BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen atau oleh
gangguan peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Penyumbatan
dapat terjadi dimana saja di sepanjang usus. Pada obstruksi usus harus dibedakan lagi
obstruksi sederhana dan obstruksi strangulate. Obstruksi usus yang disebabkan oleh
hernia, invaginasi adhesi, dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan
obstruksi oleh tumor atau askariasis adalah obstruksi sederhana yang jarang
menyebabkan strangulasi.1
Pada bayi dan neonatus, penyumbatan usus biasanya disebabkan oleh cacat
lahir massa yang keras dari isi usus (mekonium) dan volvulus. Invaginasi merupakan
penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada anak, dan sumbatan usus akut ini
merupakan salah satu tindakan bedah darurat yang sering terjadi pada anak.1
Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma terutama pada
daerah rectosigmoid dan kolon kiri distal. Tanda obstruksi usus merupakan tanda
lanjut (late sign) dari karsinoma kolon. Obstruksi ini adalah obstruksi usus mekanik
total yang tidak dapat ditolong dengan cara pemasangan tube lambung, puasa dan
infus. Indikasi relaparatomi karena obstruksi usus akibat adhesi sebesar 17,7%.
Walaupun di negara berkembang seperti di Indonesia, adhesi bukanlah sebagai
penyebab utama terjadinya obstruksi usus. Penyebab tersering obstruksi usus di
Indonesia, khususnya di RSUPNCM, adalah hernia, baik sebagai penyebab obstruksi
sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%).1
World Health Organization (WHO) tahun 1998 memperkirakan penyakit
pada saluran pencernaan akan tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian di
dunia pada tahun 2020 mendatang. Diantara Negara SEAMIC (Southern Asian
Medical Information Center) tahun 2008, indonesia menempati urutan ke-2 negara
yang memiliki angka insiden rate akibat penyakit saluran pencernaan, dengan rincian:
1
di Jepang tercatat 30 per 10.000 penduduk, di Indonesia tercatat 25 per 100.000
penduduk, di Filipina 24 per 100.000 penduduk. Di Vietnam tercatat 22 per 100.000
penduduk, Malaysia tercatat 21 per 100.000 penduduk, di Singapura tercatat 8 per
100.000 pendudul dan di Brunei Darussalam tercatat 5 per 100.000 penduduk.3
B. TUJUAN
Referat ini bertujuan untuk membahas mengenai ileus obstruksi meliputi
diagnosis, etiologi, serta penatalaksanaannya. Penulisan referat ini juga membahas
mengenai tatalaksana kasus ileus obstruksi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
pada Januari 2008 – Agustus 2013.
C. MANFAAT
Penelitian ini diharapkan dapat memberi data ilmiah terkait dengan jumlah
pasien ileus obstruksi dan distribusinya menurut usia, jenis kelamin serta
penatalaksanaan pasien ileus obstruksi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto periode Januari 2008 - Agustus 2013.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Ileus obstruksi atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana saluran
cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan mekanik yang
disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan
atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose
segmen usus tersebut.4
Ada dua tipe obstruksi yaitu :
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma
yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis,
obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses
2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik
usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya
amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan
neurologis seperti penyakit parkinson.5
B. ANATOMI USUS
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang
dari pylorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12
kaki (22 kaki pada cadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan
bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin
kebawah lambat laun garis tengah akan berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.5
Usus halus adalah saluran yang memiliki panjang ± 6 m. Fungsi usus halus
adalah mencerna dan mengabsorpsi chyme dari lambung. Usus halus memanjang dari
3
pyloric sphincter lambung sampai sphincter ileocaecal, tempat bersambung dengan
usus besar. Usus halus terdiri atas tiga bagian , yaitu: duodenum, jejunum, ileum.6
Duodenum, bagian terpendek (25cm), yang dimulai dari pyloric sphincter di
perut sampai jejunum. Berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan
ini terdapat pancreas dan duodenal papilla, tempat bermuaranya pancreas dan
kantung empedu. Empedu berfungsi mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase.
