Askep Ileus

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akut. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus, (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus, (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya, (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia. Ada 3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki tentang obstruksi ileus, ialah : o Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus. o Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil, tetapi untuk mengetahui proses

description

nain

Transcript of Askep Ileus

Page 1: Askep Ileus

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang

sering dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan

appendicitis akut. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/

streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-

ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di

bidang diagnostik kelainan abdominalis.

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana

merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus,

(Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa

ileus, (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita

ileus setiap tahunnya, (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus

paralitik dan obstruktif  tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan

pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.

Ada 3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki tentang obstruksi ileus,

ialah :

o Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.

o Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil, tetapi untuk

mengetahui proses patologik yang sebenarnya di dalam rongga abdomen tetap

merupakan hal yang sulit.

o Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai gambaran klinik khas

yang dapat mendukungnya.

Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus dengan

cara yang sebaik-baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang bekerja dalam

satu tim dengan tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :

Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan umum

penderita optimal.

Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.

Mencegah laparotomi negatif.

Page 2: Askep Ileus

2

Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab

obstruksinya.

Terapi ileus obstruksi biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu

kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif.  Operasi dilakukan

secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien,

(Sabiston, 1995).

1.2 Tujuan

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk :

Mengetahui konsep dasar ileus.

Memiliki intelektual dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan

pada klien dengan ileus.

Page 3: Askep Ileus

3

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi

Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan) saluran gastrointestinal

tanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering

disebut dengan ileus paralitik. Obstruksi Ileus adalah gangguan aliran normal isi usus

sepanjang saluran usus, (Selvia A. Price).

Dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal

atau suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan

dapat secara mekanis atau fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau

tindakan.

Perawat sangat perlu melakukan pemantauan pada pasien pascabedah

abdominal dari kondisi ileus. Setelah 2-3 hari pasca-pembedahan abdomen, ileus

merupakan suatu kondisi fisiologis yang normal sekunder dari anastesia dan efek

intervensi bedah, namun istilah ileus kondisi kelumpuhan intestinal dapat bertahan

lebih dari 3 hari pascabedah.

Sebagian besar kasus ileus terjadi setelah operasi intra-abdomen. Kembali

normalnya aktivitas usus setelah pembedahan abdominal mengikuti pola yang dapat

diprediksi. Usus kecil biasanya mendapatkan kembali fungsi dalam beberapa jam.

Aktivitas regains lambung dalam 1-2 hari dan usus besar aktivitas regains 3-5 hari,

(Person, 2006).

Page 4: Askep Ileus

4

2.2 Etiologi

Walaupun predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi

ada faktor predisposisi lain yang mendukung peningkatan resiko terjadinya ileus,

diantaranya (Behm, 2003) sebagai berikut :

1. Sepsis

2. Obat-obatan (misalnya : opioid, antasid, coumarin, amitriptyline, chlorpromazine)

3. Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia, hipomagnesemia,

hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas)

4. Infark miokard

5. Pneumonia

6. Trauma (misalnya : patah tulang iga, cedera spina)

7. Bilier dan ginjal kolik

8. Cedera kepala dan prosedur bedah saraf

9. Inflamasi intra abdomen dan peritonitis

10. Hematoma retroperitoneal.

2.3 Manifestasi Klinis

Gejala-gejala penting dari obstruksi Ileus adalah :

Page 5: Askep Ileus

5

- Nyeri daerah umbilicus

- Muntah, sering terjadi bila obstruksi pada usus halus bagian atas

- Konstipasi absolut dan peregangan abdomen

2.4 Klasifikasi

a) Ileus Obstruktif

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana

merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi

usus (Sabara, 2007). Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi

oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau

kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan

neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan

abses.

b) Ileus Paralitik

Ileus paralitik adalah ileus yang disebabkan gerakan (peristaltik) usus yang

menghilang, disini tidak ada sumbatan. Ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen

atau gawat perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan

utama karena usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas) dan menyebabkan

pasien tidak dapat buang air besar. Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf

ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu

mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan

endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit

parkinson.

