Referat Epistaksis Nova

37
BAB I PENDAHULUAN Hidung berdarah dalam istilah Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung. Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau keluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif.. Epistaksis berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal, bila tidak segera ditolong. 1 Di Amerika, epistaksis dilaporkan terjadi pada 60% populasinya. Namun jarang sekali menyebabkan kematian. Distribusinya bermacam-macam dengan insiden terbanyak pada usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun. Kasus ini terbanyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita. 2,3 Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari 1

Transcript of Referat Epistaksis Nova

Page 1: Referat Epistaksis Nova

BAB I

PENDAHULUAN

Hidung berdarah dalam istilah Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis

atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang

hidung. Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau

keluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat

menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi

harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif.. Epistaksis berat,

walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat

berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.1

Di Amerika, epistaksis dilaporkan terjadi pada 60% populasinya. Namun

jarang sekali menyebabkan kematian. Distribusinya bermacam-macam dengan

insiden terbanyak pada usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun. Kasus ini

terbanyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita.2,3

Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan

bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari

arteri athmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri

sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Kasus- kasus epistaksis kebanyakan

terjadi pada daerah anterior septum nasi, dan dapat diatasi dengan kauterisasi.

Namun, epistaksis posterior lebih memerlukan pendekatan yang lebih agresif

termasuk metode posterior nasal packing dan endoscopic cauterization.1,3

Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga

sedikit dan berhenti sendiri. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu

memanggil dokter. Sebagian besar darah keluar atau dimuntahkan kembali.

Pengobatan yang tepat pada kasus epistaksis adalah dilakukan penekanan pada

pembuluh darah yang berdarah. Hampir 90% kasus epistaksis anterior dapat diatasi

dengan tekanan yang kuat dan terus menerus pada kedua sisi hidung tepat diatas

kartilago ala nasi. Bila hal ini tidak berhasil maka diperlukan tindakan-tindakan lain

1

Page 2: Referat Epistaksis Nova

yang perlu dan dapat dilakukan. Sangat penting penatalaksanaan yang tepat pada

kasus epistaksis agar tidak terjadi komplikasi atau bahkan kematian. Karena itu akan

kita bahas mengenai epistaksis pada referat ini.

2

Page 3: Referat Epistaksis Nova

BAB II

PEMBAHASAN EPISTAKSIS

2.1 ANATOMI HIDUNG

Dikutip dari : http://phielinalways.blogspot.com/2009_12_01_archive.html

Gambar 1. Hidung dan Bagian-bagiannya

Hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :

1. pangkal hidung

2. dorsum nasi

3. puncak hidung

4. ala nasi

5. kolumela

6. lubang hidung / nares anterior (Gray, 2000)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung.

3

Page 4: Referat Epistaksis Nova

Kerangka tulang terdiri dari :

1. os nasalis

2. prosesus frontalis os maksila

3. prosesus nasalis os frontal (Gray, 2000)

Kerangka tulang rawan terdiri dari :

1. sepasang kartilago nasalis superior

2. sepasang kartilago nasalis inferior (alar mayor)

3. beberapa pasang kartilago alar minor

4. tepi anterior kartilago septum (Gray, 2000).

Kavum nasi atau rongga hidung berbentuk terowongan dari depan ke belakang,

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.

Pintu atas lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang

belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan

nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di

belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang

mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut

vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,

inferior, dan superior. Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk

oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah :

1. lamina perpendikularis os etmoid

2. vomer

3. krista nasalis os maksila

4. krista nasalis os palatina (Gray, 2000)

Bagian tulang rawan adalah :

1. kartilago septum (lamina kuadrangularis)

2. kolumela (Gray, 2000)

4

Page 5: Referat Epistaksis Nova

Septum dilapisi perikondrium pada bagian tulang dan periostium pada bagian tulang,

sedangkan di luarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Bagian depan dinding lateral

hidung licin, yang disebut ager nasi dan di belakangnya terdapat konka-konka yang

mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah

konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang

lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang

terkecil disebut konka suprema (Gray, 2000).

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin

etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari

labirin etmoid. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga

sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, terdapat tiga meatus, yaitu

meatus inferior, medius, dan superior. Pada meatus inferior, terdapat muara (ostium)

duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding

lateral kavum nasi. Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus,

hiatus semilunaris, dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu

celah sempit melengkung dan terdapat muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus

etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka

superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os

palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina

kribiformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Bagian atas

rongga hidung mendapatkan perdarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang

merupakan cabang dari a.oftalmika, sedangkan a.oftalmika berasal dari a.karotis

interna (Gray, 2000).

