case dbd.doc
-
Upload
namira-syafitri -
Category
Documents
-
view
128 -
download
3
Transcript of case dbd.doc
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
A. Identitas Os
Nama : Annisa
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 20 September 2008
Umur : 2 tahun 9 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : -
Alamat : Komp. Sekneg Podomoro
Setianegara, Jakarta
Anak ke : 1 dari 1 bersaudara
Masuk RSUD Koja : 26 September 2010
B. Identitas Orangtua
Ayah
Nama : Haryanto
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Alamat : Komp. Sekneg Podomoro
Setianegara, Jakarta
Pekerjaan : Karyawan swasta
Pendidikan : S1
Penghasilan : Rp. 4.000.000,-
Ibu
Nama : Yulianti
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Alamat : Komp. Sekneg Podomoro
Setianegara, Jakarta
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : S1
Penghasilan : -
Suku bangsa : Jawa
1
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada tanggal 29
September 2010.
Keluhan Utama :
Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
Keluhan Tambahan :
Batuk berdahak, pilek, dan muntah-muntah.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengalami demam tinggi sejak 4 hari sebelum masuk RS
(SMRS). Demam mendadak tinggi, pasien menggigil, demam turun
sebentar jika diberi obat penurun panas, namun kembali tinggi.
Riwayat kejang, kesadaran menurun, meracau saat demam
disangkal. Tidak ada mimisan, gusi berdarah atau bintik-bintik merah
pada tangan, kaki, atau bagian tubuh lainnya.
Tujuh hari SMRS pasien batuk pilek. Lendir berwarna putih-
bening dan tidak berbau. Frekuensi batuk tiap harinya tidak sering.
Lima hari SMRS pasien muntah-muntah, frekuensi 4-5 kali pada hari
itu. Isi muntah adalah makanan yang sebelumnya dimakan.
Empat hari SMRS pasien tiba-tiba demam tinggi. Pasien juga
muntah-muntah, frekuensi 4-5 kali pada hari itu. Isi muntah adalah
makanan yang sebelumnya dimakan. Pasien mengalami BAB cair
berwarna kuning, sedikit, ampas(+), lendir dan darah disangkal,
sebanyak 2 x. Untuk mengatasinya, pasien berobat ke dokter klinik,
diberi obat penurun panas, obat diare dan anti muntah.
Satu hari SMRS, pasien terlihat sangat lemas, demam masih ada,
namun sudah tidak BAB cair dan muntah-muntah.
Keluhan lainnya seperti nyeri pada kepala, punggung, otot, dan
sendi disangkal, ruam pada tubuh juga disangkal.
Perawatan hari kedua, pasien sudah tidak demam namun obat
penurun panas masih rutin diminum. Pasien masih batuk dan sedikit
2
berdahak berwarna putih. Mual muntah tidak ada, pilek tapi lendir
hidung sedikit keluar dan berwarna putih bening. Pasien sulit makan.
Pada perawatan selanjutnya keluhan semakin berkurang dan
keadaan pasien semakin baik.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare1.5
tahunGinjal -
Demam
Berdarah- Kejang - Darah -
Demam
Thypoid- Kecelakaan - Radang paru -
Otitis - Morbili - Tuberkulosis -
Parotitis - Operasi - Lainnya -
Pasien pernah mengalami diare disertai muntah-muntah 1 kali
pada usia 1.5 tahun, saat itu pasien dibawa berobat ke dokter sampai
sembuh dan tidak pernah kambuh. Kadang-kadang pasien batuk
pilek, 4-6x/tahun dan sembuh setelah berobat.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan
yang sama. Orangtua pasien tidak ada yang menderita penyakit
keturunan seperti hipertensi, asma bronchial, diabetes mellitus,
maupun penyakit jantung.
3
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILANMorbiditas
kehamilanTidak ditemukan kelainan
Perawatan antenatalSetiap bulan periksa ke
bidan
KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah bersalin
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi Cukup bulan (37 minggu)
Keadaan bayi
Berat lahir 3300 gram
Panjang badan 49 cm
Langsung menangis
Lingkar kepala (?)
APGAR score (?)
kelainan bawaan (-)
Kesan :
Riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I: Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 6 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Baca dan Tulis : Pasien mulai mencoret-coret sejak usia 14 bulan
Kesan :
Pasien mengalami keterlambatan dalam perkembangan tengkurap.
