

kejang. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 7 tahun lalu

tetapi tidak berobat secara teratur.

Dengan keluhan subjektif di atas diagnosis yang paling mungkin adalah krisis hipertensi,

karena dari anamnesisi didapatkan pasien memiliki riwayat hipertensi, nyeri kepala, dan terdapat

gangguan penglihatan.

Objektif:

Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan, didapatkan TD 250/140 mmHg, maka dapat

diketahui bahhwa pasien menderita krisis hipertensi.

4

Page 5: Krisis Hipertensi Lia

Assessment:

Dari keluhan utama, anamnesis, dan pemeriksaan fisik maka pasien dapat di diagnosis

menderita krisis hipertensi. Krisis Hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh

tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan

organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai

memakan obat hipertensi.

Plan:

Penatalaksanaan pada krisis hipertensi adalah penurunan tekanan darah. Tekanan darah

yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena penundaan akan memperburuk

penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi dipihak lain, penurunan yang

terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital

terutama otak, jantung, dan ginjal.

Penatalaksanaan pada krisis hipertensi terdiri dari tata laksana umum: obat anti hipertensi

oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan

hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ

sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care unit, (ICU) dan diberi salah satu dari

obat anti hipertensi intravena (IV).

5

Page 6: Krisis Hipertensi Lia

TINJAUAN PUSTAKA

KRISIS HIPERTENSI

Krisis Hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang

sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada

umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat

hipertensi. Krisis Hipertensi meliputi dua kelompok, yaitu:1

1. Hipertensi darurat (emergency hypertension), dimana selain tekanan darah yang sangat

tinggi terdapat kelainan/kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan

darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai jam) agar dapat

mencegah/membatasi kerusakan target organ yang terjadi.

2. Hipertensi mendesak (urgency hypertension), dimana terdapat tekanan darah yang sangat

tinggi tapi tidak disertai kelainan/kerusakan organ target yang progresif. Sehingga penurunan

tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).

Membedakan kedua golongan krisis hipertensi ini bukanlah dari tingginya tekanan darah,

tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan tekanan darah yang sangat pada seorang penderita

dipikirkan suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem

syaraf sentral, miokardial, dan ginjal. Hipertensi emergensi dan urgensi perlu dibedakan karena

cara penanggulangan keduanya berbeda. Gambaran klinis krisis hipertensi berupa tekanan darah

yang sangat tinggi (umumnya TD diastolik > 120 mmHg) dan menetap pada nilai-nilai yang

tinggi dan terjadi dalam waktu yang singkat dan menimbulkan keadaan klinis yang gawat.

Seberapa besar TD yang dapat menyebabkan krisis Hipertensi tidak dapat dipastikan, sebab hal

ini juga bisa terjadi pada penderita yang sebelumnya normotensi atau Hipertensi ringan/sedang.

Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan Hipertensi, namun para klinisi harus tetap

waspada akan kejadian krisis Hipertensi, sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini dapat

membahayakan jiwa/kematian bila tidak ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Pengobatan yang

cepat dan tepat serta intensif lebih diutamakan daripada prosesur diagnostik karena sebagian

besar komplikasi krisis Hipertensi bersifat reversible. Dalam menanggulangi krisis Hipertensi

dengan obat anti hipertensi, diperlukan pemahaman mengenai autoregulasi Tekanan darah dan

aliran darah, pengobatan yang selektif dan terarah terhadap masalah medis, yang menyertai,

6

Page 7: Krisis Hipertensi Lia

pengetahuan mengenai obat parenteral dan oral anti hipertensi, variasi regimen pengobatan untuk

mendapatkan hasil pengobatan yang memadai dan efek samping yang minimal.1

7

Page 8: Krisis Hipertensi Lia

DEFINISI DAN KLASIFIKASI KRISIS HIPERTENSI

Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas pengobatan, sebagai

berikut:1,2

1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg, disertai

kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi

akut (tabel I). Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau

kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam.

Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).

2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa

kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam

sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain:

1. Hipertensi refrakter: respons pengobatan tidak memuaskan dan tekanan darah > 200/110

mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan

kepatuhan pasien.

2. Hipetensi akselerasi: TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan

funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

3. Hipertensi maligna: penderita hipertensi akselerasi dengan Tekanan darah Diastolik > 120 –

130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peninggian tekanan

intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila

penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan

riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang

sebelumnya mempunyai TD normal.

4. Hipertensi ensefalopati: kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala

yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila TD

diturunkan.

8

Page 9: Krisis Hipertensi Lia

Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat )

TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.

Pendarahan intra kranial, pendarahan subarakhnoid.

Hipertensi ensefalopati.

Aorta diseksi akut.

Oedema paru akut.

Eklampsi.

Feokhromositoma.

Funduskopi KW III atau IV.

Insufisiensi ginjal akut.

Infark miokard akut, angina unstable.

Sindrome kelebihan kathekolamin:

- Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.

- Cedera kepala.

- Luka bakar.

- Interaksi obat.

Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak )

Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal

atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.

KW I atau II pada funduskopi.

Hipertensi post operasi.

Hipertensi tak terkontrol/tanpa diobati pada perioperatif.

Tingginya tekanan darah yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya

dari tingkatan tekanan darah aktual, tapi juga dari tingginya tekanan sebelumnya, cepatnya

kenaikan tekanan darah, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat

mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh: pada

penderita hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan

kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada

9

Page 10: Krisis Hipertensi Lia

penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-

tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati

dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg.

