REFERAT LARINGOMALASIA

41
REFERAT LARINGOMALASIA Pembimbing : dr. H. R. Krisnabudhi, Sp.THT-KL Disusun Oleh : Daniel Dwiadhi Wibowo 0961050049 KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

Transcript of REFERAT LARINGOMALASIA

Page 1: REFERAT LARINGOMALASIA

REFERAT

LARINGOMALASIA

Pembimbing :

dr. H. R. Krisnabudhi, Sp.THT-KL

Disusun Oleh :

Daniel Dwiadhi Wibowo

0961050049

KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

PERIODE 27 MEI – 22 JUNI 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2013

Page 2: REFERAT LARINGOMALASIA

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Daniel Dwiadhi Wibowo

NIM : 0961050053

Fakultas : Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung Tenggorok

Diajukan : 17 Juni 2013

Judul : Laringomalasia

Cibinong, 17 Juni 2013

Pembimbing bagian Ilmu Telinga Hidung

Tenggorok RSUD Cibinong

dr. H.R Krisnabudhi, sp. THT –KL

Page 3: REFERAT LARINGOMALASIA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha esa atas berkat

dan rahmatNya, penulis mendapatkan kesempatan, sehingga referat Laringomalasia

ini bisa diselesaikan dengan tepat waktu.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong yang telah memberikan

kesempatan untuk mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik dan mempelajari

THT-KL di Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong.

2. dr. H. R. Krisnabudhi, Sp.THT-KL, dokter pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, kesempatan, dan pengajaran yang sangat berguna

bagi penulis dalam penulisan referat ini.

3. dr. Dadang Chandra, Sp. THT-KL, dokter pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan dalam mengikuti kepaniteraan

THT-KL di Rumah sakit Daerah Umum Cibinong.

4. dr. Martinus, perwakilan diklat Rumah Sakit Daerah Umum Cibinong yang

juga banyak memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan tentang THT-KL.

5. Ibu Yosephine, perawat di poli THT-KL yang telah banyak membantu kami

dan banyak memberikan saran-saran yang berguna bagi penulis dalam

menjalani kepaniteraan.

6. Keluarga dan teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan

dukungan dalam penulisan referat ini.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam referat ini. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat

memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut.

Cibinong, 17 Juni 2013

Page 4: REFERAT LARINGOMALASIA

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………... i

KATA PENGANTAR……………………………………………………………... ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………….................iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..1

BAB II EMBRIOLOGI LARING…………………………………………………. 2

BAB III ANATOMI LARING…………………………………………………….. 4

BAB IV FISIOLOGI LARING…………………………………………………….6

BAB V LARINGOMALASIA…………………………………………………….. 9

2.1. DEFINISI………………………………………………………………… 9

2.2. EPIDEMIOLOGI……………………………………………………….... 9

2.3. ETIOLOGI……………………………………………………………….. 9

2.4. KLASIFIKASI LARINGOMALASIA…………………………………... 10

2.5. PATOFISIOLOGI………………………………………………………... 11

2.6. GAMBARAN KLINIS…………………………………………………....13

2.7. DIAGNOSIS……………………………………………………………....14

2.8. DIAGNOSIS BANDING……………………………………………….... 16

2.9. PENATALAKSANAAN……………………………………………….... 16

2.10.PROGNOSIS…………………………………………………………..….17

BAB III RESUME…………………………………………………………………. 18

BAB VI DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..20

Page 5: REFERAT LARINGOMALASIA

BAB I

PENDAHULUAN

Laringomalasia adalah kelainan kongenital pada laring berupa flaksiditas dan

inkoordinasi kartilago supraglotik dan mukosa aritenoid, plika ariepiglotik dan

epiglotis, sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran napas yang menimbulkan

gejala utama berupa stridor inspiratoris kronik pada bayi dan anak. Laringomalasia

pertama kali diperkenalkan oleh Jackson pada tahun 1942 sebagai kelainan

kongenital laring yang paling sering ditemukan. Kelainan ini dapat hadir bersama

dengan trakeomalasia. 1,2

Pada penelitian Holinger pada 219 pasien dengan stridor, kelainan kongenital

pada laring menempati urutan pertama (60,3%) dan penyebab tersering keadaan

stridor pada neonatus, bayi dan anak-anak adalah laringomalasia (59,8%). Kejadian

laringomalasia pada laki-laki dua kali lebih banyak daripada perempuan.3

Biasanya, pasien dengan keadaan ini menunjukkan gejala pada saat baru

dilahirkan, dan setelah beberapa minggu pertama kehidupan secara bertahap

berkembang stridor inspiratoris dengan nada tinggi dan kadang kesulitan dalam

pemberian makanan. Laringomalasia merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri,

