portofolio dispepsia

24
Borang Portofolio Nama Peserta : dr. ARMIATI Nama Wahana : Puskesmas Perawatan Sungai Kupang Topik : Dispepsia dd gastritis Tanggal (kasus) : 19 maret 2015 Nama Pasien : Ibu S No. RM : Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. Noventius L. Tobing, M. M. Tempat Presentasi : Puskesmas Perawatan Sungai Kupang Obyektif Presentasi : □ Keilmuan Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka □ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa □ Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia □ Bumil □ Deskripsi : Anak laki-laki, 7 tahun, datang dengan demam sejak 5 hari lalu. □ Tujuan : Diagnosis Demam Tifoid Tatalaksana Demam Tifoid Bahan Bahasan □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit Cara Membahas □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi Email Pos Data Pasien Nama : Ibu S Nomor Registrasi : Nama klinik : Puskesmas Perawatan Sungai Kupang Telp : Terdaftar sejak : Data utama untuk bahan diskusi : 1. Diagnosis/gambaran klinis : Pasien datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 3 hari yang lalu, muntah dalam sehari > 3x, muntah berupa makanan yang dimakan. Selain itu pasien juga merasa mual dan nyeri pada ulu hati. 2. Riwayat pengobatan : - 3. Riwayat kesehatan/penyakit : - 4. Riwayat keluarga : - 5. Riwayat imunisasi : - 6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan) : 7. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : baik Kesadaran : CM Tanda-tanda vital HR : 72 x/mnt RR : 20 x/mnt T : 36,7 c

description

kesehatan

Transcript of portofolio dispepsia

Nama Peserta: dr. ARMIATI

Nama Wahana: Puskesmas Perawatan Sungai Kupang

Topik: Dispepsia dd gastritis

Tanggal (kasus): 19 maret 2015

Nama Pasien: Ibu SNo. RM:

Tanggal Presentasi:Nama Pendamping: dr. Noventius L. Tobing, M. M.

Tempat Presentasi: Puskesmas Perawatan Sungai Kupang

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Anak laki-laki, 7 tahun, datang dengan demam sejak 5 hari lalu.

Tujuan: Diagnosis Demam Tifoid

Tatalaksana Demam Tifoid

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data PasienNama: Ibu SNomor Registrasi:

Nama klinik : Puskesmas Perawatan Sungai KupangTelp:Terdaftar sejak :

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/gambaran klinis:

Pasien datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 3 hari yang lalu, muntah dalam sehari > 3x, muntah berupa makanan yang dimakan. Selain itu pasien juga merasa mual dan nyeri pada ulu hati.

2. Riwayat pengobatan: -

3. Riwayat kesehatan/penyakit: -

4. Riwayat keluarga: -

5. Riwayat imunisasi: -

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan):

7. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : baik Kesadaran : CM Tanda-tanda vital HR: 72 x/mnt RR: 20 x/mnt T: 36,7 c BB: - Pemeriksaan Fisik Kepala & wajah Normosefali Deformitas (-) Mata Konjungtiva anemis -/- Sklera ikterik -/- Pupil bulat isokor, 3 mm/3 mm, refleks cahaya +/+ Kelopak mata cekung (-) Telinga MAE lapang Serumen -/- Sekret -/- Membran timpani intak +/+

Hidung Septum nasi di tengah Sekret -/- Mulut Mukosa bibir dan oral basah Faring tidak hiperemis

Leher Trakea di tengah Pembesaran tiroid (-) KGB tidak teraba Cor I : iktus kordis tidak tampak P : iktus kordis tidak teraba P : dbN A : BJ I dan II reguler, murmur -, gallop - Pulmo I : gerakan napas simetris statis & dinamis, retraksi (-) P : gerak napas simetris statis & dinamis P : sonor pada kedua lapang paru A : bunyi napas vesikuler +/+, rh -/-, wh -/- Abdomen I : datar P : supel, nyeri tekan (-), hepar: dbn ; lien tidak teraba membesar, ballotement -/-, turgor kulit baik, nyeri tekan epigastrium (+) P : timpani di seluruh kuadran, shifting dullness (-) A : BU : normal Ektremitas Akral hangat, CRT 3x, muntah berupa makanan yang dimakan. Selain itu pasien juga merasa mual dan nyeri pada ulu hati. Sulit buang air besar, frekuensi 2 hari sekali (biasanya 1 hari sekali) Anak tampak lemas. Riwayat jajan di pinggir jalan (+)