4
Riwayat Makanan :
Umur
(bulan
)
ASI/PASIBuah /
BiskuitBubur Susu Nasi Tim
0 – 2 /
2 – 4 /
4 – 6 /
6 – 8 / / /
8 – 10 / / / /
10 –
12/ / / /
Umur Diatas 1 Tahun
Jenis Makanan Frekuensi Dan Jumlah
Nasi / Pengganti 3 x sehari, 1 centong nasi/kali
Sayur 3 x sehari, 1 mangkuk/kali
Daging jarang, tidak menyukai daging
Telur 2 x seminggu, 1 butir/kali
Ikan 3 x sehari, 1 potong/kali
Tahu 2 x seminggu, 1 potong/kali
Tempe 2 x seminggu, 1 potong/kali
Susu (merk/takaran)Susu 123, 2-3 x sehari, 1/2-2/3
botol susu 500 ml
Lain – lainAyam 1 x seminggu, 1
potong/kali
Kesan :
Kebutuhan gizi pasien kurang bervariasi, kualitas makanan
kurang, kuantitas makanan baik.
5
Riwayat Imunisasi :
Ibu pasien melakukan imunisasi pada bidan setempat, mengaku
selalu tepat waktu memberikan imunisasi dan lengkap.
Riwayat imunisasi dasar:
BCG : umur 1 bulan
DPT/DT I,II,III : umur 2, 3, 4, 18 bulan
POLIO I,II,III,IV : baru lahir, umur 2, 3, 4, 18 bulan
CAMPAK : 9 bulan
HEPATITIS B I,II,III : baru lahir, umur 1, 6 bulan
Riwayat imunisasi lainnya:
MMR : 15 bulan
Kesan :
Riwayat imunisasi dasar lengkap, imunisasi lanjutan belum
dilakukan.
Riwayat Keluarga (corak reproduksi):
Ayah Ibu
Nama Haryanto Yulianti
Perkawinan Ke Pertama Pertama
Umur Saat Menikah 28 25
Pendidikan Terakhir S1 S1
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa
Keadaan Kesehatan Baik Baik
Pasien adalah anak tunggal. Ibu pasien tidak pernah mengalami
keguguran atau lahir mati.
6
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan neneknya, di
sebuah rumah tinggal milik sendiri, mempunyai 3 kamar tidur yang
berjendela, 2 kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai ubin,
berdinding tembok. Sinar matahari yang masuk ke dalam rumah baik,
ventilasi udara baik. Penerangan listrik dari PLN, sumber air bersih
dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan
pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas
kebersihan.
Ayah pasien adalah bekerja sebagai karyawan swasta dengan
penghasilan Rp. 4.000.000,- /bulan. Menurut ibu pasien penghasilan
tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua pasien saat ini dalam
keadaan baik, riwayat perumahan dan sanitasi baik, kebutuhan
pokok sehari-hari cukup terpenuhi.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 30 September 2010
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi
Berat Badan : 10 kg
Tinggi Badan : 90 cm
Lingkar Kepala : 46.5 cm
Lingkar Dada : 53 cm
Lingkar Lengan Atas : 13 cm
Status gizi: (NCHS)
BB/U : 10 kg X 100% = 71 % (Gizi kurang)
14 kg
TB/U : 90 cm X 100% = 93 % (Tinggi Normal)
96 cm
BB/TB :10 kg X100 % = 80 % (Gizi kurang )
12,5 kg
Kesan: Gizi kurang.
7
Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit, reguler, isi cukup, ekual kanan
kiri
Suhu : 36 °C
Pernapasan : 30 x/menit, teratur, tipe abdomino-thorakal
Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor
normal, kelembaban normal, efloresensi
primer: ptechiae pada lengan kanan yang
mulai menghilang, efloresensi sekunder (-)
Kepala dan Leher
Kepala : Normosefali, ubun-ubun normal, rambut
warna kecoklatan, distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung
+/+, refleks cahaya tidak langsung +/+,
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas
cuping hidung -/-, sekret -/-
Telinga : Membran timpani intak, serumen -/-, tanda
chovstek (-)
Mulut : Bibir merah muda, tidak kering, sianosis (-),
trismus (-), halitosis (-)
Lidah : Normoglossia, warna merah muda, lidah
kotor (-), tremor (-).
