Referat Guillain-barre Syndr

28
REFERAT PATOFISIOLOGI DAN PENGELOLAAN SINDROM GUILLAIN BARRE PENYUSUN : Muhammad Fachri Ridha Herlan 030.10.190 PEMBIMBING : dr. Dyah Nuraini Widhiana, Sp. S KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG

description

Referat Guillain-barre Syndrome

Transcript of Referat Guillain-barre Syndr

Page 1: Referat Guillain-barre Syndr

REFERAT

PATOFISIOLOGI DAN PENGELOLAAN

SINDROM GUILLAIN BARRE

PENYUSUN :

Muhammad Fachri Ridha Herlan

030.10.190

PEMBIMBING :

dr. Dyah Nuraini Widhiana, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: Referat Guillain-barre Syndr

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Guillain-Barre (SGB) sering disebut acute inflamating demyelinating

polyneuropathy atau acute ascending paralysis merupakan kelainan pada saraf yang bersifat

auoimun. Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi

paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini

dapat terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landry’s

Paralisis ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu

penyakit akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.1,2

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur.

Insidensi SGB bervariasi antara 0,6 sampai 1,9 kasus per 100.000 orang pertahun. SGB sering

sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan

dengan infeksi ini sekitar antara 56 % - 80 %, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala

neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas infeksi gastrointestinal. Kelainan ini

juga dapat menyebabkan kematian pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan

aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali timbul.

Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun. Tiga persen pasien

dengan SGB dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset

pertama. Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu keempat

maka termasuk Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP).

Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan

perawatan yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.1,3,4

Belum diketahui angka kejadian penyakit ini di Indonesia. Insidens Sindrom ini

termasuk jarang kira-kira 1 orang dalam 100.000. SGB jarang terjadi pada anak-anak,

khususnya selama 2 tahun pertama kehidupan dan setelah umur tersebut frekuensinya

cenderung meningkat. Frekuensi puncak pada usia dewasa muda.3

Page 3: Referat Guillain-barre Syndr

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.DEFINISI

Sindrom Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh

manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dengan manifestasi klinis

berupa kelemahan saraf motorik yang sifatnya akut, progresif disertai arefleksia.

Kelainan ini terkadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, nervi cranialis

maupun susunan saraf pusat.1,2,3,5,7,8

2.2.EPIDEMIOLOGI

SGB merupakan penyebab paralisa akut yang tersering di negara barat.4

Insiden SGB yang dilaporkan di negara-negara Barat berkisar 0,89 -1,89 kasus per

100.000 orang pertahun, meskipun peningkatan 20 % terlihat dengan setiap

kenaikan usia 10 tahun setelah dekade pertama.9,10 Rasio pria terhadap wanita

dengan sindrom ini adalah 1,78 (interval kepercayaan 95 %, 1,36 - 2,33). Dua pertiga

dari kasus didahului oleh gejala infeksi saluran pernapasan atas diare akut.11 Dalam

meta-analisis, agen infeksi yang paling sering diidentifikasi adalah Campylobacter

jejuni sekitar 30 %, sedangkan cytomegalovirus telah diidentifikasi dalam hingga 10

%. Insiden SGB diperkirakan 0,25 - 0,65 per 1.000 kasus infeksi Campylobacter jejuni,

dan 0,6 - 2,2 per 1000 kasus sitomegalovirus primer infection.12 Agen lain yang

dihubungan dengan SGB adalah Epstein-Barr, virus Varicella-Zoster, dan

Mycoplasma pneumoniae.9

SGB bukan merupakan penyakit musiman dimana resiko terjadinya adalah

sama di seluruh dunia dengan semua iklim, kecuali di Cina, dimana predileksi SGB

berhubungan dengan Campylobacter jejuni, cenderung terjadi pada musim panas.

SGB dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia maupun ras. Insiden

kejadian di seluruh dunia berkisar antara 0,6 - 1,9 per 100.000 penduduk. Insiden ini

meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Angka kematian berkisar antara 5 -

Page 4: Referat Guillain-barre Syndr

10 %. Penyebab kematian tersering adalah gagal jantung dan gagal napas.