2.5 Patofisiologi

Page 6: Askep Ileus

6

Menurut beberapa hipotesis, ileus pascabedah dimediasi melalui penghambatan

aktivasi refleks spinal. Secara anatomis, refleks yang terlibat pada ileus adalah pada

pleksus ganglia prevertebral, (Mattei, 2006).

Respons dari stres bedah mengarah pada generasi sistemik dari endokrin dan

mediator inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus. Model tikus telah

menunjukkan bahwa laparotomi, penetrasi, dan kompresi usus menyebabkan

peningkatan jumlah makrofag, monosit, sel dendritik, sel T, sel-sel pembunuh alami,

dan sel mast, seperti yang ditunjukkan oleh imonohistokimia. Kalsitonin-peptida, nitrit

oksid, peptida vasoaktif intestina, dan substansi P berfungsi sebagai inhibitor

neurotransmiter pada sistem saraf usus, (Bauer, 2004).

Pathway :

Predisposisi pasca operatif bedah

abdominal

Predisposisi sistemik, meliputi : sepsis, obat-obatan, gangguan elektrolit & metabolik, infark miokard, pneumonia, trauma, bilier & ginjal kolik, cedera kepala & prosedur bedah saraf,

inflamasi intra-abdomen & peritonitis, hematoma retroperitoneal.

ILEUS

Hipomotilitas (kelumpuhan) intestinal

Ketidak mampuan absorpsi

air

Penurunan intake cairan

Resiko ketidak

seimbangan cairan

Respons psikologis mis interpretasi

perawatan & pengobatan

Kecemasan pemenuhan

informasi

Hilangnya kemampuan intestinal dalam

pasase material feses

Konstipasi

Respons lokal saraf terhadap inflamasi

Distensi abdomen

Nyeri

Gangguan gastrointestinal

Mual, muntah, kembung, anoreksia

Asupan nutrisi tidak adekuat

Page 7: Askep Ileus

7

Diferensiasi yang umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi dan obstruksi usus

mekanik. Seperti ileus pada pseudo-obstruksi, terjadi dengan tidak adanya patologi

mekanis. Beberapa teks dan artikel cendrung menggunakan ileus disamaartikan

dengan pseudo-obstruksi atau merujuk pada ileus kolon. Namun, kondisi ini jelas

merupakan dua entitas yang berbeda. Pseudo-obstruksi jelas terbatas pada usus besar,

sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar yang terlibat

dalam pseudo-obstruksi klasik, yang biasanya terjadi pada lanjut usia dengan

gambaran penyakit ekstarintestinal serius atau trauma. Agen farmakologi, sepsis, dan

ketidakseimbangan elektrolit dapat juga berkontribusi terhadap kondisi ini. Obstruksi

usus mekanik dapat disebabkan oleh adhesi, velvulus, hernia, intususepsi, benda asing,

atau neoplasma. Klinis obstruksi hadir dengan kolik abdominal yang hebat atau tanda-

tanda obstruksi perforasi yang jelas, (Loktus, 2012).

Ileus Pseudo-obstruksi Obstruksi mekanik usus

Anamnesis Nyeri abdomen ringan,

kembung, mual, muntah,

obstipasi, konstipasi

Nyeri kram abdominal,

mual, muntah, anoreksia,

obstipasi, konstipasi

Nyeri kram abdominal, mual,

muntah, anoreksia, obstipasi,

konstipasi

Penurunan volume cairan

Resiko tinggi syok hipovolemik

Kehilangan cairan & elektrolit

Resiko ketidak seimbangan

cairan

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan

Page 8: Askep Ileus

8

Pemeriksaan

fisik

abdomen

Bising usus hilang,

distensi, timpani

Borborygmi, timpani,

gelombang peristaltic,

bising usus hiperaktif atau

hipoaktif, distensi, nyeri

tekan local

Borborygmi, gelombang

peristaltic, bising usus

bernada tinggi, distensi, nyeri

tekan local

Foto polos

abdomen

Dilatasi usus kecil & usus

besar, elevasi diafragma

Dilatasi isolasi pada usus

besar, elevasi diafragma

Berbentuk lesi gas kolon

distal, diafragma agak tinggi,

air-fluid levels

Tabel : Perbedaan dari ileus, pseudo-obstruksi, dan obstruksi usus mekanik, (Mukherjee, S, 2008).