EPIDEMIOLOGI

Dari populasi Hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi

sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul krisis hipertensi

dimana tekanan darah diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan

suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan

jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu

di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi hipertensi, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan

pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam

10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih

kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Pada umumnya krisis hipertensi

ditemukan di poliklinik gawat darurat rumah sakit dan kadang-kadang merupakan jumlah yang

cukup menyolok pada poliklinik gawat darurat di bagian penyakit dalam, walaupun keluhan

utamanya berbeda-beda. Prevalensi rata-rata 1-5% penduduk dewasa tergantung dari kesadaran

pasien akan adanya hipertensi dan derajat kepatuhan makan obat. Sering pasien tidak menyadari

dirinya adalah pasien hipertensi atau tak teratur/berhenti makan obat.1

GEJALA

Hipertensi krisis umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya nyeri

dada dan sesak napas pada gangguan jantung dan diseksi aorta, mata kabur pada edema papilla

mata, sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak, gagal ginjal

akut pada gangguan ginjal, disamping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan

darah pada umumnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala dan

tanda keterlibatan organ target.1,2

Selain pemeriksaan fisik, data laboratorium ikut membantu diagnosis dan perencanaan.

Urin dapat menunjukkan proteinuria, hematuria dan silinder. Hal ini terjadi karena tingginya

tekanan darah juga menandakan keterlibatan ginjal apalagi bila ureum dan kreatinin meningkat.

Gangguan elektrolit bisa terjadi pada hipertensi sekunder dan berpotensi menimbulkan aritmia.1,2

Gambaran Klinik Hipertensi Darurat

Tekanan Darah Funduskopi Status Jantung Ginjal GI

10

Page 11: Krisis Hipertensi Lia

Neurologi

>220/140

mmHg

Perdarahan

EksudatEdema papila

Sakit kepala, kacauGangguan kesadaran, kejang, lateralisasi

Denyut jelasMembesarDekompensasioliguria

uremia

proteinuriaMual, muntah

PATOFISIOLOGI

Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis.

Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka

akan mempengaruhi ekskresi pada renin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan

adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada

pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan

hormon aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada

peningkatan tekanan darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan

kerusakan pada organ organ seperti jantung. Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi

kronis tidak mengalami perubahan bila mean arterial pressure (MAP) 120 mmHg – 160 mmHg,

sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan

hiperkapnia autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg sehingga

perubahan sedikit saja dari tekanan darah menyebabkan asidosis otak akan mempercepat

timbulnya odema otak. Tekanan darah yang sangat tinggi terutama yang meningkat dalam waktu

singkat menyebabkan gangguan atau kerusakan gawat pada target organ.1,4

Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi ensefalopati yaitu:4,5

1. Teori “Over Autoregulation”. Dengan kenaikan tekanan darah menyebabkan spasme yang

berat pada arteriole mengurangi aliran darah ke otak dan iskemi. Meningginya permeabilitas

kapiler akan menyebabkan pecahnya dinding kapiler, udema di otak, petekhie, pendarahan

dan mikro infark.

2. Teori “Breakthrough of Cerebral Autoregulation” bila tekanan darah mencapai threshold

tertentu dapat mengakibatkan transudasi, mikoinfark dan oedema otak, petekhie,

hemorhages, fibrinoid dari arteriole.

11

Page 12: Krisis Hipertensi Lia

Overautoregulation Oedem otak

Spasme arteriole

TD naik mendadak Hipertensi Petekhiae

Ensefalopati Mikro Infark

Breakthrough

Regulation Nekrosis Vaskuler

DIAGNOSIS

Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi

tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang

menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis

hipertensi.1,3

Anamnesis: Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesis singkat. Hal yang penting

ditanyakan:

Hal yang penting ditanyakan pada pasien hipertensi krisis

Riwayat hipertensi: lama dan beratnya.

Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

Usia: sering pada usia 40 – 60 tahun.

Gejala sistem syaraf (sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas).

Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang).

Gejala sistem kardiovascular (adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada).

Riwayat penyakit: glomerulonefrosis, pyelonefritis.

Riwayat kehamilan: tanda eklampsi.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah (baring dan berdiri) mencari

kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, gagal jantung kongestif, altadiseksi).

Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah

jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung

koroner.1

Hasil pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan hipertensi krisis.

12

Page 13: Krisis Hipertensi Lia

Sistem Hasil pemeriksaan Keterangan/signifikasi

Keadaan umum Ansietas, gelisah Hipertensi ensefalopati atau kecemasan

(ansietas)

Vital sign Tekanan darah 180/120

(pada pengukuran pada

kedua lengan)

Tekanan darah yang sangat tinggi tanpa tanda

hipertensi krisis seperti tidak ada kerusakan

target organ dan papiledem

Mata Perdarahan dan eksudat

pada fundus, papil edema

Papile tidak selalu dapat dijumpai

Jantung/dada Rale

S3

S4

Bukti adanya dekompensasi ventrikel kiri

Pembuluh darah Arterial Bruits Bukti penyakit arteri

Perifer Nadi berkurang Karotis atau penyakit Arterosklerosis pembuluh

perifer

    Hati-hati terjadi penurunan Tekanan darah

dengan cepat

Neurologik Tanda-tanda kelainan Bedakan hipertensi

  Fokal Ensefalopati dengan

Keadaan gawat darurat Neurologis karena

sebab lain.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:5

1. Pemeriksaan yang segera seperti:

a. Darah: rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.

b. Urine: Urinalisa dan kultur urine.

c. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hiperventrikel kiri maupun

gangguan coroner.

13

Page 14: Krisis Hipertensi Lia

d. Rontgen thoraks: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan

terlaksana).

