Referat Insomnia

33
BAB I PENDAHULUAN Gangguan tidur ataupun kesulitan dalam tidur dewasa ini cukup banyak diderita oleh banyak orang. Gangguan ini paling tidak, pernah diderita oleh seseorang paling tidak sekali dalam hidupnya ataupun ada yang menderita hampir sepanjang hidupnya dan hal yang inilah yang dapat mempengaruhi kwalitas hidup seseorang. Seseorang yang terganggu dalam tidurnya akan dapat terjadi bermacam- macam gangguan seperti hilang semangat, kesulitan dalam berkonsentrasi, selalu merasa mengantuk dan gelisah, mudah marah atau temperamental menjadi tinggi, tekanan darah menjadi tinggi dari biasanya/normal sampai berujung pada terjadinya penyakit-penyakit tertentu yang bersifat kronis. 1 Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. 2 Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% di

description

insomnia

Transcript of Referat Insomnia

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan tidur ataupun kesulitan dalam tidur dewasa ini cukup banyak

diderita oleh banyak orang. Gangguan ini paling tidak, pernah diderita oleh seseorang

paling tidak sekali dalam hidupnya ataupun ada yang menderita hampir sepanjang

hidupnya dan hal yang inilah yang dapat mempengaruhi kwalitas hidup seseorang.

Seseorang yang terganggu dalam tidurnya akan dapat terjadi bermacam-macam

gangguan seperti hilang semangat, kesulitan dalam berkonsentrasi, selalu merasa

mengantuk dan gelisah, mudah marah atau temperamental menjadi tinggi, tekanan

darah menjadi tinggi dari biasanya/normal sampai berujung pada terjadinya penyakit-

penyakit tertentu yang bersifat kronis.1

Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk

tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu.2 Gejala

tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas di siang

hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur dan/atau

mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% di antaranya mengakibatkan

gangguan kualitas hidup.3 Sebanyak 95% orang Amerika telah melaporkan sebuah

episode dari insomnia pada beberapa waktu selama hidup mereka.4 Di Indonesia, pada

tahun 2010 terdapat 11,7% penduduk mengalami insomnia.

Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam

beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai

gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional

stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang

ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun,

insomnia sementara sering berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam

kehidupan pasien.4

Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini biasanya

berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat situasional (seperti

kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti kebisingan). Insomnia kronis adalah

setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan

berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang

mendasari untuk insomnia.4

Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari sejumlah

gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya menjadi prediksi

sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan, ketergantungan alkohol,

ketergantungan obat, dan bunuh diri. Insomnia sering menetap meskipun telah

dilakukan pengobatan kondisi medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia

dapat meningkatkan resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter

perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang membutuhkan

pengakuan dan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan meningkatkan kualitas

hidup bagi pasien mereka.4,5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Tidur

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan

beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia

disebut sebagai irama sirkadian. Tidur tidak dapat diartikan sebagai meanifestasi

proses deaktivasi sistem Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja

dimana neuron-neuron di substansia retikularis ventral batang otak melakukan

sinkronisasi. 2,5

Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak

pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur

(sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan

sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai

pusat penggugah (arousal center).

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu

diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi

secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam.

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam

empat stadium, antara lain:

Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini

dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran

kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7

siklus perdetik, yang disebut gelombang teta.

Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur.

EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang

sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik

yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan

dengan mudah.

Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG

menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5

siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak,

sehingga sukar dibangunkan.

Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG

hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah

gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau

delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)

Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-

bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM.2,5

2.2 Definisi Insomnia

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal

kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang

berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau

gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases

mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang

terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The

International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang

terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut.

Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk

tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.

Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki

berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-

obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati

tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

2.3 Epidemiologi

Sebanyak 95% orang Amerika telah melaporkan sebuah episode dari insomnia

pada beberapa waktu selama hidup mereka. Jajak Pendapat Tidur di Amerika yang

dilakukan oleh National Sleep Foundation’s pada tahun 2002, menunjukkan 58% dari

orang dewasa di AS mengalami gejala insomnia pada beberapa malam dalam

seminggu atau lebih. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai

tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% di antaranya

mengakibatkan gangguan kualitas hidup. Di Indonesia, pada tahun 2010 terdapat

11,7% penduduk mengalami insomnia.3,4

Antara wanita dan pria ternyata insomnia banyak terjadi pada wanita daripada

pria. Satu alasan yang mempengaruhi hal ini adalah adanya perubahan hormone pada

siklus haid yang mempengaruhi siklus tidur. Selama perimenopause seorang wanita

dapat mengalami gangguan dalam tidur dan kesulitan dalam tidur. Seorang wanita

tersebut dapat mengalami rasa panas pada wajah dan dapat mengalami keringat

malam yang dapat mengganggu tidur seorang wanita. Selama kehamilan seorang

wanita dapat mengalami perubahan hormone, fisik dan emosional yang dapat

mengganggu tidur seorang wanita. Wanita hamil terutama pada trimester ketiga dapat