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium, peningkatan kadar Haemoglobin (indikasi dari dehidrasi),

leukositosis, peningkatan PCO2 / asidosis metabolik.

Foto polos abdomen (BOF) dengan posisi tegak atau lateral dekubitus tampak

distensi usus proksimal dari hambatan dan fenomena anak tangga. Pada volvulus

sigmoid tampak sigmoid yang distensi berbentuk U yang terbalik dan dapat juga di

dapatkan :

- Gambaran usus melebar (Darm Courtur)

- Gambaran seperti duri ikan

- Gambaran seperti anak tangga (Air Fluid Level)

Pemeriksaan CT scan, dikerjakan secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai

adanya strangulasi. CT scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya

kelainan pada dinding usus (obstruksi komplet, abses, keganasan), kelainan

mesenterikus, dan peritoneum. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan

lokasi dari obstruksi.

Page 9: Askep Ileus

9

Pemeriksaan radiologi dengan barium enema. Pemeriksaan ini mempunyai suatu

peran terbatas pada klien dengan obstruksi usus halus. Pengujian enema barium

terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada

pemeriksaan foto polos abdomen.

Pemeriksaan USG. Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran penyebab

dari obstruksi.

Pemeriksaan MRI. Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric

kronis.

Pemeriksaan angiografi. Angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk

mendiagnosis adanya herniasi internal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan

adhesi, (Suratun & Lusianah, 2010).

2.7 Penatalaksanaan

Dekompresi dengan pipa lambung.

Pemasangan infus untuk koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit juga

keseimbangan asam basa.

Koreksi bedah, tindakan bedah yang di lakukan sesuai dengan kelainan

patologinya.

Antibiotika profilaksis atau terapeutik tergantung proses patologi penyebabnya.

2.8 Komplikasi

o Nekrosis usus.

o Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ

intra abdomen.

o Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi

peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.

o Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan

cepat.

o Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

o Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi.

Page 10: Askep Ileus

10

o Pneumonia aspirasi dari proses muntah.

o Gangguan elektrolit, refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen.

Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta

menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah, (Dermawan, 2010).

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian ileus terdiri atas pengkajian, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

evaluasi diagnostik. Pada anamnesis keluhan utama yang lazim didapatkan adalah

keluhan kembung dan tidak bisa kentut (flatus). Keluhan adanya kembung dan tidak

bisa flatus bersifat akut disertai mual, muntah, anoreksia, dan nyeri ringan pada

abdomen.

Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang, perawat mengkaji riwayat

pembedahan abdominal, jenis pembedahan, penyebab adanya intervensi bedah,

kondisi klinik preoperatif, pengetahuan mobilisasi dini pasien praoperatif, dan adanya

penyakit sistemik yang memperberat, seperti adanya sepsis, gangguan metabolik,

penyakit jantung, pneumonia pasca bedah, prosedur bedah saraf, dan trauma

abdominal berat.

Page 11: Askep Ileus

11

Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan karena perut

kembung dan belum bisa melakukan flatus, serta perlunya pemenuhan informasi.

Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada

survei umum pasien terlihat lemah. TTV biasa didapatkan adanya perubahan. Pada

pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan :

- Inspeksi : Secara umum akan terlihat kembung dan didapatkan adanya distensi

abdominal.

- Auskultasi : Bising usus atau tidak ada.

- Palpasi : Nyeri tekan lokal pada abdominal.

- Perkusi : Timpani akibat abdominal mengalami kembung.