2.Obyektif KU: baik Kes: CM Suhu:39 o Celcius Mulut: coated tongue (+) Abd: supel, nyeri tekan (-), hepar teraba membesar, BU (+) : normal

3. Assessment

Definisi:Suatu infeksi sistemik yang akut, yang disebabkan oleh Samonella typhi. Bersama paratifoid fever dikenal sebagai enteric fever.

Etiologi Salmonella typhi (Bacillus typhosus = Eberthela typhosa) Berbentuk batang, Gram negatif, aerobik, bergerak dengan peritrichous flagella Memiliki antigen O, H dan Vi Membentuk dinding sel (endotoksin) yang terdiri dari lipid dan polisakarida

Diagnosis: Demam TifoidGejala Klinik Inkubasi: 7-14 (3-60) hari Gejala klinik: o Demam (klasik): - Minggu ke 1: ireguler (variasi suhu 1,4 2,50C), remitens (malam hari naik, pagi/siang suhu turun tetapi suhu tubuh tidak pernah mencapai normal) - Minggu ke 2: panas tetap tinggi (febris kontinyu) - Minggu ke 3: mulai turun sampai normal pada akhir minggu ke 3. o Distres abdominal - anoreksia, nausea, muntah, diare atau konstipasi, nyeri abdomen, distensi abdomen o Gejala neurologis - sensorium berkabut (cloudy sensorium): sakit kepala, iritabel, apatis, kejang, delirium, karfologia.

Gejala fisik: o Anak tampak sakit, pucat, gelisah, iritabel, apatis, delirium, kulit kering o Berat badan menurun, takhi atau bradikardia, suhu tinggi o Lidah kotor o Facies tifoidea dengan bau khas (characteristic odor) o Nyeri abdomen, distensi abdomen, doughy feel o Pembesaran hepar dan lien

Pemeriksaan Laboratorium Darah : leukopenia atau leukositosis (< 2 tahun), aneosinofilia, anemia Kultur empedu (Gall Culture) O Darah : minggu ke 1 positif 70 90%, minggu ke 3 positif 50% o Tinja : minggu ke 1 positif 10 45%, minggu ke 3 positif 75%

Kendala : - Identifikasi kuman S. typhi memerlukan waktu 5 7 hari - Sulit dilakukan, tidak semua lab memiliki sarana untuk pemeriksaan kultur S. typhi.

Widal : titer meningkat 4x atau lebih, atau titer O > 1/160

Hati-hati menilai hasil Widal karena tidak selalu pemeriksaan Widal (+) walaupun berdasarkan pemeriksaan kultur/autopsi penderita betul-betul menderita demam tifoid

Pencegahan :

Kebersihan pribadi dan lingkungan Strict barrier precautions : sterilisasi ekskreta, pakaian dan alat-alat bekas pakai Vaksinasi (proteksi terbatas) dicoba vaksin purified Vi capsular polysaccharide.

4. PlanningTata Laksana Suportif: istirahat, cairan dan elektrolit, nutrisi Simptomatis: Paracetamol tab. 250 mg S 3 dd 1 tab Antibiotika o Thiamphenicol tab. 500 mg S 3 dd 1 tab (selama 2-3 minggu)

