referat kortikosteroid.docx

34
BAB I PENDAHULUAN Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug. Manfaat dari preparat ini cukup besar karena efek samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi, termasuk dalam bidang dermatologi koretikosteroid merupakan pengobatan yang sering diberikan kepada pasien. Kortikosteroid adaah derivate dari hormon kortikosteroid yang dIhasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, oto dan resistensi tubuh. Berdasarkan cara pengunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua, yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topical. Sebagian besar efek yang diharapkan dari pemakaian kortikosteroid adalah sebagai antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Terapi dalam obat ini bukan merupakan terapi kausal melainkan terapi pengendalian atau paliatif saja, kecuali pada insufisiensi korteks adrenal. Sejak kortikosteroid digunakan dalam bidang dermatologi, obat tersebut sangat menolong penderita. Berbagai penyakit yang dahulu lama penyembuhannya dapat dipersingkat, misalnya dermatitis, penyakit berat yang dulu dapat menyebabkan kematian, misalnya pemfigus, angka kematiannya dapat ditekan berkat pengobatan dengan 1

description

referat

Transcript of referat kortikosteroid.docx

Page 1: referat kortikosteroid.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis

yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving drug. Manfaat dari

preparat ini cukup besar karena efek samping yang tidak diharapkan cukup banyak,

maka dalam penggunaannya dibatasi, termasuk dalam bidang dermatologi

koretikosteroid merupakan pengobatan yang sering diberikan kepada pasien.

Kortikosteroid adaah derivate dari hormon kortikosteroid yang dIhasilkan oleh

kelenjar adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar

gula darah, oto dan resistensi tubuh.

Berdasarkan cara pengunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua, yaitu

kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topical. Sebagian besar efek yang diharapkan

dari pemakaian kortikosteroid adalah sebagai antiinflamasi, antialergi atau

imunosupresif. Terapi dalam obat ini bukan merupakan terapi kausal melainkan terapi

pengendalian atau paliatif saja, kecuali pada insufisiensi korteks adrenal.

Sejak kortikosteroid digunakan dalam bidang dermatologi, obat tersebut sangat

menolong penderita. Berbagai penyakit yang dahulu lama penyembuhannya dapat

dipersingkat, misalnya dermatitis, penyakit berat yang dulu dapat menyebabkan

kematian, misalnya pemfigus, angka kematiannya dapat ditekan berkat pengobatan

dengan kortikosteroid, demikian pula sindrom stevens jhonson dan nekrolisisepidermal

toksik.

Pengobatan berbagai penyakit kulit dengan menggunakan kortikosteroid sudah

menjadi kegiatan sehari-hari dalam poliklinik kulit. Sejak salap hidrokortison asetat

pertama kali dilaporkan penggunaannya oleh Sulzberger pada tahun1952,

perkembangan pengobatan kortikosteroid berjalan dengan pesat. Semakin maju ilmu

pengetahuan semakin banyak pula ditemukan jenis kortikosteroid yang dapat digunakan

dan efek samping yang semakin sedikit. Hal ini berkat kemajuan dalam pengetahuan

mengenai mekanisme kerja serta pemahaman pathogenesis berbagai penyakit,

khususnya peradangan kulit. Dengan berbagai kemajuan ini kortikosteroid menjadi

semakin rasional dan efektif.

1

Page 2: referat kortikosteroid.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kortikosteroid Sistemik

Definisi

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan

di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormone

adrenokortikotropik  (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon

ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan

terhadapstres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi,

metabolismekarbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah

laku.

Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan

medulla,sedangkan bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata

danglomerulosa. Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid

dan mineralokortikoid.

Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap

penyimpanan glikogen hepar dankhasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan

pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip

untuk golongan ini adalah kortisoldan kortison, yang merupakan glukokortikoid

alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon,

dan betametason.

 Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya

terhadap keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K ,

sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangatkecil. Oleh

karena itu mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dari golongan

ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat

anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9α-fluorokortisol , meskipun demikian sediaan

ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada

keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.

2

Page 3: referat kortikosteroid.docx

Mekanisme Kerja

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.

Molekul hormon memasuki sel jaringan melalui membran plama secara difusi pasif di

jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam

sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini

mengalami perubahan konfirmasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan

kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi

sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid.

Efek

Pengaruh kortikosteroid terhadap fungsi dan organ tubuh :

a. Glukokortikoid

- Menimbulkan metabolisme perantara normal

Glukokortikoid membantu glukoneogenesis dengan jalan meningkatkan ambilan

asam amino oleh hati dan ginjal serta meningkatkan aktivitas enzim

glukoneogenik. Obat-obat ini merangsang katabolisme protein dan lipolisis.

- Meningkatkan retensi terhadap stress

Dengan meningkatkan kadar glukosa plasma, glukokortikoid memberikan energi

yang diperlukan tubuh untuk melawan stress yang disebabkan oleh trauma,

infeksi, perdarahan, dan ketakutan. Glukokortikoid dapat menyebabkan

peningkatan tekanan darah, degan jalan meningkatkan efek vasokonstriksi

rangsangan adrenergik pada pembuluh darah kecil.

- Merubah kadar sel darah dalam plasma

Glukokortikoid menyebabkan penurunan eosinofil, basofil, monosit, dan

limfosit dengan jalan meredistribusinya ke dalam jaringan limfoid dari sirkulasi.

Sebaliknya, glukokortikoid meningkatkan kadar haemoglobin trombosit,

eritrosit, dan leukosit polimorfonuklear dalam darah.