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis yaitu arteri karotis eksterna

dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada

cavum nasi melalui :

5

Page 6: Referat Epistaksis Nova

1) Arteri Sphenopalatina

Cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatina

yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung.

2) Arteri palatina desenden

Memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui kanalis incisivus

palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi. Sistem karotis

interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan

posterior yang memperdarahi septum dan dinding lateral superior.

Dikutip dari : http://www.aafp.org/afp/20050115/fig.html

Gambar 2. Anatomi Vaskuler Supplai Darah Septum Nasi

Pleksus Kiesselbach’s atau Little’s area, merupakan lokasi epistaksi anterior

paling banyak.

Bagian depan dan atas kavum nasi mendapat persarafan sensoris dari n.etmoid

anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus.

6

Page 7: Referat Epistaksis Nova

Rongga hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan dari n.maksila melalui

ganglion sfenopalatinum (Gray, 2000).

Ganglion sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris juga

vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-

serabut sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis

mayor dan serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak

di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media (Gray, 2000).

Nervus olfaktorius, saraf ini turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah

bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada

mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung (Gray, 2000).

2.2 FISIOLOGI HIDUNG

Fungsi hidung adalah :

1. Jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka

media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara

berbentuk lengkungan.

Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama

seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian

akan melalui nares anterior dan sebagian lain ke belakang membentuk pusaran dan

bergabung dengan aliran dari nasofaring.

2. Alat pengatur kondisi udara

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara

yang akan masuk ke dalam alveolus paru.

Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembapan udara dan mengatur suhu.

Mengatur kelembapan udara dilakukan dengan adanya mucous blanket. Pada musim

panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan

pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. Mengatur suhu dimungkinkan karena

banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum

7

Page 8: Referat Epistaksis Nova

yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu

udara setelah melalui hidung kurang lebih 37 derajat celcius.

3. Penyaring udara

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan

dilakukan oleh rambut pada vestibulum nasi, silia, dan mucous blanket. Debu dan

bakteri akan melekat pada mucous blanket dan partikel besar akan dikeluarkan

dengan refleks bersin. Mucous blanket akan dialirkan ke nasofaring olleh gerakan

silia. Terdapat enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, yaitu

lysoenzyme.

4. Indra penciuman

Hidung juga bekerja sebagai indra penciuman dengan adanya mukosa olfaktorius

pada atap rongga hidung, konka superior, dan sepertiga bagian atas septum.

Partikel bau mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan mucous blanket atau bila

menarik nafas kuat.

5. Untuk resonansi suara

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.

Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga

terdengar suara sengau (rinolalia).

6. Membantu proses bicara

Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir,

dan palatum molle. Pada pembentukan konsonan nasal (m, n, ng) rongga mulut

tertutup dan hidung terbuka, palatum molle akan turun untuk aliran udara.

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,

kardiovaskuler, dan pernafasan. Misalnya iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks

bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur,

lambung, dan pankreas (Soepardi, 2007).

8

Page 9: Referat Epistaksis Nova

2.3 DEFINISI

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau

keluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat

menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi

harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis

secara efektif.

2.4 ETIOLOGI

Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput

mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah

Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian

anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya

anastomosis. Epistaksis sering kali timbul spontan tanpa dapat ditelusuri

penyebabnya. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau

kelainan sistemik. Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu :

1) Lokal

a) Trauma

Epistaksis yang berhubungan dengan tauma biasanya mengeluarkan sekret

dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan

sebagainya. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada

pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.

b) Infeksi

Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik,

seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.

c) Neoplasma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan

intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah,

9

Page 10: Referat Epistaksis Nova

Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis

berat.

d) Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan

telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's

disease).

e) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.

Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi

perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau

perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung

mengeringkan sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha

melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta

berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian

perdarahan.

f) Pengaruh lingkungan

Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau

lingkungan udaranya sangat kering.

2) Sistemik

a) Kelainan darah

Misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia.

b) Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti

pada aterosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus

dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat,

sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.

c) Infeksi sistemik akut

Demam berdarah, demam typhoid, influenza, morbili, demam tifoid.

10

Page 11: Referat Epistaksis Nova

d) Gangguan endokrin

Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis,

kadang-kadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung

menyertai fase menstruasi.

