guillain barre

23
I. IDENTITAS PASIEN 1. Nama : Tn. R 2. Umur : 19 tahun 3. Jenis kelamin : Laki-laki 4. Status perkawinan : belum menikah 5. Pendidikan terakhir : SMA 6. Pekerjaan : Mahasiswa 7. Alamat : GSS 10/9 II. KELUHAN UTAMA Kelumpuhan mendadak pada keempat anggota gerak III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien mengalami kelemahan anggota gerak sejak 5 bulan yang lalu (tgl 13-11-2014), yang diawali dari anggota gerak bagian atas lalu sehari kemudian diikuti kelemahan anggota gerak bagian bawah, pasien dirawat di RS selama selama 4 bulan. Pada perawatan bulan ketiga pasien mengalami sesak dan kesulitan bernafas sehingga dilakukan trakeostomi. Hingga sekarang pasien masih merasakan keluhan yang serupa tetapi sudah ada perbaikan pada anggota gerak yang lumpuh. Sebelumnya pasien mengaku mengalami batuk, tetapi demam disangkal,pada BAB dan BAK tidak ada keluhan. IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa. Portofolio Kasus Medis Page 1

description

ghhk

Transcript of guillain barre

I. IDENTITAS PASIEN

1. Nama : Tn. R

2. Umur : 19 tahun

3. Jenis kelamin : Laki-laki

4. Status perkawinan : belum menikah

5. Pendidikan terakhir : SMA

6. Pekerjaan : Mahasiswa

7. Alamat : GSS 10/9

II. KELUHAN UTAMA

• Kelumpuhan mendadak pada keempat anggota gerak

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

• Pasien mengalami kelemahan anggota gerak sejak 5 bulan yang lalu (tgl 13-11-2014), yang

diawali dari anggota gerak bagian atas lalu sehari kemudian diikuti kelemahan anggota gerak

bagian bawah, pasien dirawat di RS selama selama 4 bulan. Pada perawatan bulan ketiga

pasien mengalami sesak dan kesulitan bernafas sehingga dilakukan trakeostomi.

• Hingga sekarang pasien masih merasakan keluhan yang serupa tetapi sudah ada perbaikan

pada anggota gerak yang lumpuh.

• Sebelumnya pasien mengaku mengalami batuk, tetapi demam disangkal,pada BAB dan BAK

tidak ada keluhan.

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa.

Riwayat memiliki penyakit seperti, diabetes mellitus, hipertensi, alergi, dan riwayat

pembedahan disangkal oleh pasien.

V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada riwayat sakit dengan keluhan serupa dalam keluarga.

Portofolio Kasus Medis Page 1

VI. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

• Keadaan : tampak sakit sedang

• Kesadaran : Compos Mentis, GCS = E4M6V5= 15

• Nadi : 90 x/menit

• Pernapasan : 22 x/menit

• Suhu : 36,7oC

• Kepala : normosefali, tidak ada kelainan

• Mata : OS : pupil bulat, ø 3mm, RCL(+), RCTL (+/+)

OD : Pupil bulat ø 3mm, RCL(+), RCTL (+/+)

• Mulut : simetris, DBN

• Leher : tidak tampak pembesaran

• Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-

• Jantung : batas jantung dbn, BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

• Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba.

Status Neurologis

Nervus Kranialis :

N I. (Olfaktorius) Kanan Kiri

Subjektif

Dengan bahan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

N II. (Optikus)

Tajam penglihatan

Lapangan penglihatan

Melihat warna

Fundus okuli

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N III. (Okulomotorius)

Celah mata

Pergerakan bulbus

Strabismus

Nistagmus

Eksoftalmus

Ptosis -

+

-

-

Ptosis -

+

-

-

Portofolio Kasus Medis Page 2

- -

Besar pupil

Bentuk pupil

Reflex terhadap sinar

Reflex konversi

Reflex konsensual

Diplopia

4 mm

Isokor

+

-

+

-

4mm

Isokor

+

-

+

-

N IV. (Troklearis)

Pergerakan mata

( kebawah-dalam )

Sikap bulbus

Diplopia

+

-

-

+

-

-

N V. (Trigeminus)

Membuka mulut

Mengunyah

Menggigit

Reflex kornea

Sensibilitas

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

N VI. (Abduscens)

Pergerakan mata ke lateral

Diplopia

+

-

+

-

N VII. (Fascialis)