yang mula-mula terjadi segera setelah kelahiran dan memberat pada bulan keenam,

serta membaik pada umur 12-18 bulan dan dapat bertahan sampai usia 4 tahun atau

masa anak-anak.2,3

Berdasarkan fakta bahwa laringomalasia menempati urutan kelainan

kongenital tersering pada neonatus, bayi dan anak-anak, maka diperlukan pemahaman

lebih lanjut, sehingga memudahkan kita untuk mengetahui diagnosis dini dan

penatalaksanaan mutakhir laringomalasia.

Page 6: REFERAT LARINGOMALASIA

BAB II

EMBRIOLOGI LARING

Seluruh sistem pernafasan merupakan hasil pertumbuhan faring primitif. Pada

saat embrio berusia 3,5 minggu suatu alur yang disebut laringotrakeal groove tumbuh

dalam embrio pada bagian ventral foregut. Alur ini terletak disebelah posterior dari

eminensia hipobronkial dan terletak lebih dekat dengan lengkung ke IV daripada

lengkung ke III. 5

Selama masa pertumbuhan embrional ketika tuba yang single ini menjadi dua

struktur, tuba yang asli mula-mula mengalami obliterasi dengan proliferasi lapisan

epitel, kemudian epitel diresopsi, tuba kedua dibentuk dan tuba pertama mengalami

rekanulisasi. Berbagai malformasi dapat terjadi pada kedua tuba ini, misalnya fistula

trakeoesofageal. Pada maturasi lanjut, kedua tuba ini terpisah menjadi esofagus dan

bagian laringotrakeal. 5

Pembukaan laringotrakeal ini adalah aditus laringeus primitif dan terletak

diantara lengkung IV dan V. Aditus laring pada perkembangan pertama berbentuk

celah vertikal yang kemudian menjadi berbentuk T dengan tumbuhnya hipobrachial

eminence yang tampak pada minggu ke 3 dan kemudian akan tumbuh menjadi

epiglottis. Sepasang aritenoid yang tampak pada minggu ke 5 dan pada

perkembangan selanjutnya sepasang massa aritenoid ini akan membentuk tonjolan

yang kemudian akan menjadi kartilago kuneiforme dan kartilago kornikulata. Kedua

aritenoid ini dipisahkan oleh incisura interaritenoid yang kemudian berobliterasi.

Page 7: REFERAT LARINGOMALASIA

Ketika ketiga organ ini tumbuh selama minggu ke 5 – 10, lumen laring mengalami

obliterasi, baru pada minggu ke 9 kembali terbentuk lumen yang berbentuk oval.

Kegagalan pembentukan lumen ini akan menyebabkan atresia atau stenosis laring.

Plika vokalis sejati dan plika vokalis palsu terbentuk antara minggu ke 8 – 9.5

Otot-otot laring pada mulanya muncul sebagai suatu sfingter intrinsik yang

terletak dalam tunas kartilago tiroid dan krikoid. Selama perkembangan selanjutnya

sfingter ini terpisah menjadi massa otot-otot tersendiri (mudigah 13 – 16 mm). Otot-

otot laring pertama yang dikenal adalah interaritenoid, ariepiglotika, krikoaritenoid

posterior dan krikotiroid. Otot-otot laring intrinsik berasal dari mesoderm lengkung

brakial ke 6 dan dipersarafi oleh N. Rekuren Laringeus. M. Krikotiroid berasal dari

mesoderm lengkung brakial ke 4 dan dipersarafi oleh N. Laringeus Superior.

Kumpulan otot ekstrinsik berasal dari eminensia epikardial dan dipersarafi oleh N.

Hipoglosus.6

Tulang hyoid akan mengalami penulangan pada enam tempat, dimulai pada

saat lahir dan lengkap setelah 2 tahun. Katilago tiroid akan mulai mengalami

penulangan pada usia 20 sampai 23 tahun, mulai pada tepi inferior. Kartilago krikoid

mulai usia 25 sampai 30 tahun inkomplit, begitu pula dengan aritenoid.7

Page 8: REFERAT LARINGOMALASIA

BAB III

ANATOMI LARING

Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan

suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra

cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi.

Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang

menelan makanan. 3

Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi dimana

didapatkannya kartilago tiroid yang pada pria dewasa lebih menonjol kedepan dan

disebut Prominensia Laring atau disebut juga Adam’s apple atau jakun. 3

Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus Laringeus yang

berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior

kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior dipisahkan dari

vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum laringofaring serta

disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan kulit. Sedangkan di

sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus

kelenjar tiroid. 3

Laring berbentuk piramida triangular terbalik dengan dinding kartilago

tiroidea di sebelah atas dan kartilago krikoidea di sebelah bawahnya. Os Hyoid

dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea. Tulang ini merupakan tempat

melekatnya otot-otot dan ligamenta serta akan mengalami osifikasi sempurna pada

usia 2 tahun

Secara keseluruhan laring dibentuk oleh sejumlah kartilago, ligamentum dan

otot-otot.3

Kartilago

Page 9: REFERAT LARINGOMALASIA

Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu3 : Kelompok kartilago mayor,

terdiri dari kartilago tiroidea 1 buah, kartilago krikoidea 1 buah, kartilago aritenoidea

2 buah ; Kartilago minor, terdiri dari kartilago kornikulata Santorini 2 buah, kartilago

kuneiforme Wrisberg 2 buah, kartilago epiglotis, 1 buah

Gambar 1: Tulang dan kartilago laring tampak lateral3

Ligamentum dan Membrana

Ligamentum dan membran laring terbagi atas 2 grup, yaitu: Ligamentum

ekstrinsik, terdiri dari membran tirohioid, ligamentum tirohioid, ligamentum

tiroepiglotis, ligamentum hioepiglotis, ligamentum krikotrakeal; Ligamentum

intrinsik, terdiri dari membran quadrangularis, ligamentum vestibular, konus

elastikus, ligamentum krikotiroid media, ligamentum vokalis

Anatomi Laring Bagian Dalam

Cavum laring dapat dibagi menjadi sebagai berikut 3: Supraglotis (vestibulum

superior), yaitu ruangan diantara permukaan atas pita suara palsu dan inlet laring;

Page 10: REFERAT LARINGOMALASIA

Glotis (pars media), yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan pita

suara sejati serta membentuk rongga yang disebut ventrikel laring Morgagni;

Infraglotis (pars inferior), yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi bawah

kartilago krikoidea.

Page 11: REFERAT LARINGOMALASIA

BAB IV

FISIOLOGI LARING

Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi

disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut 10:

Fungsi Fonasi9

Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara

dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi

antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan

udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti

rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang

dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring berperan

penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung-

ujung bebas dan tegangan pita suara sejati. Ada 2 teori yang mengemukakan

bagaimana suara terbentuk :

Fungsi Proteksi10

Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot

yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan

berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis,

plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut

afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup.

Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup

oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan

masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.

Fungsi Respirasi8

Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar

rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya

Page 12: REFERAT LARINGOMALASIA

menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2

dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima

glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis.

Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris,

sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan

laring. Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi

pita suara.

Fungsi Sirkulasi9

Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian

tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding

laring terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti

jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari

reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui N.

Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N. Laringeus Superior. Bila serabut ini

terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung.

Fungsi Fiksasi7

Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi,

misalnya batuk, bersin dan mengedan.

Fungsi Menelan10

Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat

berlangsungnya proses menelan, yaitu :

Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus Superior, M.

Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago

krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah,

kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal.

Page 13: REFERAT LARINGOMALASIA

Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran

pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh

epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus

laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus

laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus.

Fungsi Batuk11

Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup,

sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak

menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi benda

asing atau membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa

laring.

Fungsi Ekspektorasi11

Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha

mengeluarkan benda asing tersebut.

Fungsi Emosi11

Perubahan emosi dapat meneybabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada

waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan.

Page 14: REFERAT LARINGOMALASIA

BAB VLARINGOMALASIA

DEFINISI

Laringomalasia adalah kelainan kongenital pada laring berupa flaksiditas dan

inkoordinasi kartilago supraglotik dan mukosa aritenoid, plika ariepiglotik dan

epiglotis, sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran napas yang menimbulkan

gejala utama berupa stridor inspiratoris kronik pada bayi dan anak.2

EPIDEMIOLOGI

Laringomalasia diperkenalkan pertama kali oleh Jackson pada tahun 1942.1

Laringomalasia adalah anomali kongenital pada laring yang paling sering terjadi.

Anak laki-laki dilaporkan mengalami laringomalasia 2 kali lebih sering daripada anak

perempuan. Laringomalasia secara umum merupakan kondisi self-limiting, akan

tetapi dapat mengancam jiwa karena obstruksi jalan nafas yang ditimbulkannya.

