Referat jiwa

23
Referat DEPRESI POSTPARTUM Oleh: D.Alfhiradina Insan Fitriyani Nadia Annisa Pembimbing dr. Djusnidar Dja’far, Sp.KJ KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PERIODE 11 AGUSTUS- 13 SEPTEMBER 2014

description

jiwa

Transcript of Referat jiwa

Page 1: Referat jiwa

Referat

DEPRESI POSTPARTUM

Oleh:

D.Alfhiradina

Insan Fitriyani

Nadia Annisa

Pembimbing

dr. Djusnidar Dja’far, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN

PERIODE 11 AGUSTUS- 13 SEPTEMBER 2014

PEKANBARU

2014

Page 2: Referat jiwa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan dan melahirkan anak merupakan suatu peristiwa kompleks

yang berpengaruh bagi seorang ibu, baik dari aspek fisik maupun aspek

psikologikal. Beberapa penelitian deskriptif pada periode immediet postpartum

mengindikasikan bahwa beberapa hari pascamelahirkan merupakan periode yang

sangat menegangkan. Perubahan perubahan yang terjadi ini dapat menyebabkan

gangguan psikologis ibu dan dapat menjadi suatu depresi setelah melahirkan yang

dinamakan depresi pasca melahirkan atau yang disebut depresi postpartum.1

Tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang

paling ringan yaitu saat ibu mengalami kesedihan sementara yang berlangsung

sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut sebagai the blues atau

maternity blues. Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis

postpartum atau melankolia. Diantara dua keadaan tersebut terdapat keadaan yang

relative mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau

depresi postpartum.1

Depresi postpartum merupakan gangguan mood setelah melahirkan yang

merefleksikan disregulasi psikologikal yang merupakan tanda dari gejala-gejala

depresi major. Mood yang tertekan, hilangnya ketertarikan atau senang dalam

beraktivitas, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, agitasi fisik atau pelambatan

psikomotor, lemah, merasa tidak berguna, susah konsentrasi, keinginan untuk

bunuh diri merupakan gejala-gejala yang dapat dijumpai pada ibu dengan depresi

postpartum1,2.

Secara epidemiologi, depresi postpartum dapat terjadi pada semua

golongan umur, persalinan dan berbagai daerah di dunia, termasuk Indonesia.

Berdasarkan laporan WHO (1999) diperkirakan wanita melahirkan yang

mengalami depresi postpartum ringan berkisar 10 per 1000 kelahiran hidup dan

1

Page 3: Referat jiwa

depresi post partum sedang atau berat berkisar 30 sampai 200 per 1000 kelahiran

hidup. Beberapa penelitian juga mengemukakan bahwa depresi post partum

bervariasu disetiap daerah penelitian. Hasil penelitian O’Hara dan Swain (1996)

menemukan kejadian depresi postpartum di Belanda sekitar 2%-10%, di Amerika

Serikat 8%-26% dan di Kanada 50%-70%.3

Besarnya angka kejadian depresi postpartum mengakibatkan hal ini

menjadi salah satu masalah kesehatan jiwa utama karena depresi menurunkan

produktivitas, menurunkan semangat hidup, bahkan sampai menyebabkan

tindakan bunuh diri yang berdampak sangat buruk pada masyarakat.1,2,3,4. Referat

ini akan membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, diagnosis,

penatalaksanaan dan prognosis depresi postpartum.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana definisi, epidemiologi, etiologi, diagnosis, penatalaksanaan

dan prognosis depresi postpartum.

1.3.1 Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah:

1. Memahami mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, diagnosis, penatalaksanaan

dan prognosis postpartum.

2. Meningkatkan kemampuan penulisan karya ilmiah.

3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu

Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Riau- Rumah Sakit Jiwa

Tampan.

1.3.2 Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengacu

pada beberapa literatur.

