referat hematotorak

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA HEMATOTORAK A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (3) . Hidrotorak adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau eksudat.

description

DefinisiPneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena

Transcript of referat hematotorak

BAB IITINJAUAN PUSTAKAHEMATOTORAK

A. DefinisiPneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (3).

Hidrotorak adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau eksudat. B. Klasifikasi Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2), (3) :1. Pneumotoraks spontanYaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.2. Pneumotoraks traumatik, Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidentalAdalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (4) :1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. 2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (4). Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif (4). Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound) (2).3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar (4). Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas (2).

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru).

Dalam keadaan normal, hanya terdapat sedikit cairan pleura yang dibentuk untuk melumasi permukaan pleura, sehingga paru-paru dapat mengembang dan mengempis dengan baik di dalam rongga dada saat bernafas. Namun, pada kondisi tertentu bisa terjadi penumpukan cairan yang berlebihan, misalnya pada gagal jantung, sirosis hati, pneumonia, dan kanker.Ada dua jenis cairan efusi yang berbeda, yaitu :1. Transudat, dimana terjadi perembesan cairan ke dalam rongga pleura akibat peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah atau rendahnya kadar protein di dalam darah. Efusi pleura jenis ini paling sering terjadi pada gagal jantung kongestif.2. Eksudat, dimana cairan yang terdapat di rongga pleura disebabkan oleh adanya sumbatan pada pembuluh darah atau kelenjar getah bening, peradangan, cedera paru, atau tumor.Selain itu, rongga pleura juga bisa terisi oleh cairan lain, seperti : Darah (hemotoraks), biasanya terjadi akibat cedera pada dada, atau bisa juga akibat pecahnya pembuluh darah. Nanah (empiema). Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema juga mungkin terjadi sebagai komplikasi dari luka di dada, pembedahan dada, pecahnya esofagus, atau abses di perut. Cairan seperti susu (chylothorax / kilotoraks), disebabkan oleh adanya cedera pada saluran limfe (pembuluh getah bening) utama di dada atau sumbatan saluran limfe karena tumor. Cairan yang mengandung kolesterol tinggi, terjadi akibat efusi pleura yang lama, yang disebabkan oleh kondisi seperti tuberkulosis atau artritis reumatoid.Berbagai kondisi yang bisa menyebabkan terjadinya efusi pleura antara lain : gagal jantung, tumor, pneumonia, cedera pada dada, sirosis, gagal ginjal, lupus (SLE - Systemic Lupus Erythematosus), pankreatitis, artritis reumatoid, tuberkulosis, sindroma nefrotik, dialisis peritoneal, atau pemakaian obat-obat tertentu (misalnya hidralazin, isoniazid, fenitoin, klorpromazin, nitrofurantoin, atau bromokriptin). C. Penghitungan Luas PneumotoraksPenghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus (2).Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah : 83 512______ = ________ = 50 % 103 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2).

% luas pneumotoraks A + B + C (cm) = __________________ x 10 33. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks (4).

(L) hemitorak (L) kolaps paru(AxB) - (axb)_______________ x 100 % AxBD. Patofisologi Perdarahan ke dalam rongga pleura dapat terjadi pada hampir semua gangguan jaringan dari dinding dada dan pleura atau struktur intratorak. Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax yang diwujudkan dalam 2 bidang utama: hemodinamik dan pernapasan. Tingkat respons hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.

Respon hemodinamik Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria 70-kg menyebabkan tidak ada perubahan hemodinamik signifikan. Kehilangan 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan nadi).

Tanda-tanda signifikan dari shock ditandai dengan perfusi buruk yang terjadi jika kehilangan volume darah dari 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah.

Respon pernapasanEfek akumulasi banyaknya darah dalam rongga pleura dapat menghambat gerakan pernapasan. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika dikaitkan dengan luka pada dinding dada .

Banyaknya darah menyebabkan pasien mengalami dyspnea dan dapat mengakibatkan gejala klinis takipnea . Volume darah yang diperlukan untuk menghasilkan gejala-gejala ini pada individu tertentu bervariasi tergantung pada beberapa faktor , termasuk organ terluka , keparahan cedera , dan cadangan paru dan jantung yang mendasarinya .

Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus gangguan berkembangnya hemothorax, seperti penyakit metastasis . Kehilangan darah dalam kasus-kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan respon hemodinamik, dan dyspnea sering menjadi keluhan yang dominan .

Resolusi fisiologis hemothoraxDarah yang memasuki rongga pleura terpapar gerakan diafragma , paru-paru , dan struktur intrathoracic lainnya . Hal ini menyebabkan beberapa derajat defibrination darah sehingga pembekuan darah tidak terjadi secara komplit. Dalam beberapa jam dalam penghentian perdarahan , pembekuan darah yang ada dilisiskan oleh enzim pleura.