Mengerutkan dahi

Menutup mata

Memperlihatkan gigi

Bersiul

Perasaan lidah bagian 2/3 depan

+

+

+

+

tidak dilakukan

+

+

+

+

tidak dilakukan

N VIII. (Vestibulokoklear)

Suara berisik

Weber

+

Tidak dilakukan

+

Tidak dilakukan

Portofolio Kasus Medis Page 3

Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N IX. (Glossofaringeus)

Perasaan bagian lidah belakang

Sensibilitas

Pharynx

+

+

tidak dilakukan

+

+

tidak dilakukan

N X. (Vagus)

Arcus pharynx

Bicara

Menelan

tidak dilakukan

+

+

tidak dilakukan

+

+

N XI. (Asesorius)

Mengangkat bahu

Memalingkan kepala

+

+

+

+

N XII. (Hypoglossus)

Pergerakan lidah

Tremor lidah

Artikulasi

+

-

-

-

-

-

Pemeriksaan Badan dan Anggota Gerak

i. Motorik

Respirasi : spontan, torakoabdominalis

Duduk : bisa

Bentuk kolumna vertebralis : normal

Pergerakan kolumna vertebralis : tidak dilakukan

ii. Sensibilitas Kanan Kiri

Taktil + +

Nyeri + +

Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan

Diskriminasi + +

Lokalisasi + +

Portofolio Kasus Medis Page 4

iii.Refleks

Refleks kulit perut atas : -

Refleks kulit perut bawah : -

Refleks perut tengah : -

Refleks kremaster : tidak dilakukan

Anggota Gerak Atas

i. Motorik Kanan Kiri

Pergerakan ++ ++

Kekuatan 4 2

Tonus + +

Atrofi - -

ii. Sensibilitas Kanan Kiri

Taktil + +

Nyeri + +

Termi tidak dilakukan tidak dilakukan

Diskriminasi + +

Lokalis + +

iii.Refleks Kanan Kiri

Biceps ++ ++

Triceps ++ ++

Radius ++ ++

Ulna ++ ++

Trommer-Hoffman - -

Anggota Gerak Bawah

i. Motorik Kanan Kiri

Pergerakan + +

Kekuatan 4 2

Tonus melemah melemah

Atrofi - -

ii. Sensibilitas Kanan Kiri

Portofolio Kasus Medis Page 5

Taktil + +

Nyeri ++ +

Termi tidak dilakukan tidak dilakukan

Diskriminasi + +

Lokalis + +

iii.Refleks Kanan Kiri

Patella + ++

Achilles + ++

Babinsky - -

Chaddock - -

Rossolimo - -

Mendel-Bechterev - -

Schaefer - -

Oppenheim - -

Klonus paha - -

Tes Laseque - -

Tes Kernig - _

Gerakan Gerakan Abnormal

1. Tremor : tidak ada

2. Miokloni : tidak ada

3. Khorea : tidak ada

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium : tidak dilakukan

Pemeriksaan EMG : tidak dilakukan

Pemeriksaan Radiologi : tidak dilakukan

VI. DIAGNOSA KERJA

Guillain barre syndrome

VII. DIAGNOSA BANDING

Portofolio Kasus Medis Page 6

Poliomyelitis

Botulinitis

VIII. TERAPI

Terapi suportif, dengan melanjutkan penatalaksanaan yang sebelumnya sudah diberikan oleh

dokter penanggung jawab pasien terdahulu.

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam Ad functionam : Dubia ad bonam Ad sanationam : Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN1

Guillain-Barré Syndrome (GBS) adalah suatu penyakit yang langka dan parah.1 Guillain-Barré

Syndrome mengambil nama dari dua ilmuwan Perancis, Guillain dan Barré. Penyakit ini terjadi

setelah prosedur infeksi akut. GBS mulanya mempengaruhi sistem saraf perifer. Biasanya penyakit

Portofolio Kasus Medis Page 7

ini adalah berupa kelumpuhan akut di daerah tubuh bagian bawah yang bergerak ke arah ekstremitas

atas dan wajah. Secara bertahap pasien kehilangan semua refleks lalu mengalami kelumpuhan tubuh

lengkap. 

GBS  adalah suatu kelainan mengancam kehidupan dan memerlukan perawatan yang tepat

waktu dan perawatan suportif  dengan imunoglobulin intravena atau plasmaferesis. Sayangnya

banyak orang kehilangan nyawa mereka tanpa perawatan medis yang tepat dan cepat.