Borang Portofolio

dr. Dickson Tan

Mengetahui,

dr. Noventius L. Tobing, M. M.NIP. 1966 1117 2006 04 1004

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dispepsia Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu dys berarti sulit dan pepse berartipencernaan. Dispesia merupakan nyeri kronis atau berulang atauketidaknyamanan berpusat di perut bagian atas. Kumpulan keluhan/gejalaklinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Gejalanya meliputi nyeri epigastrium, perasaan cepat kenyang (tidak dapat menyelesaikan makanan dalam porsiyang normal), dan rasa penuh setelah makan.4-6 Dispepsia fungsional adalah .bagian dari gangguan pencernaanfungsional yang memiliki gejala umum gastrointestinal dan tidak ditemukankelainan organik berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, danendoskopi. Kebanyakan pasien dengan keluhan dispepsia pada saatpemeriksaaan tidak ditemukannya kelainan organik yang dapat menjelaskankeluhan tersebut (seperti chronic peptic-ulcer disease, gastro-oesophagealreflux, malignancy). 2.2. Epidemiologi 4-6 Angka kejadian dispepsia fungsional pada anak-anak tidak jelas diketahui. Suatu penelitian menunjukkan bahwa 13% sampai 17% anak dan remaja mengalami nyeri perut setiap minggunya dan dalam penelitian lain juga dilaporkan berkisar 8% dari seluruh anak dan remaja rutin memeriksakan tentang keluhan nyeri perut yang dialaminya ke dokter.1,2. Rerksppaphol mengemukakan pada anak dan remaja berusia di atas 5 tahun yang 24 6

mengeluhkan sakit perut, rasa tidak nyaman, dan mual setidaknya dalam waktu satu bulan, dijumpai 62% merupakan dispepsia fungsional dan 35% peradangan mukosa. 4 Seiring dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan dan alat-alat kedokteran terutama endoskopi dan diketahuinya penyakit gastroduodenum yang disebabkan Helicobacter pylori, maka diperkirakan makin banyak kelainan organik yang dapat ditemukan. Suatu studi melaporkan tidak dijumpai perbedaan karakteristik gejala sakit perut pada kelompok yang terinfeksi H. pylori dengan yang tidak. Pada anak di bawah 4 tahun sebagian besar disebabkan kelainan organik, sedangkan pada usia di atasnya kelainan fungsional merupakan penyebab terbanyak. 23 25 2.3. Patofisiologi 2.3.1. Faktor GenetikGenetik merupakan faktor predisposisi pada penderita gangguangastrointestinal fungsional. Faktor genetik dapat mengurangi jumlah sitokinantiinflamasi (Il-10, TGF-). Penurunan sitokin antiinflamasi dapatmenyebabkan peningkatan sensitisasi pada usus. Selain itu polimorfismegenetik berhubungan dengan protein dari sistem reuptake synaptic serotoninserta reseptor polimorfisme alpha adrenergik yang mempengaruhi motilitasdari usus. 5,13

Insiden keluarga yang mengalami gangguan fungsional gastrointestinal berhubungan dengan potensi genetik. Perbedaan padakelenjar axis hipotalamus pituitary adrenal menjadi hasil temuan yang 25

menarik. Pada pasien gangguan gastrointestinal fungsional terjadihiperaktifitas dari axis hypothalamus pituitarity adrenal. 2.3.2. Faktor Psikososial 5,13 Penyelidikan atas pengaruh psikososisal mengungkapkan bahwa stresadalah faktor yang mempengaruhi dispepsia fungsional. Emosional yang labilmemberikan kontribusi terhadap perubahan fungsi gastrointestinal. Hal iniakibat dari pengaruh pusat di enterik. Stres adalah faktor yang diduga dapat mengubah gerakan dan aktivitas sekresi traktus gastrointestinal melalui mekanisme-neuroendokrin.13,26,27 Pada beberapa literatur menyebutkan bahwa anak-anak dengangangguan fungsi gastrointestinal lebih lazim disebabkan oleh karenakecemasan pada diri mereka dan orang tuanya terutama ibu. Satu studimenyatakan bahwa pada stres atau kecemasan dapat mengaktifkan reaksidisfungsi otonomik traktus gastrointestinal yang dapat menyebabkan gejalasakit perut berulang. 26,27 2.3.3. Pengaruh Flora BakteriInfeksi Helicobacter pylori (Hp) mempengaruhi terjadinya dispepsiafungsional. Penyelidikan epidemiologi menunjukkan kejadian infeksi Hp padapasien dengan dispepsia cukup tinggi, walaupun masih ada perbedaanpendapat mengenai pengaruh Hp terhadap dispepsia fungsional. Diketahuibahwa Hp dapat merubah sel neuroendokrin lambung. Sel neuroendokrinmenyebabkan peningkatan sekresi lambung dan menurunkan tingkatsomatostatin.13,26,27 2.3.4. Gangguan motilitas dari saluran pencernaanStres mengakibatkan gangguan motilitas gastrointestinal. Pada pasiendispepsia fungsional terjadi gangguan motilitas dibandingkan dengan kontrol 26