2

Page 4: Referat jiwa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Depresi adalah suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan

dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan

pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan,

rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri.5

Depresi postpartum merupakan gangguan mood setelah melahirkan yang

merefleksikan disregulasi psikologikal yang merupakan tanda dari gejala-gejala

depresi major. Mood yang tertekan, hilangnya ketertarikan atau senang dalam

beraktivitas, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, agitasi fisik atau pelambatan

psikomotor, lemah, merasa tidak berguna, susah konsentrasi, keinginan untuk

bunuh diri merupakan gejala-gejala yang dapat dijumpai pada ibu dengan depresi

postpartum.1,2

2.2 Epidemiologi

Secara epidemiologi, depresi postpartum dapat terjadi pada semua

golongan umur, persalinan dan berbagai daerah di dunia, termasuk Indonesia.

Berdasarkan laporan WHO (1999) diperkirakan wanita melahirkan yang

mengalami depresi postpartum ringan berkisar 10 per 1000 kelahiran hidup dan

depresi post partum sedang atau berat berkisar 30 sampai 200 per 1000 kelahiran

hidup. Beberapa penelitian juga mengemukakan bahwa depresi post partum

bervariasu disetiap daerah penelitian. Hasil penelitian O’Hara dan Swain (1996) 3

Page 5: Referat jiwa

menemukan kejadian depresi postpartum di Belanda sekitar 2%-10%, di Amerika

Serikat 8%-26% dan di Kanada 50%-70%.3

Depresi postpartum paling sering terjadi dalam 4 bulan pertama setelah

melahirkan, tetapi dapat terjadi kapan pun pada tahun pertama. Depresi

postpartum tidak berbeda dari depresi yang dapat terjadi setiap saat lainnya dalam

kehidupan wanita. Masa pasca-melahirkan adalah waktu yang paling rentan bagi

wanita untuk mengembangkan penyakit kejiwaan. Wanita yang menderita 1

episode depresi mayor setelah melahirkan memiliki risiko kekambuhan sekitar

25%.

Perempuan resiko tertinggi adalah mereka dengan sejarah pribadi depresi,

episode sebelumnya depresi pasca melahirkan, atau depresi selama kehamilan.

Selain memiliki riwayat depresi, kehidupan yang penuh stress akhir-akhir ini,

stres sehari-hari seperti perawatan anak, kurangnya dukungan sosial (terutama

dari pasangan), kehamilan yang tidak diinginkan, dan status asuransi telah

divalidasi sebagai faktor risiko. Biasanya, depresi pasca melahirkan berkembang

secara diam-diam selama 3 bulan pertama pasca melahirkan, meskipun gangguan

tersebut mungkin memiliki onset yang lebih akut. Depresi postpartum lebih

persistent dan melemahkan daripada postpartum blues.5,6

2.3 Etiologi

Depresi postpartum tidak berbeda secara mencolok dengan gangguan

mental atau gangguan emosional. Suasana sekitar kehamilan dan kelahiran dapat

dikatakan bukan penyebab tapi pencetus timbulnya gangguan emosional.

Penyebab nyata terjadinya gangguan pasca melahirkan adalah adanya

ketidakseimbangan hormonal ibu, yang merupakan efek sampingan kehamilan

dan persalinan. Faktor lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya gejala ini

adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari orang

tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap

perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan. 7

Perempuan yang memiliki riwayat masalah emosional rentan terhadap

gejala depresi ini, kepribadian dan variabel sikap selama masa kehamilan seperti

4

Page 6: Referat jiwa

kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan munculnya

gejala depresi. Karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum

adalah : wanita yang mempunyai sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang

berasal dari keluarga yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan

dukungan dari suami atau orang–orang terdekatnya selama hamil dan setelah

melahirkan, wanita yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa

kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan informasi, wanita yang

mengalami komplikasi selama kehamilan.7,8

Depresi postpartum dipengaruhi beberapa faktor seperti7,8:

a. Faktor konstitusional.

Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat

obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah

ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi

lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum

menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam

proses adaptasi, kalau dahulu hanya memikirkan diri sendiri, begitu bayi

lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara

bayinya harus tetap dirawat.

b. Faktor fisik

Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan

mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik

dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting.

Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten

selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini

sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan

estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor

penyebab yang sudah pasti.

c. Faktor psikologis

Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan

menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian

5

Page 7: Referat jiwa

psikologis individu. mengindikasikan pentingnya cinta dalam

menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara

ibu dan anak.

d. Faktor sosial

Pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada

ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.

2.4 Manifestasi Klinis

Depresi merupakan gangguan yang betul–betul dipertimbangkan sebagai

psikopatologi yang paling sering mendahului bunuh diri, sehingga tidak jarang

berakhir dengan kematian. Gejala depresi seringkali timbul bersamaan dengan

gejala kecemasan. Manifestasi dari kedua gangguan ini lebih lanjut sering timbul

sebagai keluhan umum seperti, sulit tidur, merasa bersalah,  kelelahan,  sukar 

konsentrasi, hingga pikiran  mau bunuh  diri. Keluhan dan gejala depresi

postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya.

Hal yang terutama mengkhawatirkan adalah pikiran – pikiran ingin bunuh diri,

waham–waham paranoid dan ancaman kekerasan terhadap anak–anaknya. Tetapi

dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum, depresi postpartum

mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain 5,6:

a. Mimpi buruk. Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi –

mimpi yang menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga dapat

mengakibatkan insomnia.

b. Insomnia. Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang

mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain

yang terjadi dalam hidup manusia.

c. Fobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan

yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun

diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang melahirkan dengan

bedah Caesar sering merasakan kembali dan mengingat kelahiran yang

dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah Caesar akan merasakan emosi yang

bermacam–macam. Keadaan ini dimulai dengan perasaan syok dan tidak

6

Page 8: Referat jiwa

percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita yang pernah mengalami

bedah Caesar akan melahirkan dengan bedah Caesar pula untuk kehamilan

berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut terhadap peralatan peralatan

operasi dan jarum.

d. Kecemasan. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul

karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi

sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya.

e. Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali

penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih

kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi,

ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai

seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri

dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan

meningkatkan sensitivitas ibu.

f. Perubahan mood. Depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai

berikut : kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak berharga,

mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan

perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, anhedonia, menyalahkan

diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan,

tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel

dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis

terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan

kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu

yang benar–benar memusuhi bayinya. Depresi postpartum sering disertai

gangguan nafsu makan dan gangguan tidur, rendahnya harga diri dan

kesulitan untuk mempertahankan konsentrasi atau perhatian.

2.5 Skrining

Skrining untuk mendeteksi gangguan mood ataupun depresi merupakan

acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan . Untuk skrining ini dapat

dipergunakan beberapa kuesinor sebagai alat Bantu. Edinburg Postanal

7

Page 9: Referat jiwa

Depression Scale (EDPS) merupan kuesioner dengan validitas yang teruji yang

dapat mengukur intensitas perubahan suasana depresi selama 7 hari pasca salin.

Pertanyaan-pertanyaan berhubungan dengan labilitas persaaan kecemasan persaan

bersalah serta mencakup hal-hal yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner

ini terdiri dari 10 pertanyaan dimana setiap pertanyan memiliki 4 pilihan

jawabanya yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan

gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat ini. Pertanyaan harus dijawab

sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit . Peneliti

mendapati bahwa nilai scoring lebih besar dari 12 memiliki sensitifitas 86 % dan

nilai predikasi positif 73 % untuk mendiagnosa kejadian post partum blues .

EDPS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia ,

Australia, Italia dan Indonesia . EDPS dapat dipergunakan dalam minggu pertama

pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu

kemudian .8

2.6 Diagnosis

Kriteria yang digunakan dalam menegakkan diagnosis berdasarkan pada

riwayat dan gejala-gejala mengikuti Diagnostic And Statisctical Manual of

Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV).1,2,3,4,10

Gejala depresi mayor dengan onset postpartum:

Depresi mayor adalah didefinisikan dengan adanya lima dari gejala

berikut, yang mana salah satu harus adanya mood yang tertekan atau

penurunan ketertarikan atau kesenangan.

