Referat Talak Ileus Obst

46
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen atau oleh gangguan peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Penyumbatan dapat terjadi dimana saja di sepanjang usus. Pada obstruksi usus harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dan obstruksi strangulate. Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi adhesi, dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askariasis adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi. 1 Pada bayi dan neonatus, penyumbatan usus biasanya disebabkan oleh cacat lahir massa yang keras dari isi usus (mekonium) dan volvulus. Invaginasi merupakan penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada anak, dan sumbatan usus akut ini merupakan salah satu tindakan bedah darurat yang sering terjadi pada anak. 1 Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma terutama pada daerah rectosigmoid dan kolon kiri distal. Tanda obstruksi usus merupakan tanda lanjut (late sign) dari karsinoma kolon. Obstruksi ini adalah obstruksi usus mekanik total yang tidak dapat ditolong 1

description

referat baru

Transcript of Referat Talak Ileus Obst

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen atau oleh

gangguan peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Penyumbatan

dapat terjadi dimana saja di sepanjang usus. Pada obstruksi usus harus dibedakan lagi

obstruksi sederhana dan obstruksi strangulate. Obstruksi usus yang disebabkan oleh

hernia, invaginasi adhesi, dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan

obstruksi oleh tumor atau askariasis adalah obstruksi sederhana yang jarang

menyebabkan strangulasi.1

Pada bayi dan neonatus, penyumbatan usus biasanya disebabkan oleh cacat

lahir massa yang keras dari isi usus (mekonium) dan volvulus. Invaginasi merupakan

penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada anak, dan sumbatan usus akut ini

merupakan salah satu tindakan bedah darurat yang sering terjadi pada anak.1

Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma terutama pada

daerah rectosigmoid dan kolon kiri distal. Tanda obstruksi usus merupakan tanda

lanjut (late sign) dari karsinoma kolon. Obstruksi ini adalah obstruksi usus mekanik

total yang tidak dapat ditolong dengan cara pemasangan tube lambung, puasa dan

infus. Indikasi relaparatomi karena obstruksi usus akibat adhesi sebesar 17,7%.

Walaupun di negara berkembang seperti di Indonesia, adhesi bukanlah sebagai

penyebab utama terjadinya obstruksi usus. Penyebab tersering obstruksi usus di

Indonesia, khususnya di RSUPNCM, adalah hernia, baik sebagai penyebab obstruksi

sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%).1

World Health Organization (WHO) tahun 1998 memperkirakan penyakit

pada saluran pencernaan akan tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian di

dunia pada tahun 2020 mendatang. Diantara Negara SEAMIC (Southern Asian

Medical Information Center) tahun 2008, indonesia menempati urutan ke-2 negara

yang memiliki angka insiden rate akibat penyakit saluran pencernaan, dengan rincian:

1

di Jepang tercatat 30 per 10.000 penduduk, di Indonesia tercatat 25 per 100.000

penduduk, di Filipina 24 per 100.000 penduduk. Di Vietnam tercatat 22 per 100.000

penduduk, Malaysia tercatat 21 per 100.000 penduduk, di Singapura tercatat 8 per

100.000 pendudul dan di Brunei Darussalam tercatat 5 per 100.000 penduduk.3

B. TUJUAN

Referat ini bertujuan untuk membahas mengenai ileus obstruksi meliputi

diagnosis, etiologi, serta penatalaksanaannya. Penulisan referat ini juga membahas

mengenai tatalaksana kasus ileus obstruksi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

pada Januari 2008 – Agustus 2013.

C. MANFAAT

Penelitian ini diharapkan dapat memberi data ilmiah terkait dengan jumlah

pasien ileus obstruksi dan distribusinya menurut usia, jenis kelamin serta

penatalaksanaan pasien ileus obstruksi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto periode Januari 2008 - Agustus 2013.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Ileus obstruksi atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana saluran

cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan mekanik yang

disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan

atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose

segmen usus tersebut.4

Ada dua tipe obstruksi yaitu :

1.      Mekanis (Ileus Obstruktif)

Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus

obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma

yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis,

obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses

2.      Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)

Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik

usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya

amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan

neurologis seperti penyakit parkinson.5

B. ANATOMI USUS

Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang

dari pylorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12

kaki (22 kaki pada cadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan

bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin

kebawah lambat laun garis tengah akan berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.5

