REFERAT DBD.doc

66
BAB I PENDAHULUAN Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. 1,2,3 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007). 4,5 1

Transcript of REFERAT DBD.doc

Page 1: REFERAT DBD.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit

infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue

tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori

“A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang

mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD,

khususnya pada anak.1,2,3 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun

2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan

kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01%

(2007).4,5

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,

disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya

pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang

nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air.6

Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol

vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang optimal

1

Page 2: REFERAT DBD.doc

pada penderita DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat

penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip

utama dalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan pengganti.

Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan

pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif

dan efisien.7

2

Page 3: REFERAT DBD.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam dengue merupakan sindrom

benigna yang disebabkan oleh arthropod-borne virus,

dengan karakteristik demam bifasik, mialgia atau

artralgia, kemerahan, leukopenia, dan limfadenopati.

Demam berdarah dengue (DBD) adalah bentuk yang lebih berat dari demam

dengue, sering kali bersifat fatal. Demam berdarah dengue bermanifestasi dengan

perdarahan, trombositopeni dan meningkatnya permeabilitas vaskular yang dapat

menyebabkan sindrom syok dengue (SSD), suatu keadaan yang dapat

membahayakan kehidupan.8

2.2 Epidemiologi

Di Indonesia, demam berdarah dengue pertama kali dicurigai di

Surabaya pada tahun 1968. Pada saat ini DBD di banyak Negara di kawasan Asia

Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit. Morbiditas

dan mortalitas DBD yang dilaporkan dari berbagai Negara bervariasi dan

3

Page 4: REFERAT DBD.doc

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan

vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue.

Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin penderita,

tetapi kematian lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada

awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan jumlah

penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-95%).

Namun, pada wabah-wabah selanjutnya, jumlah penderia yang digolongkan

dalam golongan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD

terbanyak ialah anak berusia 5-11 tahun.9

4

Page 5: REFERAT DBD.doc

Gambar 1. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue

2.3 Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN-1, DEN-2,

DEN-3 dan DEN-4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses

5

Page 6: REFERAT DBD.doc

(arboviruses), genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Keempat type virus tersebut

telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta.

Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe DEN-

1 dan DEN-3. Sifat nyamuk Aedes Aegypti:

1. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk domestik, yakni nyamuk yang

berada di bangunan-bangunan seperti contohnya rumah dan tersebar luas di

daerah tropis

2. Kemampuan terbang + 40 m, maksimal 100 m

3. Senang dengan benda yang bergantungan dan di tempat yang lembab/gelap

4. Siklus hidup : telur – jentik – kepompong dalam air ( + 7 – 10 hari )

5. Sekali bertelur menghasilkan 100-200 telur

6. Tempat perkembangbiakan adalah di TPA (Tempat Penampungan Air)

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus

dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada

manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes

polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun

merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung

virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.

Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari

(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada

6

Page 7: REFERAT DBD.doc

saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada

telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak

penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk,

nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh

manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period)

sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat

terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari

sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

Gambar 2. Cara Penularan DBD

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus

dengue yaitu:

7

Page 8: REFERAT DBD.doc

1. Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di

lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.

2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan

paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.

3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

2.4 Patogenesis

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue

adalah hipotesis immune enhancement dan hipotesis infeksi sekunder (secondary

heterologous infection theory). Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat

bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah

dengue dan sindrom syok dengue. Respons imun yang diketahui berperan dalam

patogenesis virus DBD adalah:

a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi oleh komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat

replikasi virus pada monosit atau makrofag.

b. Respon selular (Th CD4+ dan Tc CD8+) berperan dalam respon imun selular

terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 memproduksi Interferon

gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan

IL-10.

8

Page 9: REFERAT DBD.doc

c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi

Antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus

dan sekresi sitokin oleh makrofag.

d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya c3a dan

c5.7

Gambar 3. Patogenesis Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan Hipotesis Immune Enhancement

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous

infection yang menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami

infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai

risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD.7 Antibodi heterolog yang telah

9

Page 10: REFERAT DBD.doc

ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian

membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor

dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka

virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi

dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement

(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di

dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi

mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.9

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous

infection dapat dilihat pada Gambar 3 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang

pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari

mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi

antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam

limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.

Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus

antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan

permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang

intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma

10

Page 11: REFERAT DBD.doc

dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam.

Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit,

penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi

pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan

asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok

sangat penting guna mencegah kematian.9

Gambar 4. Patogenesis DBD berdasarkan the secondary heterologous infection

11

Page 12: REFERAT DBD.doc

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi

selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan

mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah

(gambar 4). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD.

Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi

pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat),

sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit

dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia.

Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular

diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product)

sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

12

Page 13: REFERAT DBD.doc

Gambar 5. Proses Terjadinya Perdarahan Pada Pasien DBD

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,

sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di

sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi factor Hageman sehingga

terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang

dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan

oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi

13

Page 14: REFERAT DBD.doc

trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan

memperberat syok yang terjadi.

2.5 Manifestasi Klinis

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan

tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian

infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari

tanpa gejala (asymtomatic), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated

febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah

Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).

Gambar 6. Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue

Demam Dengue

14

Page 15: REFERAT DBD.doc

Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi

mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri

belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya

ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2

hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus

pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain

itu, dapat juga ditemukan petekie. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan

leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat

disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa. Pada keadaan

wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan

seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan

menoragi. Demam Dengue (DD) yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan

dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak

dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran

plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.10

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7

hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala,

nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita

mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan,

namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut yang

15

Page 16: REFERAT DBD.doc

dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Suhu biasanya tinggi (> 39 C).⁰

Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.10

Gambar 7. Kurva suhu pada DBD

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede)

positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada

bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekie halus ditemukan tersebar di

daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada

fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan,

perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya

membesar dengan variasi dari sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun

pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun

pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.10

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi

penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang

16

Page 17: REFERAT DBD.doc

bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan

perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat

mengalami syok.10

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka

demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah

trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai

gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai

pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam.5

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)

ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR, namun karena

teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologi yang mendeteksi adanya antibodi

spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG. Parameter

laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

Leukosit: dapat normal atau menurun.

Trombositopenia : umumnya tampak pada hari ke 3-8

Peningkatan hematokrit >20%, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam

Hipoproteinemia.

SGOT/SGPT dapat meningkat.

Ureum, kreatinin bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

17

Page 18: REFERAT DBD.doc

Elektrolit sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Golongan darah bila akan dilakukan transfusi darah atau komponen darah.

Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue

IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,

menghilang setelah 60-90 hari.

IgG pada infeksi primer, mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi

sekunder terdeteksi hari ke-2.7

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah

pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1

(NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue.

Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen

NS1dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode

ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai

hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi

sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan

memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena

berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1

sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.11

Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan tetapi

apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat ditemui pada kedua

18

Page 19: REFERAT DBD.doc

hemitoraks. Pemeriksaan rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus

kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula

dideteksi dengan pemeriksaan USG.5,7

Gambar 8. Efusi Pleura

2.7 Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di

bawah ini dipenuhi:

a. Klinis

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

19

Page 20: REFERAT DBD.doc

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

Uji bendung positif

Petekie, ekimosis, atau purpura.

Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau

perdarahan di tempat lain.

Hematemesis atau melena.

Hepatomegali

Syok, yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan darah menurun (≤

20 mmHg) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung

hidung, jari, dan kaki. Pasien menjadi gelisah dan sianosis di sekitar mulut.

b. Laboratorium

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma :

o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan

jenis kelamin.

o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

o Tanda kebocoran plasma : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dua kriteria klinis ditambah dua kriteria laboratorium cukup untuk

menegakkan diagnosis kerja DBD.10

20

Page 21: REFERAT DBD.doc

Berdasarkan gejalanya DBD dikelompokkan menjadi 4 dejarat, yaitu:

• Derajat I : Demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan

adalah test Torniquet yang positif atau mudah memar.

• Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan,

pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

• Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan

lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.

• Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak

dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam. 10

21

Page 22: REFERAT DBD.doc

22

Page 23: REFERAT DBD.doc

Gambar 9. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

2.8 Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan

cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat

perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang

perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan

intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter dan

perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dan

koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan

memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal

yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit

DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak

baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan

tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi

masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok)

dengan baik.

