LAPSUS DBD.doc

29
BAB I ILUSTRASI KASUS 1.1 Indentitas Nama : An.X Umur : 10 tahun Jenis kelamin : Laki-laki 1.2 Anamnesis Keluhan utama : Kaki dan tangan dingin tiba-tiba Keluhan tambahan : Demam, nyeri ulu hati, tampak mengantuk. Riwayat perjalanan penyakit : ± 4 hari SMRS, demam tinggi mendadak, terus menerus, demam tidak menurun walaupun sudah diberikan obat penurun panas. Menggigil (-), kejang (-), mual (-), muntah (-), sakit di daerah perut (+), batuk (-), pilek (-), nafsu makan seperti biasanya, BAK seperti biasa warna kuning jernih, BAB tidak ada keluhan. ± 2 jam SMRS kaki dan tangan os dingin tiba- tiba, pasien tampak lemah dan mengantuk. Lalu os dibawa ke IGD Rumah Sakit. Kejang (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (+), mencret (-), batuk (-), pilek (-), BAK seperti biasa warna kuning jernih (terakhir 4 jam SMRS), BAB tidak ada keluhan. 1.3 Riwayat penyakit dahulu 1

Transcript of LAPSUS DBD.doc

Page 1: LAPSUS DBD.doc

BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 Indentitas

Nama : An.X

Umur : 10 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

1.2 Anamnesis

Keluhan utama : Kaki dan tangan dingin tiba-tiba

Keluhan tambahan : Demam, nyeri ulu hati, tampak mengantuk.

Riwayat perjalanan penyakit :

± 4 hari SMRS, demam tinggi mendadak, terus menerus, demam tidak

menurun walaupun sudah diberikan obat penurun panas. Menggigil (-), kejang

(-), mual (-), muntah (-), sakit di daerah perut (+), batuk (-), pilek (-), nafsu

makan seperti biasanya, BAK seperti biasa warna kuning jernih, BAB tidak ada

keluhan.

± 2 jam SMRS kaki dan tangan os dingin tiba-tiba, pasien tampak lemah

dan mengantuk. Lalu os dibawa ke IGD Rumah Sakit. Kejang (-), mual (-),

muntah (-), nyeri ulu hati (+), mencret (-), batuk (-), pilek (-), BAK seperti biasa

warna kuning jernih (terakhir 4 jam SMRS), BAB tidak ada keluhan.

1.3 Riwayat penyakit dahulu

Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal.

Riwayat trauma disangkal.

1.4 Riwayat penyakit dalam keluarga

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

1.5 Riwayat status gizi

Anak laki-laki umur 10 tahun dengan BB 28 kg, dan tinggi badan 120 cm.

Status gizi berdasarkan IMT menurut umur (WHO 2007) adalah baik atau normal.

1

Page 2: LAPSUS DBD.doc

1.6 Pemeriksaan Fisik

1.6.1 Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Delirium

Tekanan darah : 90/70 mmHg

Suhu : 35º C (axilla)

Pernafasan : 32 x/menit

Tipe Pernapasan : torakoabdominal

Nadi : 140 x/menit (lemah)

Kulit ;

Turgor : Baik < 2 detik

Ptechie : (-)

1.6.2 Pemeriksaan Khusus

Kepala

Bentuk : Normochepal

Rambut : lurus, hitam, tidak mudah dicabut

Edema : (-)

Mata

Refleks cahaya : (+/+)

Pupil : isokor kiri dan kanan

Conjungtiva anemis : (-/-)

Sklera ikterik : (-/-)

Mata cekung : (-/-)

THT : Dalam batas normal

Mulut : Dalam batas normal

Leher : Dalam batas normal

Thorax

Paru:

Bentuk : simetris kiri dan kanan

Bentuk pernapasan : Torakoabdominal

2

Page 3: LAPSUS DBD.doc

Retraksi : (-)

Bunyi nafas tambahan : rhonki (-), wheezing (-)

Jantung:

Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan bunyi jantung II reguler,

Bising jantung : Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

Bentuk : simetris, datar

Bising usus : (+), ↓

Hepar dan Lien : Sulit dinilai

Ekstremitas Superior Inferior

Akral digin : (+/+) (+/+)

Capillary refill : >2” >2”

Uji tourniquet : (-)

1.7 Pemeriksaan Khusus

Laboratorium IGD:

Hematologi

WBC : 1950 /mm3

RBC : 5,62 106/mm3

HGB : 9 L g/dl

PLT : 60 103 /mm3

HCT : 40 vol%

1.8 Pemeriksaan Anjuran

- Pemeriksaan Hb, Ht, dan Trombosit secara serial

- Pemeriksaan kimia darah

- Darah rutin.