Usus halus adalah saluran yang memiliki panjang ± 6 m. Fungsi usus halus

adalah mencerna dan mengabsorpsi chyme dari lambung. Usus halus memanjang dari

3

pyloric sphincter lambung sampai sphincter ileocaecal, tempat bersambung dengan

usus besar. Usus halus terdiri atas tiga bagian , yaitu: duodenum, jejunum, ileum.6

Duodenum, bagian terpendek (25cm), yang dimulai dari pyloric sphincter di

perut sampai jejunum. Berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan

ini terdapat pancreas dan duodenal papilla, tempat bermuaranya pancreas dan

kantung empedu. Empedu berfungsi mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase.

Pankreas menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi

disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino/albumin

dan polipeptida. Dinding usus halus mempunyai lapisan mukosa yang banyak

mengandung kelenjar brunner yang berfungsi  memproduksi getah intestinum.6

Gambar1. Letak duodenum

Jejunum memiliki panjang antara 1,5 m – 1,75 m. Di dalam usus ini, makanan

mengalami pencernaan secara kimiawi oleh enzim yang dihasilkan dinding

usus. Getah usus yang dihasilkan mengandung lendir dan berbagai macam

enzim yang dapat memecah makanan menjadi lebih sederhana. Di dalam

jejunum, makanan menjadi bubur yang lumat yang encer.6

Usus penyerapan (ileum), panjangnya antara 0,75m – 3,5m terjadi penyerapan

sari–sari makanan. Permukaan dinding ileum dipenuhi oleh jonjot-jonjot

4

usus/vili. Adanya jonjot usus mengakibatkan permukaan ileum menjadi

semakin luas sehingga penyerapan makanan dapat berjalan dengan baik.

Dinding jonjot usus halus tertutup sel epithelium yang berfungsi untuk

menyerap zat hara. Terdapat sekitar 1000 mikrovili (gambar 3) dalam tiap sel.

Dinding tersebut juga mengeluarkan mucus. Enzim pada mikrovili

menghancurkan makanana menjadi partikel yang cukup kecil untuk diserap.

Di dalam setiap jonjot terdapat pembuluh darah halus dan saluran limfa yang

menyerap zat hara dari permukaan jonjot. Vena porta mengambil glukosa dan

asam amino, sedangkan asam lemak dan gliserol masuk ke sel limfa.8

Gambar2. Mikrovilli

Lapisan usus halus (gambar 4) terdiri atas 4 lapisan yang sama dengan lambung,

yaitu8

1. Lapisan luar adalah membran selulosa, yaitu peritoronium yang melapisi usus

halus dengan erat.

2. Lapisan otot polos terdiri atas 2 lapisan serabut, lapisan luar yang memanjang

(longitudinal) dan lapisan dalam yang melingkar (serabut sirkuler). Kontraksi

otot polos dan bentuk peristaltic usus yang turut serta dalam proses

pencernaan mekanis, pencampuran makanan dengan enzim-enzim pencernaan

dan pergerakkan makanan sepanjang saluran pencernaan.. Diantara kedua

lapisan serabut berotot terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe, dan pleksus

syaraf.

3. Submukosa terdiri dari jaringan ikat yang mengandung syaraf otonom, yaitu

plexus of meissner yang mengatur kontraksi muskularis mukosa dan sekresi

5

dari mukosa saluran pencernaan. Submukosa ini terdapat diantara otot sirkuler

dan lapisan mukosa. Dinding submukosa terdiri atas jaringan alveolar dan

berisi banyak pembuluh darah, sel limfe, kelenjar, dan pleksus syaraf yang

disebut plexus of meissner. Pada duodenum terdapat kelenjar blunner yang

berfungsi untuk melindungi lapisan duodenum dari pengaruh isi lambung

yang asam. Sistem kerjanya adalah kelenjar blunner akan mengeluarkan

sekret cairan kental alkali.