- Efek anti-inflamasi

Glukokortikoid memiliki kemampuan untuk mengurangi respon peradangan

secara dramatis dan untuk menekan imunitas. Penggunaan klinik kortikoteroid

3

Page 4: referat kortikosteroid.docx

sebagai anti-inflamasi merupakan terapi paliatif, yaitu gejalanya dihmbat

sedangkan penyebabnya masih ada.

Mekanisme kerja antiinflamasi glukokortikosteroid melalui beberapa jalan :

1. Difusi pasif glukokortikosteroid melalui membran sel, diikuti pengikatan ke

protein reseptor di sitoplasma. Kompleks hormon-reseptor ini kemudian

bergerak menuju nukleus dan meregulasi transkripsi beberapa gen target.

Melalui mekanisme ini, glukokortikosteroid menghambat pembentukan

molekul-molekul pro-inflamatory seperti sitokin, interleukin, molekul

adhesi, dan protease; mediator inflamasi lainnya seperti cyclooxygenase-2

dan nitric oxide synthase.

2. Dengan mekanisme yang sama, glukokortikoid meningkatkan pembentukan

annexin 1 dan annexin 2 yang berfungsi mengurangi aktivitas phospholipase

A2, yang pada gilirannya menurunkan produksi arachidonic acid dari

membran posfolipid, yang menyebabkan terbatasnya pembentukan

prostaglandain dan leukotrien.

3. Glukokortikoid juga dikenal mempengaruhi replikasi dan pergerakan sel,

menyebabkan monocytopenia, eosinopenia, dan lymfositopenia, dan

memiliki efek lebih besar pada sel T daripada sel B.

4. Glukokortikoid mempengaruhi aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi sel.

Glukokortikoid menekan kadar mediator inflamasi dan reaksi imun, seperti

pada IL-1, IL-2, IL-6, dan pembuatan atau pelepasan tumor necrosis factor.

Fungsi makrofage (termasuk fagositosis, prosessing antigen, dan cell killing)

menurun dengan kortisol, dan penurunan ini mempengaruhi hipersensitivitas

segera ataupun lambat.

5. Glukokortikoid lebih menghambat fungsi monosit dan limfosit daripada

fungsi leukosit polimorfonuklear. Sementara, sel pembuat antibodi, limfosit

B dan sel plasma, relatif resisten terhadap efek supresi glukokortikoid.

- Mempengaruhi komponen lain sistem endokrin

Penghambatan umpan balik produksi kortikotropin oleh peningkatn glukokortikoid

menyebabkan penghambatan sintesis glukokortikoid lebih lanjut, sedangkan hormon

pertumbuhan meningkat.

4

Page 5: referat kortikosteroid.docx

- Efek pada sistem lain

Dosis tinggi glukokortikoid merangsang asam lambung dan produksi pepsin yang

dapat menyebabkan eksaserbasi ulkus. Efeknya pada susunan saraf pusat

mempengaruhi status mental. Terapi glukokortikoid kronik dapat menyebabkan

kehilangan massa tulang berat. Miopati mnimbulkan keluhan lemah.

b. Mineralokortikoid

Mineralokortikoid membantu kontrol volume cairan tubuh dan konsentrasi

elektrolit, terutama Na, K.

Farmakokinetik

Lebih dari 90 % glukokortikoid yang diabsorbsi terikat dengan protein plasma,

kebanyakan terikat dengan globulin pengikat kortikosteroid dan sisanya dengan

albumin. Afinitas globulin tinggi tetapi kapasitas ikatnya rendah, sebaliknya afinitas

albumin rendah tetapi kapasitas ikatnya tinggi. Pada kadar rendah atau normal, sebagian

besar kortikosteroid terikat globulin. Bila kadar kortikosteroid meningkat, jumlah

hormon yang terikat albumin dan yang bebas juga meningkat, sedangkan yang terikat

globulin sedikit mengalami perubahan. Kortikosteroid berkompetisi sesamanya untuk

berikatan dengan globulin.

Kortikosteroid dimetabolisme dalam hati oleh enzim mikrosom pengoksidasi.

Metrabolitnya dikonjugasi menjadi asam glukoronat dan sulfat. Produknya diekskesikan

melalui ginjal.

Sediaan Kortikosteroid

Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan masa

kerjanya, yaitu kerja singkat, sedang, dan lama. Sediaan kerja singkat mempunyai masa

paruh biologis kurang dari 12 jam. Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh

biologis 12-36 jam. Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36

jam.

5

Page 6: referat kortikosteroid.docx

Tabel.1 Glukokortikoid

Equivalent Glucocorticoid Potency (MG)

Mineralocorticoid Potency

Plasma Half-Life (menit)

Duration of Action (jam)

Short-actingHidrocortisone (Cortisol) 20 0,8 90 8-12Cortisone 25 1 30 8-12

Intermediate-actingPrednisone 5 0,25 60 24-36Prednisolone 5 0,25 200 24-36Methylprednisolone 4 0 180 24-36Triamcinolone 4 0 300 24-36

Long-actingDexamethasone 0,75 0 200 36-54

Kortikosteroid alami yang paling banyak dihasilkan oleh tubuh adalah kortisol.

Kortisol disintesis dari kolesterol oleh kortex adrenal. Sekresi kortisol per hari berkisar

antara 10 sampai 20 mg, dengan puncak diurnal sekitar pukul 8 pagi.