Selain itu, laringomalasia juga dapat menyebabkan terjadinya kor pulmonal dan

kegagalan pertumbuhan pada anak. Laringomalasia dan trakeomalasia merupakan dua

kelainan kongenital tersering pada laring (59,8%) dan trakea (45,7%)

neonatus,bayi,dan anak yang sering menyebabkan stridor.2

ETIOLOGI

Penyebab laringomalasia masih belum diketahui, namun banyak teori yang

menjelaskan patofisiologi laringomalasia. Terdapat hipotesis yang dibuat berdasarkan

Page 15: REFERAT LARINGOMALASIA

model embriologi. Epiglotis dibentuk oleh lengkung brakial ketiga dan keempat. Pada

laringomalasia terjadi pertumbuhan lengkung ketiga yang lebih cepat dibandingkan

yang keempat sehingga epiglotis melengkung ke dalam.

Secara umum terdapat dua teori patofisiologi laringomalasia, yaitu teori

anatomi dan teori neurogenik. Menurut teori anatomi, terdapat hipotesis bahwa terjadi

abnormalitas kelenturan tulang rawan dan sekitarnya yang menyebabkan kolapsnya

struktur supraglotis. Pada kepustakaan disebutkan bahwa kelainan congenital ini

bersifat otosomal dominan.

Pada teori neuromuskular, dipercaya penyebab primer kelainan ini adalah

terlambatnya perkembangan kontrol neuromuscular dibanding dengan teori anatomi.

Penyebab neurogenik selanjutnya dihubungkan pula dengan abnormalitas neurogenik

lainnya. Belmont dan Grundfast menemukan 80% dari 30 anak dengan

laringomalasia mempunyai penyakit refluks gastroesofagus (PRGE), 13% terjadi

hipotonia dan 10% mengalami apnea tidur sentral. Mereka menganggap bahwa

disfungsi atau imaturitas dari control neuromuscular yang menjadi akar penyebab

semua kelainan tersebut. 3,12,13

KLASIFIKASI LARINGOMALASIA

Berdasarkan letak prolaps dari struktur supraglotis, Olney dkk membuat

klasifikasi untuk laringomalasia. Laringomalasia umumnya dikategorikan ke dalam

tiga tipe besar berdasarkan bagian anatomis supraglotis yang mengalami prolaps

walaupun kombinasi apapun dapat terjadi.

Tipe pertama melibatkan prolapsnya epiglotis di atas glotis. Yang kedua

melipatnya tepi lateral epiglotis di atas dirinya sendiri, dan yang ketiga prolapsnya

mukosa aritenoid yang berlebihan ke dalam jalan napas selama periode inspirasi.

Page 16: REFERAT LARINGOMALASIA

Gambar 2: Tipe 1 laringomalasia, yaitu prolaps dari mukosa kartilago aritenoid yang

tumpang tindih;

Gambar 3: Tipe 2 laringomalasia, yaitu memendeknya plika ariepiglotika;

Gambar 4: Tipe 3 Laringomalasia, yaitu melekuknya epiglotis ke arah posterior.

PATOFISIOLOGI

Page 17: REFERAT LARINGOMALASIA

Laringomalasia dapat terjadi di epiglotis, kartilago aritenoid, maupun pada

keduanya. Jika mengenai epiglotis, biasanya terjadi elongasi dan bagian dindingnya

terlipat. Epiglotis yang bersilangan membentuk omega, dan lesi ini dikenal sebagai

epiglotis omega (omega-shaped epiglottis). Jika mengenai kartilago aritenoid, tampak

terjadi pembesaran. Pada kedua kasus, kartilago tampak terkulai dan pada

pemeriksaan endoskopi tampak terjadi prolaps di atas laring selama inspirasi.

Obstruksi inspiratoris ini menyebabkan stridor inspiratoris, yang terdengar sebagai

suara dengan nada yang tinggi.14

Matriks tulang rawan terdiri atas dua fase, yaitu fase cair dan fase padat dari

jaringan fibrosa dan proteoglikan yang dibentuk dari rangkaian mukopolisakarida.

Penelitian terhadap perkembangan tulang rawan laring menunjukkan perubahan yang

konsisten pada isi proteoglikan dengan pematangan. Tulang rawan neonatus terdiri

dari kondroitin-4-sulfat dengan sedikit kondroitin-6-sulfat dan hampir tanpa keratin

sulfat. Tulang rawan orang dewasa sebagian besar terdiri dari keratin sulfat dan

kondroitin-6-sulfat. Dengan bertambahnya pematangan, matriks tulang rawan

bertambah, akan menjadi kurang air, lebih fibrosis dan kaku. Bentuk omega dari

epiglotis yang berlebihan, plika ariepiglotik yang besar, dan perlunakan jaringan yang

hebat mungkin ada dalam berbagai tahap pada masing-masing kasus.3

Supraglotis yang terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis dan kartilago

aritenoid ditemukan mengalami prolaps ke dalam jalan napas selama inspirasi.