Gigi geligi : Caries (-)
Uvula : Letak di tengah
Tonsil : T1/T1, tidak hiperemis
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid
tidak teraba membesar, trakea letak normal
8
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, efloresensi
primer/sekunder dinding dada (-), pulsasi
abnormal (-), gerak pernapasan simetris,
irama teratur, tipe abdomino-thorakal,
retraksi (-)
Palpasi : Gerak napas simetris, vocal fremitus
simetris
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing
-/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Redup
Auskultasi : SISII reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar
Palpasi : Supel
Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen,
ascites (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, udema (-)
Refleks Patologis : Kaku kuduk (-), Brudzinksy I (-), Brudzinsky
II (-). Kernig (-), Laseque (-)
9
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Dilakukan pemeriksaan H2TL pertama kali pada tanggal 26
September 2010.
Hemoglobin : 11,2 g/dl (10 - 16)
Lekosit : 7.000 /ul (9.000 – 12.000)
Hematokrit : 34 % (33 - 38)
Trombosit : 97.000 /ul (200.000-400.000)
V. RESUME
Anamnesa
Pasien mengalami demam tinggi sejak 4 hari sebelum masuk RS
(SMRS). Demam mendadak tinggi, menggigil, turun sebentar jika
diberi obat penurun panas, namun kembali tinggi. Tujuh hari SMRS
pasien batuk pilek. Lendir berwarna putih-bening dan tidak berbau.
Frekuensi batuk tiap harinya tidak sering. Lima hari SMRS pasien
muntah-muntah, frekuensi 4-5 kali pada hari itu. Isi muntah adalah
makanan yang sebelumnya dimakan. Empat hari SMRS pasien tiba-
tiba demam tinggi. Pasien juga muntah-muntah, frekuensi 4-5 kali
pada hari itu. Isi muntah adalah makanan yang sebelumnya dimakan.
Pasien mengalami BAB cair berwarna kuning, sedikit, ampas (+),
lendir dan darah disangkal, sebanyak 2 x. Satu hari SMRS, pasien
terlihat sangat lemas, demam masih ada, namun sudah tidak BAB
cair dan muntah-muntah.
Pada riwayat tumbuh kembang pasien didapatkan kesan
mengalami keterlambatan dalam perkembangan tengkurap.
Pada status gizi pasien didapatkan kesan kebutuhan gizi pasien
kurang bervariasi, kualitas makanan kurang, kuantitas makanan
baik.
Pemeriksaan Fisik
10
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang. Pada status gizi
didapatkan kesan gizi kurang. Pada kulit didapatkan efloresensi
primerptechiae pada lengan kanan yang mulai menghilang.
Pemeriksaan Lab
Trombosit : 97.000 /ul (200.000-400.000)
Ig M dan Ig G dengue : positif
Hematokrit : Terendah = 28%
Tertinggi = 34%
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. DBD grade 1 dengan gizi kurang + anemia ringan
2. Demam dengue dengan gizi kurang + anemia ringan
3. Demam chikungunya dengan gizi kurang + anemia ringan
4. Demam tifoid dengan gizi kurang + anemia ringan
VII. DIAGNOSIS KERJA
DBD grade 1 dengan gizi kurang + anemia ringan
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Roentgen thorax
2. Tes widal
IX. PENATALAKSANAAN
Rawat inap tirah baring
IVFD
Cairan RL 70 cc/jam
Parenteral
Ranitidin 2 x 10 mg
Oral
Paracetamol syrup 3 x 5 mg
Vitamin C 3 x 100 mg / hari
Supportif
Pemeriksaan H2TL/24 jam
11
Diet TKTP
X. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
FOLLOW UP
Penatalaksanaan
26/09/10 27/09/10 28/09/10 29/09/10 30/09/10 01/0/10
IVFD RL 70
cc/jam
RL 50
cc/jam
RL 50
cc/jam
RL 30
cc/jam
RL 30
cc/jamaff infus
PARENTERALRanitidin 2
x 10 mg
Ranitidin 2
x 10 mg
Ranitidin 2
x 10 mg
Ranitidin 2
x 10 mg
Ranitidin 2
x 10 mg
-
ORAL
Pamol
syrup 3 x 5
mg
Pamol
syrup 3 x 5
mg
Pamol
syrup 3 x 5
mg
- - -
Vitamin C
3 x 100 mg
Vitamin C
3 x 100 mg
Vitamin C
3 x 100 mg
Vitamin C
3 x 100 mg
Vitamin C
3 x 100 mg