- Pemeriksaan serologi dengue: IgG dan IgM.

- Cek GDS

- Pemeriksaan urin rutin

- Rontgen thorax

3

Page 4: LAPSUS DBD.doc

1.9 Diagnosa Kerja

Dengue Syok Syndrom + Anemia sedang + Gizi baik.

1.10 Diagnosa Banding

- Malaria

- Campak

- Thypoid fever

- Syok sepsis

1.11 Penatalaksanaan

Medikamentosa

- Oksigen nasal 1-3 L/menit

- IVFD RL 20 cc/kgBB/30 mnt (560cc/30menit, 373 tetes/menit (makro))

kemudian bila syok teratasi dilanjutkan IVFD RL 10 cc/KgBB/jam

(280cc/jam atau 93 tetes/menit makro) bila tidak teratasi maka lanjutkan

IVFD RL 560cc/jam. Jika kondisi tetap stabil dan membaik maka cairan

diturunkan menjadi 140 cc/jam. Jika dalam 24 jam kondisi membaik dan

stabil maka cairan diturunkan lagi menjadi 84 cc/jam.

- Paracetamol 3 x 500 mg PO bila suhu > 38oC

- Fe syr 3x1 50mg

- Pasang kateter

- Observasi tanda-tanda vital per 30 menit

- Observasi tanda perdarahan

Non medikamentosa

- Bedrest (tirah baring) 

- Minum air yang banyak 

- Diit makanan yang mengandung banyak zat besi.

1.12 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

4

Page 5: LAPSUS DBD.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi

Dengue yang juga dikenal sebagai breakbone fever  adalah sebuah penyakit

infeksi tropis yang disebabkan oleh virus dengue. Gejalanya memiliki spectrum klinis

yang bervariasi meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot dan tulang dan ruam kulit yang

khas seperti penyakit campak. Dalam kasus yang relatif jarang, penyakit ini dapat

progresif menjadi sebuah penyakit yang mengancam nyawa akibat dari perdarahan,

trombositopenia dan kebocoran plasma dimana membawa keadaan syok yang dikenal

sebagai dengue shock syndrome (DSS).1,2,4,7

 

Bagan 1. Spektrum Klinis (Simptomatis) Infeksi Virus Dengue.

Pada klasifikasi ini, DF dibedakan dari DHF grade I sampai IV dimana DSS

sama dengan DHF grade III/ IV. Namun demikian, trombositopenia dan perdarahan

spontan/ provokasi dapat terjadi pada demam dengue. Secara sederhana, klasifikasi ini

membagi infeksi dengue menjadi dengue ringan dan dengue dengan keadaan yang berat.

Mungkin perrmeabilitas plasma bukan hal yang utama dalam keadaan dengue yang

berat seperti hemokonsentrasi, efusi pleura dan asites tetapi penanda gejala dengue yang

berat meliputi keadaan syok (ekstermitas yang dingin, tekanan nadi yang lemah,

perpanjangan waktu CRT), perubahan kesadaran, perdarahan mukosa (hematemesis,

melena, atau perdarahan dari hidung atau gusi) dan manifesatasi berat lainnya

(kerusakan hati, cardiomyopaty, ensephalopaty, dan ensefalitis).9 

2.2 Etiologi

5

Page 6: LAPSUS DBD.doc

Terdapat 3 faktor yang memegang peranan penting dalam penularan infeksi

virus yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada

manusia melalui gigitan nyamuk aedes.2,3,4

Virus dengue sebagai penyebab DF, DHF dan DSS termasuk

kelompok arbovirus (arthopod borne virus) yang dikenal sebagai genus flavivirus,

famili flaviviridae dan hingga saat ini terdapat 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,