Laringomalasia umumnya dikategorikan ke dalam tiga tipe besar berdasarkan bagian

anatomis supraglotis yang mengalami prolaps walaupun kombinasi apapun dapat

terjadi. Tipe pertama melibatkan prolapsnya epiglotis di atas glotis. Yang kedua

melipatnya tepi lateral epiglotis di atas dirinya sendiri, dan yang ketiga prolapsnya

mukosa aritenoid yang berlebihan ke dalam jalan napas selama periode inspirasi.15

Laringomalasia merupakan penyebab tersering dari stridor inspiratoris kronik

pada bayi. Bayi dengan laringomalasia memiliki insidens untuk terkena refluks

gastroesophageal, diperkirakan sebagai akibat dari tekanan intratorakal yang lebih

negatif yang dibutuhkan untuk mengatasi obstruksi inspiratoris. Dengan demikian,

Page 18: REFERAT LARINGOMALASIA

anak-anak dengan masalah refluks seperti ini dapat memiliki perubahan patologis

yang sama dengan laringomalasia, terutama pada pembesaran dan pembengkakan

dari kartilago aritenoid

Gambar 5: Gambaran Pemeriksaan Fisik Laringomalasia

GAMBARAN KLINIS

Tiga gejala yang terjadi pada berbagai tingkat dan kombinasi pada anak

dengan kelainan laring kongenital adalah obstruksi jalan napas, tangis abnormal yang

dapat berupa tangis tanpa suara (muffle) atau disertai stridor inspiratoris serta

kesulitan menelan yang merupakan akibat dari anomali laring yang dapat menekan

esofagus.12

Laringomalasia merupakan suatu proses jinak yang dapat sembuh spontan

pada 70% bayi saat usia 1-2 tahun. Gejala stridor inspirasi kebanyakan timbul segera

setelah lahir atau dalam usia beberapa minggu atau bulan kemudian. Pada beberapa

bayi tidak menimbulkan gejala sampai anak mulai aktif (sekitar 3 bulan) atau

dipresipitasi oleh infeksi saluran nafas. Stridor yang terjadi bersifat bervibrasi dan

bernada tinggi. Stridor akan bertambah berat sampai usia 8 bulan, menetap sampai

usia 9 bulan dan kemudian bersifat intermiten dan hanya timbul bila usaha bernafas

Page 19: REFERAT LARINGOMALASIA

bertambah seperti saat anak aktif, menangis, makan, kepala fleksi, atau posisi

supinasi. Setelah itu keadaan makin membaik. Rata-rata stridor terjadi adalah selama

4 tahun 2 bulan. Tidak ada korelasi antara lama berlangsungnya stridor dengan

derajat atau waktu serangan.12,14

Stridor dapat disertai dengan retraksi sternum, interkosta, dan epigastrium

akibat usaha pernafasan, dan anak dapat ditemukan dalam keadaan pektus

ekskavatum.14

Masalah makan sering terjadi akibat obstruksi napas yang berat. Penderita

laringomalasia biasanya lambat bila makan yang kadang-kadang disertai muntah

sesudah makan. Keadaan ini dapat menimbulkan masalah gizi kurang dan gagal

tumbuh. Berdasarkan pemeriksaan radiologi, refluks lambung terjadi pada 80% dan

regurgitasi pada 40% setelah usia 3 bulan. Masalah makan dipercaya sebagai akibat

sekunder dari tekanan negative yang tinggi di esophagus intratorak pada saat

inspirasi.

Pneumonitis aspirasi dilaporkan terjadi pada 7% anak dengan laringomalasia.

Mekanisme kelainan ini belum jelas, namun mungkin berhubungan dengan tekanan

negative dan masalah makan.