Vitamin C
3 x 100 mg
Pemeriksaan Laboratorium
26/09/10 28/09/10 29/09/10 30/09/10 Nilai Normal Satuan
Hb 11.2 9.9 9.1 9.5 10 - 16 g/dL
Leukosit 7.000 9.700 7.100 6.800 9.000 - 12.000 /uL
Ht 34 31 28 30 33 - 38 %
Trombosit 97.000 105.000 128.000 193.000 200.000-400.000 /uL
IgM Dengue + negatif
IgG Dengue + negatif
12
Pemeriksaan urin lengkap (28/09/10)
Warna Kuning keruh
BJ 1.010 1003 – 1030
Ph 7.0 4.6 – 8.5
Albumin negatif negatif
Glukosa negatif negatif
Keton negatif negatif
Bilirubin negatif negatif
Darah samar negatif negatif
Nitrit negatif negatif
Urobilinogen 0.2 0.1 – 1.0 Eu
Sedimen:
Lekosit
Eritrosit
Silinder
Epitel
Bakteri
1 – 3
0 – 1
-
1+
1+
< 10
< 1 / LPB
negatif / LPB
/ LPK
Kristal:
Kalsium oksalat
Karbonat
Fosfat
Asam urat
Amorf
Sel ragi
-
-
-
-
-
-
+
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
13
ANALISA KASUS
Dasar diagnosa:
Pasien ini didiagnosa demam berdarah dengue grade 1 karena
memenuhi syarat penegakkan diagnosa klinis DBD.
Kriteria diagnosis DBD menurut WHO 1986 1
Kriteria klinis :
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari
b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif,
petekiae, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dab atau
melena.
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah.
Kriteria laboratoris :
e. Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
f. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau
lebih menurut standar umur dan jenis kelamin.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi
(atau peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosa klinis DBD.
Dan pada pasien ini didapatkan gejala demam tinggi yang mendadak dan
pasien menggigil selama 5 hari, terdapat uji torniquet positif pada hari ke 6
demam, trombositopenia (97.000/mm3), dan peningkatan hematorit >20% (yaitu
34 % -28 % x 100% = 21,4%).
28 %
Pada kasus ini tidak terjadi pola demam bifasik, hal ini disebabkan
karena pada pasien terjadi plasma leakage yang segera ditangani sehinggga
14
tidak terjadi dehidrasi jaringan, dapat dilihat dari pemeriksaan fisik dimana
tiidak terdapat demam, nadi stabil, tidak ditemukan asites, dan juga pada
pemeriksaan hematokrit didapatkan kenaikan sebesar 21,4%. Meskipun
demikian, perlu dianjurkan pemeriksaan roentgen thorax untuk melihat apakah
ada tanda plasma leakage lainnya, yaitu efusi pleura. Demam dapat
disebabkan infeksi virus, bakteri, atau protozoa seperti chikungunya, influenza,
campak, demam tifoid, dan malaria. Sulit untuk membedakan demam dengue
dan dbd dari gejala klinis, pada kasus ini demam dengue disingkirkan karena
pasien memenuhi kriteria dbd, tidak terdapat gejala yang lebih hebat seperti
sakit kepala, nyeri perut, dan nyeri sendi. Demam chikungunya disingkirkan
karena tidak ada riwayat demam chikungunya pada keluarga atau tetangga,
masa demam pada demam chikungunya lebih pendek, suhu lebih tinggi, tidak
disertai ruam makulopapular (pada demam chikumgunya hampir selalu), tidak
ada injeksi konjungtiva, dan tidak dijumpai nyeri sendi. Diagnosis demam tifoid
disingkirkan karena sifat demam yang tidak mendadak tinggi dan semakin
meningkat, terutama sore-malam hari, dan pada pasien ini demam hanya
terjadi selama 6 hari. 1,2
Batuk, pilek, dan uji torniquet positif dapat terjadi pada 25% kasus
demam dengue. Trombositopenia 50% dan muntah-muntah 75%. Sedangkan
pemeriksaan IgM dan IgG dengue yang positif menunjang sekaligus
menyingkirkan kemungkinan penyebab demam.1
Terapi pada pasien mencakup tatalaksana kasus DBD derajat I dengan
peningkatan Ht ≥ 20%. Selain itu juga diberikan anti piretik untuk menurunkan
demam dan ranitidin untuk mengatasi gejala traktus gastrointestinal.