yang sehat, dari 17 penelitian kohort yang di teliti pada tahun 2000menunjukkan keterlambatan esensial dari pengosongan lambung pada 40%pasien dispepsia fungsional. Gastric scintigraphy ultrasonography danbarostatic measure menunjukkan terganggunya distribusi makanan didalamlambung, dimana terjadi akumulasi isi lambung pada perut bagian bawah danberkurangnya relaksasi pada daerah antral. Dismolitas duodenum adalahkeadaan patologis yang dapat terjadi pada dispepsia fungsional, dimanaterjadi gangguan aktivitas mioelektrikal yang merupakan pengatur dari aktivitas gerakan gastrointestinal.13,26,27

2.3.5. Hipersensitivitas viseralHipersensitivitas viseral merupakan suatu distensi mekanik akibatgastrointestinal hipersensitif terhadap rangsangan, merupakan salah satuhipotesis penyakit gastrointestinal fungsional. Fenomena ini berdasarkanmekanisme perubahan perifer. Sensasi viseral ditransmisikan darigastrointestinal ke otak, dimana sensasi nyeri dirasakan. Peningkatanpersepsi nyeri sentral berhubungan dengan peningkatan sinyal dari usus. 13,26,28 Peningkatan perangsangan pada dinding perut menunjukkandisfungsi pada aktivitas aferen. Secara umum terganggunya aktivitas serabutaferen lambung mungkin menyebabkan timbulnya gejala dispepsia.Dispepsia fungsional juga ditandai oleh respon motilitas yang cepat setelahrangsangan kemoreseptor usus. Hal ini mengakibatkan rasa mual danpenurunan motilitas duodenum. 13,26,28 Mekanisme hipersensitivitas viseral ini juga terkait dengan mekanismesentral. Penelitian pada nyeri viseral dan somatik menunjukkan bagian otakyang terlibat dalam afektif, kognitif dan aspek emosional terhadap rasa sakityang berhubungan dengan pusat sistem saraf otonom. Kemungkinan bahwaperubahan periperal pada gastrointestinal dimodulasi oleh mekanisme 27

sentral. Bagian kortikolimbikpontin otak adalah bagian pusat terpenting dalampersepsi stimuli periperal.

13,26,28

Gambar 2.1. Mekanisme dispesia akibat stres 13 28

2.4. Klasifikasi Dispepsia fungsional dibagi menjadi dua kategori berdasarkan gejala ataukeluhan:a. Postprandial Distress Syndrome 8,11 - Rasa kembung setelah makan, terjadi setelah mengkonsumsimakanan porsi biasa paling sedikit beberapa kali selama seminggu. - Cepat terasa penuh perut sehingga tidak dapat mernghabiskanmakanan dengan porsi biasa paling tidak beberapa kali selama seminggu. b. Epigastric Pain Syndrome 8,11 - Nyeri atau rasa terbakar terlokalisasi di epigastrium dengan tingkatkeparahan sedang yang dialami minimal sekali seminggu. - Nyeri interimiten.- Tidak berkurang dengan defekasi atau flatus.- Tidak memenuhi kriteria kelainan kandung empedu. Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi)29,30 Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri, sedangkan pada penderita lainnya, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai 29

penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa seperti adanya alarm symtoms, maka penderita harus menjalani pemeriksaan . Tabel 2.1. Alarm symptoms sakit perut berulang disebabkan kelainan organik