2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama):

a. sangkaan kelainan renal: IVP, Renald angiography (kasus tertentu), biopsi renald (kasus

tertentu), USG untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan sesuai dengan kondisi pasien.

b. menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan.

c. bila disangsikan Feokhromositoma: urine 24 jam untuk Katekholamine, metamefrin,

venumandelic Acid (VMA).

Faktor pencetus pada krisis hipertensi

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dapat dibedakan

hipertensi emergensi urgensi dan faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi. Keadaan-

keadaan klinis yang sering mencetuskan timbulnya krisis hipertensi, antara lain:5

Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial (tersering).

Hipertensi renovaskular.

Glomerulonefritis akut.

Sindroma withdrawal anti hypertensi.

Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat.

Renin-secretin tumors.

Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang mendapat MAO Inhibitors.

Penyakit parenkhim ginjal.

Pengaruh obat: kontrasepsi oral, anti depressant trisiklik, MAO Inhibitor, simpatomimetik

( pil diet, sejenis Amphetamin ), kortikosteroid, NSAID, ergot alk.

Luka bakar.

Progresif sistematik sklerosis, SLE.

Differensial diagnosis

Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti:1

Hipertensi berat

Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.

Ansietas dengan hipertensi labil.

Oedema paru dengan payah jantung kiri.

14

Page 15: Krisis Hipertensi Lia

PENATALAKSANAAN KRISIS HIPERTENSI

Dasar-dasar penatalaksanaan krisis Hipertensi:

Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena penundaan

akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi dipihak lain,

penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran darah ke

organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal. Sampai sejauh mana tekanan darah diturunkan?

Untuk menurunkan TD sampai ke tingkat yang diharapkan perlu diperhaikan berbagai faktor

antara lain keadaan hipertensi sendiri (TD segera diturunkan atau bertahap), pengamatan

problema yang menyertai krisis hipertensi perubahan dari aliran darah dan autoregulasi TD pada

organ vital dan pemilihan obat anti hipertensi yang efektif untuk krisis hipertensi dan monitoring

efek samping obat.1-3

AUTOREGULASI

Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap

kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran

darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi/dilatasi pembuluh darah.1

Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak dimaksudkan

untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi. Autoregulasi otak telah cukup luas

diteliti dan diterangkan.1

Bila TD turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada individu

normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure (MAP) 60 – 70

mmHg. Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen

lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini

gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan

dan sinkope.1

Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic yang

disebabkan oleh stretch receptors pada otot polos arteriol otak, walaupun oleh Kontos dkk.

mengganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam perubahan metabolisme di otak. Pada

cerebrovaskuler yang normal penurunan TD yang cepat sampai batas hipertensi, masih dapat

ditolelir.1

Pada penderita hipertensi kronis, penyakit cerebrovaskular dan usia tua, batas ambang

autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran

darah terjadi pada TD yang lebih tinggi. (gambar 1 dan 2).1

15

Page 16: Krisis Hipertensi Lia

Straagaard pada penelitiannya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada 13 penderita

hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan dengan 73 mmHg pada orang normotensi.1

Penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantar group normotensi dan

hipertensi tanpa pengobatan dan dianggap bahwa TD terkontrol cenderung menggeser

autoregulasi kearah normal.1

Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi,

ditaksir bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah resting MAP.

Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan MAP sebanyak 20–25% dalam

beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi. Penurunan TD pada

penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam

tempo 15–30 menit dan bisa lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya.

Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan

infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6

– 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 – 180/100 mmHg.1

Gbr. I : Auto regulasi Pada orang normotensi. Aliran darah otak dipertahankan pada MAP antara

60 – 120 – 140 mmHg.

Gbr. II : Auto regulasi pada orang hipertensi aliran darah otak pada krisis hipertensi

dipertahankan pada MAP tinggi yaitu 120 – 160 – 180 mmHg. Kurva bergeser ke kanan

GANGGUAN HEMODINAMIK PADA KRISIS HIPERTENSI

16

Page 17: Krisis Hipertensi Lia

Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu: Cardiac Output (C.O) dan Systemic

Vasculer Resistance (SVR). Cardiac Output ditentukan oleh Stroke Volume (SV) dan Heart Rate

(HR). Resistensi perifer terjadi akibat Peripheral Vascular Resistensi (PVR) dan Renal Vascular

Resistence (RVR).1,2

TD = CO >< SVR

SV HR PVR RVR

Pada hipertensi primer, CO berkurang 25% dan VR bertambah 20 – 25%. Pada hipertensi

maligna, SVR bertambah akibat sekunder dari perubahan struktur hipertensi kronis dan

perubahan perubahan vasokonstriksi akut. Secara logika disukai obat anti hipertensi yang dapat

memperbaiki gangguan hemodinamik pada krisis hipertensi. Obat yang mengurangi SVR tanpa

mengurangi CO lebih disukai oleh sebagian besar penderita krisis hipertensi dengan kekecualian

bagi disecting aneurysma aorta.1,2

Obat yang menambah SVR dan mengurangi CO seperti beta blocker tanpa Intrinsic

Sympathomimetic Activity (ISA) haruslah dihindari karena akan menyebabkan eksaserbasi

gangguan hemodinamik seperti payah jantung, kongestive dan oedem paru.1,2

Status volume cairan

Umumnya kebanyakan penderita krisis hipertensi mempunyai intravaskuler volume

depletion, oleh karena itu jangan diberi terapi diuretika, kecuali bila secara klinis dibuktikan

adanya volume over load seperti gagal jantung kongestif atau oedema paru. Perlu diketahui

bahwa pembatasan cairan dan garam (natrium) serta diuretika pada hipertensi maligna akan

menyebabkan bertambahnya volume depletion sehingga bukannya menurunkan tekanan darah

malah meningkatkan tekanan darah. Pemberian diuretika dapat dilakukan bila setelah diberikan

obat anti hipertensi non diuretikal beberapa hari dan telah terjadi reflex volume retention.1

17

Page 18: Krisis Hipertensi Lia

PENANGGULANGAN HIPERTENSI EMERGENSI

Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan.