Pengkajian diagnostik yang dapat membantu, meliputi pemeriksaan

laboratorium untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit atau metabolik, foto polos

abdominal untuk mendeteksi adanya dilatasi gas berlebihan dari usus kecil dan usus

besar.

Pola Kesehatan Gordon

a) Aktivitas atau istirahat

Gejala : Kelelahan dan ngantuk.

Tanda  : Kesulitan ambulasi

b) Sirkulasi

Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi (tanda syok)

c) Eliminasi

Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus

Tanda  : Perubahan warna urine dan feces

d) Makanan atau cairan

Gejala : anoreksia, mual atau muntah dan haus terus menerus

Page 12: Askep Ileus

12

Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal, membran mukosa pecah-pecah,

kulit buruk.

e) Nyeri atau Kenyamanan

Gejala  : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik

Tanda   : Distensi abdomen dan nyeri tekan

f) Pernapasan

Gejala   : Peningkatan frekuensi pernafasan

Tanda    : Napas pendek dan dangkal

Pengkajian Penatalaksanaan Medis

1. Konservatif

Sebagian besar kasus ileus pasca bedah mendapat intervensi konservatif.

Pasien harus menerima hidrasi intravena. Untuk pasien dengan muntah dan

distensi, penggunann selang nasogastrik diberikan untuk menurunkan gejala,

namun belum ada penelitian untuk literature yang mendukung penggunaan

selang nasogastrik untuk memfasilitasi resolusi ileus. Panjang selang ke

saluran gastrointestinal tidak memiliki manfaat atas perbaikan ileus. Untuk

pasien dengan ileus berlarut-larut, obstruksi mekanis harus diperiksa dengan

studi kontras. Sepsis dan gangguan elektrolit yang mendasari, terutama

hipokalemia, hiponatremia, dan hipomagnesemia, dapat memperburuk ileus.

Kondisi ini didiagnosis dan diperbaiki, (Mukherjee, 2008).

Page 13: Askep Ileus

13

Cara lainnya adalah menghentikan obat yang memproduksi ileus

(misalnya : opiate). Dalam suatu studi, jumlah morfin yang diberikan secara

langsung akan berhubungan dengan terjadinya ileus, (Cali, 2000).

Penggunaan narkotika pasca operasi dapat dikurangi dengan suplemen

dengan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS). OAINS dapat menurunkan

ileus dengan menurunkan peradangan local dan dengan mengurangi jumlah

narkotika yang digunakan. Studi mioelektrik dari elektroda ditempatkan pada

usus besar, dimana studi ini telah mengungkapkan resolusi lebih cepat dari

yang diberikan pada pasien ileus versus yang diberikan ketorolac morfin,

namun kelemahan OAINS digunakan mencakup disfungsi trombosit dan

ulserasi mukosa lambung. Kondisi ini dapat dipertimbangkan dengan

penggunaan agen cyclooxygenase-2, untuk menurunkan efek samping ini,

(Ferraz, 1995).

Sampai saat ini belum ada suatu variabel yang secara akurat

memprediksi resolusi ileus. Pemeriksaan kondisi klinis masih menjadi

parameter penting untuk mengevaluasi asupan oral dan fungsi usus yang baik.

Laporan dari pasien bahwa sudah terjadi flatus, harus dinilai ulang dengan

seksama secara pemeriksaan fisik dan diagnostic yang akurat, serta tidak boleh

hanya mengandalkan dari laporan pasien (Mukherjee, 2008).

2. Terapi Diet

Umumnya, menunda intake makan oral sampai tanda klinis ileus

berakhir. Namun, kondisi ileus tidak menghalangi pemberian nutrisi enteral.

Pemberian enteral secara hati-hati dan dilakukan secara bertahap, (Ng WQ,

2003). Pada suatu studi pemberian permen karet menunjukkan bahwa

mengunyah permen karet sebagai bentuk pemberian makanan palsu pada fase

pemulihan awal dari ileus pasca bedah setelah laparoskopi colectomy. 19

pasien yang menjalani elektif laparoskopi colectomy secara acak. 10 pasien

yang ditetapkan ke grup permen karet dan 9 untuk kelompok control.