.Nyeri terlokalisir,jauh dari umbilikus - Nyeri menjalar (punggung, bahu, ekstremitas bawah)- Nyeri sampai membangunkan anak pada malam hari- Nyeri timbul tiba-tiba- Disertai muntah berulang terutama muntah kehijauan- Disertai gangguan motilitas(diare, obstipasi, inkontinensia)- Disertai perdarahan saluran cerna- Terdapat disuria- Berhubungan dengan menstruasi- Terdapat gangguan tumbuh kembang- Terdapat gangguan sistemik: demam, nafsu makan turun- Terjadi pada usia < 4 tahun- Terdapat organomegali- Terdapat pembengkakan, kemerahan dan hangat pada sendi- Kelainan perirektal: fisura, ulserasi 2.5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan organik, pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa bagian 30 29,30 1. Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Jika 3131

ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia ulkus sebaiknya diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga suatu keganasan, dapat diperiksa tumor marker seperti CEA (dugaan karsinoma kolon), dan CA 19-9 (dugaan karsinoma pankreas). 2. Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan. 3. Endoskopi bisa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan lambung melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. 4. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen, serologi H. pylori, urea breath test, dan lain-lain dilakukan atas dasar indikasi. 2.6. Penatalaksanaan 2.6.1. Non farmakologis Gejala dapat dikurangi dengan menghindari makanan yang mengganggu, diet tinggi lemak, kopi, alkohol, dan merokok. Selain itu, makanan kecil 31

rendah lemak dapat membantu mengurangi intensitas gejala. Ada juga yang merekomendasikan untuk menghindari makan yang terlalu banyak terutama di malam hari dan membagi asupan makanan sehari-hari menjadi beberapa makanan kecil. Alternatif pengobatan yang lain termasuk hipnoterapi, terapi relaksasi dan terapi perilaku. 2.6.2. Farmakologis 2,9,13 Pengobatan dispepsia mengenal beberapa obat, yaitu 1. Antasida 6,7,13 Golongan ini mudah didapat dan murah. Antasida akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung natrium bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan magnesium trisiklat. Pemberian antasida tidak dapat dilakukan terus-menerus, karena hanya bersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri. Magnesium trisiklat merupakan adsorben nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2. 2. Antikolinergik 3. Kerja obat ini tidak sepsifik, Obat yang agak selektif adalah pirenzepin yang bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 28% sampai 43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif. 4. Antagonis resptor H2 32

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan ini adalah simetidin, ranitidin, dan famotidin. 5. Proton pump inhibitor (PPI ) Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol. 6. Sitoprotektif Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2) selain bersifat sitoprotektif juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan prostaglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mucus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (sile protective) yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas. 7. Golongan prokinetik Obat yang termasuk golongan ini yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki asam lambung. 8. Golongan anti depresi 33

Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi. Contoh dari obat ini adalah golongan trisiclic antidepressants (TCA) seperti amitriptilin. Pengobatan untuk dispepsia fungsional masih belum jelas. Beberapa pengobatan yang telah didukung oleh bukti ilmiah adalah pemberantasan Helicobacter pylori, PPI, dan terapi psikologi. Pengobatan yang belum didukung bukti : antasida, antispasmodik, bismuth, terapi diet, terapi herbal, antagonis reseptor H2, misoprostol, golongan prokinetik, selective serotonin-reuptake inhibitor, sukralfat, dan antidepresan. 2.7. Amitriptilin 6,7,13 Amitriptilin merupakan obat golongan TCA dan derivat dari dibenzocycloheptadiene dengan berat molekul 313.87, dan umum dipakai sebagai anti depresi selain itu juga berguna dalam pengobatan nyeri neuropatik kronis.32 34 Gambar 2.2. Rumus bangun Amitriptilin 34