Kesembuhan total terjadi pada 5% penderita SGB. Antara 5 - 10 % sembuh dengan

cacat yang permanen.7

Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak.

Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah

dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita

hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan

laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada

bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.9

2.3.KLASIFIKASI

Berikut terdapat beberapa klasifikasi dari SGB, yaitu: 2,4

a. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan

yang lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi

saluran cerna C. jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari

serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikit demyelinisasi.

b. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)

Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C. jejuni dan titer antibodi

gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki

gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe demyelinisasi dengan

asending dan paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi

elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati motorik. Pada biopsi

menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya

cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.

c. Miller Fisher Syndrome

Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB.

Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat

pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas.

Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan

minggu atau bulan.

Page 5: Referat Guillain-barre Syndr

d. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)

CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala

neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih

dominan dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal.

e. Acute pandysautonomia

Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi.

Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimpatis yang berat mengakibatkan

terjadinya hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna,

anhidrosis, penurunan salivasi dan lakrimasi, dan abnormalitas dari pupil.

2.4.ETIOLOGI

Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada SGB disebabkan karena rusaknya

myelin, yang membungkus saraf, disebut demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan

penghantaran impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali.

SGB menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa

saraf. Oleh karena itu SGB disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating

Polyradiculoneuropathy (AIDP).1

Penyebab terjadinya inflamasi pada SGB sampai saat ini belum diketahui.

Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh penyakit autoimun.2,3

Pada sebagian besar kasus, SGB didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh virus,

yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus, echovirus, cytomegalovirus,

hepatitisvirus, dan HIV.1,5 Selain virus, penyakit ini juga didahului oleh infeksi bakteri

seperti Campylobacter jejuni pada enteritis, Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta,

Salmonella, Legionella, dan Mycobacterium tuberculosa.1,5 Vaksinasi seperti BCG,

tetanus, varicella, dan hepatitis B; penyakit sistemik seperti kanker, lymphoma,

penyakit kolagen dan sarcoidosis; kehamilan terutama pada trimester ketiga;

pembedahan dan anestesi epidural.8,12 Infeksi virus ini biasanya terjadi 2 - 4 minggu

sebelum timbul SGB.10

Page 6: Referat Guillain-barre Syndr

2.5.PATOGENESIS

Antigen baik yang berasal dari bakteri maupun virus, memasuki sel Schwann

dari saraf kemudian mereplikasi diri.5 Antigen tersebut mengaktivasi sel limfosit T.

Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan memproduksi

autoantibodi spesifik.4 Ada beberapa teori mengenai pembentukan autoantibodi,

yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel - sel saraf sehingga

Damaged (demyelinated) nerve

Nerve

Damage to

myelin

Myelin sheath

Myelinated nerve

Page 7: Referat Guillain-barre Syndr

sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua

mengatakan bahwa infeksi tersebut menyebabkan kemampuan sistem imun untuk

mengenali dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan

destruksi myelin bahkan terkadang juga dapat terjadi destruksi pada axon.6 Teori lain

mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin disebabkan oleh karena

antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan myelin. Hal ini menyebabkan

terjadinya respon imun terhadap myelin yang di invasi oleh antigen tersebut. 5

Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel - sel saraf tidak dapat

mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk

merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari

seluruh bagian tubuh. Temuan patologis klasik dalam polineuropati inflamasi

demyelinisasi akut adalah infiltrasi sel - sel inflamasi (terutama sel - sel T dan

makrofag) dan daerah demyelinisasi segmental, yang sering dikaitkan dengan tanda-

tanda degenerasi aksonal sekunder, yang dapat dideteksi pada radiks tulang

belakang, serta saraf motorik dan sensorik. Ada bukti aktivasi komplemen awal, yang