Kelompok permen karet yang digunakan 3x sehari dari pasca operasi pertama

pagi sampai intake oral. Terjadinya flatus lebih cepat dalam kelompok permen

karet daripada di kelompok control buang air besar pertama tercatat pada 3,1

Page 14: Askep Ileus

14

hari dalam kelompok permen karet versus 5,8 hari pada kelompok control,

(Asao, 2002).

3. Terapi Aktivitas

Kebijakan konvensional pada praktek klinik memberikan pemahaman

bahwa ambulasi dini merangsang fungsi usus dan meningkatkan ileus pasca

bedah, meskipun hal ini belum ditunjukkan dalam literature.

Dalam sebuah studi nonrandomized mengevaluasi 34 pasien, elektroda

bipolar seromuscular ditempatkan di segmen saluran gastrointestinal setelah

laparotomi. 10 pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pasca operasi hari

pertama, dan yang lainnya 24 pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pasca

bedah hari keempat. Hasil yang didapat, ternyata tidak ada perbedaan yang

signifikan dari hasil mioelektrik dalam pemulihan di lambung, jejunum, atau

usus antara 2 kelompok tersebut, (Waldhausen, 1990). Walaupun begitu,

ambulasi tetap bermanfaat dalam mencegah pembentukan atelektasis, obstruksi

vena profunda, dan pneumonia tetapi tidak memiliki peran dalam mengobati

ileus.

4. Terapi Farmakologi

Sampai saat ini belum terdapat studi yang menilai manfaat supositoria

dan enema untuk pengobatan ileus. Eritromisin, suatu agonis resptor motilin,

telah digunakan untuk paresis pasca operasi lambung namun belum terbukti

bermanfaat bagi ileus. Metoklopramid, sebuah antagonis dopaminergik,

sebagai obat anti muntah dan prokinetik. Data telah menunjukkan bahwa

pemberian obat ini dapat benar-benar memperburuk ileus, (Mukherjee, 2008).

Terapi farmakologis yang dianjurkan adalah golongan opioid antagonis

selektif, misalnya alvimopan. Alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu

mencegah ileus post operative reseksi usus, (Maron, 2008).

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Konstipasi b.d. hipomotilitas/kelumpuhan intestinal.

Page 15: Askep Ileus

15

2. Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d. keluar cairan tubuh dari muntah,

ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal.

3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kurangnya intake makanan yang adekuat.

4. Actual/resiko tinggi syok hipovolemik b.d. penurunan volume darah, sekunder dari

penurunan hidrasi, ketikmampuan absorpsi cairan oleh kolon.

5. Kecemasan b.d. prognosis penyakit.

6. Pemenuhan informasi b.d. adanya intervensi medic dan keperawatan,

misinterpretasi informasi.

7. Nyeri b.d. iritasi intestinal, distensi abdominal.

3.3 Intervensi Keperawatan

Rencana intervensi disususn sesuai dengan tingkat toleransi individu. Pada

pasien ileus, intervensi pada masalah keperawatan actual/resiko tinggi syok

hipovolemik dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada asuhan keperawatan

pasien gastroenteritis. Untuk intervensi masalah nyeri, kecemasan dan pemenuhan

informasi dapat disesuaikan pada intervensi masalah pasien diverticulitis.

1. Konstipasi b.d. hipomotilitas/kelumpuhan intestinal.

Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam terjadi perbaikan konstipasi.

Kriteria evaluasi :

- Laporan pasien sudah mampu flatus dan keinginan untuk melakukan BAB.

Page 16: Askep Ileus

16

- Bising usus terdengar normal, frekuensi 5-25 x / menit.

- Gambaran foto polos abdomen tidak terdapat adanya akumulasi gas di dalam intestinal.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji factor predisposisi

terjadinya ileus.