DEN-3 dan DEN-4. DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang paling

banyak menjadi penyebab. DEN-3 merupakan serotipe dominan di Indonesia dan

diasumsikan menjadi penyebab manifestasi klinis yang berat walaupun akhir-akhir ini

DEN-2 mulai cenderung mendominasi. DSS cenderung terjadi pada urutan infeksi

serotipe tertentu yakni DEN-1 yang disusul DEN-2 sebanyak 20% dan DEN-3 yang

disusul DEN-2 sebanyak 2%.3,5,7

 Infeksi salah satu serotipe akan memberikan perlindungan seumur hidup

terhadap serotipe tersebut tetapi proteksi silang antar serotipe hanya berlangsung singkat

bahkan cenderung mengakibatkan penyakit berat (Demam Berdarah Dengue/ Sindrom

Syok Dengue).

Virus ini ditularkan oleh nyamuk Aedes. Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk

aedes, yaitu aedes aegypti dan aedes albopictus. Terdapat perbedaan pada profil kedua

nyamuk ini yakni aedes aegypti lebih sering ditemukan dan merupakan nyamuk daerah

tropis yang hidup dan berkembang biak di dalam rumah, nyamuk ini tampak berlurik

dengan bintik putih yang biasanya menggigit pada pagi dan sore hari sementara aedes

albopictus mempunyai daur hidup di luar rumah, menggigit pada siang hari dan jarak

terbang lebih pendek dibandingkan aedes aegypti. Selain kedua tipe tersebut, spesies

seperti aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan

vektor yang kurang berperan dalam transmisi kepada manusia.3, 5

 Nyamuk aedes mendapatkan virus dari darah yang penderita yang mengalami

viremia. Virus berkembang biak di tubuh nyamuk dalam waktu 8-10 hari (extrinsic

incubation periode). Setelah itu virus ditularkan kepada telur- telur

nyamuk (transovarian transmission) tetapi tidak bermakna kepada transmisi manusia.

Virus dapat ditularkan kepada manusia seumur hidup nyamuk. Di tubuh manusia, virus

memerlukan waktu masa tunas 6 hari (intrinsic incubation periode). Penularan kepada

nyamuk hanya dapat terjadi pada saat manusia mengalami viremia yakni 2 hari sebelum

6

Page 7: LAPSUS DBD.doc

panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Penyakit ini mudah menjadi endemik karena

nyamuk dikatakan sebagai multiple bitters.2, 3

 

2.4 Patogenesis

Patogenesa DHF dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial dan

belum dapat dimengerti sepenuhnya. Dua hipotesis yang banyak dianut antara lain

secondary heterologous infection dan antibody dependent enhancement  (ADE). DSS

acap kali dihubungkan dengan infeksi virus dengue yang besifat heterolog sekunder.

Pada infeksi sekunder, antibodi heterolog yang didapat dari infeksi primer akan

membentuk kompleks antigen-antibodi. Fa dan Fb akan berikatan dengan reseptor

antigen pada permukaan virus yang dikenali sementara Fc akan berikatan dengan

makrofag. Oleh karena antibodi heterolog, virus tidak dapat dinetralisasikan sehingga

virus berkembang biak dalam sel makrofag. Pada hipotesis ADE, antibodi non-

neutralisasi yang terbentuk meningkatkan potensi virus untuk masuk kedalam sel

mononuklear dimana ADE bersifat sitofilik. Sebagai tanggapan terhadap infeksi

tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif, peningkatan permeabilitas pembuluh darah