Cara pemberian dan dosis

Sediaan kortikosteroid dapat diberikan secara oral, parenteral (IV, IM,

intrasinovial, dan intra lesi), topikal pada kulit dan mata (dalam bentuk salep, krim,

losio), serta aerosol melalui jalan nafas. Kortikosteroid sistemik banyak digunakan

dalam bidang dermatologi karena obat tersebut memiliki efek anti-inflamasi.

Pemberian glukokortikoid intralesi dapat langsung diberikan terhadap lesi yang

sedikit atau lesi tertentu yang resisten. Konsentrasinya bergantung pada lokasi injeksi

dan sifat lesi. Konsntrasi yang lebih rendah digunakan untuk wajah, sementara keloid

membutuhkan konsntrasi tinggi. Ada kesulitan yang serius terhadap pemberian

intramuskular karena penyerapannya yang tidak stabil dan kurangnya kontrol harian

terhadap dosis, terutama pada steroid-steroid yang long-acting sehingga menyebabkan

meningkatnya potensi efek samping.

Jika glukokortikoid oral diresepkan, prednison merupakan sediaan yang paling

umum dipilih. Glukokortikoid biasanya diberikan harian, meskipun utntuk penyakit

akut dosis terpisah harian dapat diberikan. Dosis inisial sering diberikan harian untuk

mengontrol proses penyakit, dapat berkisar antara 2,5 mg sampai beberapa ratus

miligram per hari. Jika digunakan kurang dari 3-4 minggu, pengobatan glukokortikoid

dapat dihentikan tanpa tapering. Dosis minimal yang memungkinkan dari agen short-

6

Page 7: referat kortikosteroid.docx

acting untuk diberikan setiap pagi akan meminimalisir efek samping. Karena kadar

kortisol memuncak pada sekitar jam 8 pagi, aksis HPA paling sedikit tersupresi bila

diberikan pada pagi hari tersebut. Ini disebabkan karena feedback maksimal dari supresi

sekresi ACTH oleh pituitari telah terjadi. Glukokortikoid kadar rendah saat malam

memberikan efek sekresi yang normal dari ACTH. Prednison dosis rendah (2,5-5 mg)

saat tidur telah digunakan untuk memaksimalkan supresi adrenal pada kasus akne atau

hirsutism karena adrenal.

Glukokortikoid intravena digunakan dalam dua situasi. Yang pertama adalah

untuk penanganan stress pada pasien yang sakit akut atau yang menjalani operasi, dan

untuk pasien yang memiliki adrenal supresi dari terapi glukokortikoid harian. Yang

kedua adalah untuk pasien dengan penyakit tertentu, seperti resistent pyoderma

gangrenosum, pemfigus atau pemfigoid bulosa yang parah, SLE yang serius, atau

dermatomyositis, untuk mencapai pengendalian yang cepat terhadap penyakit.

Methylprednisolone digunakan dengan dosis 500 mg sampai 1 g perhari karena

potensinya yang tinggi dan aktivitas retensi sodium yang rendah. Efek samping serius

yang berhubungan dengan pemberian intravena adalah reaksi anafilaktik, kejang,

aritmia, dan sudden death. Efek samping lain adalah hipotensi, hipertensi, hiperglikemi,

pergeseran elektrolit, dan psikosis akut. Pemberian yang lebih lambat, 2-3 jam, telah

meminimalisir banyak efek samping yang serius.

Indikasi

Penggunaan kortikosteroid lebih banyak bersifat empiris, kecuali untuk terapi

substitusi pada defisiensi. Enam prinsip terapi yang perlu diperhtikan sebelum

menggunakan obat kortikosteroid, yaitu :

- untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial

and error, serta harus di re-evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan

perubahan penyakit,

- suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya,

- penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi

spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis yang sangat besar,

7

Page 8: referat kortikosteroid.docx

- bila pengobatan diperpanjang sampai beberapa minggu atau bulan hingg dosis

melebihi dosis substitusi, insiden efek samping dan efek letal potensial akan

bertambah,

- penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal atau kuratif tetapi

hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya, kecuali untuk insufisiensi

adrenal,

- penghentiaan pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis

besar mempunyai resiko insufisiensi adrenal hebat dan dapat mengancam jiwa.

Ada beberapa pertimbangan dalam pemilihan glukokortikoid :

- sediaan dengan efek mineralokortikoid minimal biasanya dipilih untuk

menurunkan efek retensi sodium.

- penggunaan prednisone atau obat sejenisnya dalam jangka panjang dengan

afinitas steroid-receptor yang lemah dapat menurunkan efek samping.

Penggunaan jangka panjang dari obat seperti dexametason yang memiliki waktu

paruh yang lebih panjang dan afinitas steroid-receptor yang tinggi dapat

menghasilkan efek samping yang lebih banyak tanpa efek terapeutik yang lebih

baik.

- Jika pasien tidak merespon pada kortison atau prednison, penggantian dengan

bentuk aktifnya, kortisol dan prednisolon, harus dipertimbangkan.

Indikasi penggunan kortikosteroid, yaitu :

- terapi pengganti pada insufisiensi adrenokortikal primer (Addison’s disease),

- terapi pengganti pada insufisiensi adrenokortikal sekunder atau tersier,

- diagnosis sindrom Cushing,

- terapi pengganti pada hiperplasia adrenal kongenital,

- menghilangkan gejala peradangan,

- pengobatan alergi.

