REFERAT EPISTAKSIS

25
PENATALAKSANAAN EPISTAKSIS BAB I PENDAHULUAN Hidung berdarah dalam istilah Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung. Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau keluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif. Epistaksis berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.Di Amerika, epistaksis dilaporkan terjadi pada 60% populasinya. Namun jarang sekali menyebabkan kematian. Distribusinya bermacam-macam dengan insiden terbanyak pada usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun. Kasus ini terbanyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri Ethmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Kasus- kasus epistaksis kebanyakan terjadi pada daerah anterior septum nasi, dan dapat diatasi dengan kauterisasi. Namun, epistaksis posterior lebih memerlukan pendekatan yang lebih agresif termasuk metode posterior nasal 1

description

referat

Transcript of REFERAT EPISTAKSIS

PENATALAKSANAAN EPISTAKSIS

PENATALAKSANAAN EPISTAKSIS

BAB IPENDAHULUANHidung berdarah dalam istilah Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung. Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau keluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif. Epistaksis berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.Di Amerika, epistaksis dilaporkan terjadi pada 60% populasinya. Namun jarang sekali menyebabkan kematian. Distribusinya bermacam-macam dengan insiden terbanyak pada usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun. Kasus ini terbanyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita.Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri Ethmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Kasus- kasus epistaksis kebanyakan terjadi pada daerah anterior septum nasi, dan dapat diatasi dengan kauterisasi. Namun, epistaksis posterior lebih memerlukan pendekatan yang lebih agresif termasuk metode posterior nasal packing dan endoscopic cauterization. Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga sedikit dan berhenti sendiri. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu memanggil dokter. Sebagian besar darah keluar atau dimuntahkan kembali. Pengobatan yang tepat pada kasus epistaksis adalah dilakukan penekanan pada pembuluh darah yang berdarah. Hampir 90% kasus epistaksis anterior dapat diatasi dengan tekanan yang kuat dan terus menerus pada kedua sisi hidung tepat diatas kartilago ala nasi. Bila hal ini tidak berhasil maka diperlukan tindakan-tindakan lain yang perlu dan dapat dilakukan. Sangat penting penetalksanaan yang tepat pada kasus epistaksis agar tidak terjadi komplikasi atau bahkan kematian. Karena itu akan dibahas mengenai epistaksis pada makalah ini.

BAB IIANATOMI HIDUNG

ANATOMIHidung terdiri atas navus externus (hidung luar) dan cavum nasi.1. NASUS EXTERNUSNasus externus mempunyai ujung yang bebas yang dilekatkan ke dahi melalui radix nasi atau jembatan hidung. Lubang keluar adalah kedua nares atau lubang hidung. Setiap naris dibatasi oleh ala nasi dan di medial oleh septum nasi. Rangka nasus externus di atas oleh os nasale, processus frontalis ossis maxillaries, dan pars nasalis ossis frontalis. Di bawah, rangka ini dibentuk oleh lempeng lempeng tulang rawan , yaitu cartilago nasi superior dan inferior dan cartilago septi nasi. (1)2. CAVUM NASICavum nasi terletak di nares di depan sampai choanae di belakang. Rongga ini dibagi oleh septum nasi atas belahan kiri dan kanan. Setiap belahan mempunyai dasar, atap, dinding lateral dan dinding medial. (1)Bagian dasar: processus palatinus maxillae lamina horizontalis ossis palatine yaitu permukaan atas palatum dorum. Bagian atap sempit: corpus ossis sphenoidalis lamina cribrosa ossis ethmoidalis os frontale os nasale cartilagines nasi.

Dinding lateral ditandai dengan: concha nasalis superior media, inferior.