Dysautonomia dan komplikasi paru merupakan alasan dasar untuk komplikasi kematian fatal

lainnya.

II. EPIDEMIOLOGI2

Sepuluh studi melaporkan kejadian pada anak-anak (0-15 tahun), dan menemukan kejadian

tahunan menjadi antara 0,34, dan 1.34/100 000.  Kebanyakan penelitian menyelidiki populasi di

Eropa dan Amerika Utara dan melaporkan angka kejadian serupa tahunan, yaitu antara 0,84 dan

1.91/100, 000. Rata-rata pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih sering terkena daripada

laki-laki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki = 1,5 : 1 untuk semua usia. Penurunan

insiden selama waktu antara tahun 1980-an dan 1990-an ditemukan. Sampai dengan 70% dari

kasus Guillain-Barré Syndrome disebabkan oleh infeksi anteseden.

Inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk paling umum di negara-

negara barat dan berkontribusi 85% sampai 90% kasus.  Kondisi ini terjadi pada semua

umur, meskipun jarang pada masa bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan adalah masing-

masing 2 bulan dan 95 tahun. Usia rerata onset adalah sekitar 40 tahun, dengan

kemungkinan dominasi laki-laki.

Guillain-Barré Syndrome  adalah penyebab paling umum dari acute flaccid paralysis pada anak-

anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering didapatkan di daerah Jepang dan

Cina, terutama pada orang muda.

Hal ini terjadi lebih sering selama musim panas,  sporadis AMAN seluruh dunia mempengaruhi 10%

sampai 20% pasien dengan Guillain-Barré Syndrome . Miller-Fisher syndrome mempengaruhi antara

5% dan 10% pasien GBS di negara-negara barat, tetapi lebih umum di Asia Timur, dengan

25% terjadi di Jepang dan 19% di Taiwan.

III. ETIOLOGI3,4

Portofolio Kasus Medis Page 8

Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih

menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada

hubungannya dengan terjadinya GBS, antara lain infeksi, vaksinasi, pembedahan, penyakit

sistematik seperti keganasan; systemic lupus erythematosus; tiroiditis; penyakit Addison, serta

kehamilan atau dalam masa nifas.

GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus GBS yang

berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala

neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.5

IV. PATOGENESIS2,3

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya

demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan

bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindrom ini adalah melalui mekanisme imun. Bukti-bukti

bahwa imunopatogenesis merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindrom ini

adalah:

1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity)

terhadap agen infeksious pada saraf tepi,

2. Adanya auto-antibody terhadap sistem saraf tepi,

3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah

saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Proses demielinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas

humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.

Portofolio Kasus Medis Page 9

Gambar 1. Patogenesis dan fase klinikal dari GBS

Portofolio Kasus Medis Page 10

Gambar 2. Lokasi GBS yang menyerang sistem nervus perifer.

Gambar 3. Stadium pada kerusakan saraf perifer pada GBS.

Portofolio Kasus Medis Page 11

Patologi

4 stadium pada kerusakan saraf perifer pada GBS, yaitu :Limphosit bermigrasi &

bertransformasi ke dlm serabut saraf, myelin & axon belum rusak.Sel limphosit & sel makrofag >>, mulai terjadi segmental demyelinisasi, axon belum rusak.kerusakan selubung myelin & axon, Terjadi kromatolisis sentral inti sel saraf atropi & denervasi. Kerusakan axon >> proximal, kerusakan irreversible regenerasi sel saraf (-)

Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting disamping peran

makrofag. Prekursor sel limfosit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang

mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran. Sebelum

respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi, antigen harus dikenalkan pada limfosit T (CD4)

melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen

atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting

cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limfosit T (CD4). Setelah itu limfosit

T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma

interferon serta TNF-.

Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan

berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan

makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping

menghasilkan TNF dan komplemen.6,8

V. KLASIFIKASI1,2

Guillain-Barré Syndrome diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy

Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) adalah jenis paling umum

ditemukan pada GBS, yang juga cocok dengan gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis

paling sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang

paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP

terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan demielinasi segmental makrofag.

2. Acute Motor Axonal Neuropathy

Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas GBS epidemik pada tahun

1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari pasien GBS merupakan jenis ini. Jenis ini

lebih menonjol pada kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya,

ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan

pernapasan, meskipun pasien biasanya memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan

Portofolio Kasus Medis Page 12

AMAN dapat hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem penghambatan melalui

interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan neuron motorik.