Sequelae fisiologis Akhir hemothorax terselesaikan Dua tahap patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema dihasilkan dari kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak diterapi, maka dapat menyebabkan bakteremia dan syok septik.

Fibrothorax terjadi saat fibrin dihasilkan secara terorganisir pada hemitorak dan melapisi permukaan pleura parietal dan pleura visceral. Proses perekat ini merangkap paru-paru dalam posisi dan mencegah untuk berkembang sepenuhnya. Atelektasis Persistent sebagian dan menurunnya fungsi faal paru adalah akibat dari proses tersebut.

E. Gejala klinis Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah (2), (4), (5) :1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.4. Denyut jantung meningkat.5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer. 7. Demam, menggigil.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut, (2):1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas.4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.

F. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3), (4):1. Inspeksi : a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggalc. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat2. Palpasi :a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar pada pneumptorakb. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehatc. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit3. Perkusi :a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar pada pneumotorak, sedangkan pada hidrotorak suara ketok pada sisi yang sakit pekakb. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi4. Auskultasi :a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilangb. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

G. Pemeriksaan Penunjang1. Foto Rntgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumotoraks antara lain (6): a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut (3):1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang. 3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma yang ditandai dengan hilangnya sudut costofrenikus dan akan terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan lebih dari 300ml (jumlah cairan yang sedikit tidak akan tampak karena jumlah cairan sebanyak 175-200ml dapat tersembunyi dalm rongga pleura).

Foto R pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolapsPada hidrotorak dilakukan foto radiologi 3 posisi,a. Posisi posteroanterior (PA)Pada tahap awal dengan pasien posisi tegak, cairan akan cenderung terakumulasi pada posisi intrapulmonary jika rongga pleura tidak terdapat adhesi dan paru-parunya sehat, sehingga membentuk efusi subpulmonary. Dapat dikaetahui bahwa gravitasi mungkin merupakan factor utama yang menentukan lokasi cairan, walaupun para investigasi mengaitkan hubungan dengan elastisitas paru, atelektasis basal dan juga tegangan permukaan. Hamper bersamaan dengan akumulasi dari infrapulmonary, cairan pleura akan terlihat pada sulcus costophrenicus dan dapat terlihat pada awalnya sebagai perubahan letak medial dari sudut costophrenic dan kemudian terlihat gambaran diafragma yang tumpul.

b. Posisi lateral Pada penelitian mengenai model rontgen patologi Collins menunjukkan bahwa sedikitnya 25ml dari cairan pleura (cairan saline yang disuntikkan) pada radiogram dada lateral tegak lurus dapat dideteksi sebagai akumulasi cairan subpulmonic di posterior sulcus costophrenic, tetapi hanya dengan adanya pneumoperitoneum yang terjadi sebelumnya.c. Posisi lateral dekubitusPosisi ini digunakan untuk mendeteksi cairan pada efusi pleura yang sedikit. Posisi ini dapat mendeteksi cairan dengan jumlah paling sedikit 5 ml. Tetapi kurang dpat diandalkan pada praktek klinik dikarenakan hasil yang tidak tepat pada torakosentesis.

2. Analisa Gas DarahAnalisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.3. CT-scan thoraxCT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

4. USG dada, bias membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan dalam jumlah kecil.5. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan yang diperiksa menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bias membantu untuk menentukan penyebabnya.6. Biopsy. Jika denga torakosintesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsy, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.7. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan napas secara langsung untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura.

H. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :1. Observasi dan Pemberian O2Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari (2). Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).2. Tindakan dekompresiHal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) :a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut (2), (4).b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :1) Dapat memakai infus setJarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol (4).2) Jarum abbocathJarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol (4).3) Pipa water sealed drainage (WSD)Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula. Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (3), (4).Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal (2).

3. TorakoskopiYaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop. 4. Torakotomi 5. Tindakan bedah (4)a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahitb. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusakd. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.6. Torakosentesis Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk mendiagnostik, aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terpetik. Torakosintesis dapat dilakukan sebagai berikut: a. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto torak, atau di daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup.c. Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukkan dengan jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.d. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflek vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat dan hipotensi.

I. Pengobatan Tambahan1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator (4).2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (4).3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema (3).

I. Rehabilitasi(4)1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu keras.3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan.4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas.

BAB IIIKESIMPULAN

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada. Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension). Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto rntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil rntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea. Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598.2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/8275514. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-1795. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited : 2011 January 10. Available from : http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm6. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007. p. 56