MUKOSA HIDUNGMembran mucosa melapisi cavum nasi , kecuali vestibulum yang dilapisi oleh kulit yang telah mengalami modifikasi. Terdapat dua jenis membrana mucosa, yaitu 1. Mucosa OlfactoriusOlfactorius melapisi permukaan atas concha nasalis superior dan recessus sphenoetmhoidalis; juga melapisi daerah septum nasi yang berdekatan atap. Fungsinya adalah menerima rangsangan penghidu dan untuk fungsi ini mucosa memiliki sel penghidu khusus. Akson sel sel ini (serabut N. Olfactorius) berjalan melalui lubang lubang pada lamina cribosa ossis ethmoidalis dan ber akhir pada bulbus olfactorius. Permukaan membrana mucosa tetep basah oleh sekret kelenjar serosa yang berjumlah banyak.1. Respiratorius Membran Mucosa Membrana mucosa respiratorius melapisi bagian bawah cavum nasi. Fungsinya adalah menghangatkan , melembabkan dan membersihkan udara inspirasi. Proses menghangatkan terjadi oleh pleksus venosus di dalam jaringan submucosa. Proses melembabkan berasal dari banyaknya mucus yang diproduksi oleh kelenjar kelenjar dan sel sel goblet. Partikel debu yang terinspirasi akan menempel pada permukaan mucosa yang basah dan lengket . mucus yang tercemar ini terus menerus didorong ke belakang oleh kerja cilia dari sel- sel silindris bercilia yang meliputi permukaan. Sesampainya di pharinx mucus ini ditelan.

PERSYARAFAN CAVUM NASIN.Olfactorius berasal dari sel sel olfactorius khusus yang terdapat pada membrana mucosa yang telah di bicarakan sebelumnya . saraf ini ke atas melalui lamina cribosa dan mencapai bulbus olfactorius. Saraf saraf sensasi umum berasal dari divisi ophtalmica dan maxillaris n. Trigeminus. Persarafan bagian anterior cavum nasi berasal dari n.ethmoidalis anterior. Persarafan bagian posterior cavum nasi berasal dai ramus nasalis, ramus nasopalatinus dan ramus palatius ganglion pterygopalatinum.

PENDARAHAN CAVUM NASIRongga hidung adalah tempat yang kaya akan vaskularisasi, dengan suplai darah berasal dari arteri karotis internal dan eksternal. Sistem karotis eksternal membagi dan berakhir sebagai : arteri temporal superfisial arteri maxillaris internal.

Gambar:Percabangan arteri dari caroris externa- a.maxilaris interna- pem.darah hidung.1. Arteri SphenopalatinaCabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung.

1. Arteri palatina desendenMemberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi. sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan posterior yang memperdarahi septum dan dinding lateral superior.

Plexus Kisselbachs(anterior): a. Ethomid anterior , a.palatina mayor , a.sphenopalatina, a.labialis superior.Posterior: a. Ethmoid posterior, a.Sphenopalatina

BAB IIIEPISTAKSIS

DEFINISIEpistaksis berasal dari bahasa Yunani yaitu epistazo, yang artinya perdarahan dari hidung yang dapat berupa perdarahan anterior dan perdarahan posterior. Perdarahan dari hidung ini dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik).

ETIOLOGIPada banyak kasus, tidak mudah untuk mencari penyebab terjadinya epistaksis. Etiologi epistaksis dapat dari banyak faktor. Secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik.1. Faktor LokalBeberapa faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya epistaksis, antara lain : Trauma nasal Obat semprot hidung (nasal spray) Penggunaan obat semprot hidung secara terus menerus, terutama golongan kortikosteroid, dapat menyebabkan epistaksis intermitten. Terdapat kerusakan epitel pada septum nasi. Epitel ini akan mudah berdarah jika krusta terlepas. Pemakaian fluticasone semprot hidung selama 4-6 bulan, belum menimbulkan efek samping pada mukosa. Kelainan anatomi: adanya spina, krista dan deviasi septum. Tumor intranasal atau sinonasal. Sering ditandai dengan adanya riwayat epistaksis yang berulang. Iritasi zat kimia, obat-obatan atau narkotika. Seperti dekongestan topikal dan kokain. Iritasi karena pemakaian oksigen: Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) Kelainan vaskuler seperti kelainan yang dikenal dengan Wageners granulomatosis (kelainan yang didapat) Infeksi lokal infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik,seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis1. Faktor SistemikHipertensi tidak berhubungan secara langsung dengan epistaksis. Arteriosklerosis pada pasien hipertensi membuat terjadinya penurunan kemampuan hemostasis dan kekakuan pembuluh darah.Penyebab epistaksis yang bersifat sistemik antara lain: Sindrom Rendu Osler Weber (hereditary hemorrhagic telangectasia) merupakan kelainan bawaan yang diturunkan secara autosom dominan. Trauma ringan pada mukosa hidung akan menyebabkan perdarahan yang hebat. Hal ini disebabkan oleh melemahnya gerakan kontraktilitas pembuluh darah serta terdapatnya fistula arteriovenous Infeksi sistemik akut Demam berdarah, demam typhoid, influenza, morbili, demam tifoid. Efek sistemik obat-obatan golongan antikoagulansia (heparin, warfarin) dan antiplatelets (aspirin, clopidogrel). Kegagalan fungsi organ seperti uremia dan sirosis hepatis Atheroslerosis, hipertensi dan alkohol. Kelainan hormonal. Seperti kelebihan hormon adrenokortikosteroid atau hormon mineralokortikoid, pheochromocytoma, hyperthyroidism atau hypothyroidism, kelebihan hormon pertumbuhan dan hyperparathyroidismPATOFISIOLOGIRongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (littles area).Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.

KLASIFIKASIEpistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan

ANAMNESIS Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan danbelakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinyaperdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah. Pada anamnesis harus ditanyakan secara spesifik mengenai beratnya perdarahan, frekuensi, lamanya perdarahan, dan riwayat perdarahan hidung sebelumnya. Perlu ditanyakan juga mengenai kelainan pada kepala dan leher yangberkaitan dengan gejala-gejala yang terjadi pada hidung. Bila perlu, ditanyakan juga mengenai kondisi kesehatan pasien secara umum yang berkaitan dengan perdarahan misalnya riwayat darah tinggi, arteriosclerosis, koagulopati, riwayat perdarahan yang memanjang setelah dilakukan operasi kecil, riwayat penggunaan obat-obatan seperti koumarin, NSAID, aspirin, warfarin, heparin, ticlodipin, serta kebiasaan merokokdan minum-minuman keras.

PEMERIKSAAN FISIK. Pada pemeriksaan fisik, epistaksis seringkali sulit dibedakan dengan hemoptysis atau hematemesis untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untukmenghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehinggaperdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10-15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.

PENATALAKSANAANPrinsip penatalaksanaan epistaksis adalah perbaiki keadaan umum, cari sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan.Hal-hal yang penting adalah :1. Riwayat perdarahan sebelumnya.2. Lokasi perdarahan.3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga6. Hipertensi7. Diabetes melitus8. Penyakit hati9. Gangguan koagulasi10. Trauma hidung yang belum lama11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazonBila pasien dengan epistaksis perhatikan keadaan umumnya, nadi, pernafasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dahulu misalnya dengan memasang infus. Jalan nafas dapat tersumbat dengan darah atau dengan bekuan darah perlu di bersihkan atau di hisap.Untuk dapat menghentikan pendarahan perlu dicari sumbenrnya, setidaknya dilihat apakah perdarahan dari anterior atau posterior. Alat-alat yang perlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala,spekulum hidung, alat penghisap. Ananmnesis yang lengkap sangat membantu dlam menentukan sebab pendarahan.Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar dari hidung sehingga dapat di monitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknya setengah duduk atau berbaring dengan kepala di tinggikan. Harus perhatikan jangan sampai darah mengalir ke saluran nafas bawahPasien anak duduk di panggku, badan dan tangan di peluk, kepala di pegangi agar tegak dan tidak bergerak-gerak.Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuan darah dengan bantuan alat penghisap. Kemudian pasang tampon sementara yaotu kapas yang telah di basahi oleh adrenalin 1/5000 1/10.000 dan pantokain atau lidokain 2% di masukan kedalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada saat di lakukan tindakan selanjutnya, tampon di biarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi vasokonstriksi biasanya dapat di lihat apakah perdarahan dari bagian anterior atau posterior hidung.Menghentikan PendarahanA.Pendarahan anterior1. Metode TrotterPenderitasebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah membatukkan darah dari tenggorokan. Epistaksis anterior yang ringan biasanya bisa dihentikan dengan cara menekan cuping hidung selama 5-10 menit.

2. KauterisasiJika tindakan diatas tidak mampu menghentikan perdarahan, maka dipasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidocain atau pantocain untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri. Lalu Kauterisasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan larutan perak nitrat 20 30% atau dengan asam triklorasetat 10%.3Becker (1994) menggunakan larutan asam triklorasetat 40 70%. Setelah tampon dikeluarkan, sumber perdarahan diolesi dengan larutan tersebut sampai timbul krusta yang berwarna kekuningan akibat terjadinya nekrosis superfisial. Kauterisasi tidak dilakukan pada kedua sisi septum, karena dapat menimbulkan perforasi. Selain menggunakan zat kimia dapat digunakan elektrokauter atau laser.7Yang (2005) menggunakan electrokauter pada 90% kasus epistaksis yang ditelitinya.