4. Mukosa dalam terdiri dari epitel selapis kolumner goblet yang mensekresi

getah usus halus (intestinal juice). Intestinal juice merupakan kombinasi

cairan yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar usus (glandula intestinalis)

dari duodenum, jejunum, dan ileum. Produksinya dipengaruhi oleh hormon

sekretin dan enterokrinin. Pada lapisan ini terdapat vili (gambar 3) yang

merupakan tonjolan dari plica circularis (lipatan yang terjadi antara mukosa

dengan submukosa). Lipatan ini menambah luasnya permukaan sekresi dan

absorpsi serta memberi kesempatan lebih lama pada getah cerna untuk bekerja

pada makanan. Lapisan mukosa berisi banyak lipatan Lieberkuhn yang

bermuara di atas permukaan, di tengah-tengah villi. Lipatan Lieberkuhn

diselaputi oleh epithelium silinder. 11

Gambar3. Colon

6

Panjang kolon adalah sekitar 5-6-kaki, bagian berbentuk U bagian dari seluruh

usus besar (saluran cerna bagian bawah). Secara definisi, caecum (dan appendix) dan

ano-rektum, yang juga merupakan bagian dari usus besar, tidak termasuk dalam

kolon. Secara embriologis, kolon berkembang sebagian dari midgut (kolon ascendens

sampai proksimal kolon transversum) dan sebagian dari hindgut (kolon transversum

distal sampai kolon sigmoid).

Pada foto polos abdomen, kolon terlihat terisi dengan udara dan feses. Kolon

diidentifikasi dengan haustra (sakulasi irreguler incomplete).8,9

Kolon ascendens

Kolon ascendens (kanan) terletak vertikal di bagian paling lateral kanan dari rongga

perut. Ujung proksimal buntu yang berbentuk dari kolon ascendens disebut caecum.

Kolon ascendens berbelok tepat di bawah hati membentuk flexura coli dextra /

flexura hepatica dan menjadi kolon transversum, yang memiliki jalur horizontal dari

kanan ke kiri.7

Kolon Transversus

Kolon transversus kemudian berjalan terus ke kiri dan kemudian berbelok tepat di

bawah limpa membentuk flexura coli sinistra / flexura lienalis dan kemudian menjadi

kolon descendens (kiri) yang terletak vertikal di bagian lateral paling kiri dari rongga

perut. Kolon descendens mengarah ke kolon sigmoid yang berbentuk V terbalik, yang

kemudian menjadi rektum di setinggi Vertebra Sacralis III. Kolon sigmoid ini disebut

demikian karena bentuknya seperti huruf S.

Usus paracolica

Kolon bagian lateral, yaitu kolon ascendens dan kolon descendens adalah usus

paracolica bagian  kanan dan kiri dari rongga peritoneal. Melalui usus ini, cairan /

nanah di perut bagian atas dapat menetes ke dalam rongga panggul. Kolon ascendens

dan descendens terkait dengan ginjal, ureter, dan pembuluh gonad yang ada di dalam

retroperitoneum di belakangnya; kolon ascending juga terkait dengan duodenum.7

Kolon transersus dan kolon sigmoid

7

Kolon transversus dan kolon sigmoid masing-masing memiliki mesenterium (yaitu,

mesokolon transversal dan mesokolon sigmoid), tetapi kolon ascendens dan kolon

descendens bersifat retroperitoneal, sementara caecum terletak intraperitoneal tetapi

menggunakan mesenterium ileum. Dasar mesokolon transversum terletak horizontal

di duodenum dan pankreas. Omentum major memiliki beberapa bagian, termasuk 4-

lapis omentum yang menggantung kolon transversum dan 2-lapis ligamentum

gastrocolic yang menghubungkan kurvatura mayor lambung dan kolon transversum.11

Flexura Lienalis

Flexura lienalis melekat pada diafragma oleh ligamentum frenocolica. Tiga taenia

coli yang berjalan longitudinal terdapat pada caecum, kolon ascendens, kolon

transversum, kolon descendens, dan kolon sigmoid, tetapi tidak pada rektum. Pada

kolon ascendens dan descendens, taenia coli terdapat pada bagian anterior,

posterolateral, dan posteromedial.  Terdapat omentumdari lemak yang disebut

appendix epiploicae yang melekat pada kolon.11

Suplai darah

kolon disuplai oleh arteri mesenterika superior melalui cabang arteri colica dextra dan

cabang arteri colica media dan oleh arteri mesenterika inferior melalui arteri colica