Pankreas menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi
disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino/albumin
dan polipeptida. Dinding usus halus mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar brunner yang berfungsi memproduksi getah intestinum.6
Gambar1. Letak duodenum
Jejunum memiliki panjang antara 1,5 m – 1,75 m. Di dalam usus ini, makanan
mengalami pencernaan secara kimiawi oleh enzim yang dihasilkan dinding
usus. Getah usus yang dihasilkan mengandung lendir dan berbagai macam
enzim yang dapat memecah makanan menjadi lebih sederhana. Di dalam
jejunum, makanan menjadi bubur yang lumat yang encer.6
Usus penyerapan (ileum), panjangnya antara 0,75m – 3,5m terjadi penyerapan
sari–sari makanan. Permukaan dinding ileum dipenuhi oleh jonjot-jonjot
4
usus/vili. Adanya jonjot usus mengakibatkan permukaan ileum menjadi
semakin luas sehingga penyerapan makanan dapat berjalan dengan baik.
Dinding jonjot usus halus tertutup sel epithelium yang berfungsi untuk
menyerap zat hara. Terdapat sekitar 1000 mikrovili (gambar 3) dalam tiap sel.
Dinding tersebut juga mengeluarkan mucus. Enzim pada mikrovili
menghancurkan makanana menjadi partikel yang cukup kecil untuk diserap.
Di dalam setiap jonjot terdapat pembuluh darah halus dan saluran limfa yang
menyerap zat hara dari permukaan jonjot. Vena porta mengambil glukosa dan
asam amino, sedangkan asam lemak dan gliserol masuk ke sel limfa.8
Gambar2. Mikrovilli
Lapisan usus halus (gambar 4) terdiri atas 4 lapisan yang sama dengan lambung,
yaitu8
1. Lapisan luar adalah membran selulosa, yaitu peritoronium yang melapisi usus
halus dengan erat.
2. Lapisan otot polos terdiri atas 2 lapisan serabut, lapisan luar yang memanjang
(longitudinal) dan lapisan dalam yang melingkar (serabut sirkuler). Kontraksi
otot polos dan bentuk peristaltic usus yang turut serta dalam proses
pencernaan mekanis, pencampuran makanan dengan enzim-enzim pencernaan
dan pergerakkan makanan sepanjang saluran pencernaan.. Diantara kedua
lapisan serabut berotot terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe, dan pleksus
syaraf.
3. Submukosa terdiri dari jaringan ikat yang mengandung syaraf otonom, yaitu
plexus of meissner yang mengatur kontraksi muskularis mukosa dan sekresi
5
dari mukosa saluran pencernaan. Submukosa ini terdapat diantara otot sirkuler
dan lapisan mukosa. Dinding submukosa terdiri atas jaringan alveolar dan
berisi banyak pembuluh darah, sel limfe, kelenjar, dan pleksus syaraf yang
disebut plexus of meissner. Pada duodenum terdapat kelenjar blunner yang
berfungsi untuk melindungi lapisan duodenum dari pengaruh isi lambung
yang asam. Sistem kerjanya adalah kelenjar blunner akan mengeluarkan
sekret cairan kental alkali.
4. Mukosa dalam terdiri dari epitel selapis kolumner goblet yang mensekresi
getah usus halus (intestinal juice). Intestinal juice merupakan kombinasi
cairan yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar usus (glandula intestinalis)
dari duodenum, jejunum, dan ileum. Produksinya dipengaruhi oleh hormon
sekretin dan enterokrinin. Pada lapisan ini terdapat vili (gambar 3) yang
merupakan tonjolan dari plica circularis (lipatan yang terjadi antara mukosa
dengan submukosa). Lipatan ini menambah luasnya permukaan sekresi dan
absorpsi serta memberi kesempatan lebih lama pada getah cerna untuk bekerja
pada makanan. Lapisan mukosa berisi banyak lipatan Lieberkuhn yang
bermuara di atas permukaan, di tengah-tengah villi. Lipatan Lieberkuhn
diselaputi oleh epithelium silinder. 11
Gambar3. Colon
6
Panjang kolon adalah sekitar 5-6-kaki, bagian berbentuk U bagian dari seluruh
usus besar (saluran cerna bagian bawah). Secara definisi, caecum (dan appendix) dan
ano-rektum, yang juga merupakan bagian dari usus besar, tidak termasuk dalam
kolon. Secara embriologis, kolon berkembang sebagian dari midgut (kolon ascendens
sampai proksimal kolon transversum) dan sebagian dari hindgut (kolon transversum
distal sampai kolon sigmoid).