1. Demam dengue

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien

dianjurkan:

23

Page 24: REFERAT DBD.doc

Tirah baring, selama masih demam.

Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian

parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena

dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.

Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirup, susu,

disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.

Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda

penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap

komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan

oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase

demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi

penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).

Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena

itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar

hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi,

apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan,

sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak

mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.

24

Page 25: REFERAT DBD.doc

Gambar 10. Penatalaksanaan Kasus Tersangka DBD

25

Page 26: REFERAT DBD.doc

Gambar 11. Penatalaksanaan Kasus Tersangka DBD (lanjutan)

2. Demam Berdarah Dengue

26

Page 27: REFERAT DBD.doc

Perbedaan patofisilogi utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah

adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan

gangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi

mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka

keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis

yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya

kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan

perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada

pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari

peningkatan kadar hematokrit.

Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan

jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata

dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi

penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan

plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik

atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan

sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan

peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit <

50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas,

rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.

Fase Demam

27

Page 28: REFERAT DBD.doc

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat

simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.

Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau

nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.

Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik

tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan

untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1

Dosis Parasetamol menurut Kelompok Umur

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,

anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis,

sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6

jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan

80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum ASI, tetap harus

diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik

diberikan antikonvulsif selama demam.

28

Page 29: REFERAT DBD.doc

Pasien harus diawasi terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode

kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase

demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium

yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat

kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada

umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi.

Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu

normal kembali.

Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin

dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk

Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan

menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb

Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase

penurunan suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya

adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian

cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal

dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering

(setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan

dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Penggantian volume

29

Page 30: REFERAT DBD.doc

cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara

umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.

30

Page 31: REFERAT DBD.doc

Gambar 12. Penataksanaan Kasus DBD

Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak

mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,

ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai

hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang

diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan

glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium

bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat

hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus

sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan

untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5

sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2

Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5 – 8 %)

Berat waktu masuk (kg) Jumlah cairan ml/kg BB per hari

< 7 220

7 – 11 165

12 – 18 132

> 18 88

31

Page 32: REFERAT DBD.doc

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan

berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat

hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat

badan ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat

diperhitungan dari tabel 3 berikut.

Tabel 3

Kebutuhan Cairan Rumatan

Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per kg BB

10 – 20 1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)

> 20 1500 + 20 x kg (diatas 20 kg)

Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah

1500+(20x20) =1900 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena

perembesan plasma tidak konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat

suhu turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dan

kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit.

Penggantian volume yang bedebihan dan terus menerus setelah plasma terhenti perlu

mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase

penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam

intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema

32

Page 33: REFERAT DBD.doc

paru dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai

tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis,

oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau

hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit

meningkat terus-menerus walaupun telah diberi cairan intravena.

Tabel 4

Jenis Cairan (Rekomendasi WHO)

Kristaloid Koloid

Larutan ringer laktat (RL)

Larutan ringer asetat (RA)

Larutan garam faali (GF)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali

(D5/1/2LGF)

Dekstran 40

Plasma

Albumin

Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan

yang mengandung dekstran

3. Sindrom Syok Dengue

Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan

yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien

anak akan cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48

33

Page 34: REFERAT DBD.doc

jam. Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi <20 mm Hg

segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila

syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB.

Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB. Tetesan

diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Bila tidak ada perbaikan pemberian

cairan kristaloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60

menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan

stop pemberian kristaloid dan beri cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg

BB/jam.

34

Page 35: REFERAT DBD.doc

Gambar 13. Penatalaksanaan SSD

Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal

pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.

Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap

35

Page 36: REFERAT DBD.doc

sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan

pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka

berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30

ml/kgBB/ 24 jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap

sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit. Pemeriksaan hematokrit untuk memantau

penggantian volume plasma. Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda

vital telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan

menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan

plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada

pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi.

Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun,

dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan

indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu

diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan

jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai

dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan

menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan

hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan,

tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, dieresis

cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

36

Page 37: REFERAT DBD.doc

Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD,

maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat.

Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana

pasien menjadi lebih kompleks.

Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan

dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai

akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.

Pemberian Oksigen

Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien

syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus

diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker

oksigen.

Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap

pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian

transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata.

Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage)

apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% me.njadi

40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi,

merupakan tanda adanya perdarahan.

37

Page 38: REFERAT DBD.doc

Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena

cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit. Plasma

segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan

masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif

sehingga dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu

tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation products harus

diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID.

Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis.

Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara

teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada

monitoring adalah:

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit

atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis

pasien stabil.

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,

jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah

mencukupi.

Jumlah dan frekuensi diuresis.

38

Page 39: REFERAT DBD.doc

Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume

intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup

1 ml/kgBB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda

overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1

mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin

tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada

umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamin perlu

dipertimbangkan.3

Kriteria Rawat Pasien:

Ada tanda kedaruratan:

- Syok

- Muntah terus menerus

- Kejang

- Kesadaran menurun

- Muntah darah

- BAB hitam

Hematokrit cenderung meningkat setelah 2 kali pemeriksaan berturut-turut

Hemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%)

Kriteria Memulangkan Pasien12

Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini

39

Page 40: REFERAT DBD.doc

1. Tampak perbaikan secara klinis

2. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik

3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

4. Hematokrit stabil

5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl

6. Tiga hari setelah syok teratasi

7. Nafsu makan membaik

2.9 Pencegahan

Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk penyakit demam

berdarah. Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau

mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Insiatif untuk menghapus kolam-kolam

air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga) telah terbukti berguna untuk

mengontrol penyakit yang disebabkan nyamuk, menguras bak mandi setiap seminggu

sekali, dan membuang hal - hal yang dapat mengakibatkan sarang nyamuk demam

berdarah Aedes Aegypti.

40

Page 41: REFERAT DBD.doc

Gambar 14. Pencegahan DBD

Hal-hal yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari

penyakit Demam berdarah, sebagai berikut:

41

Page 42: REFERAT DBD.doc

1. Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga, dan

istirahat yang cukup;

2. Memasuki masa pancaroba, perhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal dan

melakukan 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup wadah yang dapat

menampung air, dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang

perkembangan jentik-jentik nyamuk, meski pun dalam hal mengubur barang-

barang bekas tidak baik, karena dapat menyebabkan polusi tanah. Akan lebih

baik bila barang-barang bekas tersebut didaur-ulang;

3. Fogging atau pengasapan hanya akan mematikan nyamuk dewasa, sedangkan

bubuk abate akan mematikan jentik pada air. Keduanya harus dilakukan untuk

memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk;

4. Segera berikan obat penurun panas untuk demam apabila penderita mengalami

demam atau panas tinggi;

5. Jika terlihat tanda-tanda syok, segera bawa penderita ke rumah sakit.

Bagian terpenting dari pengobatannya adalah terapi suportif. Pasien

disarankan untuk menjaga diet makanannya, terutama dalam bentuk cairan. Jika hal

itu tidak dapat dilakukan, penambahan dengan cairan intravena mungkin diperlukan

untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet

dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis.

42

Page 43: REFERAT DBD.doc

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,

yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:

1. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan

pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat

perkembangbiakan hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.

Sebagai contoh :

Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.

Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.

Menutup dengan rapat tempat penampungan air.

Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumnah dan

lain sebagainya.

2. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pernakan jentik

(ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).

3. Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan:

Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna

untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.

43

Page 44: REFERAT DBD.doc

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air

seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lainl lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”, yaitu menutup,

menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara

ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,

memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang

obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dIl sesuai dengan kondisi setempat.13

2.10. Diagnosis Banding

Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam dengue

dan peyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis yaitu campak, demam

chikunguya, leptospirosis, malaria atau penyakit darah seperti trombositopenia

purpura idiopatik, maka gejala penyerta lain harus ditanyakan seperti batuk, pilek,

diare, tipe demam, menggigil, pucat, ikterus, dan lainnya.14

2.11 Komplikasi

Pada DD tidak terdapat komplikasi berat namun anak dapat mengeluh

lemah/lelah (fatigue) saat fase pemulihan. Komplikasi berat dapat terjadi pada DBD

yaitu ensefalopati dengue pada DBD dengan atau tanpa syok, kelainan ginjal akibat