Umumnya penyakit kulit diobati dengan glukokortikoid oral termasuk penyakit

bula serius (pemfigus, pemfigoid bulosa, pemfigoid sikatrik, erythema multiforme, toxic

epidermal necrolysis); penyakit jaringan ikat (dermatomyositis, systemic eryhematosus;

vasculitis; dermatosa neutrofilik (pioderma gangrenosum, acut febrile neutrophilic

dermatosis); sarcoidosis; lepra reaktiof tipe 1, hemangioma kapilare; panniculitis; dan

urtikaria/angioedema.

8

Page 9: referat kortikosteroid.docx

Penggunakan glukokortikoid singkat, dapat dilakukan pada dermatitis yang

parah (dermatitik kontak, dermatitik atopik, fotodermatitis, dermatitis exfoliatif, dan

erythroderma). Penggunaan glukokortikoid masih kontroversial untuk pengobatan

erythrema nodosum, lichen planus, cutaneus T cell lymphoma, dan discoid lupus

erythromatosus.

Tabel 2. Dosis Inisial Kortikosteroid Sistemik Sehari untuk Orang Dewasa pada

berbagai Dermatosis

Nama Penyakit Macam Kortikosteroid dan Dosisnya Sehari

Dermatitis

Eruspsi alergi obat ringan

Sindrom Stevens Johnson berat dan NET

Eritoderma

Reaksi lepra

Lupus eritematosa diskoid

Pemfigoid bulosa

Pemfigus vulgaris

Pemfigus foliaseus

Pemfigus ertematosa

Psoriasis pustulosa

Reaksi Jarish-Herxheimer

Prednison 4x5 mg atau 3x10 mg

Prednison 3x10 mg atau 4x10mg

Dexametason 6x5mg

Prednison 3x10 mg atau 4x10mg

Prednison 3x10 mg

Prednison 3x10 mg

Prednison 40-80 mg

Prednison 50-150 mg

Prednison 3x20 mg

Prednison 3x20 mg

Prednison 4x10 mg

Prednison 20-40 mg

Efek Samping

Efek samping terapi kortikosteroid tergantung pada dosis, lama pengobatan, dan

macam kotikosteroi. Pada pengobatan jangka pendek (beberapa hari/minggu) umumnya

tidak terjadi efek samping yang gawat. Pada pengobatan jangka panjang (beberapa

bulan/tahun) haru diadakan tindakan untuk mencegah terjadinya efek tersebut, yaitu : (4)

- diet tinggi protein dan rendah garam,

- pemberian KCl (3 x 500 mg sehari) untuk orang dewasa jika terjadi defisiensi

kalium,

- obat anabolik,

- antibiotik perlu diberikan (jika dosis besar),

- antasida.

9

Page 10: referat kortikosteroid.docx

Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhadap efek samping, hendaknya

diperiksa tensi dan berat badan (seminggu sekali), EKG (sebulan sekali)terutama pada

usia 40 tahun, dan pemeriksaan laboratorium (Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, LED,

urin lengkap, kadar Na, K dalam darah, gula darah seminggu sekali), foto thorax (3

bulan sekali untuk melihat TB paru).

Efek samping dapat timbul karena penghentian obat tiba-tiba atau pemberian

obat terus-menerus terutama dengan dosis besar. Efek samping terapi kortikosteroid

yaitu :

- Osteoporosis

Osteoporosis terjadi pada 40% dari pasien-pasien dengan terapi kortikosteroid

sistemik, terutama menonjol pada anak-anak, remaja, dan wanita postmenopause.

Kira-kira sepertiga pasien terbukti memiliki fraktur vertebra setelah 5-10 tahun

menggunakan steroid. Bone loss terjadi paling cepat pada 6 bulan pertama

penggunaan glukokrtikoid, namun berlanjut lebih lambat setelah itu, dengan

kehilangan 3-10& tulang per tahun pada banyak pasien. Beberapa bone loss dapat

reversible setelah glukokortikoid dihentikan, paling tidak pada pasien yang muda.

Glukokortikoid menginhibisi osteoblas, meningkatkan ekskresi kalsium oleh ginjal,

menurunkan absorbsi kalsium intestinal, dan meningkatkan resorpsi tulang oleh

osteoklas. Glukokortikoid juga mengurangi kadar estrogen dan testosteron, yang

mungkin manjadi faktor yang penting dalam patogenesis osteoporosis.

- Avascular necrosis

Avascular necrosis (AVN) dimanifestasikan oleh nyeri dan terbatasnya pergerakan

satu atau lebih sendi. Ditemukan hipertensi intraoseus, diikuti iskemik tulang dan

nekrosis. Hipertrofi liposit intraoseus mungkin menyebabkan hiupertensi intraoseus

ini. Glukokortikoid juga mendorong apoptosis dari osteoblas, yang juga mendukung

terjadinya AVN. Penyakit yang telah ada sebelumnya, seperti SLE, meningkatkan

kemungkinan adanya steroid-induced AVN. Penelitian menunjukkan bahwa banyak

pasien yang mengembangkan AVN memiliki trombofilia atau hipofibrinolisis, yang

membawa pada oklusi trombotik dari aliran vena dari tulang, penurunan perfusi

arterial, dan infark tulang.