sehingga membawa keadaan syok dan hipovolemia.1,2,3,7,8

 Sebagai infeksi sekunder oleh tipe virus yang berlainan, dalam waktu beberapa

hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan antibodi

IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue dalam sel limfosit yang

bertransformasi. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang

selanjutnya mengakibatkan aktivasi system komplemen, aktivasi koagulasi dan

agregrasi trombosit.3,5,6

Peredaran kompleks antigen-antibodi meningkat dalam kadar tinggi, penurunan

komplemen C3 berkaitan dengan derajat beratnya penyakit. Dari beberapa penilitan

yang dilakukan dari serum ibu manusia yang anaknya menderita DHF atau anak yang

mendapat DHF menunjukan bahwa sirkulasi antibodi merupakan resiko terkuat yang

berkaitan dengan perkembangan penyakit. Penurunan trombosit, penurunan faktor

hageman, penurunan kadar fibrinogen dan beredarnya pecahan fibrin menandakan

koagulasi intravaskular disemata. Oleh karena vaskulitis merupakan bagian intergral

penyakit yang berperan dalam proses perdarahan. Cedera kapiler akan menyebabkan

plasma bocor ke ekstravaskuler. Bersamaan dengan muntah menimbulkan

7

Page 8: LAPSUS DBD.doc

hemokonsetrasi, hipovolemia dan kerja jantung bertambah, hipoksia jaringan, asidosis

metabolik dan hiponatremia.1,2,3,6,8

Gambar 1. Keterlibatan Sistem Komplemen dalam Melawan Infeksi Mikroorganisme

(diilustrasikan mikroorganisme sebagai mikroba, hal yang hampir sama terjadi pada virus hanya

saja teraktivasi melalui classical pathwaydan alternative pathway, melalui potein plasma-

properdin faktor B dan D).

Pada awal stadium akut infeksi dengue sekunder, ada aktivasi cepat system

komplemen pada kompleks antigen-antibodi, kadar C1q, C3, C4, C5-C9 dan

proaktivator C3 mengalami depresi dan kecepatan katabolik C3 naik. Komplemen dapat

diaktivasi melalui jalur klasik yaitu fiksasi C1 terhadap kompleks antigen-antibodi.

Pelepasan C3a dan C5a mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah kapiler.3,5

8

Page 9: LAPSUS DBD.doc

Bagan 2. Patogenesa DSS.

C3a dan C5a akan meningkatkan permeabilitas vaskular dan menyebabkan

vasodilatasi dengan menginduksi mast cells untuk melepaskan histamin.

Produk komplemen ini juga disebakan anafilaktosin karena aksi komplemen ini mirip

dengan sel mast yang merupakan reaksi alergi yang parah disebut sebagai anafilaksis.

C5a juga mengaktivasi jalur lipoksigenase pada metabolisme asam arakidonat pada

netrofil da makrofag yang menyebabkan pelepasan mediator inflamasi; meningkatkan

aktivitas leukosit adhesi ke endothel dan bersifat kemotaksis terhadap netrofil, monosit,

eosinofil dan basofil. Komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi

berbagai sitokin seperti TNF, IFN Gamma dan interleukin (IL-2 dan IL-1).2,7

 

9

Page 10: LAPSUS DBD.doc

Bagan 3. Patogenesa Infeksi Dengue hingga Membawa pada Keadaan DHF dan DSS.

 Kompleks antigen-antibodi dalam sirkulasi darah dapat mengakibatkan

trombosit kehilangan fungsi agregrasi karena akibat dari perlekatan kompleks pada

membran trombosit dan trombosit juga mengalami perubahan bentuk sehingga

difagositosis oleh sistem retikuloendotelial sehingga terjadi trombositopenia. Disamping

itu, trombosit yang mengalami metamorphosis mengaktifkan sistem koagulasi. Pada

beberapa penilitian yang dilakukan menunjukan bahwa menurunnya kadar fibrinogen

dan faktor pembekuan bukan hanya karena konsumsi sistem koagulasi tetapi konsumsi

sistem fibrinolisis. Pada stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis.3,5,6,7