Mood yang tertekan sering berhubungan dengan kebingungan yang

berat.

Adanya penurunan ketertarikan atau kesenangan dalam

beraktivitas

Gangguan nafsu makan, biasanya diikuti dengan kehilangan berat

badan

Gangguan tidur, paling sering insomnia atau tidur yang tidak

nyaman bahkan ketika bayinya tertidur.

8

Page 10: Referat jiwa

Agitasi fisik, atau pelambatan psikomotor

Lemah, penurunan energi

Merasa kurang berguna

Penurunan konsentrasi

Adanya keinginan bunuh diri

*Depresi postpartum diartikan dalam DSM-IV dimulai empat minggu setelah

melahirkan

*Gejala yang harus ada sepanjang hari hampir setiap hari selama dua minggu.

2.7 Tatalaksana

Secara umum, dalam menatalaksanaan ibu dengan depresi postpartum

diberikan dengan farmakologis, psikoterapi, hormonal terapi, dan prophylactic

treatment.

a. Farmakologis

Pasien yang telah didiagnosis dengan gangguan depresi postpartum,

diberikan pengobatan dengan antidepressant. Pemberian selective

serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seharusnya diberikan pada karena

golongan obat tersebut mempunyai resiko efek toksik yang rendah. SSRI

bisa membantu pasien yang tidak mempunyai respon bagus terhadap

tricyclic antidepressant, golongan antidepressant lainnya dan cenderung

ditoleransi lebih baik dengan dosis yang rendah.11 Bagaimanapun, jika

pasien sebelumnya mempunyai respon baik terhadap obat antidepresan

jenis lainnya, obat tersebut secara kuat dipertimbangkan untuk diberikan

kembali. Efek samping yang dapat timbul diantaranya yaitu anak menjadi

irritable, sulit tidur, dan mencret. Namun efek samping ini lebih banyak

terjadi pada pemkaian fluoxetin dan citolapram karena eksresinya di ASI

yang lebih banyak dibandingkan SSRI yang lain. Sementara itu, SSRI

yang sedikit sekresinya di ASI yaitu paroxetin dan setraline.

Golongan obat lainnya yang digunakan pada pasien depresi postpartum

adalah tricyclic antidepressant (TCA). Cara kerja obat golongan untuk

menurunkan gejala depresi tidak diketahui tetapi jenis obat ini dapat

9

Page 11: Referat jiwa

menghalangi re-uptake berbagi neurotransmiter termasuk serotonin dan

norepinephrine pada membran neuronal.2

Pada pasien multipara sensitif terhadap efek samping dari pengobatan,

pengobatan semestinya dimulai setengah dosis awal selama empat hari,

dan selanjutnya akan ditingkatkan dosisnya secara perlahan sampai dosis

yang direkomendasi tercapai. Peningkatan dosis secara perlahan sangat

menolong dalam mengatasi adanya efek samping dari obat. Jika pasien

merespon terhadap percobaan awal selama enam sampai delapan minggu,

dosis yang sama harus diberikan selama minimal enam bulan setelah

toleransi penuh tercapai, dalam hal untuk mencegah kambuhnya efek

samping. Jika tidak ada perkembangan setelah enam bulan terapi

pengobatan atau jika pasien merespon namun gejalanya timbul lagi,

dirujuk ke psikiater dapat dipertimbangkan.1,2,11,12

b. Psikoterapi

Pada studi yang melibatkan 120 ibu melahirkan, interpersonal psikoterapi,

dengan pengobatan 12 sesi yang terfokus pada perubahan peran dan

pentingnya suatu hubungan sangat efektif untuk meredakan gejala depresi

dan meningkatkan fungsi psikososial. Sebuah grup berdasarkan intervensi

pada psikoterapi interpersonal diberikan selama kehamilan mencegah

terjadinya depresi postpartum. Bagaimanapun, psikoterapi sebagai

tambahan dikombinasikan dengan fluoxetine tidak meningkatkan

pengobatan daripada dengan fluoxetine saja.1,2,13

c. Hormonal Replacement Therapy

Estradiol telah dievaluasi sebagai pengobatan untuk depresi postpartum.