Walaupun predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pasca bedah abdomen,

tetapi ada factor predisposisi lain yang mendukung peningkatan resiko

terjadinya ileus. Hal ini harus segera dikolaborasikan untuk mendapat

intervensi medis, misalnya adanya sepsis harus diatasi, kondisi gangguan

elektrolit harus dikoreksi.

Monitoring status cairan. Penurunan volume cairan akan meningkatkan resiko ileus semakin parah

karena terjadi gangguan elektrolit. Peran perawat harus

mendokumentasikan kondisi status cairan dan harus melaporkan apabila

didapatkan adanya perubahan yang signifikan.

Evaluasi secara berkala

laporan pasien tentang

flatus dan periksa kondisi

bising usus.

Pemantauan secara rutin dapat memberikan data dasar pada perawat atau

sebagai pera untuk kolaborasi dengan medis tentang kondisi perbaikan

ileus. Hasil evaluasi harus didokumentasikan secara hati-hati pada status

medis.

Pasang selang nasogastrik. Pemasangan selang nasogastrik dilakukan untuk menurunkan keluhan

kembung dan distensi abdomen. Perawat melakukan pemantauan setiap 4

jam dari pengeluaran pada selang nasogastrik.

Lakukan teknik ambulasi. Walaupun terdapat studi yang tidak berhubungan dengan peningkatan

resolusi ileus. Dalam sebuah studi non-randomized mengevaluasi pasien,

elektroda bipolar seromuskular ditempatkan di segmen saluran

gastrointestinal setelah laparotomi. 10 pasien ditugaskan untuk ambulasi

pada pasca operasi hari pertama, dan yang lainnya 24 pasien ditugaskan

untuk ambulasi pada pasca bedah hari ke 4. Hasil yang didapat, ternyata

tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil mioelektrik dalam

pemulihan di lambung, jejunum atau usus antara 2 kelompok tersebut,

(Waldhausen, 1990). Akan tetapi pelaksanaan ambulasi tetap bermanfaat

dalam mencegah pembentukan atelektasis, obstruksi vena profunda, dan

Page 17: Askep Ileus

17

pneumonia.

Kolaborasi :

Opioid antagonis selektif. Alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu mencegah ileus post operatif

reseksi usus, (Maron, 2008).

2. Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d. keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan

absorpsi air oleh intestinal.

Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Kriteria evaluasi :

- Pasien tidak mengeluh pusing, membrane mukosa lembap, turgor kulit normal.

- TTV dalam batas normal.

- CRT < 3 detik, urin > 600 ml/hari.

- Laboratorium : Nilai elektrolit normal.

INTERVENSI RASIONAL

Monitoring status cairan

(turgor kulit, membrane

mukosa, urine output).

Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan.

Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urin,

monitoring yang ketat pada produksi urin < 600 ml/hari merupakan

tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik.

Kaji sumber kehilangan cairan. Kehilangan cairan darimuntah dapat disertai dengan keluarnya natrium

via oral yang juga akan meningkatkan resiko gangguan elektrolit.

Dokumentasikan intake dan

output cairan.

Sebagai data dasar dalam pemberian terapi cairan dan pemenuhan

hidrasi tubuh secara umum.

Monitor TTV secara berkala. Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi

sudah terlibatnya system kardiovaskular untuk melakukan kompensasi

mempertahankan tekanan darah.

Page 18: Askep Ileus

18

Kaji warna kulit, suhu,

sianosis, nadi perifer dan

diaphoresis secara teratur.

Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer.

Kolaborasi :

- Pertahankan pemberian

cairan secara intravena.

- Evaluasi kadar elektrolit.

- Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan

memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan output

cairan.

- Sebagai deteksi awal menghindari gangguan elektrolit sekunder dari

muntah pada pasien peritonitis.

3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya intake makanan yang

adekuat.

Tujuan : Setelah 7x24 jam asupan nutrisi dapat optimal dilaksanakan.

Kriteria evaluasi :

- Bising usus kembali normal dengan frekuensi 5-25x/menit.

- Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.

- Terjadi penurunan gejala kembung dan distensi abdomen.