sinistra dan cabang sigmoid ganda. Cabang terminal arteri ini yang memasuki dinding

disebut vasa recta.5

Serangkaian terus anastomosis antara cabang distal dari arteri proksimal dan cabang

proksimal dari arteri distal berjalan di sepanjang perbatasan mesenterika dari kolon

dan disebut arteri marjinal. Arteri marjinal memungkinkan panjang panjang usus

harus dimobilisasi (misalnya, yang akan diambil sampai ke dada untuk menggantikan

kerongkongan).5

Persimpangan dua pertiga proksimal dan distal sepertiga dari kolon transversum, di

mana cabang-cabang terminal dari arteri mesenterika superior dan inferior bertemu,

adalah daerah aliran yang rentan terhadap iskemia.5

8

Vena mesenterika superior menyertai arteri mesenterika superior, tetapi vena

mesenterika inferior mengalir lebih tinggi dari asal dari arteri mesenterika inferior;

berjalan vertikal ke atas ke kiri dari persimpangan duodenojejunalis dan memasuki

vena lienalis atau persimpangan dengan yang vena mesenterika superior untuk

membentuk vena portal.11

C. ETIOLOGI ILEUS OBSTRUKSI5

Gambar 4 Etiologi Ileus Obstruksi

a. Adhesi ( perlekatan  usus  halus )  merupakan  penyebab  tersering  ileus 

obstruktif,  sekitar 50-70%  dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh

riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi

intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar

5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.

Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam

masa anak-anak.

9

b.  Hernia  inkarserata  eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional,  atau 

parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus

obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak

mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal,

kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa

menyebabkan hernia.

c. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan   obstruksi  

intralumen,  sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat

menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.

d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian

usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran

limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.

e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi

akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.

f.  Volvulus sering  disebabkan oleh  adhesi  atau  kelainan  kongenital, seperti 

malrotasi  usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus

besar.

g. Batu   empedu   yang    masuk   ke  ileus.  Inflamasi   yang   berat     dari  

kantong   empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum

atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus

gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,

umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang

menyebabkan obstruksi.

h.  Striktur yang  sekunder yang berhubungan dengan  iskhemia, inflamasi, 

terapi radiasi, atau trauma operasi.

i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau

penumpukan cairan.

k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau

hernia Littrel.

10

l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum

distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.

11

D. PATOFISIOLOGI

Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus

yang tersumbat, ini  menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi

akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan

dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah

distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen.

Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan

ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan

ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum

mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan

cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi

abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan

oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan

kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin  sehingga terjadi perforasi.

Dengan adanya perforasi akan menyebabkan bakteri masuk ke dalam sirkulasi

sehingga terjadi sepsis dan peritonitis. 5

Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus

dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif

yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan

cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok

hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada

penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi

kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel

dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme

anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic.

Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark.

Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus

prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian

distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan

12

ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis

metabolik. 5

E. DIAGNOSIS ILEUS OBSTRUKSI

Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya berupa

adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum berupa

syok,oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan

kelebihan cairan diusus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan

muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang

usus dan pada auskultasi sewaktuserangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas

sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik

dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan

dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan

pembengkakan atau massa yang abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon

adalah perubahan kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung

yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan

pembesaran perut yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena

peristaltis yanghebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada

dinding perut. Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal

karena bagian ini mudah membesar.5,6

Pada auskultasi dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari fungsi usus (bising

usus). Dengan adanya obstruksi, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan

bernada tinggi seperti gemerincing logam (metallic sound), atau tidak terdengar sama

sekali.11,12

Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi

hemokonsentrasi,leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan radiologis,

dengan posisi tegak,terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan gambaran anak

tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid level. Pemberian

kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya. pemeriksaan

13

rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium inloop) untuk

mencari penyebabnya. 11

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa, berat

jenis bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis

metabolik. Leukosit normal atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi kemungkinan

sudah ter jadi peritonitis. Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit.10

Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosaileus

obstruksi.Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinarmendatar. Posisi

datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikaptegak untuk melihat batas

udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan kolon terisi sejumlah

kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak.2,3

Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid

level,distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus

halus. Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai distensi ususyang terbatas dengan

gambaran haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat terlihat. Pada gambaran

radiologi, kolon yang mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti ‘pigura’

dari dinding abdomen.2,3

GAMBARAN RADIOLOGI

Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan foto

abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara

lain :

1. Ileus obstruksi letak tinggi :

- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal

junction) dankolaps usus di bagian distal sumbatan.