2.5 KLASIFIKASI

1. Berdasarkan sumber perdarahan (Evans, 2007)

a. Epistaxis anterior

Hampir 90% epistaxis yang terjadi merupakan epistaxis

anterior.

Perdarahan sebagian besar berasal dari plexus Kiesselbach,

yaitu jaringan anastomosis pembuluh darah, yang terletak pada

septum nasi anteroinferior. Regio terdapatnya plexus

Kiesselbach ini disebut Little’s area. Plexus Kiesselbach

mendapat perdarahan dari Ateri carotid interna dan externa.

Perdarahan juga bisa berasal dari concha inferior.

b. Epistaxis posterior

Perdarahan berasal dari Ateri sphenopalatina pada cavitas nasi

posterior atau nasopharynx.

Pada daerah nasopharynx, ukuran pembuluh darahnya lebih

besar sehingga perdarahannya lebih aktif.

Epistaxis posterior cenderung terjadi pada pasien dengan

atherosclerosis, diathesis haemorrhagik, dan yang pernah

menjalani operasi sinus atau nasal.

2. Berdasarkan etiologi perdarahan

a. Erosi pada mucosa nasal

b. Fraktur atau trauma lain yang merusak mucosa pada daerah atipikal,

seperti dinding lateral dengan fraktur nasal.

11

Page 12: Referat Epistaksis Nova

c. Neoplasma: penyebab yang jarang. Kemungkinan keganasan harus

dipertimbangkan bila epistaxis terjadi tanpa sumber perdarahan yang

tipikal dari anterior maupun posterior.

Dikutip dari : http://imammegantara.blogspot.com/2008_05_01_archive.html

Gambar 3. Epistaksis Anterior dan Epistaksis Posterior

2.6 GEJALA

Epistaksis dibagi menjadi 2 kelompok:

Epistaksis anterior : perdarahan berasal dari septum (pemisah lubang hidung

kiri dan kanan) bagian depan, yaitu dari pleksus Kiesselbach atau arteri

etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien

duduk, darah akan keluar dari salah satu lubang hidung. Seringkali dapat

berhenti spontan dan mudah diatasi.

12

Page 13: Referat Epistaksis Nova

Epistaksis posterior : perdarahan berasal dari bagian hidung yang paling

dalam, yaitu dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior.

Epistaksis posterior sering terjadi pada usia lanjut, penderita hipertensi,

arteriosklerosis atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan

jarang berhenti spontan. Darah mengalir ke belakang, yaitu ke mulut dan

tenggorokan. (Anonymous, 2009).

2.7 ANAMNESA DAN PEMERIKSAAN FISIK

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan

belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya

perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.

Pada anamnesis harus ditanyakan secara spesifik mengenai beratnya

perdarahan, frekuensi, lamanya perdarahan, dan riwayat perdarahan hidung

sebelumnya. Perlu ditanyakan juga mengenai kelainan pada kepala dan leher yang

berkaitan dengan gejala-gejala yang terjadi pada hidung. Bila perlu, ditanyakan juga

megenai kondisi kesehatan pasien secara umum yang berkaitan dengan perdarahan

misalnya riwayat darah tinggi, arteriosclerosis, koagulopati, riwayat perdarahan yang

memanjang setelah dilakukan operasi kecil, riwayat penggunaan obat-obatan seperti

koumarin, NSAID, aspirin, warfarin, heparin, ticlodipin, serta kebiasaan merokok

dan minum-minuman keras.

Pada pemeriksaan fisik, epistaksis seringkali sulit dibedakan dengan

hemoptysis atau hematemesis untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus

ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja..

Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.

Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua

kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku;

sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat

dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan

kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau

13

Page 14: Referat Epistaksis Nova

larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adre-nalin 1/1000 ke dalam hidung untuk

menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga

perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10-15 menit kapas dalam hidung

dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.

Alat-alat & bahan yang digunakan (Reichmen & Simon, 2004):

Lampu kepala, spekulum hidung, suction, forseps bayonet, Nierbekken, spatel lidah,

kateter karet, cotton applicator, kapas, tampon posterior (tampon Bellocq), Nasal

ballons, Gelfoam, Surgicel, vaselin, salep antibiotik, larutan pantokain 2% atau

semprotan Lidocaine 4% untuk anestesi lokal, larutan adrenalin 1/10.000, larutan

nitras argenti 20-30 %, larutan triklorasetat 10 %, atau elektrokauter.