Amitriptilin bekerja dengan mempengaruhi aktivitas neurotransmiter monoamin, termasuk norepinefrin dan serotonin. Amitriptilin bekerja dengan cara menghambat reuptake neurotransmiter norepinefrin dan serotonin dari celah sinaps. Kerja TCA lebih luas dibandingkan SSRI, karena SSRI hanya mempengaruhi serotonin dan tidak norepinefrin. Amitriptilin juga berefek menekan anti muskarinik. 32,35 Obat golongan TCA seperti amitriptilin, nortriptilin dan desipramin luas dipakai pada anak. Obat ini diabsorbsi baik per oral, dengan kadar maksimum dalam serum tercapai dalam 2 hingga 8 jam dengan waktu paruh rata-rata 20 jam. Tempat biotransformasi utama di hati. Diekskresi ke dalam urin dalam bentuk metabolit.32,35 Amitriptilin tidak boleh diberikan bersamaan dengan monoamine oxidase inhibitors. Hiperpiretik, kejang dan kematian pernah dilaporkan setelah pemberian kedua obat ini. Pemberian bersamaan cisapride berpotensi terjadi pemanjangan interval QT dan risiko aritmia. Obat ini juga menghambat kerja anti hipertensi guanethidine, meningkatkan respon terhadap alkohol, barbiturate dan obat anti depresi lainnya. Delirium pernah dilaporkan setelah pemberian amitriptilin dan disulfiram.32,35 Efek samping amitriptilin berupa mengantuk, peningkatan berat badan, gejala antikolinergik seperti mulut kering, mata kering, lightheadedness, konstipasi, aritmia jantung. 32,35 35

2.8. Amitriptilin sebagai terapi dispepsia fungsionalPatofisiologi dispepsia fungsional sangat heterogen. Saat ini belum ada terapiyang memuaskan dalam pengobatan dispepsia fungsional. Faktorbiopsikososial merupakan salah satu faktor yang berperan sehingga timbulgejala dispepsia fungsional. Faktor biopsikososial adalah faktor biologis danfaktor lingkungan berinteraksi untuk menghasilkan sindrom klinis danpenyakit.14,36 Elemen kunci untuk memahami patofisiologi gangguan gastrointestinal fungsional adalah berkaitan dengan disfungsi dari sistem sumbu otak-ususyang melibatkan sistem komunikasi pusat dan saraf enterik. Efek dariinteraksi ini berdampak pada gejala perilaku sakit, dan kemanjuranpengobatan. Dengan demikian terjadi perubahan motilitas, hipersensitivitasdan inflamasi mukosa usus. Dalam hal ini, obat-obatan psikoaktif dapatdigunakan, terutama untuk pasien dengan gejala berat. 21,22 Salah satu terapi alternatif adalah golongan TCA seperti amitriptilin.Amitriptilin secara teoritis menguntungkan karena efek menyeluruh merekapada sumbu otak-usus, baik di pusat dan di usus. Amitriptilin juga seringdigunakan pada sindrom nyeri kronis somatik seperti migrain danfibromyalgia, dan penggunaannya dalam pengobatan gangguangastrointestinal fungsional telah meningkat.33,34 Amitriptilin bekerja pada berbagai daerah di saluran pencernaan danotak. Amitriptilin menurunkan hipersensitivitas viseral dengan menurunkanrangsangan saraf sensorik askending dari perifer atau dengan meniadakanefek peningkatan mediator inflamasi lainnya melalui reseptor 5HT. Amitriptilindapat memfasilitasi atau meningkatkan efek dari inhibisi desending modulasinyeri sentral, opioid, serotonergik, atau noradrenergik. Amitriptilin bekerjapada area yang memproses nyeri pada otak sehingga menurunkan nyeriviseral dan kemungkinan juga persepsi nyeri. Karena efek-efek terhadap 36