3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy

Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut yang berbeda dari AMAN,

AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan

karakteristik atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.

4. Miller Fisher Syndrome

Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan oftalmoplegia.

Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa

pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan

imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.

5. Acute Neuropatic panautonomic

Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada GBS. Kadang-kadang

disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan

kardiovaskular, dan terkait disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata, mual,

disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare sering terjadi pada kelompok

pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan

diikuti dengan gejala otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat onset

berhubungan dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi pencernaan.

6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)

Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari GBS. Hal ini ditandai dengan onset akut oftalmoplegia,

ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau babinsky sign. Perjalanan penyakit dapat monophasic

atau terutama di otak tengah, pons, dan medula. BEE meskipun presentasi awal parah biasanya

memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar

pasien BEE telah dikaitkan dengan GBS aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat

terkait dan membentuk spectrum lanjutan.5

Portofolio Kasus Medis Page 13

VI. GEJALA KLINIS & KRITERIA DIAGNOSA2,3

1. Kelemahan

Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara natural. Anggota

tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin

terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh

juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut

dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan

ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.7

2. Keterlibatan saraf kranial

Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan GBS. Saraf kranial III-VII dan IX-XII

mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa

menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada

pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang

terkena. Varian Miller-Fisher dari GBS adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf

kranial.7

3. Perubahan Sensorik

Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori cenderung minimal

dan variabel.7 Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik

serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki

dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan

atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.

4. Nyeri

Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan GBS, 89% pasien melaporkan nyeri yang

disebabkan GBS pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah dapat dirasakan

pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa

sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.

Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit

mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike

dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat

Portofolio Kasus Medis Page 14

bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh

sebagian pasien dengan GBS adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang

terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).7

5. Perubahan otonom

Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan parasimpatis dapat

diamati pada pasien dengan GBS. Perubahan otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia,

Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan / atau

diaphoresis. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas

usus dapat ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien dengan kelemahan dan kegagalan

pernafasan yang parah.7

6. Pernapasan

Empat puluh persen pasien GBS cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau orofaringeal.

Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; dispnea saat aktivitas, sesak

napas, kesulitan menelan, bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan

biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit

mereka.7

Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa: Protein CSS. Meningkat

setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial; jumlah sel CSS < 10

MN/mm3;Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS:

11-50 MN/mm3). Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan

konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.5

VII. DIAGNOSA BANDING3

Gejala klinis GBS biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan criteria diagnostik dari NINCDS,

tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan keadaan lain, seperti Mielitis

akuta, Poliomyelitis anterior akuta, Porphyria intermitten akuta, dan Polineuropati post difteri.5

VIII. TERAPI2,3

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomatik.

Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan

yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus

Portofolio Kasus Medis Page 15

diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat

penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).6,8

1) Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak

bermanfaat untuk terapi GBS.

2) Plasmafaresis

Plasmafaresis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar.

Pemakain plasmaparesis pada GBS memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang

lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek.

Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis

lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).

3) Pengobatan imunosupresan:

Imunoglobulin IV (IVIg). Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan

dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4

gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari

sampai sembuh.

Obat sitotoksik. Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:

a) 6 merkaptopurin (6-MP)

b) azathioprine

c) cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala. 4,6,8

IX. PROGNOSIS2,3

Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan penyakitnya, tetapi pada

sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala

sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain pada pemeriksaan NCV-EMG relatif

normal, mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas penyakit

lambat dan pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun. 1,4,5

Portofolio Kasus Medis Page 16

DAFTAR PUSTAKA

1. Seneviratne U. Guillain-Barre Syndrome: Clinicopathological Types and Electrophysiological

Diagnosis. Departement of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus; 2003.

2. Ropper HA, Brown HR. Adam’s and Victor, Principles of Neurological 8th ed. United States of

America; 2005. p.1117-27

3. Yuki N, Hartung HP. Guillain–Barré Syndrome. N Engl J Med 2012;366:2294-304.

4. Pritchard J. Guillain–Barré Syndrome. Clinical Medicine 2010, Vol 10, No 4: 399–401

5. Asbury AK, Cornblath DR. Assessment of current diagnostic criteria for Guillain-Barré syndrome.

Ann Neurol. 1990;27 Suppl:S21-4.

6. Steinberg, JS; Parry GJ. Guillain-Barré Syndrome: From Diagnosis to Recovery. 2010: 84-87

Portofolio Kasus Medis Page 17