- Aterosklerosis

10

Page 11: referat kortikosteroid.docx

Glukokortikoid meningkatkan banyak faktor resiko yang berkaitan dengan

pembentukan aterosklerosis, diantaranya hipertensi arterial, resistensi insulin,

intoleransi glukosa, hiperlipidemia, dan obesitas sentral. Karenanya adalah wajar

bahwa pasien yang mengkonsumsi glukokortikoid memiliki peningkatan resiko

untuk aterosklerosis. penderita dengan Cushing’s disease memiliki angka kematian

4 kali lebih tinggi dari komplikasi kardiovaskular, termasuk CAD, CHF, dan

cardiac stroke. Resiko untuk aterosklerosis bertahan untuk paling tidak 5 tahun

setelah normalisasi kadar serum kortisol pada Cushing’s disease, dan penemuan

serupa dapat ditemukan pada pasien-pasien dengan terapi glukokortikoid kronis.

- Suppresi aksis Hipotalamus-Pituitari-Adrenal

Aksis HPA dengan cepat disupresi setelah onset terapi glukokortikoid. Jika terapi

terbatas sampai 1-3 minggu, aksis HPA dapat kembali dengan cepat. Sementara

penggunaan lebih lama berhubungan dengan supresi aksis HPA sampai satu tahun

setelah terapi dihentikan. Gejala-gejala supresi adrenal diantaranya letargi, mual,

anoreksia, demam, hipotensi ortostatik, hipoglikemi, dan kehilangan berat badan.

Juga ada withdrawal syndrome steroid, dimana pasien mengalami gejala-gejala

insufisiensi adrenal meskipun memiliki respon kortisol yang tampaknya normal

terhadap ACTH. Gejala-gejala umumnya termasuk anoreksia, letargi, malaise, mual,

kehilangan berat badan, deskuamasi, nyeri kepala, dan demam. Lebih jarang, terjadi

muntah, mialgia, dan athralgia. Pasien-pasien ini telah terbiasa pada kadar

glukokortikoid yang tinggi, dan gejala menghilang setelah glukokortikoid dimulai

lagi. Masalah ini dapat diatasi dengan tapering glukokortikoid yang lebih lambat,

biasanya 1 mg prednison tiap minggu.

- Efek samping imunologis

Glukokortikoid mengganggu reaksi hipersensitivitas tipe lambat karena inhibisinya

terhadap limfosit dan monosit.

Berkaitan dengan kehamilan dan laktasi

Glukokortikoid melintasi plasenta, namun tidak teratogenik. Infant yang

terpapar, termasuk bayi yang diberi ASI dari ibu yang menggunakan glukokortikoid

harus dimonitor untuk supresi adrenal dan supresi pertumbuhan.

11

Page 12: referat kortikosteroid.docx

Interaksi obat

Obat-obat seperti barbiturat, fenitoin, dan rifampin, yang menginduksi enzim

mikrosomal hepar, dapat mempercepat metabolisme glukokortikoid Obat-obat seperti

cholestyramine, colestipol, dan antasid mengganggu absorbsi glukortikoid.

Glukokortikoid mengurangi kadar serum salisilat dan membuat kebutuhan dosis yang

lebih tinggi untuk warfarin sebagai antikoagulan.

Strategi untuk mengurangi efek samping glukokortikoid

1. Evaluasi sebelum pengobatan.

Untuk meminimalisir masalah, evaluasi awal harus memasukkan riwayat pribadi

dan keluarga, dengan perhatian lebih pada predisposisi terhadap diabetes, hipertensi,

hiperlipidemi, glukoma, dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan terapi

steroid. Tekanan darah dan berat badan awal harus diukur. Jika pengobatan

diperkirakan diperpanjang, pemeriksaan mata dan tes PPD harus dilakukan,

Pemeriksaan untuk infeksi lain harus berhubungan denga riwayat dan pemeriksaan

fisik. Jika penggunaan jangka panjang glukokortikoid direncanakan, pengukuran

densitas tulang spinal awal harus didapatkan.

2. Evaluasi selama pengobatan

Pada kunjungan follow-up, harus ditanyakan apakah ada keluhan poliuri, polidipsi,

sakit perut, demam, gangguan tidur, dan efek psikologis pada pasien. Mungkin

terdapat efek yang serius pada afek dan bahkan psikosis pada pasien dengan dosis

tinggi glukokortikoid. Berat badan dan tekanan darah harus dimonitor. Elektrolit

serum, gula darah puasa, dan kadar kolesterol serta trigliserida harus diukur.

Pemeriksaan mata harus dilakukan dengan monitoring yang hati-hati untuk

perkembangan katarak dan glukoma.

3. Pengukuran-pengukuran preventif

- Diet

Diet harus dalam rendah kalori, lemak, sodium, dan tinggi protein. Konsumsi

alkohol, kopi, dan nikotin harus diminimalisir. Olah raga harus dianjurkan.

- Infeksi

12

Page 13: referat kortikosteroid.docx

Pasien dengan tes PPD positif harus diberikan profilaksis dengan isoniazid.

Demam atau temuan fokus infeksi harus diperiksa dengan pendekatan

diagnosa yang tepat.

- Komplikasi gastrointestinal

Terdapat peningkatan hampir sembilan kali lipat insidensi ulkus peptikum

pada pasien dengan glukokortikoid dan NSAID. Pada pasien dengan dua atau

lebih faktor resiko (seperti pasien yang mengkonsumsi NSAID, adanya

riwayat ulkus peptikum, atau dosis total glukokortikoid >1000 mg, profilaksis

harus dipertimbangkan. Profilaksis dapat berupa antasid, H2 receptor blocker,

atau proton pump inhibitor.

- Supresi adrenal

Pasien yang menerima glukokortikoid lebih lama dari 3-4 minggu harus

dianggap memiliki supresi adrenal yang membutuhkan tapering

glukokortikoid untuk mengembalikan aksis HPA.Tapering paling baik

dilakukan dengan mengganti dari dosis harian ke dosis selang hari, diikuti

pengurangan dosis bertahap.