menyebabkan rasa tidak enak, keram pada kaki dan sering pergi ke kamar mandi

yang semuanya itu dapat menyebabkan gangguan tidur.3, 4

2.4 Klasifikasi Insomnia

a. Insomnia Primer

Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau

susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia.

Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi

penyebab dari jenis insomnia primer ini.

b. Insomnia Sekunder

Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi

medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat

menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu

masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat

menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10

orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat

disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit

tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol.

Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.

Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu

International code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders (DSM) IV dan International Classification of Sleep Disorders (ISD).

Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:

Organik

Non organik

- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)

- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti

mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll)

Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia

disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah

menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.

Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:

1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain

2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum

3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu

4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali

dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini

menetap dan diderita minimal 1 bulan.

5. menetap dan diderita minimal 1 bulan.

Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi,

insomnia diklasifikasikan menjadi:

a. Acute insomnia

b. Psychophysiologic insomnia

c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)

d. Idiopathic insomnia

e. Insomnia due to mental disorder

f. Inadequate sleep hygiene

g. Behavioral insomnia of childhood

h. Insomnia due to drug or substance

i. Insomnia due to medical condition

j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition,

unspecified (nonorganic)

k. Physiologic insomnia, unspecified (organic) 10

2.5 Etiologi Insomnia 4,6

a. Stres

Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat

membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa

kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai,

perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.

b. Kecemasan dan depresi

Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena

kekhawatiran yang menyertai depresi.

c. Obat-obatan.

Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa

antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin)

dan kortikosteroid.

d. Kafein, nikotin dan alkohol.

Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah stimulan yang

terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol

adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah

tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam.

e. Kondisi Medis.

Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering

buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar

dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan

insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal

reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.

f. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja.

Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat

menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme

sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme,

dan suhu tubuh.

g. 'Belajar' insomnia.

Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak bisa tidur

dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang

dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur

yang biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka

menonton TV atau membaca.

2.6 Faktor Resiko Insomnia 2,5

Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko

insomnia meningkat jika terjadi pada:

a. Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon

selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama

menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering

mengganggu tidur.

b. Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia

meningkat sejalan dengan usia.

c. Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi,

kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu

tidur.

d. Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang

seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan

insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan

risiko terjadinya insomnia.

e. Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari

sering meningkatkan resiko insomnia.

2.7 Tanda dan Gejala Insomnia 2,4,7

a. Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

b. Sering terbangun pada malam hari

c. Bangun tidur terlalu awal

d. Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

e. Iritabilitas, depresi atau kecemasan

f. Konsentrasi dan perhatian berkurang

g. Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

h. Ketegangan dan sakit kepala

i. Gejala gastrointestinal

2.8 Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

Pola tidur penderita.

Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.

Tingkatan stres psikis.

Riwayat medis.

Aktivitas fisik

Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan pola

tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian

kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu tidur Anda

selama 2 minggu.

Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan

yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan

untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan

insomnia. Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan

dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi,

gerakan mata, dan gerakan tubuh.8

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ7

Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:

o Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur,

atau kualitas tidur yang buruk

o Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal

1 bulan

o Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang

berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang

siang hari

o Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur

menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi

fungsi dalam sosial dan pekerjaan

Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak

menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.

Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan

adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan

yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”)

tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0)

atau gangguan penyesuaian (F43.2)

2.9 Tatalaksana

1. Non Farmakoterapi

a. Terapi Tingkah Laku

Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan

mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini

umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita

insomnia.

Terapi tingkah laku meliputi

Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

Teknik Relaksasi.

Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan

latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat

tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi,

tonus otot, dan mood.

Terapi kognitif.

Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran

yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka

atau dalam grup.

Restriksi Tidur.

Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat

tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.4,8

Kontrol stimulus

Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk

beraktivitas.

Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol:9

Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca, menonton

televisi, makan atau bekerja.

Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu 20

menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan tempat

tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan hal-hal yang membuat

santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa mengantuk kembali ke

tempat tidur, namun bila alam 20 menit di tempat tidur tidak juga dapat

tidur, kembali lakukan hal yang membuat santai, dapat berulang dilakukan

sampat seseorang dapat tidur.

Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa lama

tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal tidur-

bangun (kontrol waktu).

Tidur siang harus dihindari.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan

pernapasan atau beribadah

Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur

pada malam hari.

Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti

menghindari kebisingan

Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit

setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.

Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

Menghindari makan besar sebelum tidur

Cek kesehatan secara rutin

Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik2,3,4,8

2. Farmakologi 2,4,7

Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu

benzodiazepine dan non-benzodiazepine.

a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)

b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia”

yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)

Misalnya pada gangguan anxietas

Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk

kembali ke proses tidur selanjutnya)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-

Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan

Tetrasiklik)

Misalnya pada gangguan depresi

Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan

terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”,

yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long

acting).

Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis

Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.

Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan

dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off

(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)

Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih

perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi

Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali

seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut

Lama Pemberian

Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak

lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih

dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap

sekitar 6 bulan lamanya.

Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological

Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan

tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping

Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur

Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-

insomnia (waktu paruh) :

Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam) gejala rebound

lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik

Waktu paruh sedang, seperti Estazolam gejala rebound lebih ringan

Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam menimbulkan gejala “hang

over” pada pagi harinya dan juga “intensifying daytime sleepiness”

Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi

“disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction”

Interaksi obat

Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan

potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation and

respiratory failure”

Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal

enzyme atau “produce protein binding displacement” sehingga jarang

menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu.

Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol atau

“CNS Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.

Perhatian Khusus

Kontraindikasi :

o Sleep apneu syndrome

o Congestive Heart Failure

o Chronic Respiratory Disease

Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko

menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities)

khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan

melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)

2.10 Komplikasi

a. Efek Fisiologis

Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress, terdapat peningkatan

noradrenalin serum, peningkatan ACTH dan kortisol, juga penurunan

produksi melatnin.

b. Efek psikologis

Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, irritable,

kehilangan motivasi, depresi dan sebagainya.

c. Efek fisik/somatic

Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, kelebihan berat badan atau kegemukan,

daya tahan tubuh yang rendah, meningkatkan resiko dan keparahan

penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah yang tinggi, sakit

jantung, dan diabetes.

d. Efek social

Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, gangguan pekerjaan atau

sekolah.

2.11 Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan

lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.

BAB III

KESIMPULAN

Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai

atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu

bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu.

Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah

kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah

episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa

kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan

untuk melakukannya.

Sebanyak 95% orang Amerika telah melaporkan sebuah episode dari insomnia

pada beberapa waktu selama hidup mereka. Sekitar sepertiga orang dewasa

mengalami kesulitan memulai tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun,

dengan 17% di antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup. Di Indonesia,

pada tahun 2010 terdapat 11,7% penduduk mengalami insomnia.3,4

Insomnia di klasifikasikan menjadi insomnia primer dan insomnia sekunder.

Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu organik dan non organik. Dalam

DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu , gangguan tidur

yang berkorelasi dengan gangguan mental lain, oleh kondisi medis umum, oleh

bahan-bahan atau keadaan tertentu, dan gangguan tidur primer .

Adapun bebrapa etiologi insomnia bisa karena stress, kecemasan dan depresi,

obat-obatan, kafein, nikotin dan alcohol, kondisi medis, perubahan lingkungan atau

jadwal kerja. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola tidur

penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis,

riwayat medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur secara individual.

Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non farmakologi,

bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang biasanya digunakan

untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan benzodiazepin (Nitrazepam,

Trizolam, dan Estazolam), dan non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital).

Tatalaksana insomnia secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan

pengaturan gaya hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.

Ada beberapa komplikasi dari insomnia, diantaranya , efek psikologis dapat

berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, irritable, kehilangan motivasi,

depresi dan sebagainya, efek fisik/somatic berupa kelelahan, nyeri otot, kelebihan

berat badan atau kegemukan, daya tahan tubuh yang rendah, meningkatkan resiko dan

keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah yang tinggi, sakit

jantung, dan diabetes.

DAFTAR PUSTAKA

1. Marjdono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Edisi ke-11. Dian Rakyat:Jakarta ; 1988 ; P. 183-92

2. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher

3. American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of Sleep Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding Manual . Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy of Sleep Medicine; 2005:1-32.

4. Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis. (http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com Diakses tanggal 8 juni 2014

5. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC

6. Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London: Oxford University Pres

7. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

8. Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternative-medicine Diakses tanggal 8 Juni 2014)

9. Hazzard. 2009. Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology 6th ed. New York: McGraw-Hill.