Akibat dari pembekuan intravaskular yang luas, plasminogen akan berubah

menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilaktosin dan penghancuran

fibrin sehingga beredarnya pecahan fibrin degradation product (FDP). Menurunnya

fungsi hati akan menambah berat perdarahan.5,6,7

 Lesi patologis berupa perdarahan ringan sampai sedang dapat ditemukan

disaluran cerna atas, perdarahan ptechiae lazim ditemukan di sekat

interventrikuler jantung, perikardium dan permukaan visera major. Pada keadaan yang

jarang, perdarahan terlihat di paru-paru, hati, adrenal dan ruang subaraknoid. Hati biasa

mengalami pembesaran. Efusi bercak kuning dan berdarah pada ¾ penderita. Secara

10

Page 11: LAPSUS DBD.doc

mikroskopis, edema perivaskuler pada jaringan lunak dan diapedesis sel darah merah

menyebar. Megakariosit banyak ditemukan pada kapiler paru-paru, glomerulus ginjal

dan sinusoid organ RES (reticuloendothelial system). Virus dengue tidak dapat diisolasi

dari jaringan yang mati.6,7,8

2.5 Diagnosa

Syok biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun antara hari ke-3

sampai hari ke-7. Pasien mula-mula gelisah kemudian jatuh kedalam syok yang ditandai

dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat lemah, tekanan nadi < 20

mmHg. Dengan diagnosis biasanya teratasi dengan segera namun bila terlambat

diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan

berbagai penyulit seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna hingga

memperburuk prognosis.3

Tabel 1. Derajat Penyakit DHF menurut WHO, 1997.

Gejala klinis diawali dengan demam mendadak disertai muka kemerahan

(flushed face) dan gejala klinis lain yang tidak khas, seperti nyeri kepala, nyeri otot dan

sendi, nyeri epigastrium, anoreksia, muntah dan pada beberapa pasien mengeluhkan

nyeri tenggorokan dan ditemukan faring hiperemis.3,5

11

Page 12: LAPSUS DBD.doc

Gambar 2. Perjalanan Penyakit Dengue.

Penyakit ini didahului demam tinggi mendadak, terus menerus berlangsung

dalam 2-7 hari naik turun dan tidak turun dengan obat anti piretik maupun surface

cooling. Bila hipereksia dapat terjadi kejang demam. Pada saat fase demam cenderung

turun pasien akan tampak sembuh tapi hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai awal

kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam. Hari ke 3 sampai ke 5 adalah fase

kritis yang harus dicermati karena pada hari ke 6 dapat terjadi syok. Kemungkinan

terjadi perdarahan ketika trombosit sangat rendah < 20.000 /uL.1,3

Tanda perdarahan adalah manifestasi dari vaskulopati, trombositopenia dan

gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Tanda ini

dapat muncul pada hari pertama muncul demam atau pada fase kritis. Perdarahan

terbagi atas 2 jenis perdarahan yaitu; perdarahan terprovokasi dan perdarahan spontan.

Perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji torniquet (rumple leede/

uji bendung), ptechiae, purpura dan ekimosis. Perdarahan lain adalah perdarahan gusi,

melena dan hematemesis. Pada kasus yang jarang dapat terjadi perdarahan

subkonjungtiva dan hematuria. Perdarahan provokasi yang diuji melalui uji torniquet

dikatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm di volar dan

fossa cubiti.3,5

 Hepatomegali umumnya ditemukan pada permulaan penyakit dapat diraba 2-4

cm dibawah lengkung iga bawah kanan. Walaupun derajat pembesaran hati tidak

berbanding lurus dengan beratnya penyakit namun proses dari tidak teraba menjadi

teraba dapat meramalkan perjalanan penyakit. Nyeri perut lebih tampak  jelas pada anak

12

Page 13: LAPSUS DBD.doc

besar dari pada anak kecil. Nyeri tekan pada tepi hati berhubungan dengan adanya

perdarahan. Pada sebagian kecil kasus dapat dijumpai ikterus.3

 Sesaat sebelum syok sering kali pasien mengeluh nyeri perut, keadaan pasien

amat lemah dan sangat gelisah. Beberapa saat setelah suhu turun, bisa dijumpai

kegagalan sirkulasi; pasien menjadi gelisah, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan

lembab pada ujung jari dan kaki, nadi cepat, lemah dan sampai tak teraba. Keadaan

profound shock terjadi pada waktu tekanan darah dan nadi tidak dapat terukur lagi.3,5

 Dari pemeriksaan darah rutin, jumlah leukosit normal tetapi ada dominasi

netrofil pada awal fase dan limfositosis pada fase demam akhir yang dijumpai pada hari

ketiga sama ketujuh. Trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan

suhu turun. Jumlah trombosit < 100.000/ uL biasanya pada hari ke-3 sampai hari ke-7.