- Osteoporosis

Beberapa terapi dikembangkan untuk mencegah osteoporosis pada pangguna

glukokortikoid. Pencegahan dapat dengan suplemen kalsium dan vitamin D.

Pada wanita post menopause dan premenopause yang menjadi amenorheic

karena glukokortikoid, hasil yang baik didapatkan dengan pemberian Hormon

Replacement Therapy. Pria dengan kadar testosteron serum yang rendah yang

menerima pengobatan glukokortikoid harus mendapatkan suplemen

testosteron. Peningkatan osteolisis karena steroid menyembangkan

digunakannya beberapa agen yang menghambat resorpsi tulang, seperti

biphosphonate dan calcitonin. Rekomendasi saat ini termasuk pengukuran

densitas tulang dan studi seerial untuk mengidentifikasi awal adanya densitas

tulang yang hilang. Densitas tulang terbaik diukur di spina lumbal pada pasien

kurang dari 60 tahun dan di leher femur pada pasien lebih dari 60 tahun.

- Aterosklerosis

13

Page 14: referat kortikosteroid.docx

Tekanan darah, lipid serum, dan jadar glukosa harus diperiksa secara serial.

Abnormalitas harus diobati dengan manipulasi diet dan pengobatan yang

perlu.

- Avascular necrosis

Deteksi awal penting karena intervensi awal dapat mencegah progressi pada

penyakit degenerasi sendi. Pasien harus selalu dipantau apakah ada keluhan

nyeri dan keterbatasan gerakan sendi. Pemeriksaan yang sensitif untuk deteksi

AVN adalah bone scan dan MRI.

Tabel 3. Efek Samping Kortikosteroid

Penghambat Kortikosteroid

- Metirapon

Metirapon mempengaruhi sintesis kortikosteroid dengn jalan menghambat langkah

akhir (11-hidroksilasi) sintesis glukokortikoid yang menyebabkan peningkatan 11-

deoksikortisol sama seperti androgen adrenal dan mineralokortikoid kuat, 11-

deoksikortikosteron.

- Aminoglutetimid

14

Page 15: referat kortikosteroid.docx

Aminoglutetimid bekerja dengan jalan menghambat konversi kolesterol menjadi

pregnenolon. Akibatnya, sintesis semua steroid aktif berkurang. Aminoglutetimid

diberikan bersama dengan deksametason pada pengobatan kanker payudara untuk

mengurangi androgen dan produksi estrogen. Aminoglutetimid juga berguna pada

pengobatan keganasan korteks adrenal untuk mengurangi sekresi steroid.

- Ketokonazol

Ketokonazol menghambat dengn kuat sintesis hormon gonad dan hormon steroid.

- Mifepriston

Mifepriston merupakan suatu antagonis glukokortkoid kuat. Obat ini membentuk

kompleks dengan reseptor glukokortikoid, tetapi disosiasi obat yang cepat dari

reseptor menyebabkankesalahan translokasi ke dalam nukleus.

- Spironolakton

Spironolakton bersaing pada reseptor mineralokortikoid sehingga menghambat

reabsorbsi Na di ginjal. Obat ini dapat juga mengantagonis sintesis aldosteron dan

testosteron.

B. Kortikosteroid Topikal

Farmakologi

Kortisol dapat dimodifikasi dengan menambahkan/merubah gugus

fungsional pada suatu posisi. Menambahkan fluorin pada posisi 6 dan 9 akan

meningkatkan potensi steroid, juga mineralkortikoid. Menambahkan -hidroksil

(triamkinolone), -metil (deksametason) dan -metil (betametson) meningkatkan

efisiensi senyawa tanpa menaikkan properti penyimpanan sodium.

Potensi klinikal kortikosteroid tergantung tidak hanya dari potensi molekul,

tetapi juga dari vehikulum dan sifat kulit yang dipakaikan. Vehikulum adalah sangat

penting, karena mempengaruhi kuantitas steroid yang diberikan pada waktu tertentu.

Sebagai contoh, salep meningkatkan efek kortikosteroid karena menaikkan hidrasi

dan permeabilitas pada stratum korneum. Propilene glikol adalah vehikulum pelarut

yang sering dipakai, sebab senyawa yang mengandung proplilene glikol akan lebih

poten.

15

Page 16: referat kortikosteroid.docx

Perawatan kulit sebelum pemberian kortikosteroid juga mempengaruhi

penyerapan ke dalam kulit; penggunaan zat keratolitik/pelarut lemak seperti aseton

akan meningkatkan penetrasi ke dalam kulit.