44

Page 45: REFERAT DBD.doc

syok berkepanjangan dapat menyebabkan gagal ginjal akut, atau edem paru akut,

kerusakan hati, kejang, dan syok.15,16

2.12 Prognosis

Kematian dapat terjadi pada 40-50 % pasien DHF dengan syok (DSS), namun

dengan perawatan intensif yang tepat angka kematian bisa ditekan hingga 1 %.8

Prognosis DHF tergantung dari saat diagnosis adanya perembesan plasma ditegakkan

yaitu saat terjadi penurunan trombosit disertai peningkatan hematokrit. Fase kritis

adalah saat suhu turun yaitu antara hari ketiga sampai kelima sakit. Pemberian cairan

garam isotonik intravena sebagai pengganti kehilangan plasma dapat mengurangi

derajat beratnya penyakit.5

45

Page 46: REFERAT DBD.doc

BAB III

KESIMPULAN

Demam berdarah dengue tetap menjadi salah satu masalah kesehatan di

Indonesia. Dengan mengikuti kriteria WHO 1997, diagnosis klinis dapat segera

ditentukan. Di samping modalitas diagnosis standar untuk menilai infeksi virus

Dengue, antigen nonstructural protein 1 (NS1) Dengue, sedang dikembangkan dan

memberikan prospek yang baik untuk diagnosis yang lebih dini.

Terapi cairan pada DBD diberikan dengan tujuan substitusi kehilangan cairan

akibat kebocoran plasma. Dalam terapi cairan, hal terpenting yang perlu diperhatikan

adalah: jenis cairan, jumlah serta kecepatan, dan pemantauan baik secara klinis

maupun laboratorium untuk menilai respon kecukupan cairan.

46

Page 47: REFERAT DBD.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Suroso. T. Hadinegoro SR, Wuryadi S, Sumanjuntak G, Umar AI, Pitoyo PD, et.al.

Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Demam Berdarah Dengue. WHO dan

Depkes. RI, Jakarta 2000. P.3 – 58.

2. Dinkes Sukoharjo. Laporan Situasi Penyakit Demam Berdarah Dengue di

Sukoharjo. Subdin P2P. Sukoharjo 2004.

3. Soedarmono, Sp. Demam Berdarah Dengue. Medika 1995: XXI ( 10 ) : 798 - 808.

4. KS. Tatang. Demama Berdarah Dengue : Pengamatan Klinik dan Pelaksanan di

rumah sakit. Ebes Papyus 2001 : 7.(3).

5. Sumarmo. Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. Universitas Indonesia (UI –

press). Jakarta. 1999.

6. Indrawan. Mengenal dan Mencegah Demam Berdarah. Bandung :CV. Pionir Jakarta

: 2001.

7. Thomas. S. Dkk. Epidemiologi dan Penanggulangan penyakit DBD Di Indonesia

Saat ini. Dalam Demam Berdarah Dengue..

8. Suroso. Pranoto. Pencegah dan pemberantasan DBD Simposium DBD Jakatra 1998.

9. Depkes RI. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Menular, Penyakit Demam

Berdarah Dengue. Dir Jend. P2M dan PL Jakarta .1999. hal 12 – 13.

10. Depkes RI. Petunjuk Teknis Pengamatan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Dit.

Jend P2M dan Pl jakarta 1999 hal 15.

11. Http://Virus Penyebab Demam Berdarh. Com/hg/berita.asp2 id = 123611

47

Page 48: REFERAT DBD.doc

12. Http:// Gambaran Klinis Demam Berdarah . Com/hg/berita.asp2 id = 123611

13. Http://TingginyaKasusDemamBerdarah.Com/hg/nusa/jawamadura/2006/12/10/

brk,20061210-89229.id.html

14. Depkes RI. Pedoman Pengamatan Dan Penamggulangan Kejadian Luar Biasa

(KLB) di Indonesia. Dir. Jend P2M dan PL Jakarta :2005.

15. Notoatmojo. Soekijo, Sarwono Salita. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan .Badan

penerbit kesehatan Masyarakat FKM. UI. Jakarta.

16. Smert Bart. Psikologi Kesehatan. Gramedia Widiasarana. Indonesia.

48