Hemokonsentrasi dengan peningkatan diatas 20% mencerminkan peningkatan

permeabilitas plasma dan perembesan plasma. Pemeriksaan radiologis pada DSS bisa

didapati efusi pleura di sebelah hemitoraks kanan.3,6

 Diagnosis definitif infeksi virus dengue hanya dilakukan di laboratorium

dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus atau RNA dalam serum atau jaringan

tubuh dan deteksi antibodi spesifik dalam serum pasien. Sementara diagnosis serologis

dapat ditentukan dengan 5 jenis uji yaitu  Haemaglutination Inhibition test, Complement

Fixation test, Neutralization test, IgM dan IgG Elisa.3,5,6

Dasar diagnosis DBD ( WHO 1997):

Klinis

Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari

Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif

dan bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),

hematemesis atau melena.

Pembesaran hati

Syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun

(menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan

sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang

teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari, dan kaki,

pasien menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut

Pemeriksaan Penunjang 

13

Page 14: LAPSUS DBD.doc

Laboratorium

Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)

Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,

dengan manifestasi sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit > 20% dari nilai standar

Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan

Efusi pleura/perikardial, asites, dan hipoproteinemia.

Dua kriteria klinis ditambah dari satu dari kriteria laboratorium cukup untuk

menegakkan diagnosis DBD. 10,12,13

2.6 Penatalaksanaan

 Terapi bersifat simtomatis dan suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya

perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Syok diobat dengan

cara biasa yaitu cairan intravena dan pengembang plasma. Strategi keberhasilan adalah

pemilihan cairan dan jenis cairan serta pengawasan klinis. Penentuan hematokrit

bermanfaat untuk menentukan tanda awal pemekatan darah yang biasanya mendahului

kegagalan persedaran darah. Asidosi metabolik harus segera dikoreksi. Beberapa pasien

sangat gelisah dapat memerlukan sedatif. Indikasi transfusi hanya bila mengalami

perdarahan hebat seperti hematemesis dan melena.1,3

14

Page 15: LAPSUS DBD.doc

Bagan 5. Tatalaksana DSS.

 Tatalaksana DSS adalah penggantian cairan berupa IVFD dengan cairan

resusitasi seperti ringer laktat, ringer asetat dan normal saline 10-20 ml/kgBB

secepatnya dalam waktu 30 menit dan oksigen 2 liter/i. Untuk syok berat langsung

penambahan koloid seperti dekstran, gelatin dan HES (Hydroxyl Ethyl Stratch).

Pemberian HES dan dekstran tidak boleh diberikan pada pasien KID. Observasi tekanan

darah dan nadi tiap 15 menit, trombosit tiap 6 jam. Pemeriksaan elektrolit dan gula

darah perlu dilakukan. Kemudian rencanakan apabila syok telah teratasi atau belum bisa

15

Page 16: LAPSUS DBD.doc

teratasi. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan

cairan dan pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin.3,5,7

 Selain melakukan pengobatan secara simtomatis dan suportif, pemantauan juga

perlu dilakukan misalnya nadi, tekanan darah, respirasi, temperatur harus dicatat tiap

15-30 menit sampai syok teratasi, hematokrit juga dipantau tiap 4- 6 jam sampai pasien

stabil. Selain itu, balance cairan harus diperhatikan. Salah satu penanda penggantian

volume intravaskular terpenuhi adalah kecukupan diuresis.7

2.7 Diagnosa Banding

Demam tifoid, campak

Infeksi virus pada saluran napas bagian atas

Malaria.

Infeksi Saluran Kemih

Sepsis

Idiophatic Trombocytopenic Purpura (ITP), leukemia, dan anemia

aplastik.

Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan DBD

dari penyakit lain.12,13

2.8 Prognosa

 Penyembuhan DHF dengan atau tanpa syok sulit diramalkan. Perubahan

keadaan dapat berubah dengan cepat dalam waktu 12-24 jam. Pada masa penyembuhan

biasanya terjadi dalam 2-3 hari jika pengobatan adekuat, kadang-kadang ditemukan

bradikardi dan aritmia serta timbul ruam pada kulit. Kembalinya nafsu makan adalah

penanda prognostik yang baik. Kesadaran pasien bukan penanda penting kesembuhan

karena banyak pasien yang masih tetap sadar meskipun pada stadium akhir. Panas

mempunyai nilai prognostik yang tinggi dimana bila demam > 39,0oC mempunyai nilai

prognostik yang lebih jelek.3,5

 Kematian terjadi pada 40-50% penderita DSS tetapi dengan perawatan yang

intensif kematian kurang dari 2%. Ketahanan hidup secarra langsung terkait dengan

manajemen awal dan intensif.

Pasien baru dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa

antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan klinis, hematokrit stabil, trombosit

16

Page 17: LAPSUS DBD.doc

> 50.000 /uL dan cenderung meningkat serta tidak dijumpai distress pernapasan. Jika

syok telah teratasi maka harus ditunggu 3 hari setelah syok hilang.1,3,7

BAB III

ANALISA KASUS

17

Page 18: LAPSUS DBD.doc

Pada pasien ini ditegakan diagnosa dengue shock syndrome karena dari hasil

pemeriksaan didapatkan : 

1. Anamnesa

Gejala awal demam tinggi ± 4 hari SMRS dan terus menerus, sudah

meminum obat penurun panas namun tidak ada perubahan, dan sakit di daerah

perut. Hal ini merupakan gejala awal dari demam dengue dengan diagnose

banding nya seperti demam thypoid, malaria, campak, serta penyakit infeksi

lainnya.

Datang ke rumah sakit dengan keluhan kaki dan tangan teraba dingin

tiba-tiba, dan os seperti mengantuk (penurunan kesadaran), menggambarkan

gejala klinis yang mengarah pada syok.

2. Pemeriksaan fisik 

Pada saat pemeriksaan fisik dan pemantauan tanda vital, ditemukan

tanda-tanda syok berupa kesadaran menurun (delirium), tekanan darah 90/70

mmHg, nadi 140 kali per menit dan lemah, suhu turun 35oC, serta ekstrimitas

yang dingin dan lembab, capillary refill >2”.

3. Pemeriksaan laboratorium

Didapatkan jumlah leukosit 1950/mm3 (leukopenia) menandakan adanya

infeksi dari virus dengan diagnosa banding adanya sepsis.

Trombosit 60.000/mm3 (trombositopenia) merupakan tanda dari gejala

DHF.

Haemoglobin 9 g/dl menunjukkan adanya anemia sedang dengan

diagnosis banding nya anemia defisiensi besi, dan anemia aplastik, Di Indonesia

anemia yang paling sering adalah akibat kekurangan zat besi. Pada anak-anak

pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, kebutuhan besi akan meningkat

sehingga pada periode ini insiden anemia defisiensi Fe meningkat. Dalam kasus

ini perlu dilakukan evaluasi Hb dan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan

jenis anemia pada pasien ini.

Hematokrit 40% (dalam batasan normal). Berdasarkan literatur

peningkatan hematokrit >20% menandakan adanya kebocoran plasma karena

18

Page 19: LAPSUS DBD.doc

peningkatan permeabilitas kapiler, pada kasus ini hematokrit masih dalam

batasan normal, perlu dilakukan evaluasi serial pemeriksaan hematokrit.

Berdasarkan tinjauan pustaka, dua kriteria klinis ( demam tinggi mendadak dan

terus menerus dan gejala syok) ditambah dari satu dari kriteria laboratorium

(trombositopenia) maka diagnosis DBD grade III (Dengue Syok Sindrome) dapat

ditegakkan.

Penatalaksanaan awal sesuai dengan penatalaksanaan dari DSS yaitu dengan

memperhatikan jalan nafas dan pernafasan (airway dan breathing) dalam kasus ini

diberikan oksigen nasal 1-3 L/menit.