3.Tampon anteriorBila dengan kaustik, perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika.Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah masuk dan tidak menimbulkan pendarahan baru saat di masukan atau di cabut. Tampon di masukan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus menekan asal pendarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung.

B.Pendarahan PosteriorPerdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat dan sulit dicari sumber perdarahan dengan rinoskopi anterior.2Epistaksis posterior dapat diatasi dengan menggunakan tampon posterior, bolloon tamponade, ligasi arteri.21.Tampon PosteriorPerdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana (nares posterior).Teknik pemasangan tampon bellocqUntuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik keluar melalui mulut. Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ke arah nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan, dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior, kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung sehingga tampon posterior terfiksasi.

2.Balloon tamponadePemakaian tampon balon lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pemasangan tampon posterior konvensional tetapi kurang berhasil dalam mengontrol epistaksis posterior. Ada dua jenis tampon balon, yaitu: kateter Foley dan tampon balon yang dirancang khusus. Setelah bekuan darah dari hidung dibersihkan, tentukan asal perdarahan. Kemudian lakukan anestesi topikal yang ditambahkan vasokonstriktor. Kateter Foley no. 12 - 16 F diletakkan disepanjang dasar hidung sampai balon terlihat di nasofaring. Kemudian balon diisi dengan 10 -20 cc larutan salin dan kateter Foley ditarik kearah anterior sehingga balon menutup rongga hidung posterior. Jika dorongan terlalu kuat pada palatum mole atau bila terasa sakit yang mengganggu, kurangi tekanan pada balon. Selanjutnya dipasang tampon anterior dan kateter difiksasi dengan mengunakan kain kasa yang dilekatkan pada cuping hidung. Apabila tampon balon ini gagal mengontrol perdarahan, maka dilakukan pemasangan tampon posterior.

3.Ligasi arteriPenanganan yang paling efektif untuk setiap jenis perdarahan adalah dengan meligasipembuluh darah yang ruptur pada bagianproksimal sumber perdarahan dengan segera.Tetapi kenyataannya sulit untukmengidentifikasi sumber perdarahan yang tepatpada epistaksis yang berat atau persisten.a.Ligasi Arteri Karotis EksternaKarena banyaknya anastomosis,ligasiarteri karotis eksterna tidak dapat dapat selalu menghentikan pendarahan. Namun, bila mana perlu metode ini dpat di lakukan pada semua pasien oleh dokter yang trampil dalam pembedahan leher dan kepala. Insisi di lakuakn secara melintang atau memanjang sepanjang batas anterior otot sternokleidomastoideus setinggi tulang hiod. Setelah otot platisma di angkat, dapat dikenali batas anterior otot sternokleidomastoideus. Dengan diseksi yang hati-hati dapat di kenali selubung karotis. Arteri karotis interna dan eksterna harus dikenali secara khusus. ,eskipun dinamakan arteri karotis ekterna, namun pada leher sebenarnya arteri ini terletak dimedial arteri karotis interna. Ligasi dilakukan dengan suatu ikatan memakai benang sutra di atas percabangan arteri lingualis. Hilangnya denyutan temporalis harus di periksa dua kali sebelum ligasi di eratkan. Luka dapat di tutup dalam beberapa lapis dan drain di pasang selama 24 jamb.Ligasi Arteri Maksilaris InternaLigasi arteri maksilaris umumnya di lakukan oleh mereka yang ahli dalam teknik bedah dan anatomi sehingga dapat mencapai fossa pterigomaksilaris. Prosedur ini dilakukan dengan anastesi lokal atau umum. Sebelum operasi ini dilakukan perlu dibuat radiogram sinus paranasalis. Pada mukosa gusi pipi bagian atas dibuat insisi caldwell mulai dari garis tengah hingga daerah gigi molar atas dua. Mukoperitoneum di angkat dari dinding atas sinus maksilaris, sinus maksilaris di masuki dan sisa dinding diangkat sambil menjaga saraf intraorbita. Dinding sinus posterior yang bertulang kemudian di angkat dengan hati-hatidan lubang ke dalam fosa pterigomaksilaris di perbesar. Bila lubang sudah cukup besar, gunakan mikroskop operasi untuk diseksi lebih lanjut. Pembuluh darah di identifikasi dan klip logam di pasang pada arteri maksilaris interna, spenopalatina dan palatina desensence. Luka di tutup dan tampon hidung posterior diangkat. Suatu tampon hidung anterior yang lebih kecil mungkin masih diperlukan. Jika terdapat bukti-bukti infeksi atau bila di takuti terjadi infeksi, dapat di buat suatu fenestra antrum hidung saat melakukan prosedur.c.Ligasi arteri etmoidalis anteriorPerdarahandari cabang-cabang terminus arteri oftalmikus terkadang memerlukan ligasi arteri etmoidalis anterior. Pembuluh ini di capai melalui suatu insisi melengkung memanjang pada hidung di antara dorsum dan daerah kantus media. Insisi langsung di teruskan ke tulang, dimana periostium di angkat dengan hati-hati dan ligamen kantus media di kenali. Arteri etmoidalis anterior selalu terletal pada sutura pemisah tulang frontal dengan tulang etmoidalis. Pembuluh ini terjepit dengan suatu klip hemostatik atau suatu ligasi tunggal. Karena terletak deket dengan saraf optikus, makapembulh darah etmoidalis harus di capai dengan retraksi bola mata yang sangat hati-hati.