Pada foto polos abdomen, kolon terlihat terisi dengan udara dan feses. Kolon
diidentifikasi dengan haustra (sakulasi irreguler incomplete).8,9
Kolon ascendens
Kolon ascendens (kanan) terletak vertikal di bagian paling lateral kanan dari rongga
perut. Ujung proksimal buntu yang berbentuk dari kolon ascendens disebut caecum.
Kolon ascendens berbelok tepat di bawah hati membentuk flexura coli dextra /
flexura hepatica dan menjadi kolon transversum, yang memiliki jalur horizontal dari
kanan ke kiri.7
Kolon Transversus
Kolon transversus kemudian berjalan terus ke kiri dan kemudian berbelok tepat di
bawah limpa membentuk flexura coli sinistra / flexura lienalis dan kemudian menjadi
kolon descendens (kiri) yang terletak vertikal di bagian lateral paling kiri dari rongga
perut. Kolon descendens mengarah ke kolon sigmoid yang berbentuk V terbalik, yang
kemudian menjadi rektum di setinggi Vertebra Sacralis III. Kolon sigmoid ini disebut
demikian karena bentuknya seperti huruf S.
Usus paracolica
Kolon bagian lateral, yaitu kolon ascendens dan kolon descendens adalah usus
paracolica bagian kanan dan kiri dari rongga peritoneal. Melalui usus ini, cairan /
nanah di perut bagian atas dapat menetes ke dalam rongga panggul. Kolon ascendens
dan descendens terkait dengan ginjal, ureter, dan pembuluh gonad yang ada di dalam
retroperitoneum di belakangnya; kolon ascending juga terkait dengan duodenum.7
Kolon transersus dan kolon sigmoid
7
Kolon transversus dan kolon sigmoid masing-masing memiliki mesenterium (yaitu,
mesokolon transversal dan mesokolon sigmoid), tetapi kolon ascendens dan kolon
descendens bersifat retroperitoneal, sementara caecum terletak intraperitoneal tetapi
menggunakan mesenterium ileum. Dasar mesokolon transversum terletak horizontal
di duodenum dan pankreas. Omentum major memiliki beberapa bagian, termasuk 4-
lapis omentum yang menggantung kolon transversum dan 2-lapis ligamentum
gastrocolic yang menghubungkan kurvatura mayor lambung dan kolon transversum.11
Flexura Lienalis
Flexura lienalis melekat pada diafragma oleh ligamentum frenocolica. Tiga taenia
coli yang berjalan longitudinal terdapat pada caecum, kolon ascendens, kolon
transversum, kolon descendens, dan kolon sigmoid, tetapi tidak pada rektum. Pada
kolon ascendens dan descendens, taenia coli terdapat pada bagian anterior,
posterolateral, dan posteromedial. Terdapat omentumdari lemak yang disebut
appendix epiploicae yang melekat pada kolon.11
Suplai darah
kolon disuplai oleh arteri mesenterika superior melalui cabang arteri colica dextra dan
cabang arteri colica media dan oleh arteri mesenterika inferior melalui arteri colica
sinistra dan cabang sigmoid ganda. Cabang terminal arteri ini yang memasuki dinding
disebut vasa recta.5
Serangkaian terus anastomosis antara cabang distal dari arteri proksimal dan cabang
proksimal dari arteri distal berjalan di sepanjang perbatasan mesenterika dari kolon
dan disebut arteri marjinal. Arteri marjinal memungkinkan panjang panjang usus
harus dimobilisasi (misalnya, yang akan diambil sampai ke dada untuk menggantikan
kerongkongan).5
Persimpangan dua pertiga proksimal dan distal sepertiga dari kolon transversum, di
mana cabang-cabang terminal dari arteri mesenterika superior dan inferior bertemu,
adalah daerah aliran yang rentan terhadap iskemia.5
8
Vena mesenterika superior menyertai arteri mesenterika superior, tetapi vena
mesenterika inferior mengalir lebih tinggi dari asal dari arteri mesenterika inferior;
berjalan vertikal ke atas ke kiri dari persimpangan duodenojejunalis dan memasuki
vena lienalis atau persimpangan dengan yang vena mesenterika superior untuk
membentuk vena portal.11
C. ETIOLOGI ILEUS OBSTRUKSI5
Gambar 4 Etiologi Ileus Obstruksi
a. Adhesi ( perlekatan usus halus ) merupakan penyebab tersering ileus
obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh
riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar
5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam
masa anak-anak.