motilitas dan sekresi, amitriptilin dapat mengurangi gejala gangguan salurancerna.21,22 Amitriptilin bila digunakan pada dosis penuh dapat mengobati gangguan kejiwaan, dan karena itu dapat mengobati gangguan kejiwaanbersamaan pada pasien dengan dispepsia fungsional dan dapat mengobatistres yang berhubungan dengan eksaserbasi gejala dispepsia fungsionalyang berhubungan dengan kecemasan sekunder dengan efek ansiolitik. Amitriptilin dosis rendah telah diusulkan sebagai pengobatan alternatifuntuk pasien dengan dispepsia fungsional karena amitriptilin mengurangisensitivitas dari saraf perifer, meningkatkan ambang dan toleransi nyeri, danbersifat antikolinegik. Amitriptilin memiliki sifat antinociceptive, efek analgesikperifer pada tingkat mekanoreseptor viseral dan serat saraf aferen. Amitriptilinjuga dapat mempengaruhi motilitas gastrointestinal dan sekresi berdasarkanefek serotonergik, noradrenergik, atau antikolinergik.21,22 Amitriptilin memiliki potensi untuk mengurangi gejala dispepsiafungsional karena meningkatkan ketersediaan 5-HT (pro-motilitas) tidakhanya di tingkat sistem saraf pusat, tetapi juga di tingkat enterik. Reseptorkappa-opioid agonis berguna untuk dispepsia fungsional karena efekantinociceptive, efek antikolinergik, perlambatan transit gastrointestinal,relaksasi fundus, efek sedasi dan analgesik.12,29 Amitriptilin biasanya diberikan pada malam hari karena mengambilefek sedasi, dimana dosis yang diberikan antara 0,1 0,5 mg/kgbb/hari.Manfaat amitriptilin untuk pengobatan dispepsia fungsional mulai terlihatsetelah 2 minggu terapi. Pada penelitian selama 12 minggu usia 7 - 18 tahun, 84% dari pasien mengalami penurunan nyeri, depresi, gelisah, dangangguan somatik lain.

35,37 37 3421,22

Pengobatan(Amitriptilin) Pengobatan(Amitriptilin) Pengobatan(Amitriptilin) Pengobatan(Amitriptilin) 2.9. Kerangka Konseptual

: variabel yang diteliti

Psikososial/Stres Genetik Psikososial/Stres Gangguanmotilitas saluran

Genetik Psikososial/Stres Gangguanmotilitas saluran Genetik Psikososial/Stres Gangguanmotilitas saluran Genetik Psikososial/Stres Gangguanmotilitas saluran Genetik Psikososial/Stres Gangguanmotilitas saluran Genetik Psikososial/Stres Gangguanmotilitas saluran Genetik Psikososial/Stres HipersensitivitasViseral HipersensitivitasViseral HipersensitivitasViseral HipersensitivitasViseral HipersensitivitasViseral HipersensitivitasViseral PeripheralHyperalgesia PeripheralHyperalgesia PeripheralHyperalgesia PeripheralHyperalgesia PeripheralHyperalgesia Peningkatansensitivitas Peningkatansensitivitas Peningkatansensitivitas Peningkatansensitivitas mekanoreseptordan mekanoreseptordan mekanoreseptordan mekanoreseptordan kemoreseptor kemoreseptor kemoreseptor kemoreseptor

CentralHyperalgesia Penurunaninhibisi efferent mengurangipersepsi nyeri Dispepsia fungsional(rome III) Frekuensi dan durasi sakit perut CentralHyperalgesia CentralHyperalgesia CentralHyperalgesia Penurunaninhibisi efferent Penurunaninhibisi efferent mengurangipersepsi nyeri mengurangipersepsi nyeri Dispepsia fungsional(rome III) Dispepsia fungsional(rome III) Frekuensi dan durasi sakit perut Gambar 2.3 Kerangka Konseptual CentralHyperalgesia Penurunaninhibisi efferent mengurangipersepsi nyeri Dispepsia fungsional(rome III) 38 Pengaruhflora bakteri Pengaruhflora bakteri Pengaruhflora bakteri Pengaruhflora bakteri Pengaruhflora bakteri Pengaruhflora bakteri