- Coil spring appearance

- Herring bone appearance

- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)

2. Ileus obstruksi letak rendah :

14

- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi

- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi

abdomen

- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus paralitik

gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster sampai

rectum.

Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus paralitik :

Gambar 5. Ileus Obstruktif . Tampak coil spring dan herring bone appearance8

Gambar 6. Ileus Paralitik. Tampak dilatasi usus keseluruhan8

15

DIAGNOSIS BANDING

Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan

terjadi distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi

ketegangan dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada

tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut,

dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana.6

KOMPLIKASI

Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir

dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat

peritonitis umum.6

PENATALAKSANAAN ILEUS OBSTRUKTIF

Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami

obstruksiuntuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.

Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu

penyumbatan sembuh dengansendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan

oleh adhesi. 12

1. Persiapan

Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan

mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan

juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan

optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau

karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif. Operasi dapat

dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital stabil. Tetapi yang

paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin.

2. Operasi

16

Tindakan bedah dilakukan bila sudah terjadi keadaan seperti: Strangulasi, Obstruksi

lengkap, Hernia inkarserata Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif

(dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter). Tindakan yang terlibat dalam

terapi bedahnya masuk kedalam beberapa kategori mencakup: (5,6,7)

1. Reseksi usus

2. By pass usus

3. Kolostomi

4. ileostomi

3. Pasca Bedah

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.Kita

harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup

PROGNOSIS

Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi,

tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka

toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat

rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih

tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.12,13

17

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental

menggunakan metode survei deskriptif dengan pendekatan deskriptif retrospektif

untuk mengetahui distribusi frekuensi dan penatalaksanaan ileus obstruksi di

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2008- Agustus

2013. Subjek penelitian adalah pasien dengan diagnosis ileus obstruksi yang

masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, periode Januari 2008

sampai Agustus 2013.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

a. Populasi target

Populasi yang menjadi target penelitian kali ini adalah semua pasien

dengan ileus obstruksi.

b. Populasi terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian adalah pasien dengan ileus obstruksi

yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi dari keseluruhan populasi

yang diteliti dan dianggap mewakili.9 Sampel penelitian merupakan populasi

terjangkau yaitu pasien dengan ileus obstruksi yang mengunjungi RSUD Prof.

Dr. Margono Soekardjo Purwokerto yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi.

a. Kriteria inklusi dan eksklusi

1) Kriteria inklusi meliputi:

Pasien ileus obstruksi yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono

Soekardjo Purwokerto pada periode Januari 2008- Agustus 2013

18

2) Kriteria eksklusi

a. Pasien yang data rekam mediknya tidak ditemukan

3) Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling, yaitu

pengambilan seluruh sampel pada populasi terjangkau.9

b. Besar sampel

Berdasarkan informasi dari rekam medik, diperoleh data bahwa populasi

terjangkau sebesar 175 pasien.

C. Pengumpulan Data

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif

dengan cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien ileus obstruksi yang

masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode Januari

2008 sampai Agustus 2013. Data rekam medik pasien diambil dari bagian Rekam

Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Pengambilan data

dilakukan pada bulan September 2013. Rekam medis dikumpulkan, dianalisis,

dan dilakukan tabulasi sehingga dapat diketahui distribusi frekuensi jenis

kelamin, dan penatalaksanaan.

D. Tata Urutan Kerja

1. Pengambilan data sekunder pasien dengan diagnosis ileus obstruksidi rekam

medik pasien di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

2. Tahap pengolahan dan analisis data.

3. Tahap penyusunan laporan.

E. Analisis Data

Analisis data merupakan bagian dari suatu penelitian, di mana tujuan

dari analisis data adalah agar diperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti.

Data yang telah terkumpul dari bagian rekam medik akan diolah dan dianalisis

secara deskriptif.