9
b. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus
obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal,
kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.
c. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian
usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran
limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi
akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti
malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus
besar.
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari
kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum
atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi.
h. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi,
terapi radiasi, atau trauma operasi.
i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau
hernia Littrel.
10
l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.
11
D. PATOFISIOLOGI
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus
yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi
akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan
dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah
distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen.
Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan
ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan
ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum
mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan
cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi
abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan
oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan
kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi.
Dengan adanya perforasi akan menyebabkan bakteri masuk ke dalam sirkulasi
sehingga terjadi sepsis dan peritonitis. 5
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus
dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif
yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan
cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok
hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada
penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi
kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel
dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme
anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic.
Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark.
Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus
prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian
distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan
12
ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis
metabolik. 5
E. DIAGNOSIS ILEUS OBSTRUKSI
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya berupa
adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum berupa
syok,oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan
kelebihan cairan diusus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan
muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang
usus dan pada auskultasi sewaktuserangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas
sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik
dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan
dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan
pembengkakan atau massa yang abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon
adalah perubahan kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung
yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan
pembesaran perut yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena
peristaltis yanghebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada
dinding perut. Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal
karena bagian ini mudah membesar.5,6
Pada auskultasi dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari fungsi usus (bising
usus). Dengan adanya obstruksi, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan
bernada tinggi seperti gemerincing logam (metallic sound), atau tidak terdengar sama
sekali.11,12
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi
hemokonsentrasi,leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan radiologis,
dengan posisi tegak,terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan gambaran anak
tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid level. Pemberian
kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya. pemeriksaan
13
rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium inloop) untuk
mencari penyebabnya. 11
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa, berat
jenis bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis
metabolik. Leukosit normal atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi kemungkinan
sudah ter jadi peritonitis. Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit.10
Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosaileus
obstruksi.Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinarmendatar. Posisi
datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikaptegak untuk melihat batas
udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan kolon terisi sejumlah
kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak.2,3
Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid
level,distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus
halus. Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai distensi ususyang terbatas dengan
gambaran haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat terlihat. Pada gambaran
radiologi, kolon yang mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti ‘pigura’
dari dinding abdomen.2,3
GAMBARAN RADIOLOGI
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan foto
abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara
lain :
1. Ileus obstruksi letak tinggi :
- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal
junction) dankolaps usus di bagian distal sumbatan.
- Coil spring appearance
- Herring bone appearance
- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)
2. Ileus obstruksi letak rendah :
14
- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen
- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus paralitik
gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster sampai
rectum.
Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus paralitik :
Gambar 5. Ileus Obstruktif . Tampak coil spring dan herring bone appearance8
Gambar 6. Ileus Paralitik. Tampak dilatasi usus keseluruhan8
15
DIAGNOSIS BANDING
Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan
terjadi distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi
ketegangan dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada
tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut,
dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana.6
KOMPLIKASI
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir
dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat
peritonitis umum.6
PENATALAKSANAAN ILEUS OBSTRUKTIF
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksiuntuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengansendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan
oleh adhesi. 12
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan
juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan
optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau
karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif. Operasi dapat
dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital stabil. Tetapi yang
paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin.
2. Operasi
16
Tindakan bedah dilakukan bila sudah terjadi keadaan seperti: Strangulasi, Obstruksi
lengkap, Hernia inkarserata Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif
(dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter). Tindakan yang terlibat dalam
terapi bedahnya masuk kedalam beberapa kategori mencakup: (5,6,7)
1. Reseksi usus
2. By pass usus
3. Kolostomi
4. ileostomi
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup
PROGNOSIS
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi,
tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka
toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat
rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih
tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.12,13
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental
menggunakan metode survei deskriptif dengan pendekatan deskriptif retrospektif
untuk mengetahui distribusi frekuensi dan penatalaksanaan ileus obstruksi di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2008- Agustus
2013. Subjek penelitian adalah pasien dengan diagnosis ileus obstruksi yang
masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, periode Januari 2008
sampai Agustus 2013.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
a. Populasi target
Populasi yang menjadi target penelitian kali ini adalah semua pasien
dengan ileus obstruksi.
b. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian adalah pasien dengan ileus obstruksi
yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi dari keseluruhan populasi
yang diteliti dan dianggap mewakili.9 Sampel penelitian merupakan populasi
terjangkau yaitu pasien dengan ileus obstruksi yang mengunjungi RSUD Prof.
Dr. Margono Soekardjo Purwokerto yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
a. Kriteria inklusi dan eksklusi
1) Kriteria inklusi meliputi:
Pasien ileus obstruksi yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto pada periode Januari 2008- Agustus 2013
18
2) Kriteria eksklusi
a. Pasien yang data rekam mediknya tidak ditemukan
3) Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling, yaitu
pengambilan seluruh sampel pada populasi terjangkau.9
b. Besar sampel
Berdasarkan informasi dari rekam medik, diperoleh data bahwa populasi
terjangkau sebesar 175 pasien.
C. Pengumpulan Data
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif
dengan cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien ileus obstruksi yang
masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode Januari
2008 sampai Agustus 2013. Data rekam medik pasien diambil dari bagian Rekam
Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Pengambilan data
dilakukan pada bulan September 2013. Rekam medis dikumpulkan, dianalisis,
dan dilakukan tabulasi sehingga dapat diketahui distribusi frekuensi jenis
kelamin, dan penatalaksanaan.
D. Tata Urutan Kerja
1. Pengambilan data sekunder pasien dengan diagnosis ileus obstruksidi rekam
medik pasien di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Tahap pengolahan dan analisis data.
3. Tahap penyusunan laporan.
E. Analisis Data
Analisis data merupakan bagian dari suatu penelitian, di mana tujuan
dari analisis data adalah agar diperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti.
Data yang telah terkumpul dari bagian rekam medik akan diolah dan dianalisis
secara deskriptif.
19
Analisis data yang digunakan adalah metode analisis univariat.Analisis
univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel berupa
distribusi frekuensi dan persentase pada setiap variabel seperti jenis kelamin, dan
penatalaksanaan.Analisa data secara deskriptif disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi.
F. Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada bulan September 2013 di bagian Rekam
Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Puwokerto.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien Ileus obstruksi di
RSUD. Prof. dr. Margono Soekarjo pada bulan Januari 2008- Agustus 2013
sebanyak 175 kasus. Dari 175 kasus tersebut, 80 kasus tidak ditemukan data
rekam medisnya, sehingga hanya terdapat 95 kasus yang dapat diteliti pada studi
ini. Berikut gambaran data penderita ileus obstruksi berdasarkan jenis kelamin,
usia, keadaan pasien dan penatalaksanaan di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
bulan Januari 2008- Agustus 2013.
