referat dispepsia talak

6
Penatalaksanaan dispepsia FARMAKOLOGI Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu: 1. Antasid Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl 2 . Sering digunakan adalah gabungan Aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida.Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi dan penurunan fosfat; magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang sering digunakan adalah seperti Mylanta, Maalox, merupakan kombinasi Aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida. Magnesium kontraindikasi kepada pasien gagal ginjal kronik karena bisa menyebabkan hipermagnesemia, dan aluminium bisa menyebabkan kronik neurotoksik pada pasien tersebut (Fauci, 2008).

description

j

Transcript of referat dispepsia talak

Page 1: referat dispepsia talak

Penatalaksanaan dispepsia

FARMAKOLOGI

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,

ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan

tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan

penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasid

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam

lambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg

triksilat. Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk

mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat

sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan

diare karena terbentuk senyawa MgCl2. Sering digunakan adalah gabungan Aluminium

hidroksida dan magnesium hidroksida.Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi

dan penurunan fosfat; magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang

sering digunakan adalah seperti Mylanta, Maalox, merupakan kombinasi Aluminium

hidroksida dan magnesium hidroksida. Magnesium kontraindikasi kepada pasien gagal ginjal

kronik karena bisa menyebabkan hipermagnesemia, dan aluminium bisa menyebabkan

kronik neurotoksik pada pasien tersebut (Fauci, 2008).

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu

pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam

lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif (Greenburger, 2008).

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial

seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara lain

simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin (Fauci, 2008).

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI).

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses

sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol,

lansoprazol, dan pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah ~18jam ; jadi, bisa dimakan antara 2

dan 5 hari supaya sekresi asid gastrik kembali kepada ukuran normal. Supaya terjadi

Page 2: referat dispepsia talak

penghasilan maksimal, digunakan sebelum makan yaitu sebelum sarapan pagi kecuali

omeprazol (Fauci, 2008).

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain

bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat

berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki

mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa,

serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar

lesi mukosa saluran cerna bagian atas. Toksik daripada obat ini jarang, bisa menyebabkan

konstipasi (2–3%). Kontraindikasi pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis standard adalah 1 g

per hari (Fauci, 2008).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid.

Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis

dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)

(Greenburger, 2008).

7. Antibiotik untuk infeksi Helicobacter pylori

Eradikasi bakteri Helicobacter pylori membantu mengurangi simptom pada sebagian pasien

dan biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti amoxicillin (Amoxil), clarithromycin

(Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan tetracycline (Sumycin) (Talley, 2005).

Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat anti- depresi dan

cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul

berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Talley, 2005).

Terapi non farmakologis (Talley, 2005):

1. Hindari makanan pencetus serangan

2. Psikoterapi

3. Menghindari stress

4. Stop merokok & alkohol

5. Stop kafein (stimulan asam lambung)

6. Menghindari makanan dan minuman soda

7. Menghindari makan malam

Page 3: referat dispepsia talak

PENCEGAHAN

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit dispepsia yaitu (Glenda, 2006) :

1. Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang

pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis

makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah

dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.

2. Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa

dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.

3. Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat

lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam

lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama

terjadinya kanker lambung. Tetapi, untuk dapat berhenti merokok tidaklah mudah,

terutama bagi perokok berat. Konsultasikan dengan dokter mengenai metode yang

dapat membantu untuk berhenti merokok.

4. Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernapasan

dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga membantu

mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.

5. Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke,

menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit.

Stress juga meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan

pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya

adalah mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat

yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.

6. Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan OAINS, obat-

obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat

peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang

mengandung acetaminophen.

7. Ikuti rekomendasi dokter.

Page 4: referat dispepsia talak

Talley N, Vakil NB, Moayyedi P. 2005. American Gastroenterological Association technical review: evaluation of dyspepsia. Gastroenterology;129:1754

Greenburger NJ. Dyspepsia. 2008. The Merck Manuals Online Medical Library. Available from: http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch007/ch007c.html.

Glenda NL. 2006. Gangguan lambung dan duodenum. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;.h.417-19.

Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et al. 2008. Peptic ulcer disease. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th.Mc Graw-Hills;.p.287.