19

Analisis data yang digunakan adalah metode analisis univariat.Analisis

univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel berupa

distribusi frekuensi dan persentase pada setiap variabel seperti jenis kelamin, dan

penatalaksanaan.Analisa data secara deskriptif disajikan dalam bentuk tabel

frekuensi.

F. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada bulan September 2013 di bagian Rekam

Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Puwokerto.

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Data hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien Ileus obstruksi di

RSUD. Prof. dr. Margono Soekarjo pada bulan Januari 2008- Agustus 2013

sebanyak 175 kasus. Dari 175 kasus tersebut, 80 kasus tidak ditemukan data

rekam medisnya, sehingga hanya terdapat 95 kasus yang dapat diteliti pada studi

ini. Berikut gambaran data penderita ileus obstruksi berdasarkan jenis kelamin,

usia, keadaan pasien dan penatalaksanaan di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo

bulan Januari 2008- Agustus 2013.

Tabel 1. Distribusi frekuensi penderita Ileus obstruksi

di RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013

21

Tahun Jumlah kasus Presentase

2008 14 14,74 %

2009 16 16,84 %

2010 16 16,84 %

2011 20 21,05 %

2012 18 18,95 %

2013 11 11,58 %

Jumlah 95 100 %

1. Persentase distribusi frekuensi penderita ileus obstruksi di RSUD Prof.

Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013.

14.74

16.84

16.8421.05

18.95

11.58

2008 2009

2010 2011

2012 2013

2. Presentase distribusi frekuensi penderita oileus obstruksi di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013.

2008 2009 2010 2011 2012 2013 Jumlah

(persentase)

Laki-laki 5 8 10 12 8 5 48 (51%)

Perempuan 9 8 6 8 10 6 47 (49 %)

14 16 16 20 18 11 95 (100 %)

22

Diagram 2. Distribusi frekuensi penderita ileus obstruksi berdasarkan jenis kelamin

di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013

4847 laki-laki

wanita

Tabel 3. Distribusi frekuensi penderita ileus obstruksi berdasarkan usia di RSUD.

Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013

Usia Jumlah

(persentase)

0-18 tahun 5 (5,28 %)

19-35 tahun 45 (47,36 %)

36-80 tahun 45 (47,36 %)

Jumlah 95 (100%)

23

Diagram 3. Presentase distribusi frekuensi penderita ileus obstruksi berdasarkan

usia di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008-Agustus 2013

5.28%

47.36%

47.36%0-18 tahun

19-35 tahun

36-80 tahun

Tabel 4. Persentase jenis penatalaksanaan ileus obstruksi

di RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013

Penatalaksanaan ileus Obstruksi Jumlah

(persentase)

Operatif 70 (74 %)

Konservatif 25 (26 %)

Jumlah 95 (100%)

Diagram 4. Persentase jenis penatalaksanaan ileus obstruksi di RSUD.

Prof.dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013

74

261.2

operatif

konservatif

24

Tabel 5. Etiologi Terbanyak yang Ditemukan Pada Tindakan Operatif Ileus

Obstruksi di Rumah Sakit Prof.Dr. Margono Soekarjo Periode Januari 2008- Agustus

2013

Etiologi Terbanyak yang Ditemukan

pada Tindakan Operatif Ileus

Obstruksi

Jumlah

(persentase)

Adhesi 45 (53 %)

Volvulus 25 (19 %)

Intususepsi 9 (8 %)

Tumor 10 (9 %)

lainnya 6 (6 %)

Jumlah 95 (100 %)

54%

16%

10%

10%

10%

Etiologi Terbanyak yang Ditemukan Pada Tindakan Operatif Ileus Obstruksi di Rumah Sakit Prof.Dr. Margono Soekarjo Periode Januari 2008- Agustus

2013

Adhesi

Volvulus

intususepsi

tumor

lainnya

25

Tabel 6. Persentase Keadaan Pasien Post Perawatan atas indikasi ileus

obstruksi di RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013

Keadan Pasien Post Perawatan Ileus

Obstruksi

Jumlah

(persentase)

Hidup 85 (90 %)

Meninggal 2 (2 %)

Pulang atas permintaan sendiri 8 (8 %)

Jumlah 95 (100%)