Tabel 1. Distribusi frekuensi penderita Ileus obstruksi
di RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013
21
Tahun Jumlah kasus Presentase
2008 14 14,74 %
2009 16 16,84 %
2010 16 16,84 %
2011 20 21,05 %
2012 18 18,95 %
2013 11 11,58 %
Jumlah 95 100 %
1. Persentase distribusi frekuensi penderita ileus obstruksi di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013.
14.74
16.84
16.8421.05
18.95
11.58
2008 2009
2010 2011
2012 2013
2. Presentase distribusi frekuensi penderita oileus obstruksi di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013.
2008 2009 2010 2011 2012 2013 Jumlah
(persentase)
Laki-laki 5 8 10 12 8 5 48 (51%)
Perempuan 9 8 6 8 10 6 47 (49 %)
14 16 16 20 18 11 95 (100 %)
22
Diagram 2. Distribusi frekuensi penderita ileus obstruksi berdasarkan jenis kelamin
di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013
4847 laki-laki
wanita
Tabel 3. Distribusi frekuensi penderita ileus obstruksi berdasarkan usia di RSUD.
Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013
Usia Jumlah
(persentase)
0-18 tahun 5 (5,28 %)
19-35 tahun 45 (47,36 %)
36-80 tahun 45 (47,36 %)
Jumlah 95 (100%)
23
Diagram 3. Presentase distribusi frekuensi penderita ileus obstruksi berdasarkan
usia di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008-Agustus 2013
5.28%
47.36%
47.36%0-18 tahun
19-35 tahun
36-80 tahun
Tabel 4. Persentase jenis penatalaksanaan ileus obstruksi
di RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013
Penatalaksanaan ileus Obstruksi Jumlah
(persentase)
Operatif 70 (74 %)
Konservatif 25 (26 %)
Jumlah 95 (100%)
Diagram 4. Persentase jenis penatalaksanaan ileus obstruksi di RSUD.
Prof.dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013
74
261.2
operatif
konservatif
24
Tabel 5. Etiologi Terbanyak yang Ditemukan Pada Tindakan Operatif Ileus
Obstruksi di Rumah Sakit Prof.Dr. Margono Soekarjo Periode Januari 2008- Agustus
2013
Etiologi Terbanyak yang Ditemukan
pada Tindakan Operatif Ileus
Obstruksi
Jumlah
(persentase)
Adhesi 45 (53 %)
Volvulus 25 (19 %)
Intususepsi 9 (8 %)
Tumor 10 (9 %)
lainnya 6 (6 %)
Jumlah 95 (100 %)
54%
16%
10%
10%
10%
Etiologi Terbanyak yang Ditemukan Pada Tindakan Operatif Ileus Obstruksi di Rumah Sakit Prof.Dr. Margono Soekarjo Periode Januari 2008- Agustus
2013
Adhesi
Volvulus
intususepsi
tumor
lainnya
25
Tabel 6. Persentase Keadaan Pasien Post Perawatan atas indikasi ileus
obstruksi di RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013
Keadan Pasien Post Perawatan Ileus
Obstruksi
Jumlah
(persentase)
Hidup 85 (90 %)
Meninggal 2 (2 %)
Pulang atas permintaan sendiri 8 (8 %)
Jumlah 95 (100%)
Diagram 7. Persentase Keadaan Pasien Post Perawatan atas indikasi Ileus
obstruksi di RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus
2013
85
2 8hidup
meninggal
pulang atas permintaan sendiri
26
B. Pembahasan
Jumlah penderita ileus obstruksi di RSUD.Prof.dr. Margono Soekarjo pada
bulan Januari 2008- Agustus 2013 sebanyak 175 orang. Namun hanya 95 orang yang
ditemukan rekam medisnya. Penderita ileus obstruksi terbanyak terjadi pada tahun
2011 yaitu sebanyak 20 orang dan paling sedikit terjadi pada tahun 2013 yakni 11
orang. Pada tahun 2009 penderita ileus obstruksi sebanyak 16 orang, pada tahun 2010
sebanyak 16 orang, pada tahun 2012 sebanyak 18 orang.