Apne obstruksi tidur (23%) dan apnea sentral (10%) juga ditemukan. Keadaan

hipoksia dan hiperkapnia akibat hipoksia dan hiperkapnia akibat obstruksi nafas atas

yang lama akan berisiko tinggi untuk terjadinya serangan apnea yang mengancam

jiwa dan timbul hipertensi pulmonal, yang dapat menyebabkan kor pulmonal, aritmia

jantung, penyakit paru obstruksi kronis, masalah kognitif dan personal sebagai akibat

sekunder dari laringomalasia.12

Berdasarkan letak prolaps dari struktur supraglotis, Olney dkk membuat

klasifikasi untuk laringomalasia. Klasifikasi ini bertujuan untuk mempermudah

pemilihan teknik operasi supraglotoplasti. Klasifikasinya adalah sebagai berikut: tipe

1, yaitu prolaps dari mukosa kartilago aritenoid yang tumpang tindih; tipe 2, yaitu

memendeknya plika ariepiglotika; tipe 3, yaitu melekuknya epiglotis ke arah

Page 20: REFERAT LARINGOMALASIA

posterior. Bentuk omega epiglotis tidak selalu menjadi ciri khas karena ini hanya

ditemukan pada 30-50% pasien, dan kebanyakan tidak ditemukan adanya stridor.12,14

DIAGNOSIS3,12,14

Laringomalasia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang berupa laringoskopi fleksibel dan radiologi.

Anamnesis

Dari anamnesis dapat kita temukan : Riwayat stridor inspiratoris diketahui

mulai 2 bulan awal kehidupan. Suara biasa muncul pada minggu 4-6 awal; Stridor

berupa tipe inspiratoris dan terdengar seperti kongesti nasal, yang biasanya

membingungkan. Namun demikian stridornya persisten dan tidak terdapat sekret

nasal; Stridor bertambah jika bayi dalam posisi terlentang, ketika menangis, ketika

terjadi infeksi saluran nafas bagian atas, dan pada beberapa kasus, selama dan setelah

makan; Tangisan bayi biasanya normal; Biasanya tidak terdapat intoleransi ketika

diberi makanan, namun bayi kadang tersedak atau batuk ketika diberi makan jika ada

refluks pada bayi; Bayi gembira dan tidak menderita.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisis ditemukan: Pada pemeriksaan bayi terlihat gembira

dan berinteraksi secara wajar; Dapat terlihat takipneu ringan; Tanda-tanda vital

normal, saturasi oksigen juga normal; Biasanya terdengar aliran udara nasal, suara ini

meningkat jika posisi bayi terlentang; Tangisan bayi biasanya normal, penting untuk

mendengar tangisan bayi selama pemeriksaan; Stridor murni berupa inspiratoris.

Suara terdengar lebih jelas di sekitar angulus sternalis

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laring dengan menggunakan

laringoskop serat fiber fleksibel selama periode pernapasan spontan. Penemuan

Page 21: REFERAT LARINGOMALASIA

endoskopik yang paling sering adalah kolapsnya plika ariepiglotik dan kartilago

kuneiform ke sebelah dalam. Laringoskopi langsung merupakan cara yang terbaik

untuk memastikan diagnosis. Pemeriksaan dilakukan pada anak dalam keadaan sadar

dengan posisi tegak melalui kedua hidung tanpa adanya premedikasi. Bilah

laringoskop dimasukkan ke valekula dengan tekanan yang minimal pada epiglotis

untuk menegakkan diagnosis. Pada inspirasi, struktur sekitar vestibulum, terutama

plika ariepiglotik, epiglotis, dan kartilago aritenoid akan tampak turun ke saluran

nafas, disertai stridor yang sinkron. Visualisasi langsung memperlihatkan epiglotis

berbentuk omega selama inspirasi.

Melalui pemeriksaan ini, juga dapat dinilai pasase hidung, nasofaring, dan

supraglotis. Pada laringomalasia, pita suara dapat bergerak dengan baik, namun pada

keadaan berat, sulit memvisualisasikan pita suara akibat kolapnya supraglotis

Pemeriksaan laringoskopi fleksibel memiliki beberapa kerugian, yaitu risiko

terlewatkannya diagnosis laringomalasia ringan bila pasien menangis dan penilaian

keadaan subglotis kurang akurat

Olney, dkk membuat kategori kandidat yang sebaiknya dilakukan

laringoskopi dan bronkoskopi. Kriterianya adalah: Bayi dengan gangguan pernapasan

berat, gagal tumbuh, mengalami fase apnea, atau pneumonia berulang; Bayi dengan

gejala yang tidak sesuai dengan gambaran laringomalasia pada laringoskopi fleksibel;

Bayi dengan lesi lain di laring; Bayi yang akan dilakukan supraglotoplasti.

Nusbaum dan Maggi melaporkan 68% dari 297 anak dengan laringomalasia

mempunyaikelainan pernafasan lainnya yang ditemukan dengan bronkoskopi.