didasarkan pada ikatan antibodi pada permukaan luar sel Schwann dan deposisi

komponen teraktivasi; aktivasi komplemen tersebut tampaknya memulai vesikulasi

myelin. Invasi makrofag terjadi dalam waktu 1 minggu setelah melengkapi kerusakan

myelin terjadi. Pada neuropati motorik akson akut, IgG diaktifkan melengkapi

mengikat ke axolemma nodus ranvier neuron motorik, diikuti dengan pembentukan

kompleks membran-attack.10,11

Page 8: Referat Guillain-barre Syndr

Gambar Patogenesis dan fase klinikal dari GBS

2.6.PATOLOGI

Page 9: Referat Guillain-barre Syndr

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan

saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan

pertama berupa edema yang terjadi pada hari ketiga atau keempat, kemudian

timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari kelima, terlihat

beberapa limfosit pada hari kesembilan dan makrofag pada hari kesebelas, poliferasi

sel schwan pada hari ketigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung

schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke-enam puluh enam, sebagian

radiks dan saraf tepi telah hancur. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang

menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan

akson.2, 6

2.7.MANIFESTASI KLINIS

SGB umumnya dimulai dengan rasa baal, parestesia pada bagian distal dan

diikuti secara cepat oleh paralisa keempat ekstremitas yang bersifat

ascendens.1,3,11 Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.1,2 Refleks fisiologis

akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali.2,10 Secara klinis SGB

biasanya digambarkan dalam 3 fase, yaitu fase progresif, fase plateau dan fase

pemulihan. Pada fase progresif kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari

ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif, dalam hitungan jam, hari

maupun minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat.7,8 Kerusakan saraf

motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan

Page 10: Referat Guillain-barre Syndr

quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf kranial, muncul pada 50% kasus,

biasanya berupa facial diplegia.8 Kelemahan otot pernapasan dapat timbul

secara signifikan dan bahkan 20% pasien memerlukan bantuan ventilator

dalam bernafas.2,8 Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan

dibandingkan dengan kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya

proprioseptif dan sensasi getar.8 Gejala yang dirasakan penderita biasanya

berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal.11 Rasa sakit dan kram

juga dapat menyertai kelemahan otot yang terjadi, terutama pada anak anak.5

Rasa sakit ini biasanya merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak

dan dapat menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis.7,8,9,10

Kelainan saraf otonom sering dijumpai dan dapat berakibat fatal. Kelainan

ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan

cardiac arrest, facial flushing, sfingter yang tidak terkontrol, dan kelainan

dalam berkeringat.11 Hipertensi terjadi pada 10 - 30 % pasien sedangkan

aritmia terjadi pada 30 % dari pasien.10 Kerusakan pada susunan saraf pusat

dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan dalam berbicara, dan

yang paling sering (50%) adalah bilateral facial palsy.4 Gejala-gejala

tambahan adalah kesulitan untuk mulai buang air kecil, inkontinensia urin dan

alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik

napas dalam, dan penglihatan kabur.3

2.8.PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang bersifat

difus dan paralisis.3 Refleks tendon akan menurun atau bahkan menghilang. Rasa

tebal pada tangan dan kaki menyerupai pola sarung tangan dan kaus kaki juga

dijumpai pada awal penyakit. Refleks batuk yang lemah dan risiko aspirasi

mengindikasikan adanya kelemahan pada otot-otot intercostal. Tanda rangsang

meningeal seperti perasat kernig dan kaku kuduk mungkin ditemukan. Refleks

patologis seperti refleks Babinsky tidak ditemukan.9,10,12

2.9.PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan LCS

Page 11: Referat Guillain-barre Syndr

Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar

protein (1- 1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain,

1961, disebut sebagai disosiasi sitoalbumin.1,3,5,6.8 Pemeriksaan LCS pada 48 jam

pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein

biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan

LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10/mm.3,4,7,9

Pada kultur LCS tidak ditemukan adanya virus ataupun bakteri.1,3 Peningkatan

jumlah protein dalam cairan serebrospinal bisa melebihi 45 mg/dl (normal < 40

mg/dl) yang puncaknya terjadi pada 4 sampai 5 minggu dan setelah itu

berangsur-angsur kembali normal.13,14

b. Pemeriksaan EMG

Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas normal,

kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu

kedua dan pada akhir minggu ketiga mulai menunjukkan adanya perbaikan.10

Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan

atau bahkan blok dalam penghantaran impuls, gelombang F yang memanjang

dan latensi distal yang memanjang.4,7,9,10 Bila pemeriksaan dilakukan pada

minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari

beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.7

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira-kira

pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran

cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus

SGB.7 Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit. Biopsi

otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada stadium

lanjut terlihat adanya denervation atrophy.10,15,16,17

2.10. KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya

suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului

parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi

sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.

Page 12: Referat Guillain-barre Syndr

Kriteria diagnostik SGB menurut National Institute of Neurological and

Communicative Disorders and Stroke (NINCDS)5

Gejala utama

1. Kelemahan progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau tanpa

disertai ataxia

2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general

Gejala tambahan

1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu

2. Biasanya simetris

3. Adanya gejala sensoris yang ringan

4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral

5. Disfungsi saraf otonom

6. Tidak disertai demam

7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4

Pemeriksaan LCS

1. Peningkatan protein

2. Sel MN < 10 /ul

Pemeriksaan elektrodiagnostik

1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf

Gejala yang menyingkirkan diagnosis

1. Kelemahan yang sifatnya asimetri

2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten

3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul

4. Gejala sensoris yang nyata

Page 13: Referat Guillain-barre Syndr

2.11. DIAGNOSIS BANDING

a. Poliomyelitis

Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan

gangguan sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan cairan cerebrospinal

pada fase awal tidak normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.4,8,11,12

b. Myositis Akut

Pada myositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya paroksimal,

didapatkan kenaikan kadar creatine kinase, dan pada cairan serebrospinal

normal. 4,11

c. Myastenia gravis

Didapatkan infiltrat pada motor end plate, kelumpuhan tidak bersifat

ascending, ophtalmoplegia. 4,8,12

d. CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy)

Didapatkan progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan

adanya kekambuhan kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada

perbaikan.

Page 14: Referat Guillain-barre Syndr

2.12. PENGELOLAAN

Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama

secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala,

mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya.

Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan

observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di

rumah sakit untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi.

Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :

a. Sistem Otonom

Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus

dilakukan observasi tanda tanda vital.1 Ventilator harus disiapkan

disamping pasien sebab paralisa yang terjadi dapat mengenai otot-otot

pernapasan dalam waktu 24 jam. Ketidakstabilan tekanan darah juga

mungkin terjadi. Obat obat anti hipertensi dan vasoaktif juga harus

disiapkan.1,4 Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya

diobservasi tanpa diberikan medikamentosa. Pasien dengan progresivitas

cepat dapat diberikan obat-obatan berupa steroid.1 Namun ada pihak yang

mengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak memberikan hasil apapun

juga. Steroid tidak dapat memperpendek lamanya penyakit, mengurangi

paralisa yang terjadi maupun mempercepat penyembuhan.4,12

Idealnya, semua pasien harus harus dirawat di unit perawatan kritis, di

mana sumber daya yang memadai tersedia untuk memungkinkan

pemantauan jantung dan pernapasan terus menerus. Bahkan tanpa adanya

klinis distress pernapasan, ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada

pasien dengan setidaknya satu kriteria utama atau dua kriteria minor.