Pada studi yang membandingkan transdermal estradiol dengan plasebo,

grup yang diobati dengan estradiol mempunyai penurunan skor depresi

yang signifikan selama bulan pertama.1

d. Profilaksis Treatment

Pasien yang mengalami riwayat depresi setelah kehamilannya dapat

beresiko menjadi depresi postparrtum setelah melahirkan. Terapi preventif

10

Page 12: Referat jiwa

setelah melahirkan harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat

depresi sebelumnya. Obat yang direspon pasien sebelumnya dengan

selective-serotonin-reuptake (SSRI) inhibitor adalah pilihan rasional,

tricyclic antidepressant (TCA) tidak dapat melindungi sebagaimana

dibandingkan dengan plasebo. Minimal, penanganan depresi postpartum

termasuk pengawasan untuk terjadinya kekambuhan, dengan sebuah

rencana intervensi cepat jika ada indikasi.1

Menyusui juga merupakan salah satu treatment yang bersifat profilaksis.

Menyusui tidak hanya untuk mengurangi stress untuk ibu, namun juga

menguragi tingkat stress pada bayi ketika ibunya mengalami depresi.

Peneliti membandingkan empat grup wanita yaitu ibu depresi yang

menyusui atau melalui susu botol dan ibu sehat yang menyusui atau

melalui susu botol yang hasilnya dicatat dalam babies

electroencephalogram (EEG). Peneliti menemukan bahwa bayi dari ibu

yang depresi dan tidak menyusui mempunyai pola EEG abnormal. Pasien

dengan depresi dan bayinya menunjukkan pengaruh negatif daripada

pasien nondepresi. Pengaruh negatif ini tidak hanya timbul selama

interaksi ibu dan bayinya, namun juga timbul pada rangsangan yang

diciptakan untuk menghilangkan pengaruh negatif selama pemisahan ibu

dan anak.14,15 Pada akhirnya disimpulkan bahwa, menyusui melindungi

suasana hati ibu dengan mengurangi tingkat stress. Ketika tingkat stress

rendah, respon inflamasi ibu tidak aktif dan akan mengurangi resiko

depresi.16

2.8 Prognosis

Banyak penderita yang pulih spontan dalam 3-6 bulan tanpa terapi, tetapi

sepertiga sampai separuhnya masih memiliki gambaran depresi postpartum saat 6

bulan dan 10% saat 1 tahun. Secara keseluruhan, 60% bisa dikatakan pulih

sempurna dalam 1 tahun. Sisanya mengalami gejala sisa dan terus mengalami

gangguan mood kronik atau rekuren.

11

Page 13: Referat jiwa

Tiga puluh persen primipara mengalami depresi setelah kelahiran

berikutnya. Angka ini meningkat berupa adanya episode pertama depresi

postpartum yang menggambarkan penyakit depresif pertama kali, dan

menunjukkan bahwa periode postpartum adalah suatu faktor resiko spesifik.17

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Depresi postpartum merupakan istilah yang digunakan pada pasien yang

mengalami berbagai gangguan emosional yang timbul setelah melahirkan.

2. Gangguan depresi spesifik terjadi pada 10%-15% wanita pada tahun pertama

setelah melahirkan.

3. Kejadian stress dalam hidup, riwayat depresi sebelumnya, dan riwayat keluarga

yang mengalami gangguan mood, semua dikenal sebagai prediktor depresi mayor

pada wanita

4. Kriteria yang digunakan dalam menegakkan diagnosis berdasarkan pada riwayat

dan gejala-gejala yang tampak mengikuti Diagnostic And Statisctical Manual of

Mental Disorders, edisi keempat (DSM-IV)

5. Penatalaksanaan ibu dengan depresi postpartum diberikan dengan farmakologis,

psikoterapi, hormonal replacement therapi, dan profilaksis treatment.