Langkah-langkah yang perlu diambil adalah:1,4

Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada

indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume intravaskuler.

Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.

- tentukan penyebab krisis hipertensi

- singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi

- tentukan adanya kerusakan organ sasaran

Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya

kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.

- Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari 160

mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada

krisis hipertensi tertentu (misal: disecting aortic aneurysm). Penurunan TD tidak lebih

dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat.

- Penurunan TD secara akut ke TD normal/subnormal pada awal pengobatan dapat

menyebabkan berkurangnya perfusi ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari

pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal: dissecting

anneurysma aorta.

- TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung

dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi emergensi dan

disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care unit,

(ICU) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena (IV).1,6-8

1. Sodium Nitroprusside: merupakan vasodilator direk kuat baik arterial maupun venous.

Secara I.V mempunyai onset of action yang cepat yaitu: 1 – 2 dosis 1 – 6 ug / kg / menit.

Efek samping: mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.

2. Nitroglycerine: merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi

sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit, duration of action 3 – 5

menit. Dosis: 5 – 100 ug / menit, secara infus i.v. Efek samping: sakit kepala, mual, muntah,

hipotensi.

18

Page 19: Krisis Hipertensi Lia

3. Diazolxide: merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus. Onset

of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 12 jam. Dosis

permulaan: 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang

diinginkan. Efek samping: hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen,

hiperuricemia, aritmia.

4. Hydralazine: merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action: oral 0,5 – 1 jam, i.v : 10 –

20 menit duration of action: 6 – 12 jam. Dosis: 10 – 20 mg i.v bolus: 10 – 40 mg i.m

Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker. Untuk

mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular. Efek

samping: refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi

angina, MCI akut.

5. Enalapriat: merupakan vasodilator golongan ACE inhibitor. Onset on action 15 – 60 menit.

Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.

6. Phentolamine (regitine): termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama untuk

mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 – 20 mg secara i.v bolus atau i.m.

Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.

7. Trimethaphan camsylate: termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem

simpatis dan parasimpatis. Dosis: 1 – 4 mg/menit secara infus i.v. Onset of action: 1 – 5

menit. Duration of action: 10 menit. Efek samping: obstipasi, ileus, retensi urine, respiratori

arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.

8. Labetalol: termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis: 20 – 80 mg secara i.v.

bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 – 10 menit Efek

samping: hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi. Juga tersedia

dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping

hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.

9. Methyldopa: termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis.

Dosis: 250 – 500 mg secara infus i.v/6 jam. Onset of action: 30 – 60 menit, duration of action

kira-kira 12 jam. Efek samping: Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestinal, with

drawal syndrome. Karena onset of actionnya bisa tak terduga dan kasiatnya tidak konsisten,

obat ini kurang disukai untuk terapi awal.

19

Page 20: Krisis Hipertensi Lia

10. Clonidine: termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis: 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam

10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of

action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping:

rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara

tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.

Tabel Obat Hipertensi Oral yang dipakai di Indonesia

Obat Dosis Efek Lama kerja Perhatian khusus

Nifedipin diulang 5-15 menit 4-8 jam gangguan

5-10 mg 15 menit koroner

Kaptopril diulang/ 15-30 menit 6-8 jam stenosis

12,5-25 mg ½ jam a. renalis

Klonidin diulang/ 30-60 menit 8-16 jam mulut kering

75-150 ug jam ngantuk

Propanolol diulang/ 15-30 menit 3-6 jam Bronko

10-40 mg 1/2jam konstriksi,

Blok Jantung

20

Page 21: Krisis Hipertensi Lia

Tabel Obat Hipertensi Parenteral yang dipakai di Indonesia

Obat Dosis Efek Lama Kerja

Perhatian

Klonidin IV 6 amp per 30-60 menit 24 jam Ensefalopati

150 ug 250 cc dengan

Glukosa 5% Gangguan

mikrodrip Koroner

Nitrogliserin 10-50ug 2-5 menit 5-10

IV 100 ug/cc per menit

500cc

Nikardipin 0,5-6 1-5 menit 15-30

IV ug/kg/menit menit

Diltiazem IV 5-15 sama

Ug/kg/menit

Lalu sama

1-5 ug/kg/menit

Nitroprusid IV 0,25 ug/kg/menit langsung 2-3 menit

Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang cara

pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman. Dengan Sodium

nitrotprusside, Nitroglycirine. Tekanan darah dapat diturunkan baik secara perlahan maupun

cepat sesuai keinginan dengan cara mengatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan tekanan darah

berlebihan, infus distop dan tekanan darah dapat naik kembali dalam beberapa menit.1,6-8

Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus intermitten intravena

dapat menyebabkan tekanan darah turun bertahap. Bila tekanan darah yang diinginkan telah

dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu diingat bila digunakan obat parenteral

yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD yang berlebihan sulit untuk dinaikkan

kembali.1,6-8

21

Page 22: Krisis Hipertensi Lia

Hal yang kurang menguntungkan dengan obat parenteral adalah perlu pengawasan yang tepat

bagi pasien di ICU.