Kriteria utama adalah hiperkarbia (tekanan parsial karbon dioksida arteri,

> 6,4 kPa [48 mm Hg]), hipoksemia (tekanan parsial oksigen arteri

sementara pasien menghirup udara ambien, <7,5 kPa [56 mm Hg]), dan

kapasitas vital kurang dari 15 ml per kilogram berat badan, dan kriteria

minor batuk tidak efisien, gangguan menelan, dan atelektasis. Penilaian

awal kemampuan menelan pasien pada risiko aspirasi, mengharuskan

Page 15: Referat Guillain-barre Syndr

pemasangan nasogastric tube. Disfungsi otonom serius dan berpotensi

fatal, seperti aritmia dan hipertensi ekstrim atau hipotensi, terjadi pada

20% pasien SGB, bradikardia berat mungkin didahului oleh beda tekanan

nadi yang lebar (melebihi 85 mm Hg).

b. Fisioterapi

Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps

paru. Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera

setelah penyembuhan mulai, maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan

meningkatkan kekuatan otot.14

c. Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor

autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan

hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu

nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang

paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya

gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40 - 50 ml/kg

dalam waktu 7 - 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange.13

d. Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi

autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut.

IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir

antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk.

Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan

dosis 0,4g/kgBB/hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg

tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya

memberikan PE atau IVIg.1,3, 4,7,12

e. Pengelolaan Tambahan : Gejala Nyeri pada fase akut dan kronis

Nyeri adalah gejala yang umum dan parah pada pasien dengan SGB. Adanya

nyeri penting, terutama pada pasien yang tidak mampu berkomunikasi karena

intubasi. Nyeri biasa gejala yang muncul sebelum onset kelemahan mungkin

membingungkan dan menunda dalam mendiagnosis SGB. Nyeri dijumpai hingga

89 % dari pasien dengan SGB. Perbedaan gejala rasa sakit yang terkait dengan

Page 16: Referat Guillain-barre Syndr

SGB dapat dibedakan selama fase penyakit: parestesia atau dysaesthesia, nyeri

punggung atau radikular, meningisme, nyeri otot, nyeri sendi, dan pain visceral.

Nyeri pada SGB bisa sangat parah, dan pengobatan sering tidak berhasil.

Kortikosteroid, opioid, gabapentin, dan carbamazepine disarankan untuk

menjadi efektif, meskipun laporannya terbatas. Kemungkinan asal nyeri adalah

multifaktorial. Nyeri pada fase akut SGB mungkin dari nosiseptif karena

inflamasi. Saraf berdiameter kecil di kulit, bertanggung jawab atas nosisepsi,

yang terkena dampak pada SGB. Pengurangan jumlah saraf intraepidermal

ditemukan pada biopsi kulit dari pasien dengan SGB. Kemudian pada perjalanan

penyakit, nyeri neuropatik non-nosiseptif mungkin timbul dari degenerasi dan

bahkan mungkin regenerasi saraf sensorik. Biopsi kulit mungkin bisa membantu

menjelaskan mekanisme timbulnya nyeri pada neuropati di SGB.15,16,17

2.13. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau

cairan ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis

vena dalam, paralisa permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada

sendi.3 Pada negara-negara maju, 5 % dari pasien dengan sindrom Guillain-Barre

meninggal akibat komplikasi medis seperti sepsis, emboli paru, atau henti jantung

yang tidak dapat dijelaskan, mungkin terkait dengan dysautonomia / disfungsi

otonom. Disfungsi otonom adalah komplikasi umum pada dua pertiga pasien SGB.

Distribusi saraf otonom yang luas mungkin menyebabkan berbagai tanda dan gejala

akibat kegagalan atau overaktivitas simpatis dan parasimpatis. Gejalanya termasuk

aritmia jantung, fluktuasi tekanan darah, respon tidak normal hemodinamik

terhadap obat, kelainan keringat, kelainan pupil, dan disfungsi kandung kemih dan