DIAGNOSIS BANDING

Setiap kelainan yang menyebabkan obstruksi pada laring diagnosis banding

dari laringomalasia baik akibat kelainan kongenital, infeksi, trauma, benda asing,

tumor, paralisis pita suara, stenosis laring dan trakea.

Page 22: REFERAT LARINGOMALASIA

Laringomalasia didiagnosis banding dengan penyebab stridor inspiratoris lain

pada anak-anak. Antara lain yaitu, hemangioma supraglotik, massa atau adanya

jaringan intraluminal seperti laryngeal web dan kista laring, kelainan akibat trauma

seperti edema dan stenosis supraglotik, maupun kelainan pada pita suara. 15,16

PENATALAKSANAAN1,2,4,15,17

Pada lebih dari 99% kasus, satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah

waktu. Lesi sembuh secara berkala, dan stridor rata-rata hilang setelah dua tahun.

Stridor mulanya meningkat pada 6 bulan pertama, seiring bertambahnya aliran udara

pernafasan bersama dengan bertambahnya umur. Pada beberapa kasus, stridor dapat

menetap hingga dewasa. Dalam hal ini, stridor baru muncul setelah beraktifitas berat

atau terkena infeksi. Jika bayi mengeluarkan stridor yang lebih keras dan

mengganggu tidur, hal ini dapat diatasi dengan menghindari tempat tidur, bantal atau

selimut yang terlalu lembut, sehingga akan memperbaiki posisi bayi sehingga dapat

mengurangi bunyi. Jika terjadi hipoksemia berat pada bayi (ditandai dengan saturasi

oksigen <90%) maka sebaiknya diberikan tambahan oksigen. Tidak ada obat-obatan

yang dibutuhkan untuk kelainan ini.12

Sebagian besar anak dengan kelainan ini dapat ditangani secara konservatif.

Pada keadaan ini, hal yang dapat dilakukan adalah memberi keterangan dan

keyakinan utnuk menenangkan orang tua pasien tentang prognosis dan tindak lanjut

yang teratur hingga akhirnya stridor menghilang dan pertumbuhan yang normal dapat

dicapai. Jarang terjadi dimana seorang anak memiliki kelainan yang signifikan

sehingga memerlukan operasi. Trakeostomi merupakan prosedur pilihan untuk

laringomalasia berat. 12

Supraglotoplasti dapat dilakukan pada kasus-kasus yang lebih ringan.

Berdasarkan klasifikasi Olney terdapat tiga teknik supraglotoplasti yang dapat

dilakukan. Teknik yang dipilih tergantung pada kelainan laringomalasianya. Pada tipe

1, dimana terjadi prolaps mukosa aritenoid pada kartilago aritenoid yang tumpang

Page 23: REFERAT LARINGOMALASIA

tindih, dilakukan eksisi jaringan mukosa yang berlebihan pada bagian posterolateral

dengan menggunakan pisau bedah atau dengan laser CO2. Laringomalasia tipe 2

dikoreksi dengan cara memotong plika ariepiglotika yang pendek yang menyebabkan

mendekatnya struktur anterior dan posterior supraglotis. Laringomalasia tipe 3

ditangani dengan cara eksisi melewati ligament glosoepiglotika untuk menarik

epiglottis ke depan dan menjahitkan sebagian dari epiglottis ke dasar lidah.

PROGNOSIS

Prognosis laringomalasia umumnya baik. Biasanya dapat sembuh sendiri, dan

tidak berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Pada sebagian besar pasien, gejala

menghilang pada usia dua tahun, sebagian lain pada usia satu tahun. Pada beberapa

kasus, walaupun tanda dan gejala menghilang, kelainan tetap ada. Pada keadaan

seperti ini, biasanya stridor akan muncul saat beraktifitas ketika dewasa.14

Page 24: REFERAT LARINGOMALASIA

BAB VI

RESUME

Laringomalasia adalah kelainan kongenital pada laring (59,8%) berupa

flaksiditas dan inkoordinasi kartilago supraglotik dan mukosa aritenoid, plika

ariepiglotik dan epiglotis, sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran napas yang

menimbulkan gejala utama berupa stridor inspiratoris kronik pada bayi dan anak.

Secara umum terdapat dua teori patofisiologi laringomalasia, yaitu teori

anatomi dan teori neurogenik. Menurut teori anatomi, terdapat hipotesis bahwa terjadi

abnormalitas kelenturan tulang rawan dan sekitarnya yang menyebabkan kolapsnya

struktur supraglotis. Pada teori neuromuskular, dipercayai terjadinya disfungsi atau

imaturitas dari control neuromuscular.