Diagram 7. Persentase Keadaan Pasien Post Perawatan atas indikasi Ileus

obstruksi di RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus

2013

85

2 8hidup

meninggal

pulang atas permintaan sendiri

26

B. Pembahasan

Jumlah penderita ileus obstruksi di RSUD.Prof.dr. Margono Soekarjo pada

bulan Januari 2008- Agustus 2013 sebanyak 175 orang. Namun hanya 95 orang yang

ditemukan rekam medisnya. Penderita ileus obstruksi terbanyak terjadi pada tahun

2011 yaitu sebanyak 20 orang dan paling sedikit terjadi pada tahun 2013 yakni 11

orang. Pada tahun 2009 penderita ileus obstruksi sebanyak 16 orang, pada tahun 2010

sebanyak 16 orang, pada tahun 2012 sebanyak 18 orang.

Data yang didapatkan dari RSUD. Prof. dr. Margono Soekarjo menunjukkan

bahwa persentase kejadian ileus obstruksi pada laki-laki sebesar 51 % yaitu 48 kasus

sedangkan pada perempuan sebesar 49 % yaitu 47 kasus atau perbandingan antara

laki-laki dengan perempuan sekitar 50: 50. Hasil ini sesuai dengan Eijk (2011) dan

yang menyatakan bahwa perbandingan kejadian ileus obstruksi antara laki-laki

dengan perempuan sama yakni 1:1.

Penderita ileus obstruksi di RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo pada bulan

Januari 2008- Agustus 2013 terbanyak berusia 19-80 tahun dengan perbandingan 19

– 35 tahun berjumlah 45 orang (47,36 %) dan 36-80 tahun berjumlah 45 orang 47,36

%. Sedangkan usia 0-18 tahun sebanyak yaitu sebanyak 5 orang (5,28 %).

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa distribusi penderita ileus

obstruksi yang terbanyak yaitu pada kelompok usia 19-80 tahun yaitu hampir

mencapai 95 %. Keterlambatan diagnosis jarang terjadi, sedangkan keterlambatan

penanganan dapat terjadi karena faktor eksternal seperti keadaan sosial ekonomi

keluarga, pendidikan keluarga, akses pelayanan kesehatan dan lain-lain.

Penatalaksanaan kasus ileus obstruksi di RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo

berdasarkan data didapatkan bahwa tindakan yang dilakukan adalah operatif yaitu

sebanyak 70 kasus (74%), sedangkan untuk perawatan konservatif didapatkan

sebanyak 25 kasus (26 %). Operatif merupakan tindakan meliputi colostomy, release

dan membuat anastomose.7,8,14

Etiologi atau diagnosis pasca pembedahan yang dapat dideskriptifkan dalam

referat ini yaitu terdiri dari Adhesi sebanyak 45 kasus (53 %), Volvulus 25 kasus

(18%), intususepsi 9 kasus (8%), sedangkan Tumor sebanyak 10 kasus (9%) dan

27

lainnya yang tidak dapat teridentifikasi sebanyak 6 kasus (6 %). Hal ini sesuai dengan

referensi Sabiston, Shrock dan Himawan yang menyatakan bahwa Adhesi dan

Volvulus diikuti oleh Invaginasi menempati posisi tertinggi berurutan sebagai

etiologi dari ileus obtruksi yang didapatkan pasca pembedahan dengan eksplorasi

laparotomi. (5,10,11)

Data yang didapatkan dari RSUD. Prof. dr. Margono Soekarjo menunjukkan

bahwa persentase keadaan pasien post perawatan atas indikasi ileus obstruksi yang

tercatat keluar dari rumah sakit dalam kondisi hidup sebesar 90% yaitu 85 kasus, 2 (2

%) kasus yang tercatat meninggal selama perawatan, dan yang tercatat pulang atas

permintaan sendiri sebesar 8% yaitu 8 kasus. Menurut Ledbetter (2006), pasien

dengan ileus obstruksi akan sangat mudah menginfeksi organ intraabdomen jika tidak

segera ditangani. Infeksi dapat disertai sepsis dan kekurangan nutrisi. Kondisi ini

yang sering menyebabkan kematian pada penderita ileus obstruksi.9,14,15

28

BAB V

KESIMPULAN

1. Ileus obstruksi atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana

saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya

sumbatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding

usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu

segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.