- Berat badan pada hari ke 7 pasca bedah meningkat minimal 0,5 kg.

INTERVENSI RASIONAL

Evaluasi secara berkala kondisi Sebagai data dasar teknik pemberian asupan nutrisi.

Page 19: Askep Ileus

19

motilitas usus.

Hindari intake apapun secara

oral.

Umumnya, menunda intake makanan oral sampai tanda klinis ileus

berakhir. Namun kondisi ileus tidak menghalangi pemberian nutrisi

enteral.

Berikan nutrisi parenteral. Pemberian enteral diberikan secara hati-hati dan lakukan secara

bertahap sesuai tingkat toleransi dari pasien.

Berikan stimulant permen

karet.

Pada suatu studi pemberian permen karet menunjukkan bahwa

mengunyah permen karet sebagai bentuk pemberian makanan palsu

pada fase pemulihan awal dari ileus pasca bedah setelah laparoskopi

colectomy. 19 pasien yang menjalani elektif laparoskopi colectomy

secara acak. 10 pasien yang ditetapkan ke grup permen karet dan 9

untuk kelompok control. Pada kelompok yang mendapat makanan

palsu berupa permen karet dengan durasi 3x sehari pada hari pertama

pasca operasi. Terjadi flatus lebih cepat pada kelompok yang mendapat

makanan palsu permen karet daripada di kelompok control.

Pantau intake dan output,

anjurkan untuk timbang berat

badan secara periodic (sekali

seminggu).

Berguna untuk mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

Lakukan perawatan mulut. Intervensi ini untuk menurunkan resiko infeksi oral.

Kolaborasi dengan ahli gizi

mengenai jenis nitrisi yang

akan digunakan pasien.

Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan

yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.

3.4 Implementasi

Pelaksanaan asuhan kerawatan merupakan realisasi dari pada rencana

tindakan keperawatan yang telah di terapkan meliputi tindakan idependent, dependetn,

interdependent. Pada pelaksanaan terdiri dari bebrapa kegiatan, validasi, rencana

Page 20: Askep Ileus

20

keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan memberikan asuhan

keperawatan dan pengumpulan data, (Susan Martin, 1998).

3.5 Evaluasi

Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai

berikut :

1) Kemampuan motilitas pasien meningkat dan konstipasi dapat teratasi

2) Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan tubuh

3) Asupan nutrisi tubuh optimal

4) Pasien tidak mengalami syok hipovolemik

5) Terjadi penurunan respons kecemasan

6) Terpenuhinya informasi kesehatan

7) Nyeri terkontrol atau teradaptasi

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan) saluran gastrointestinal

tanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering

disebut dengan ileus paralitik. Obstruksi Ileus adalah gangguan aliran normal isi usus

sepanjang saluran usus, (Selvia A. Price).

Dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal

atau suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan

dapat secara mekanis atau fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau

tindakan.

Page 21: Askep Ileus

21

Perawat sangat perlu melakukan pemantauan pada pasien pascabedah

abdominal dari kondisi ileus. Setelah 2-3 hari pasca-pembedahan abdomen, ileus

merupakan suatu kondisi fisiologis yang normal sekunder dari anastesia dan efek

intervensi bedah, namun istilah ileus kondisi kelumpuhan intestinal dapat bertahan

lebih dari 3 hari pascabedah.

4.2 Saran

Setelah membaca makalah tentang asuhan keperawatan ileus, diharapkan

mahasiswa dapat memahami serta mampu menjelaskan tentang landasan teori serta

mampu mengaplikasikan asuhan keperawatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, dkk. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta :

Gosyen Publishing.

Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pencernaan.

Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, Arif & Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta : Salemba

Medika.

Riyanto, Ahmad. 2012. Konsep Dasar Penyakit Ileus. http://www.google.co.id/. (22

Desember 2012).

Page 22: Askep Ileus

22

Sweeta, Chintya. 2011. Asuhan Keperawatan pada Ileus. http://www.google.co.id/. (22

Desember 2012).