defekasi. Meskipun disfungsi otonom biasanya tidak membahayakan, namun,

komplikasi kardiovaskuler dapat terjadi mengancam jiwa. 3-10 % dari pasien SGB

dapat meninggal, dan beberapa pasien ini penyebabnya kemungkinan mati

mendadak. Oleh karena itu, pengenalan disfungsi otonom penting untuk

memprediksi pasien akan mengalami gagal otonom yang serius, oleh karena itu

perlu pemantauan terus menerus. Bradiaritmia berpotensi serius, mulai dari

bradikardia menyebabkan kecacatan. Seringnya disfungsi otonom terjadi dengan

SGB. Pada beberapa kasus, penerapan alat pacu jantung transkutan atau atropin

harus diberikan. Secara umum, terapi vasoaktif dan morfin sebaiknya digunakan

dengan hati-hati. Saraf otonom dapat dipelajari dari biopsi kulit, dan kurang

Page 17: Referat Guillain-barre Syndr

berkorelasi pada saraf intraepidermal dengan menilai densitas saraf pada biopsi kulit

pasien dengan SGB.15,18

Kelelahan setelah SGB merupakan problem penting yang dilaporkan pada 60

% dan 80 % pasien. Dalam sebuah studi pasien dengan polineuropati, termasuk SGB,

80 % dari pasien mengeluh kelelahan. Gejala kelelahan ini independen dari

keparahan kelemahan selama fase awal SGB dan mungkin menetap bertahun-tahun.

Amantadine tidak efektif untuk menghilangkan kepenatan setelah SGB. Program

pelatihan intensif, tiga kali seminggu dilaporkan dapat ditoleransi dengan baik, dan

menurunkan skor kelelahan secara signifikan. Program fisioterapi juga dinilai baik

dalam meningkatkan keluaran fungsional, dan kualitas hidup. Dari sudut pandang

yang lebih holistik, perubahan kelelahan, mobilitas dan fungsi dirasakan tampaknya

tidak dipengaruhi oleh perubahan fisik. Kombinasi faktor fisik dan psikologis

tampaknya untuk menentukan terjadinya kelelahan setelah SGB.14,18

2.14. PROGNOSIS

Prognosis SGB sulit untuk diprediksi pada pasien karena bervariasi. Usia

lanjut umumnya menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Tingkat keparahan SGB

tampaknya ditentukan pada tahap awal penyakit. Suatu RCT yang telah menyelidiki

efek IVIg atau PE pada pasien yang tidak dapat berjalan dan menyimpulkan bahwa

sekitar 20% pasien tetap dapat berjalan tanpa bantuan setelah 6 bulan. Penilaian

neurofisiologis juga diperlukan untuk membantu untuk menilai risiko kegagalan

pernapasan, yang tertinggi pada pasien dengan penurunan kapasitas vital lebih dari

20 %. Studi blok konduksi saraf Peroneal pada usia di atas 40 tahun adalah prediktor

independen kecacatan pada 6 bulan. Sekitar 95 % pasien SGB dapat bertahan hidup

dengan 75 % diantaranya sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti

dropfoot dan postural tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien.3,10

Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian pada 5 % pasien, yang disebabkan

oleh gagal napas dan aritmia.2,3 Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu

setelah gejala pertama kali timbul.3 3 % pasien dengan SGB dapat mengalami relaps

yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset pertama. PE dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya relapsing inflammatory polyneuropathy.12 75 % pasien

terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan

antara lain:

Page 18: Referat Guillain-barre Syndr

a. pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal

b. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset

c. progresifitas penyakit lambat dan pendek

d. pada penderita berusia 30-60 tahun

Page 19: Referat Guillain-barre Syndr

BAB III

KESIMPULAN

a. SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid simetris

yang bersifat ascenden yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses

autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, saraf otonom, hingga nervus

kranialis.

b. Hingga saat ini penyebab SGB masih belum diketahui secara pasti, namun sebagian

besar berkaitan dengan adanya proses infeksi yang terjadi sebelum gejala SGB

muncul.

c. Manifestasinya dapat berupa nyeri, kelemahan motorik, kelemahan sensorik hingga

gangguan otonom hingga dapat menyebabkan gagal nafas.

d. Pemeriksaan penunjang untuk Sindroma Guillain-Barre adalah pemeriksaan LCS,

EMG dan MRI.

e. Walaupun tersedia adanya ICU, ventilator, dan terapi imunomodulator spesifik,

sekitar 5 % dari pasien GBS dapat mengalami kematian dan 12 % tidak dapat

berjalan tanpa bantuan selama 48 minggu setelah gejala pertama muncul. 20 %

pasien akan tetap hidup dengan memiliki gejala sisa.

f. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi,

mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Hingga saat ini para

peneliti masih mencari alternatif terapi yang paling tepat dan pilihan terapi yang

paling efektif saat ini adalah dari Plasma Exchange (PE) dan Intravenous inffusion of

human Immunoglobulin (IVIg).