Kemudian dilakukan penggantian volume plasma segera (circulation) dengan

pemberian Ringer laktat 20 cc/kgBB/30 menit, kemudian bila syok teratasi dilanjutkan

10 cc/kgBB/jam. Bila syok belum teratasi maka dilanjutkan 20 cc/kgBB/jam. Jika

kondisi tetap stabil dan membaik maka cairan diturunkan menjadi 5 cc/kgBB/jam. Dan

jika kondisi stabil dan membaik dalam 24 jam diturunkan lagi menjadi 3cc/kgBB/jam.

Dasar patogenesa DBD adalah perembesan plasma, yang terutama terjadi pada

fase afebris. Pengobatan yang utama adalah penggantian volume cairan plasma yang

menghilang. Dari beberapa jenis cairan rumatan, cairan kristaloid adalah yang lebih

direkomondasikan oleh WHO. Pada kasus ini Ringer laktat (RL) terpilih karena selain

RL memiliki komposisi isotonis dengan plasma, RL juga lebih banyak mengandung

NaHCO3 dibanding jenis koloid lainnya. sehingga RL memiliki dua efek, selain

mengganti plasma yang hilang akibat perembesan plasma, juga dapat mengatasi atau

mencegah terjadinya asidosis metabolik.

Pemberian pengobatan simptomatik pada kasus ini diberikan paracetamol

sebagai antipiretik bila suhu >38oC.

Pemberian Fe sirup sebagai terapi anemia sedang dengan dosis 4-6

mg/kgBB/hari dengan dosis dibagi tiga.

Pemasangan kateter digunakan sebagai kontrol diuresis selama pemberian

resusitasi cairan.

Evaluasi ketat tanda-tanda vital, tanda perdarahan, diuresis dan pantau Hb, Ht,

dan trombosit serial.

19

Page 20: LAPSUS DBD.doc

Anak laki-laki umur 10 tahun dengan BB 28 kg, dan tinggi badan 120 cm.

Dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) didapatkan IMT anak tersebut 19,44

kg/m2. Berdasarkan standar penilaian status gizi berdasar IMT menurut umur (WHO

2007) anak umur 10 tahun dengan IMT 13,8-21,3 adalah normal.

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: LAPSUS DBD.doc

1. Behrman, Kleigman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. 15Th

ed.Jakarta: EGC; 2005.

2. Brooks GeoF, Butel Janet S, Morse Stephen A. Mikrobiologi

Kedokteran.Jakarta: EGC; 2007.

3. Hadinegoro Sri Rezeki H, Soegijianto, Wuryadi, Suharyono, SurosoThomas.

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. 3 rd ed.Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia; 2004.

4. Hay William W, Hayward Anthony R, Levin Myron J, Sondheimer JudithM.

Lange Current Pediatric Diagnosis and Treatment. 6 th ed. New York:McGraw

Hill; 2007.

5. Rampengan TH. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. 2nded. Jakarta: EGC;2007.

6. Rudolph Abraham M, Hoffman Julien I E, Rudolph Colin D. Buku AjarPediatri

Rudolph. Vol 1. 20 th ed. Jakarta: EGC; 2007.

7. Soedarmo Sumarmo S, Garna Herry, Hadinegoro Sri Rezeki S, SatariIrawan

Hindra. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2 nd ed. Jakarta;Ikatan Dokter

Anak Indonesia; 2010.

8. Sumarno, Sunaryo, Poorwo, Soedarmo. Demam Berdarah (Dengue) padaAnak.

Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia; 2005.

9. WHO. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome in

the Context of the Integrated Management of ChildhoodIllness. Jenewa: WHO;

2005.

10. Wastoro Dwi, Muryawan, Anindita. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.

Semarang: Badan Penerbit Universitas diponegoro; 2011.

11. Depkes RI. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue Disarana Pelayanan

Kesehatan. Departemen Kesehatan RI Jakarta. 2005

12. Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008.

13. Standar Pelayanan Medis Kesehatah Anak Edisi 1. Ikatan dokter Anak

Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004

21