Data yang didapatkan dari RSUD. Prof. dr. Margono Soekarjo menunjukkan
bahwa persentase kejadian ileus obstruksi pada laki-laki sebesar 51 % yaitu 48 kasus
sedangkan pada perempuan sebesar 49 % yaitu 47 kasus atau perbandingan antara
laki-laki dengan perempuan sekitar 50: 50. Hasil ini sesuai dengan Eijk (2011) dan
yang menyatakan bahwa perbandingan kejadian ileus obstruksi antara laki-laki
dengan perempuan sama yakni 1:1.
Penderita ileus obstruksi di RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo pada bulan
Januari 2008- Agustus 2013 terbanyak berusia 19-80 tahun dengan perbandingan 19
– 35 tahun berjumlah 45 orang (47,36 %) dan 36-80 tahun berjumlah 45 orang 47,36
%. Sedangkan usia 0-18 tahun sebanyak yaitu sebanyak 5 orang (5,28 %).
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa distribusi penderita ileus
obstruksi yang terbanyak yaitu pada kelompok usia 19-80 tahun yaitu hampir
mencapai 95 %. Keterlambatan diagnosis jarang terjadi, sedangkan keterlambatan
penanganan dapat terjadi karena faktor eksternal seperti keadaan sosial ekonomi
keluarga, pendidikan keluarga, akses pelayanan kesehatan dan lain-lain.
Penatalaksanaan kasus ileus obstruksi di RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo
berdasarkan data didapatkan bahwa tindakan yang dilakukan adalah operatif yaitu
sebanyak 70 kasus (74%), sedangkan untuk perawatan konservatif didapatkan
sebanyak 25 kasus (26 %). Operatif merupakan tindakan meliputi colostomy, release
dan membuat anastomose.7,8,14
Etiologi atau diagnosis pasca pembedahan yang dapat dideskriptifkan dalam
referat ini yaitu terdiri dari Adhesi sebanyak 45 kasus (53 %), Volvulus 25 kasus
(18%), intususepsi 9 kasus (8%), sedangkan Tumor sebanyak 10 kasus (9%) dan
27
lainnya yang tidak dapat teridentifikasi sebanyak 6 kasus (6 %). Hal ini sesuai dengan
referensi Sabiston, Shrock dan Himawan yang menyatakan bahwa Adhesi dan
Volvulus diikuti oleh Invaginasi menempati posisi tertinggi berurutan sebagai
etiologi dari ileus obtruksi yang didapatkan pasca pembedahan dengan eksplorasi
laparotomi. (5,10,11)
Data yang didapatkan dari RSUD. Prof. dr. Margono Soekarjo menunjukkan
bahwa persentase keadaan pasien post perawatan atas indikasi ileus obstruksi yang
tercatat keluar dari rumah sakit dalam kondisi hidup sebesar 90% yaitu 85 kasus, 2 (2
%) kasus yang tercatat meninggal selama perawatan, dan yang tercatat pulang atas
permintaan sendiri sebesar 8% yaitu 8 kasus. Menurut Ledbetter (2006), pasien
dengan ileus obstruksi akan sangat mudah menginfeksi organ intraabdomen jika tidak
segera ditangani. Infeksi dapat disertai sepsis dan kekurangan nutrisi. Kondisi ini
yang sering menyebabkan kematian pada penderita ileus obstruksi.9,14,15
28
BAB V
KESIMPULAN
1. Ileus obstruksi atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana
saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya
sumbatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding
usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu
segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.
2. Dasar diagnosis ileus obstruksi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan laboratorium.
3. Penatalaksanaan dari ileus obstruksi dapat berupa operatif dan konservatif.
Operatif dilakukan bila sudah ada indikasi untuk pembedahan seperti
Strangulasi, Obstruksi lengkap, Hernia inkarserata, Tidak ada perbaikan
dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen
dan kateter).