2. Dasar diagnosis ileus obstruksi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan laboratorium.

3. Penatalaksanaan dari ileus obstruksi dapat berupa operatif dan konservatif.

Operatif dilakukan bila sudah ada indikasi untuk pembedahan seperti

Strangulasi, Obstruksi lengkap, Hernia inkarserata, Tidak ada perbaikan

dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen

dan kateter).

4. Tindakan pembedahan dapat berupa: reseksi usus, by-pass usus, kolostomi

dan ileostomi.

5. Data penelitian ini diambil dengan pendekatan deskriptif retrospektif

dengan cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien ileus obstruksi

yang masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama

periode Januari 2008 sampai Agustus 2013.

6. Jumlah penderita ileus obstruksi di RSUD.Prof.dr. Margono Soekarjo pada

bulan Januari 2008- Agustus 2013 sebanyak 175 orang. Sedangkan subyek

dalam penelitian ini sebanyak 95 orang.

7. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan data penderita ileus obstruksi di

RSUD.Prof.dr. Margono Soekarjo selama periode Januari 2008- Agustus

2013 :

a. Laki-laki : 48 (51 %)

b. Perempuan : 47 (49 %)

29

8. Data penderita ileus obstruksi menurut usia di RSUD.Prof.dr. Margono

Soekarjo selama periode Januari 2008- Juni 2013 :

a. 0 – 18 tahun : 5 kasus (5,28 %)

b. 18 -35 tahun : 45 kasus (47,36 %)

c. 36 – 80 tahun : 45 kasus (47,36 %)

9. Data jenis penatalaksanaan ileus obstruksi di RSUD. Prof.dr. Margono

Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus2013 :

a. Operatif : 70 kasus (74 %)

b. Konservatif : 25 kasus (26%)

10. persentase keadaan pasien post perawatan atas indikasi ileus obstruksi di

RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013:

a. hidup : 85 (90 %)

b. mati : 2 (2 %)

c. pulang APS : 8 (8 %)

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Akcakaya A, Alimoglu O, Hevenk T, Bas G, Sahin M. 2010. Mechanical intestinal

obstruction caused by abdominal wall hernias.Ulus Travma Derg ; 6: 260-265 .

Pubmed Journal.

2. Bissett, IP; Parry, BR (2005 Jan 25). "Oral water soluble contrast for the

management of adhesive small bowel obstruction.". Cochrane database of

systematic reviews (Online) (1): CD004651.

3. Eijk FCV. 2011. Strategies and Trends in The Treatment of Mechanic Bowel

Obstruction. Erasmus Universiteit Rotterdam. Optima Grafische Communicatie,

Rotterdam, The Netherlands

4. Khan AN., Howat J. Small-Bowel Obstruction. Last Updated: May 10, 2008. In:

http://www.yahoo.com/search/cache?/ileus_obstructif/Article:By:eMedicine.com.

5. Harjono RM., Oswari J., dkk. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1996; 906.

6. Himawan S. Gannguan Mekanik Usus (Obstruksi). Dalam: Patologi. Penerbit Staf

Pengajar bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta: 1996; 204 –

7. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., Setiowulan W. Ileus Obstruktif. Dalam:

Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000; 318 – 20.

8. Middlemiss, J.H. 1949. Radiological Diagnosis of Intestinal Obstruction by Means

of Direct Radiography. Volume XXII No. 253.

9. Mosler, P; KD Mergener, JJ Brandabur, DB Schembre, RA Kozarek (February

2005). "Palliation of Gastric Outlet Obstruction and Proximal Small Bowel

Obstruction With Self-Expandable Metal Stents: A Single Center Series

10. Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

11. Rice, Amanda D.; Richard King, Evette D’Avy Reed, Kimberley Patterson,

Belinda Wurn, Lawrence J. Wurn (2013). "Manual Physical Therapy for Non-

31

Surgical Treatment of Adhesion-Related Small Bowel Obstructions: Two Case

Reports"

12. Sabiston. 18th ed. Textbooks of Surgery. The biological Basis of Modern

Surgical Practice.

13. Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih

Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993; 239 –

42.

14. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hambatan Pasase Usus. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Bedah Edisi revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997; 841 – 5.

15. World Journal of Gastroententerology. 2007. January 21; 13(3) ;432-437

32