Gambar 4. Obat dan Alat yang diperlukan untuk tatalaksana epistaksis

Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung

yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien

dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan

perdarahan.

14

Page 15: Referat Epistaksis Nova

Pemeriksaan yang diperlukan berupa:

a) Rinoskopi anterior

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.

Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan

konkhainferior harus diperiksa dengan cermat.

b) Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan

epistaksis berulang dan sekret hidung

2.8 PATOFISIOLOGI

Secara anatomi, perdarahan hidung berasal dari arteri karotis interna yang

mempercabangkan arteri etmoidalis anterior dan posterior, keduanya menyuplai

bagian superior hidung. Suplai vaskular hidung lainnya berasal dari arteri karotis

eksterna dan cabang-cabang utamanya. Arteri sfenopalatina membawa darah untuk

separuh bawah dinding hidung lateral dan bagian posterior septum. Semua pembuluh

darah hidung ini saling berhubungan melalui beberapa anastomosis. Suatu pleksus

vaskular di sepanjang bagian anterior septum kartilaginosa menggabungkan sebagian

anastomosis ini dan dikenal sebagai little area atau pleksus Kiesselbach. Karena ciri

vaskularnya dan kenyataan bahwa daerah ini merupakan objek trauma fisik dan

lingkungan berulang maka merupakan lokasi epistaksis yang tersering.

15

Page 16: Referat Epistaksis Nova

Gambar 5. Suplai Darah untuk Septum Nasi

Semua pendarahan hidung disebabkan lepasnya lapisan mukosa hidung yang

mengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan disertai luka pada

pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan.

2.9 PENATALAKSANAAN

Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses

pembekuan darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi,

lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk)untuk mengalirkan

darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.

Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung

bagian depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui

mulut. Perdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang

sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter

untuk bantuan. Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya

mukosa hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga

tiga kali sehari.

16

Page 17: Referat Epistaksis Nova

Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan

pembuluh darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon

hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3

hari.

Tujuan pengobatan epistaksis adalah:

- Menghentikan perdarahan.

- Mencegah komplikasi

- Mencegah berulangnya epistaksis

Hal-hal yang penting adalah :

1. Riwayat perdarahan sebelumnya.

2. Lokasi perdarahan.

3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar

dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.

4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya

5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

6. Hipertensi

7. Diabetes melitus

8. Penyakit hati

9. Gangguan koagulasi

10. Trauma hidung yang belum lama

11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon

Pengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan akut

atau tidak.

1. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali

bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.

17

Page 18: Referat Epistaksis Nova

2. Menghentikan perdarahan

a. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat

dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping

hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit.

b. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah

dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/lidokain, serta bantuan alat penghisap

untuk membersihkan bekuan darah.

c. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,

dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat

10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal

terlebih dahulu.

3. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan

pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin

yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang

dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan

berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang

dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama

1-2 hari.

Gambar 6. Kauterisasi Sumber Perdarahan

18

Page 19: Referat Epistaksis Nova

Dikutip dari: http://www.aafp.org/afp/20050115/fig.html

Gambar 7. Tampon Anterior

4. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon

Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3

buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon

harus menutup koana (nares posterior)

Untuk memasang tampon Bellocq:

- Dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di orofaring dan

kemudian ditarik ke luar melalui mulut.

- Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu

sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung.

- Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk

tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah nasofaring.

- Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon

anterior, kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat

lubang hidung sehingga tampon posterior terfiksasi.

- Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui mulut

(tidak boleh terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini

berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Setiap

pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat.

19

Page 20: Referat Epistaksis Nova

Gambar 8. Tampon Bellocq

5. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon.

Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air. Teknik sama

dengan pemasangan tampon Bellocq.

Gambar 9. Balon Intranasal untuk mengontrol epistaksis

20

Page 21: Referat Epistaksis Nova

6. Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan

tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.

7. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi

dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah

sakit.

Gambar 10. Technique of postnasal pack

2.10 KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis atau sebagai

akibat dari penanganan yang kita lakukan. Akibat dari epistaksis yang hebat dapat

terjadi syok dan anemia. Turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan

iskemi cerebri, insufisiensi koroner dan infarkmiocard, hal-hal inilah yang

menyebabkan kematian. Bila terjadi hal seperti ini maka penatalaksaan terhadap syok

harus segera dilakukan. Akibat kauterisasi dapat terjadi sinekia (perlekatan),

perforasi septum.