6. Menyusui melindungi suasana hati ibu dengan mengurangi tingkat stress

Saran

1. Diperlukan penatalaksaan yang serius dalam menangani depresi postpartum untuk

mengurangi tingkat stres pada ibu yang nantinya akan berpengaruh terhadap

tumbuh kembang anaknya.

12

Page 14: Referat jiwa

2. Petugas kesehatan diharapkan memotivasi para ibu untuk menyusui anaknya

karena menyususi dapat melindungi suasana hati ibu dengan mengurangi tingkat

stress

DAFTAR PUSTAKA

1. Wisner, Katherine MD, Barbara L. Parry MD, Catherine M Piontek MD. Postpartum

Depression. The New England Journal of Medicine, 2002, p :194-199.

2. Leitch, Sarah. Postpartum Depression : A Review of the Literature. Elgin-St. Thomas

Health Unit, 2002, p: 1-17

3. Saju Joy. Postpartum Depression. Mei-Juni [diakses 12 Januari 2010]; 1[1]:[15

screen]. Diunduh dari:URL: http://emedicine.medscape.com/article/271662-

overview.

4. James McKena. A Breastfeeding-Friendly Approach to Depression In New Mothers.

Mei-Juni [diakses 12 Januari 2010]; 1[1]:[11 screen]. Diunduh dari : URL:

http://www.NHbreastfeedingTaskForce.org

5. Sadock, BJ and Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral

Science Clinical Chemistry 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins. New York. 2007.

p. 864 – 7

6. Gill, D. Hughes’ outline of Modern Psychiatry 5th ed. John Wiley and Sons, Ltd.

England. 2007. p. 222 – 5

7. Cockburn J. and Pawson, ME. (eds). Psychological Challenges in Obstetrics and

Gynecology The Clinical Management. Springer-Verlag. London. 2007. p. 141 – 56

8. Erikania, J. 1999. Mengenal Post Partum Blues. Nakita. 8 Mei 199. No. 05/1. Hal 6.

Jakarta : PT Kinasih Satya Sejati

13

Page 15: Referat jiwa

9. Hendrick, V.(ed). Psychiatric Disorders in Pregnancy and the Postpartum Principles

and treatment. Humana Press. Totowa. New Jersey. 2006. p . 41 – 67

10. David Chelmow. Postpartum Depression. Mei-Juni [diakses 12 Januari 2010]; 1[1]:

[12 screen]. Diunduh dari : URL: http://www.medscape.com/viewarticle/408688_5.

11. J. John Mann. The Medical Management of Depression. The New England Journal

of Medicine, 2005, p: 1819-1834.

12. Einarson, J. Choi, Einarson T, Koren G. Adverse Effect of Antidepressant Use In

Pregnancy : An Evaluation Of Fetal Growth and Preterm Birth. University of

Toronto, 2009, p: 35-38

13. Cindy-Lee Dennis. The Effect of Peer Support on Postpartum Depression: A Pilot

Randomized Controlled Trial. Can J Psychiatry, 2003, p: 115-124

14. Jones, NA, Field T, Fox NA, M. Davalos and C. Gomez. EEG During Different

Emotions In 10-Month-Old Infants Of Depressed Mothers. Journal of Reproductive

and Infant Psychology, 2002, p: 298-312

15. Dawson, Geraldine, Heracles Panagiotides, Laura Grofer Kringer, and Susan Spieker.

Infants of Depressed and Nondepressed Mothers Exhibit Diferrences In Frontal Brain

Electrical Activity During Expressions Of Negative Emotions. American

Psychological Assosiaction, 2002, p: 650-656.

16. Kathleen Kendall-Tecket. A New Paradigm For Depression In New Mothers : The

Central Role of Inflamation and How Breastfeeding and Anti-Inflamatory Treatment

Protect Maternal Mental Health. International Breastfeeding Journal, 2007, p: 1-14.

17. Puri BK, Laking PJ, Treasaden IH. Buku ajar psikiatri. EGC. 2011. p247-250.

14