DAFTAR PUSTAKA

1. Zhong M, Cai F. Current perspectives on Guillain-Barré syndrome. World J

Pediatr 2007;3(3):187-194

Page 20: Referat Guillain-barre Syndr

2. Hughes CA. Pathogenesis and treatment of inflammatory demyelinating

polyradiculoneuropathy. Acta neurol. belg., 2000, 100, 167-170

3. Walling A, Dickson G. Guillain-Barré Syndrome. AAFP.2013.(87).3: 166-97

4. McClellan, K., Armeau, E., Parish, T. Recognizing Guillain-Barré Syndrome in

the Primary Care Setting. The Internet Journal ofAllied Health Sciences and

Practice. Jan 2007,(5):1

5. Phitadia A, Kakadia N. Guillain-Barré syndrome (SGB). Pharmacological report.

2010. 220-232

6. Yuki N, Hartung HP. Guillain–Barré Syndrome. N Engl J Med 2012;366:2294-

304.

7. Malgorzata QW, Georgios M,Sijan Wang, James S. Malter, Andrew J. Waclawik.

Plasma Exchange After Initial Intravenous Immunoglobulin Treatment in

Guillain-Barre´ Syndrome: Critical Reassessment of Effectiveness and Cost-

Efficiency. J Clin Neuromusc Dis 2010;12:55–61

8. Pieter A, Liselotte R, Bart C J. Clinical features, pathogenesis, and treatment of

Guillain-Barré syndrome. Lancet Neurol 2008; 7: 939–50. Available from URL:

www.thelancet.com/neurology Vol 7 October 2008 [ cited on June 15th 2015]

9. Japardi I. Sindroma Guillan-Barre. FK USU Bagian Bedah. Available from :

URL: http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf.

[diakses tanggal 15 Juni 2015].

10. Meena A. K., Khadilkar S. V. Murthy J. M. K.Treatment guidelines for

Guillain–Barré Syndrome. Ann Indian Acad Neurol. 2011; 14. S73–S81.

11. Walling A D. Adjunctive steroid therapy for guillain-barré syndrome. Am fam

physician. 2004 ;70(6):1157-1161.

12. Winer JB. Treatment of Guillain-Barre´ syndrome. Q J Med 2002; 95:717–721

13. Cortese I, Chaundry V, So YT, Cantor F, Comblath DR. Evidence-based guideline

update: Plasmapheresis in neurologic disorder. Neurology. 2011. 294-302

14. Khan F, Amatya B, Brand C, Turner-Stokes L. Multidisciplinary care for

Guillain-Barré syndrome (Review). Cochrane Library 2010

15. Richard A,Hughes C,Anthony V. Swan,Jean-Claude R,Djillali A, Rinske

Konings. Immunotherapy for Guillain-Barre syndrome:a systematic review. Brain

(2007), 130, 2245-2257

16. Berncl C, Hans-Peter H. Guillain Barré syndrome and chronic inflammatory

demyetinating polyradicutoneuropathy. Neuroimmunology. 2003

Page 21: Referat Guillain-barre Syndr

17. Nachamkin I, Mishu I, Ho T. Campylobacter species and guillain-barre´

syndrome. Clinical microbiology reviews, 1998, 555–567

18. Fokke C, Berg, Drenthen J, Walgaard C, Doorn P. Diagnosis of Guillain-Barre´

syndrome and validation of Brighton criteria. Brain 2014: 137; 33–43