Sesuai dengan potensinya, kortikosteroid dibagi menjadi 7 kelas:

1. Kelas I (super potent)

Krim Temovate 0.05% (klobetasol propionate)

Salep Temovate 0.05%

Krim Diprolene 0.05% (betametason dipropionat) (vehikulum optimal)

Salep Diprolene 0.05%(betametason dipropionat) (vehikulum optimal)

Salep Psorcon 0.05% (diflorason diasetat)

Krim Ultravate 0.05% (halobetasol propionat)

2. Kelas II (potent)

Salep Cyclocort 0.1% (amkinonide)

Krim Diprolene AF 0.05% (betametason dipropionat) (vehikulum optimal)

Salep Diprosone 0.05% (betametason dipropionat) (vehikulum optimal)

Salep Florone 0.05% (diflorason diasetat)

Salep Elocon 0.1% (mometason furoate)

Krim Halog 0.1% (halkinonide)

Krim Lidex 0.05% (flukinonide)

Gel Lidex 0.05% (flukinonide)

Salep Lidex 0.05%(flukinonide)

Salep Maxiflor 0.05% (diflorason diasetat)

Krim Topicort 0.25% (deksometason)

Gel Topicort 0.05% (deksometason)

Salep Topicort 0.25%(deksometason)

3. Kelas III

Salep Aricocort 0.1% (triamkinolone asetonide)

Salep Cutivate 0.005% (flutikason propionat)

Krim Cyclocort 0.1% (amkinonide)

Lotion Cyclocort 0.1% (amkinonide)

Krim Diprosone 0.05% (betametason dipropionat)

Krim Florone 0.05 (diflorason diasetat)

16

Page 17: referat kortikosteroid.docx

Krim Lidex A 0.05% (flukinonide)

Krim Maxiflor 0.05%(diflorason diasetat)

Salep Valisone 0.1% (diflorason diasetat)

4. Kelas IV (setengah potensi)

Salep Cordran 0.05% (flurandrenolide)

Krim Elocon 0.1% (mometason furoat)

Krim Kenalog 0.1% (triamkinolone asetonide)

Foam/Busa Luxiq 0.12% (betametason valerat)

Salep Synalar 0.025% (fluorokinolon asetonide)

Salep Westcort 0.2% (hidrokortison valerat)

5. Kelas V

Krim Cordran 0.05% (flurandrenolide)

Lotion Cordran 0.05% (flurandrenolide)

Krim Cutivate 0.05%(flutikason proprionat)

Lotion Diprosone 0.05% (betametason diproprionat)

Lotion Kenalog 0.1% (triamkinolone asetonide)

Krim Locoid 0.1% (hidrokortison butirat)

Krim Synalar 0.025% (fluokinolon asetonide)

Krim Valisone 0.1 (betametason valerat)

Krim Westcort 0.2% (hidrokortison valerat)

6. Kelas VI (sedang)

Krim Aclovate 0.05% (aklometason dipropionat)

Salep Aclovate 0.05% (aklometason dipropionat)

Krim Aristocort 0.1% (triamkinolon asetonide)

Krim DesOwen 0.05% (desonide)

Krim Synalar 0.01% (fluokinolon asetonide)

Solusi Synalar 0.01% (fluokinolon asetonide)

Krim Tridesilon 0.05% (desonide)

Lotion Valisone 0.1% (betametason valerat)

7. Kelas VII

Topikal dengan hidrokortison.

Deksametason, flumetson, prenisolon dan metilprednisolon

17

Page 18: referat kortikosteroid.docx

Mekanise Kerja

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.

Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di

jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami

perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan

ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein

inimerupakan perantara efek fisiologis steroid.

Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar

dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke

dalam sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ;

keratinosik (atropi epidermal, re-epitalisasilambat), produksi fibrolast mengurangi

kolagen dan bahan dasar (atropi dermal, striae),efek vaskuler kebanyakan berhubungan

dengan jaringan konektif vaskuler (telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis

(pembentukan jaringan granulasiyang lambat).

Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti- proliferatif,

dan imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalaminti sel-sel

lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel

tersebutmengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang

dapatmembentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis

(anti- proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid

juga dapatmengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat

merusak jaringan tidak dikeluarkan.

Kegunaan Klinis

Efektivitas kortikosteroid terkait pada 4 fungsi yang dimilikinya, yaitu:

Vasokonstriksi : menyebabkan konstriksi pada pembuluh kapiler di

lapisan dermis, sehingga mengurangi eritem.

Antiproliferasi : menghambat sintesa DNA dan mitosis

Imunosupresi : mensupresi sitokin, .jumlah sel mast, imunitas humoral

menghambat kemotaksis neutrofil.dan menyebabkan ekspansi jumlah sel

B berkurang

18

Page 19: referat kortikosteroid.docx

Anti-inflamasi : menghambat pembentukan prostaglandin dan

fosfolipase A2 sehingga asam arakidonat tidak terbentuk, juga

menghambat proses fagositosis dan stabilisasi membran lisosom pada sel

fagosit.

Tabel 4.respons penyakit pada steroid topikal

Respons tinggi Respons sedang Respons lemah

-Psoriasis ( intertrignous)

-Dermatitis atopik (anak-anak)

-Dermatitis seboroik Intertrigo

Diberikan :

Kortikosteroid dengan potensi

rendah

-Psoriasis (tubuh)

-Dermatitis atopik (dewasa)

-Dermatitis numular

Dermatitis iritan primer

-Urtikaria papular

-Parapsoriasis

-Liken simpleks kronikus

Diberikan :

Kortikosteroid dengan potensi

sedang

-Palmoplantar psoriasis

-Psoriasis pada kuku

-Eksema dishidrotik

-Lupus eritematosus

Pempigus

-Liken planus

-Granuloma anular

-Nekrobiosis lipoidica

diabetikorum

-Sarkoidosis

-Dermatitis kontak alergik,

fase akut

Gigitan serangga

Diberikan :

Kortikosteroid dengan potensi

kuat

Lokasi dimana steroid diberikan juga menentukan efektivitas kortikosteroid

topikal, sebagai contoh: penetrasi kortikosteroid topikal pada kelopak mata dan

skrotum 4 x lebih kuat daripada melalui pelipis dan 36x lebih kuat daripada melalui

telapak tangan ataupun kaki. Kulit dengan denudasi, meradang dan lembab juga akan

meningkatkan penetrasi.