Kelompok Biasa Mendesak Darurat

Tekanan >180/110 >180/110 >220/140

Darah

Gejala tidak ada, kadang Sakit kepala sesak napas, nyeri

Kadang sakit kepala hebat, sesak dada, kacau

gelisah napas gangguan kesadaran

Pem. fisik organ target taa gangguan organ ensefalopati, edema

target paru, gangguan

fungsi ginjal, CVA,

iskemi jantung

Pengobatan awasi 1-3 jam awasi 3-6 jam,obat pasang jalur IV,

Mulai/teruskan obat oral berjangka kerja periksa lab. Standar,

Oral,naikan dosis pendek terapi intravena

Rencana periksa ulang periksa ulang dalam rawat ruangan/ICU

Dalam 3 hari 24 jam

Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi:8-11

Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang sebaiknya

dihindari adalah sebagai berikut:

1. Hipertensi ensenpalopati

Anjuran: Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.

Hindarkan: B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.

2. Cerebral infark

Anjuran: Sodium nitropsside, Labetalol,

Hindarkan: B-antagonist, Methydopa, Clonidine.

3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid

Anjuran: Sodiun nitroprusside, Labetalol

22

Page 23: Krisis Hipertensi Lia

Hindarkan: B-antagonist, Methydopa, Clonodine.

4. Miokard iskemi, miokrad infark

Anjuran: Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside dan loop diuretik.

Hindarka : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.

5. Oedem paru akut

Anjuran: Sodium nitroroprusside dan loop diuretik.

Hindarkan: Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labetalol

6. Aorta disseksi

Anjuran: Sodium nitroprusside dan B-antagonist, Trimethaphan dan B-antagonist, labetalol.

Hindarkan: Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil

7. Eklampsi

Anjuran: Hydralazine, Diazoxxide, labetalol, Ca-antagonist, sodium nitroprusside.

Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist

8. Renal insufisiensi akut

Anjuran: Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist

Hindarkan: B- antagonist, Trimethaphan

9. KW III-IV

Anjuran: Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca – antagonist.

Hindarkan: B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.

10. Mikroaangiopati hemolitik anemia

Anjuran: Sodium nitroprosside, Labetalol, Ca-antagonist.

Hindarkan: B-antagonist.

Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium nitroprusside

merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena pemakaian obat ini

haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan monitoring ketat, penderita harus

dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat. Alternatif obat lain yang cukup

efektif adalah Labetalol, Diazoxide yang dapat memberikan bolus intravena. Phentolamine,

Nitroglycerine Hidralazine diindikasikan pada kondisi tertentu. Nicardipine suatu calsium

channel antagonist merupakan obat baru yang diperukan secara intravena, telah diteliti untuk

kasus hipertensi emergensi (dalam jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang

baik.11,12

23

Page 24: Krisis Hipertensi Lia

Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menggunakan obat oral

seperti Nifedipine (Ca antagonis) Captopril dalam penanganan hipertensi emergensi. Bertel dkk

1983 mengemukakan hal yang baik pada 25 penderita dengan dengan pemakaian dosis 10 mg

yang dapat ditambah 10 mg lagi menit. Yang menarik adalah bahwa 4 dari 5 penderita yang

diperiksa, aliran darah cerebral meningkat, sedang dengan clonidine yang diselidiki menurun,

walaupun tidak mencapai tahap bermakna secara statistik.11,12

PENANGGULANGAN HIPERTENSI URGENCI

Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit.

Sebaiknya penderita ditempatkan di ruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali

dalam 30 menit. Bila tekanan darah tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai

pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam menggulangi hipertensi

urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.11

Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan:11-13

Nifedipine: pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit). Buccal (onset 5–10 menit),

oral (onset 15-20 menit),duration 5 – 15 menit secara sublingual/buccal). Efek samping: sakit

kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.

Clondine: Pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit Duration of Action 8-12 jam.

Dosis: 0,1-0,2 mg, dilanjutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg. Efek samping: sedasi,

mulut kering. Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd degree, heart block, brakardi, sick

sinus syndrome. Over dosis dapat diobati dengan tolazoline.

Captopril: pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit

sesuai kebutuhan. Efek samping: angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada

penderita bilateral renal arteri sinosis.

Prazosin: Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila dengan

pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP sebanyak 20 %

ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin terutama digunakan pada

penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekholamine.

Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat menyebabkan

penurunan tekanan darah yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi (walaupun

hal ini jarang sekali terjadi).11

24

Page 25: Krisis Hipertensi Lia

Dikenal adanya “first dose” efek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi akibat

pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya infark miokard dan stroke.11,13

Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat

diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.11,13

Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih sensitive

terhadap penambahan terapi. Untuk penderita ini dan pada penderita dengan riwayat penyakit

cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan pasien dengan volume depletion

maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus dikurangi. Seluruh penderita diobservasi paling

sedikit selama 6 jam setelah TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan

timbulnya orthotatis. Bila TD penderita yang obati tidak berkurang maka sebaiknya penderita

dirawat dirumah sakit.11,13

Terapi Nonfarmakologi

Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang untuk mencegah tekanan darah tinggi dan

merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan

prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.1

Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi

gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien

dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat

menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau

gemuk, mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya

akan kalium dan kalsium (diet rendah natrium, aktivitas fisik, dan tidak mengkonsumsi alkohol.1

Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu

obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari

menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan

berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obesitas disertai pembatasan

pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan

moril.1,2

Aktivitas fisik juga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur

paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi

menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan

sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai

25

Page 26: Krisis Hipertensi Lia

penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga

mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target.1,2

Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular.

Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat

diakibatkan oleh merokok.1,2

Modifikasi RekomendasiKira-kira penurunantekanan darah, range

Penurunan berat badan(BB)

Pelihara berat badan normal

(BMI 18.5 – 24.9)

5-20 mmHg/10-kgpenurunan BB

Adopsi pola makan DASH

Diet kaya dengan buah, sayur, dan produk

susu rendah lemak

8-14 mm Hg

Diet rendah sodium Mengurangi diet sodium, tidak lebih dari 100meq/L (2,4 g sodium atau 6 g sodium klorida)

2-8 mm Hg

Aktifitas fisik Regular aktifitas fisik aerobik seperti jalan

kaki 30 menit/hari, beberapa hari/minggu

4-9 mm Hg

Minum alkohol sedikit saja

Limit minum alkohol tidak lebih dari 2/hari

(30 ml etanol [mis.720 ml beer], 300ml

wine) untuk laki-laki dan 1/hari untuk

perempuan

2-4 mm Hg

Singkatan: BMI, body mass index, BB, berat badan, DASH, Dietary Approach to Stop

Hypertension

* Berhenti merokok, untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan

Tabel Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol Hipertensi*

KOMPLIKASI

Krisis Hipertensi pada keadaan khusus:1,3,4

Krisis hipertensi pd gangguan otak

1. Stroke

26

Page 27: Krisis Hipertensi Lia

a. Infark: aterotrombotik, kardioembolik, lakunar.

- TD sistolik >220 mmHg dan diastolik >120 mmHg. Pengukuran dilakukan dua

kali dalam jangka waktu 30 menit

- Tidak ada tanda-tanda yg meningkatkan TD seperti nyeri kepala/artikular,

kandung kemih penuh.

- Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur dengan batas penurunan

maksimal TD 20-25% dari mean arterial blood pressure.

- Jika TD sistolik 180-220 mmHg dan TD diastolik 105-120 mmHg, dilakukan

penatalaksanaan seperti terapi pd hipertensi urgensi.

d. Perdarahan: perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid, pecahnya

Arteriovenous Malformation (AVM).

- TD sistolik >220 mmHg dan diastolik >120 mmHg. Pengukuran dilakukan dua

kali dalam jangka waktu 30 menit.

- Tidak ada tanda-tanda lain yg meningkatkan TD seperti nyeri kepala/artikular,

kandung kemih penuh.

- Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur tatalaksana krisis

hipertensi dg batas penurunan TD 20-25% dari mean arterial blood pressure.

- Target TD adalah sistolik 160 mmHg dan diastolik 90 mmHg.

3. Ensefalopati hipertensi

TD sistolik >220 mmHg dan diastolik >120 mmHg. Pengukuran dua kali dalam

jangka waktu 30 menit.

Terdapat gangguan kesadaran, retinopati dengan papiledema, peningkatan tekanan

intrakranial sampai kejang.

Tidak ada tanda-tanda lain yg meningkatkan TD

Obat antihipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur tatalaksana hipertensi krisis

dengan batas penurunan TD 20-25% dari MAP.

4. Cedera kepala dan Tumor intrakranial

Terdapat gejala tekanan intrakranial yang meningkat seperti: sakit kepala hebat,

muntah proyektil/tanpa penyebab gastrointestinal, papiledema (sembab papil),

kesadaran menurun.

27

Page 28: Krisis Hipertensi Lia

TD sistolik >220 mmHg dan diastolik >120 mmHg. Pengukuran 2x dlm jangka waktu

30 menit.

Tidak ada tanda-tanda lain yg meningkatkan tekanan darah

Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur tatalaksana hipertensi krisis

dengan batas penurunan TD 20-25% dari MAP.

Khusus untuk tumor intrakranial hipofisis perlu dilakukan pemeriksaan hormonal dan

penatalaksanaan sesuai dengan hipertensi krisis dengan gangguan endokrin.

Krisis hipertensi pada penyakit jantung

Krisis Hipertensi dan Diseksi aorta

Definisi: Suatu kondisi akibat robekan pada dinding aorta sehingga lapisan dinding aorta

terpisah dan darah dapat masuk ke sela-sela lapisan dinding pembuluh darah aorta.

MANIFESTASIKLINIS

Keluhan dapat bervariasi

1. Nyeri khas Aorta: onset mendadak, nyeri teriris sudah maksimal dirasakan saat awal,

lokasi nyeri sesuai lokasi dimana robekan aorta tadi.

2. Rasa nyeri dada seperti nyeri dada khas infark miokard, bila proses diseksi menjalar ke

ostium arteri koronaria.

3. Rasa nyeri leher disertai pandangan kabur, bila proses diseksi ekstensi ke arteri karotis.

4. Sinkope merupakan petanda komplikasi yang fatal, seperti tamponade jantung,

hipoperfusi serebri.

DIAGNOSIS

Kecurigaan diagnosa Diseksi Aorta berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik cukup

unruk menatalaksana sebagai diseksi aorta. Diagnosa pasti dengan pencitraan:

1. Ekokardiografi transesofageal (TEE)

2. CT scan dengan kontras.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Prinsip tatalaksana/sasaran tekanan darah

Atasi rasa nyeri dengan morfin iv. Menurunkan TD diastolik segera (dalam 10-20

menit) dengan target TD sistolik 110-120 mmHg dan frekuensi nadi 60 x/mnt.

β-blocker merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi shear stress dan

mengontrol TD

28

Page 29: Krisis Hipertensi Lia

Terapi medikamentosa dapat dilakukan pada diseksi aorta desenden tanpa komplikasi

ke organ lain (hipoperfusi ginjal, ekstremitas dan mesenterika)

Setelah pasien stabil, idealnya 24-48 jam, obat IV diganti dengan oral.