4. Tindakan pembedahan dapat berupa: reseksi usus, by-pass usus, kolostomi
dan ileostomi.
5. Data penelitian ini diambil dengan pendekatan deskriptif retrospektif
dengan cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien ileus obstruksi
yang masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama
periode Januari 2008 sampai Agustus 2013.
6. Jumlah penderita ileus obstruksi di RSUD.Prof.dr. Margono Soekarjo pada
bulan Januari 2008- Agustus 2013 sebanyak 175 orang. Sedangkan subyek
dalam penelitian ini sebanyak 95 orang.
7. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan data penderita ileus obstruksi di
RSUD.Prof.dr. Margono Soekarjo selama periode Januari 2008- Agustus
2013 :
a. Laki-laki : 48 (51 %)
b. Perempuan : 47 (49 %)
29
8. Data penderita ileus obstruksi menurut usia di RSUD.Prof.dr. Margono
Soekarjo selama periode Januari 2008- Juni 2013 :
a. 0 – 18 tahun : 5 kasus (5,28 %)
b. 18 -35 tahun : 45 kasus (47,36 %)
c. 36 – 80 tahun : 45 kasus (47,36 %)
9. Data jenis penatalaksanaan ileus obstruksi di RSUD. Prof.dr. Margono
Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus2013 :
a. Operatif : 70 kasus (74 %)
b. Konservatif : 25 kasus (26%)
10. persentase keadaan pasien post perawatan atas indikasi ileus obstruksi di
RSUD. Prof.dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2008- Agustus 2013:
a. hidup : 85 (90 %)
b. mati : 2 (2 %)
c. pulang APS : 8 (8 %)
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Akcakaya A, Alimoglu O, Hevenk T, Bas G, Sahin M. 2010. Mechanical intestinal
obstruction caused by abdominal wall hernias.Ulus Travma Derg ; 6: 260-265 .
Pubmed Journal.
2. Bissett, IP; Parry, BR (2005 Jan 25). "Oral water soluble contrast for the
management of adhesive small bowel obstruction.". Cochrane database of
systematic reviews (Online) (1): CD004651.
3. Eijk FCV. 2011. Strategies and Trends in The Treatment of Mechanic Bowel
Obstruction. Erasmus Universiteit Rotterdam. Optima Grafische Communicatie,
Rotterdam, The Netherlands
4. Khan AN., Howat J. Small-Bowel Obstruction. Last Updated: May 10, 2008. In:
http://www.yahoo.com/search/cache?/ileus_obstructif/Article:By:eMedicine.com.
5. Harjono RM., Oswari J., dkk. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1996; 906.
6. Himawan S. Gannguan Mekanik Usus (Obstruksi). Dalam: Patologi. Penerbit Staf
Pengajar bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: 1996; 204 –
7. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., Setiowulan W. Ileus Obstruktif. Dalam:
Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000; 318 – 20.
8. Middlemiss, J.H. 1949. Radiological Diagnosis of Intestinal Obstruction by Means
of Direct Radiography. Volume XXII No. 253.
9. Mosler, P; KD Mergener, JJ Brandabur, DB Schembre, RA Kozarek (February
2005). "Palliation of Gastric Outlet Obstruction and Proximal Small Bowel
Obstruction With Self-Expandable Metal Stents: A Single Center Series
10. Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
11. Rice, Amanda D.; Richard King, Evette D’Avy Reed, Kimberley Patterson,
Belinda Wurn, Lawrence J. Wurn (2013). "Manual Physical Therapy for Non-
31
Surgical Treatment of Adhesion-Related Small Bowel Obstructions: Two Case
Reports"
12. Sabiston. 18th ed. Textbooks of Surgery. The biological Basis of Modern
Surgical Practice.
13. Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih
Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993; 239 –
42.
14. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hambatan Pasase Usus. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Bedah Edisi revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997; 841 – 5.
15. World Journal of Gastroententerology. 2007. January 21; 13(3) ;432-437
32