21

Page 22: Referat Epistaksis Nova

Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium

sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara

retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon

posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan

sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.

Akibat embolisasi dapat terjadi perdarahan hematom, nyeri wajah,

hipersensitivitas, paralisis fasialis, infark miokard. Akibat ligasi arteri terjadi kebal

pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard.

2.11 PENCEGAHAN

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya epistaksis

antara lain :

1. Gunakan tetes hidung NaCl atau air garam steril untuk membasahi

hidung.

2. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.

3. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan

masukkan cotton bud melebihi 0,5 – 0,6cm ke dalam hidung.

4. Jangan membuang ingus keras-keras..

5. Hindari benturan pada hidung.

6. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.

7. Batasi penggunaan obat – obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti

aspirin atau ibuprofen.

8. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan

menyebabkan iritasi. (Freeman, 2007)

22

Page 23: Referat Epistaksis Nova

2.12 PROGNOSIS

Prognosis epistaksis bagus tetapi bervariasi. 90% kasus epistaksis anterior dapat

berhenti sendiri. Dengan terapi yang adekuat dan kontrol penyakit yang teratur,

sebagian besar pasien tidak mengalami perdarahan ulang. Pada beberapa penderita,

epistaksis dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Pada pasien hipertensi

dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan

prognosisnya buruk. (Arif, 1999).

23

Page 24: Referat Epistaksis Nova

BAB III

KESIMPULAN

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang dapt berlangsung ringan

sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Pada umumnya

terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior.

Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalis

anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan

arteri ethmoid posterior.

Pendarahan ini dapat berhenti sendiri atau sampai harus segera diberi

pertolongan. Pada kasus yang berat, pertolongan harus dilakukan di rumah sakit

dengan orang yang yang berkompetensi pada bidang ini.

Penentuan asal pendarahan pada kasus epistaksis sangat penting karena

berkaitan dengan cara penatalaksanaannya. Untuk menghentikan pendarahan ini

dapat dilakukan tampon anterior, kauterisasi dan tampon posterior.

Komplikasi pada pemasangan tampon anterior adalah sinusitis, air mata

berdarah dan sptikemia. Sedangakan komplikasi pada pemasangan tampon posterior

adalah otitis media, haemotympanum, laserasi palatum molle dan sudut bibir. Apabila

terjadi perdarahan aktif pada saat perdarahan pada saat pemasangan tampon posterior

maka dilakukan ligasi arteri.

Epsitaksis dapat dicegah dengan antara lain tidak memasukkan benda keras ke

dalam hidung seperti jari, tidak meniup melalui hidung dengan keras, bersin melalui

mulut, menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan perdarahan, dan terutam

berhenti merokok.

24

Page 25: Referat Epistaksis Nova

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam GL, Boies LR, Higler PA. (eds) Buku Ajar Penyakit THT, Edisi

Keenam, Philadelphia : WB Saunders, 1989. Editor Effendi H. Cetakan III.

Jakarta, Penerbit EGC, 1997.

2. Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D. 2006. Head & Neck

Gray, Surgery - Otolaryngology, 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.

3. Iskandar M : Teknik Penatalaksanaan Epistaksis. In: Cermin Dunia

Kedokteran No. 132, 2001. pp. 43-46

4. Corry JK, Timothy C. Management of Epistakxis, 2005.

In: http://www.aafp.org/afp/20050115/contents.html

5. Nguyen Q. Epistaxis, 2005. In : http://www.emedicine.com/ent/NASAL_

AND_ SINUS_ DISEASES.html

6. Elsie K, Vincent I, Nolan J. Epistaksis,Vaskular Anatomy, Origins and

Endovaskular Treatment, 1999. In : http://www.ajonline.org/cgi/contents.html

7. Nuty WN, Endang M. Epistaksis. In: Soepardi EA, Iskandar N (eds). Buku

ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. 5 th Ed. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI; 2001.pp.125-29.

8. Soepardi, Arsyad Efiaty, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung’Tenggorokan Kepala dan Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI.

9. American Family Physician® > Vol. 71/No. 2 (January 15, 2005)

http://www.aafp.org/afp/20050115/contents.html

10. http://imammegantara.blogspot.com/2008_05_01_archive.html

11. http://phielinalways.blogspot.com/2009_12_01_archive.html

25