Tabel Obat-obat intravena Diseksi Aorta yg ada di Indonesia

Krisis Hipertensi dengan edema paru

Definisi: Suatu keadaan timbulnya tanda dan gejala gagal jantung yang disertai dengan

peningkatan tekanan darah dan gambaran rontgen toraks sesuai dengan edema paru.

Manifestasi Klinis

Keluhan/ gejala:

1. Sesak Nafas

2. Orthopnea

3. Dyspnea d’effort

Pemeriksaan fisik

1. TD sesuai definisi krisis hipertensi

2. Frekuensi pernafasan meningkat

3. Pada pemeriksaan jantung ditemukan S3 dan/atau S4 gallop.

4. Pada pemeriksaan paru suara nafas ekspirasi memanjang disertai ronchi basah halus

seluruh lapangan paru.

5. Peningkatan tekanan vena jugularis.

DIAGNOSIS

1. Peningkatan tekanan darah sesuai krisis hipertensi

2. Gejala dan tanda gagal jantung

3. Edema paru pada foto thorax

Prinsip Tatalaksana dan Sasaran Tekanan Darah

1. O2 dengan target saturasi 02 perifer > 95%, bila perlu dapat digunakan CPAP atau

ventilasi mekanik non-invasif bahkan ventilasi mekanik invasif.

2. Pemberian Nitroglycerin sublingual, bila perlu dilanjutkan dengan pemberian drip.

3. Pemberian diuretik loop IV (Furosemid)

4. Pemberian obat anti hipertensi IV at sublingual

5. Bila tidak ada kontra indikasi morfin IV dapat dipertimbangkan.

29

Page 30: Krisis Hipertensi Lia

Target penurunan TD sistolik atau diastolik sebesar 30 mmHg dalam beberapa

menit.

Sasaran akhir TD sistolik < 130 mmHg dan TD diastolik < 80 mmHg.

Sebaiknya dicapai dalam 3 jam

Tabel Obat-obat parenteral untuk penanganan hipertensi emergensi pada edema

paru dan sindroma koroner akut

Krisis Hipertensi pd Sindroma Koroner Akut

Definisi: Krisis hipertensi yang terjadi pada pasien dengan sindroma koroner akut.

Sindroma koroner akut terdiri dari:

Angina pektoris tidak stabil

Infark miokard non ST elevasi

Infark miokard dengan ST elevasi

Manifestasi Klinis

Keluhan: Nyeri dada dg penjalaran ke leher atau lengan kiri dengan durasi lebih dari 20

menit dan dapat disertai dg gejala sistemik berupa keringat dingin, mual dan muntah dan

pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda gagal jantung.

Temuan Klinis: Pemeriksaan fisik dapat normal atau tanda-tanda gagal jantung

Diagnosis

1. Anamnesis

2. EKG

3. Enzim petanda kerusakan otot jantung (CKMB, Troponin T)

Prinsip tatalaksana dan Sasaran Tekanan Darah

1. Penyekat Beta dan nitrogliserin merupakan anjuran utama.

2. Bila tidak terkontrol dapat diberikan golongan kalsium antagonis parenteral, nicardipin

dan diltiazem bila tidak ada kontraindikasi.

3. Sasaran tekanan darah sistolik adalah <130 mmHg dan tekanan darah diastolik <80

mmHg.

4. Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap.

5. Penurunan tekanan darah perlu pemantauan ketat agar tekanan darah diastolik tidak lebih

rendah dari 60 mmHg, karena dapat mengakibatkan iskemia miokard bertambah berat.

Krisis Hipertensi Pada penyakit ginjal

30

Page 31: Krisis Hipertensi Lia

Stenosis arteri renalis dicurigai bila ditemukan:

1. Ditemukan hipertensi sebelum usia 30 th khususnya jika tidak ada riwayat hipertensi di

keluarga.

2. Ditemukan hipertensi berat (hipertensi stadium II dengan TD > 160/100 mmHg) setelah

usia > 50.

3. Ditemukan hipertensi yg refrakter dan sulit dikendalikan dengan obat kombinasi lebih

dari 3 macam (termasuk diuretik)

4. Terjadinya peningkatan TD tiba-tiba pada keadaan pasien hipertensi yang terkontrol baik

sebelumnya.

5. Hipertensi maligna (hipertensi dengan keterlibatan gangguan organ lain seperti gagal

ginjal akut, perdarahan retina, gagal jantung, dan kelainan neorologis.

6. Peningkatan plasma kreatinin dalam waktu singkat setelah pemberian golongan obat

ACEI/ARB

Pemeriksaan penunjang diagnostik

1. Arteriografi ginjal (pemeriksaan baku emas)

2. Magnetic resonance angiography.

3. Computed tomography angiography.

4. Duplex doppler ultrasonography.

Krisis Hipertensi pada kelenjar endokrin

Krisis Feokromositoma

Keganasan pada kelenjar adreno-medulari menyebabkan terjadi krisis hipertensi, karena

kelebihan produksi epinefrin dan non epinefrin dilepaskan ke dalam peredaran darah.

Juga karena stimulasi beta reseptor ginjal oleh kadar katekolamin yang tinggi

menyebabkan dilepaskannya renin yang pada akhirnya meningkatkan tekanan arteri

Diagnosis feokromositoma ditegakkan dengan pemeriksaan katekolamin plasma,

katekolamin urine dan atau metabolitnya dalam urine 24 jam (seperti metanefrin dan

VMA= Vanil mandelic acid).

Feokromositoma jarang ditemukan, tetapi merupakan penyebab yang penting pada krisis

hipertensi.