KOMPLIKASI TINDAKANKomplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis atau sebagai akibat dari penanganan yang kita lakukan.Akibat dari epistaksis yang hebab dapat terjadi syok dan anemia. Turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan iskemi cerebri, insufisiensi koroner dan infarkmiocard, hal-hal inilah yang menyebabkan kematian. Bila terjadi hal seperti ini maka penatalaksaan terhadap syok harus segera dilakukan.Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium sinus tersumbat), air mata yang berdarah(bloody tears)karena darah mengalir secara retrograd melaluiduktus nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.

KESIMPULAN

Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suat penyakit, yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan tertentu. Epistaksis bisa bersifat ringan sampai berat yang dapat berakibat fatal. Epistaksis disebabkan oleh banyak hal, namun dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sebab lokal dan sebab sistemik. Epistaksis dibedakan menjadi dua berdasarkan lokasinya yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior. Dalam memeriksa pasien dengan epistaksis harus dengan alat yang tepat dan dalam posisi yang memungkinkan pasien untuk tidak menelan darahnya sendiri.Prinsip penatalaksanaan epistaksis adalah perbaiki keadaan umum, cari sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan.Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memeriksa pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan tekanan darah, foto rontgen sinus,skrining koagulopati dan mencari tahu riwayat penyakit pasien. Tindakan-tindakan yang dilakukan adalah : Epistaksis Anterior : Kauterisasi, pemasangan tamon anterior; Epistaksis Posterior : Pemasangan tampon Posterior, Pemasangan Balloon tamponade dan ligasi arteri.Epsitaksis dapat dicegah dengan antara lain tidak memasukkan benda keras ke dalam hidung seperti jari, tidak meniup melalui hidung dengan keras, bersin melalui mulut, menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan perdarahan, dan terutam berhenti merokok.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam GL, Boies LR, Higler PA. (eds) Buku Ajar Penyakit THT, Edisi Keenam, Philadelphia : WB Saunders, 1989. Editor Effendi H. Cetakan III. Jakarta, Penerbit EGC, 1997.2. Cumming, W Charles. Otolaryngology - Head and Neck Surgery. 3rd edition. 1999. Mosby. Chapter : 45. Page : 852-643. Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta..4. Balai Penerbit. FK. UI. 1998. Buku Ajar Penyakit THT. Gaya Baru. Jakarta5. Schlosser RJ. Epistaxis. N Engl J Med 2009; 784-96. Soepardi AE, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidumg Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Fakultas Kedokteran Indonesia. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2008. Hal 118-9; 155-97. Watkinson JC. Epistaxis. Dalam: Mackay IS, Bull TR. Scott Browns Otolaryngology. olume 4 (Rhinonology). Ed. 6 th. Oxford: Butterwort - Heinemann, 1997: 119.1