Absorbsi kortikosteroid topikal oleh kulit adalah sebagai berikut :

Lengan 1%

Ketiak 4%

Muka 7%

19

Page 20: referat kortikosteroid.docx

Genitalia dan kelopak mata 30%

Telapak tangan 0,1%

Telapak kaki 0,05%

Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :

- Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.

- Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per

minggu,sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik,

pilihlah salah satu dari golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan

hidrokortison asetat 1%.

- Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab untuk

semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai

kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu

dermatosis. Tinea dan scabies incognito adalah tinea danscabies dengan

gambaran klinik tidak khas disebabkan pemakaian kortikosteroid.

a. Kegunaan bagi pediatrik

Kortikosteroid topikal sangat efektif dan memiliki sedikit efek samping bila

sediaan dengan potensi rendah digunakan dalam waktu singkat pada penderita anak-

anak

Namun, bayi di bawah umur 1 tahun sangat rentan terhadap efek samping yang

disebabkan oleh kortikosteroid, karena:

Memiliki rasio yang lebih besar antara permukaan kulit dengan berat

tubuh

Kurangnya metabolisme terhadap kortikosteroid

Kulit yang tipis, sehingga mengakibatkan penetrasi obat meningkat

Absorpsi kortikosteroid topikal yang berlebih dapat menekan produksi kortisol

normal dalam tubuh. Bila agen kortikosteroid topikal harus diberikan, maka

pemberiannya haruslah dapat dimonitor dengan teliti.

b. Kegunaan bagi geriatrik

20

Page 21: referat kortikosteroid.docx

Secara umum, hampir serupa dengan anak-anak. Sangat memerlukan

penanganan dan monitor yang tepat.

c. Pada Wanita yang Mengandung dan Menyusui:

Penggunaan kortikosteroid topikal belum pernah mengakibatkan kelainan janin,

namun harus tetap diwaspadai. Harus digunakan dengan hati-hati pada ibu menyusui

dan tidak diperbolehkan mengoleskan kortikosteroid pada buah dada sebelum

menyusui.

Dosis dan Formulasi

Penggunaan kortikosteroid 2 kali sehari biasa dicantumkan pada semua agen

kortikosteroid topikal, walau tidak ada bukti ilmiah yang mendukung. Untuk

mengurangi resiko dari efek samping dan takifilaksis, pemakaian dengan waktu jeda

yang panjang amat disarankan kepada pasien. Lama pemakaian kortikosteroid topikal

sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk potensi lemah dan tidak lebih dari 2

minggu untuk potensi kuat.

Kortikosteroid topikal bisa diberikan dalam segala bentuk vehikulum. Salep

(campuran minyak/lemak dan petrolatum yang tidak dapat larut dalam air) merupakan

preparasi terbaik dalam menangani kondisi pada area yang berkulit tebal seperti telapak

tangan atau kaki. Salep mampu melembabkan stratum korneum sehingga meningkatkan

penetrasi dan potensi kortikosteroid. Satu-satunya keluhan adalah rasa berminyak pada

area yang dioleskan.

Krim (W/O) lebih mudah dioleskan, cocok secara kosmetik dibandingkan salep.

Namun vehikulum ini mengandung zat emulsif dan preservatif yang mungkin memicu

reaksi alergi.

Lotion (O/W) bermanfaat seperti krim karena melarutkan kortikosteroid dan

menyebar lebih mudah pada kulit. Cairan terdiri dari air, alkohol dan propilene glikol.

Gel adalah komponen padat pada suhu ruangan ,tetapi larut begitu dioleskan pada kulit.

Lotion, cairan dan gel kurang dapat menembus kulit, tetapi dapat dipakai pada area

yang berambut seperti kulit kepala, walaupun penderita akan mengeluhkan minyak pada

kepala. Semprotan yang mengandung steroid adalah cara mudah, tetapi kurang efisien

sehingga jarang digunakan.

21

Page 22: referat kortikosteroid.docx

Busa/foam adalah vehikulum terbaru yang sangat efisien, terpilih untuk

digunakan dalam kosmetik dan dapat ditoleransi dengan baik. Bila dioleskan pada kulit,

suhu tubuh akan memecahkan struktur busa dan membawa bahan aktif ke dalam kulit

dengan residu yang sedikit.

Efek Samping

1. Striae dan atrofi kulit : biasanya terjadi karena penggunaan yang lama (3-4

minggu). Terjadi pada daerah aksila atau inguinal dan bersifat reversibel.

2. Steroid akne

3. Dermatitis perioral dan periocular : biasanya akan membaik dengan

menghentikan pemakaian

4. Retardasi pertumbuhan dan Iatrogenic Cushing’s syndrome: terjadi akibat

supresi aksis pituitari - adrenal

5. Dermatitis kontak alergi atau iritan

6. Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi

7. Teleangiektasia

8. Hipertrikosis

Interaksi Obat

Interaksi obat kortikosteroid topkal hanya sedikit yang diketahui, oleh karenanya

pemakaian obat ini sering dicampur dengan obat topikal lainnya seperti anti jamur dan

antibiotik untuk membentuk produk kombinasi baru. Namun, pembuatan produk

kombinasi yang baru ini tidak disarankan, bahkan ditolak oleh FDA karena para

produsen tidak mampu memberikan bukti adanya efektivitas dari masing-masing

komponen.

22