Krisis Hipertensi pada kehamilan

31

Page 32: Krisis Hipertensi Lia

Keadaan yg menyertai krisis hipertensi adalah preeklampsi.

Dapat ditemukan gangguan penglihatan, sakit kepala hebat, nyeri abdomen kuadran atas,

gagal jantung kongestif dan oliguri sampai gangguan serebrovsaskuler.

Bila terjadi kejang penderita masuk stadium eklampsia.

Krisis hipertensi hanya dapat diakhiri dengan proses persalinan dan penanggulangan

dilakukan sesuai penanggulangan krisis hipertensi dengan perhatian khusus pada

kehamilan.

Keputusan untuk melakukan terminasi kehamilan/proses persalinan dilakukan oleh ahli

medis di bidang kebidanan. (Obstruksi ginekolog)

Hipertensi Krisis pada pengguna NAPZA

Sejumlah obat/senyawa yg termasuk NAPZA dapat menimbulkan krisis hipertensi,

terutama pada pasien yang sudah hipertensi.

Senyawa tersebut adalah, kokain, amfetamin, metamfetamin, phencyclidine.

Penanganan disesuaikan dengan penatalaksanaan krisis hipertensi.

Prognosis

Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20%

dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif (13%), cerebro

vascular accident (20%), gagal jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Mio Card (1%),

diseksi aorta (1%). Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan

penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplantasi ginjal. Whitworth

melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan

survival 5 tahun sebesar 75%. Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retionopati KWIII dan

IV. Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik dan dalam studinya

didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang baik

dibandingkan dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9 %.1

Kesimpulan

Hipertensi urgensi perlu dibedakan dengan hipertensi emergensi agar dapat memilih

pengobatan yang memadai bagi penderita. Hipertensi emergensi disertai dengan kerusakan organ

sasaran, sedangkan hipertensi urgensi tanpa kerusakan organ sasaran /kerusakan minimal. Pada

32

Page 33: Krisis Hipertensi Lia

kebanyakan penderita krisis hipertensi , TD diastolik > 120 – mmHg. Dalam memberikan terapi

perlu diperhatikan beberapa faktor:1

Apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi.

Mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat.

Cepatnya TD diturunkan, TD yang diinginkan dan lama kerja, dari obat.

Autoregulasi dan perfusi dari vital organ (otak, jantung, dan ginjal) bila Tekanan darah

diturunkan.

Faktor klinis lain: obat lain yang diberikan, status volum dan lain-lain.

Efek samping obat. Besarnya penurunan TD umumnya kira-kira 25% dari MAP ataupun

tidak lebih rendah dari 170-180/100mmHg.

Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena TD dapat diatur

sesuai dengan keinginan, sedangkan dengan obat oral kemungkinan penurunan TD melebihi

diingini sehingga dapat terjadi hipoperfusi organ.

Drug of choice untuk hipertensi emergensi adalah Sodium Nitroprusside. Nifedipine,

Clonidine, merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk hipertensi urgensi. Dari

berbagai penelitian (dalam dan luar negri) bahwa obat oral Nifedipine dan Captopril cukup

efektif untuk mengatasi hipertensi emergensi.

Pemberiaan diuretika pada hipertensi emergensi dimana dibuktikan adanya volume overload

seperti payah jantung kongestif dan oedema paru.

Pemberian Beta Blocker tidak dianjurkan pada krisis hipertensi kecuali pada aorta disekasi

akut.

Daftar Pustaka

1. Aru W Sudoyo. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD

FKUI,2006.

2. Fauci S Anthony. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 13 Edisi 15.

Jakarta: Karisma Publishing Group, 2009.

3. Alpert J. S, Rippe J.M; 1980: Hypertensive Crisis in manual of Cardiovascular Diagnosis and

Therapy, Asean Edition Little Brown and Coy Boston, 149-60.

33

Page 34: Krisis Hipertensi Lia

4. Houston MC; 1989: Pathoplysiology Clinical Aspects and tereatment Dis, 32, 99-148.

5. Kaplan NM, 1986: Clinical Hypertention, 4th Edition, William & Elkins, Baltimore, 2273-89.

6. Anavekar S.N, Johns C.I; 197: Management of Acute Hipertensive Crisis with Clonidine

(catapres), Med. J. Aust. 1: 829-Angeli.P. Chiese. M, Caregaro, et al, 1991: Comparison of

sublingual Captopril and Nifedipine in immediate Treatment of hypertensive Emergencies,

Arch, Intren. Med, 151: 678-82.

7. Bertel O, Conen D, Radu EW, Muller J, Lang C; 1983: Nifedipine in Hypertensive

Emergencies, BrMmmed J, 286; 19-21.

8. Anwar C.H, Fadillah A. Nasution MY, Lubis HR; 1991: Efek akut obat anti hipertensi

(Nifedipine, Klonodin Metoprolol) pada penderita hipertensi sedang dan berat; naskah

lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83.

9. Calhoun DA, Oparil S; 1990: Treatmenet of Hypertensive Crisis, New Engl J Med, 323:

1177-83.

10. Gifford R.W, 1991: Management of Hypertensivi Crisis, JAMA SEA, 266; 39-45.

11. Gonzale DG, Ram CSVS., 1988: New Approaches for the treatment of Hypertensive

Urgencies and Emergencies, Cheast, I, 193-5.

12. Haynes RB, 1991: Sublingual Captopril and Nifedipine on Hipertensive Emergencies, ACP

Journal Clib, 45.

13. Langton D, Mcgrath B; 1990: Refractory Hypertantion and Hypertensive Emergencies in

Hypertention Management, Mc Leman & Petty Pty Limited, Australia, 169-75.

34