Laringomalasia umumnya dikategorikan ke dalam tiga tipe besar berdasarkan

bagian anatomis supraglotis yang mengalami prolaps walaupun kombinasi apapun

dapat terjadi. Tipe pertama melibatkan prolapsnya epiglotis di atas glotis. Yang kedua

melipatnya tepi lateral epiglotis di atas dirinya sendiri, dan yang ketiga prolapsnya

mukosa aritenoid yang berlebihan ke dalam jalan napas selama periode inspirasi.

Laringomalasia ditegakkan berdasarkan anamnesis (obstruksi jalan napas,

tangis abnormal yang dapat berupa tangis tanpa suara atau disertai stridor inspiratoris

serta kesulitan menelan), pemeriksaan fisik (tampak takipnea ringan), endoskopi

(kolapsnya plika ariepiglotik dan kartilago kuneiform ke sebelah dalam) dan

radiologi.

Diagnosis banding laringomalasia adalah hemangioma supraglotik, massa

atau adanya jaringan intraluminal seperti laryngeal web dan kista laring, kelainan

akibat trauma seperti edema dan stenosis supraglotik, maupun kelainan pada pita

suara.

Page 25: REFERAT LARINGOMALASIA

Pada lebih dari 99% kasus, satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah

waktu. Lesi sembuh secara berkala, dan stridor rata-rata hilang setelah dua tahun.

Stridor mulanya meningkat pada 6 bulan pertama, seiring bertambahnya aliran udara

pernafasan bersama dengan bertambahnya umur. Pada beberapa kasus, stridor dapat

menetap hingga dewasa. Supraglotoplasti dapat dilakukan pada kasus-kasus yang

lebih ringan

Prognosis laringomalasia umumnya baik.

Page 26: REFERAT LARINGOMALASIA

BAB VII

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies – Buku Ajar THT. Penerbit buku

kedokteran EGC.Jakarta. 1997.

2. Bailey BJ, Calhoun KH. Head and Neck Surgery – Otolaringology, Volume

one, 2nd Edition. Lippincott – Raven Publishers. Philadelphia, USA.

3. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Jilid

Satu, Edisi 13. Binarupa Aksara. Jakarta. 1994

4. Hermani B, Kartosoediro S, Syahrial MH. Disfonia dan Kelainan Laring.

Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan

Leher. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;2007. h 231-7.

5. Lee, K.J. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck

Surgery . Eight edition. Connecticut. McGraw-Hill, 2003: 598-606

6. Brown Scott : Orolaryngology. 6th ed. Vol. 1. Butterworth, Butterworth &

Co Ltd. 1997. page 1/12/1-1/12/18

7. Moore, E.J and Senders, C.W. Cleft lip and palate. In : Lee, K.J. Essential

Otolaryngology Head and Neck Surgery . Eight edition. Connecticut.

McGraw-Hill, 2003: 241-242.

8. Graney, D. and Flint, P. Anatomy. In : Cummings C.W. Otolaryngology -

Head and Neck Surgery. Second edition. St Louis : Mosby, 1993.

9. Hollinshead, W.H. The pharynx and larynx. In : Anatomy for surgeons.

Volume 1 : Head and Neck. A hoeber-harper international edition, 1966 : 425-

456

10. Lee, K.J. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck

Surgery . Eight edition. Connecticut. McGraw-Hill, 2003: 724-736, 747, 755-

760.

Page 27: REFERAT LARINGOMALASIA

11. Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. In : Byron J. Bailey.

Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Third edition. Volume 1.

Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins, 2001: 479-486.

12. Lusk RP. Congenital Anomalies of The Larynx. Dalam Ballenger JJ, Snow JB.

Otolaryngology Head and Neck Surgery 15th Edition. Baltimore : William &

Wilkins ;1996 p 498-501.

13. Tucker HM. The Larynx, 2nd Edition. Thieme Medical Publishing Division.

Ohio, USA. 1993. 

14. Bye MR. Laringomalacia. Available at http://www.emedicine.com/

ped/topic1280.htm . Accessed on June 14th 2013.

15. Paston F. Laringomalacia and Tracheomalacia. Available at

http://pedclerk.bsd.uchicago.edu/tracheomalacia.html . Accessed on June 14th

2013.

16. Lalwani AK. Current Diagnosis and Treatment in Otolaringology – Head and

Neck Surgery. Lange Medical Book, Mc Graw-Hill Company. New York,

USA. 2004.

17. Cotton RT, Myer CM. Practical Pediatric Otolaryngology. Philadelphia :

Lippincott-Raven Publisher; 1999. p 497-501.