Diagnosis gizi kurang ditegakkan berdasar hasil status antropometri.
Meskipun ibu pasien mengaku kuantitas makan pasien sehari-harinya baik,
namun pasien cenderung memilih makanan yang disukainya sehingga kurang
bervariasi.
Diagnosis anemia ringan ditegakkan karena kadar Hb terendah pada
pasien mencapai 9.1 g/dL (8 – 9.9 g/dL). Kemungkinan anemia pada pasien ini
berdasarkan prevalensi adalah anemia defisiensi besi yang dapat terjadi
karena pasien dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhan besi meningkat
namun asupan nutrisi besi yang berasal dari sumber hewani berkurang. Untuk
memastikan jenis anemia dapat dilakukan berbagai pemeriksaan seperti: kadar
15
hemoglobin dan indeks eritrosit (MCV, MCHC, dan MCH), apusan darah tepi,
kadar SI, TIBC, dan Ferritin. Pada pasien ini tidak dilakukan karena keadaan
umum pasien baik, tidak ada gejala umum anemia seperti lemah, lesu, cepat
lelah (sindrom anemia), dan juga tidak ada gejala khas anemia. Untuk terapi
diberikan diet makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal
dari protein hewani, pemberian vitamin C selain meningkatkan imunitas tubuh
juga dapat meningkatkan absorpsi besi.3
16
Bagan 1. Tatalaksana kasus DBD derajat I dengan peningkatan Ht ≥20%
Sumber: Hadinegoro SRH dan Satari HI, Demam Berdarah Dengue: Naskah lengkap. Cetakan ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. hal. 73-103
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM DENGUE
Virus Dengue
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan
virus dengue termasuk group B Arthropod borne virus (arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dengan salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap seorang yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3
atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe
yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.1
Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes
albopictus, Aedes polynensis dan beberapa spesies lain dapat juga menularkan
virus ini tetapi merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk aedes
tersebut dapat menularkan virus dengue pada manusia baik secara langsung,
yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia, maupun secara
tidak langsung setelah melalui masa inkubasi dalam tubuhnya 8-10 hari
(extrinsic incubation period). Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menjadi sakit setelah vrus masuk kedalam tubuh.
Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam
tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menulrkan virus selama hidupnya
(infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat
tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 3-5 hari.1
17
Gambar 1. Cara penularan infeksi dengue
Sumber : http://activity.ntsec.gov.tw/lifeworld/english/content/disease_cc10.html
Epidemiologi
Infeksi virus dengue telah berada di Indonesia sejak abad ke 18,
dilaporkan dr. David Bylon, dikenal sebagai demam lima hari (viif daagse
koorts) atau demam sendi (knookel koorts). Saat itu merupakan penyakit ringan
dan tidak pernah menyebabkan kematian (mulai tahun 1968).1
Morbiditas dan mortalitas infeksi dengue dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain status imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk,
transmisi virus dengue, faktor keganasan virus, & kondisi geografis setempat.1
Sampai saat ini 200 kota telah melaporkan kejadian luar biasa. Insiden
rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi
berkisar 6-27 per 100.000 penduduk pada tahun terakhir ini. Menurut WHO, 2/5
populasi dunia memiliki risiko terinfeksi virus dengue, sampai saat ini terdapat
59 juta infeksi dengue dunia setiap tahunnya. Asia tenggara dan pasifik barat
adalah lokasi yang paling endemis. Pola berjangkit infeksi dengue dipengaruhi
keadaan iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-320C)
dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk aedes akan tetap bertahan hidup
dalam jangka waktu yang lama. 1,4
18
Beberapa penelitian menyatakan bahwa saat terjadi epidemis dengue,
infeksi kepada orang yang sebelumnya tidak pernah terinfeksi dengue ialah 40-
50 %, dapat mencapai 80-90 %. Sekitar 500.000 orang yang menderita DBD
perlu dirawat inap, kebanyakan pasien anak. Sekitar 2.5% dari mereka
meninggal. Tanpa penanganan yang tepat, angka kematian dapat mencapai
20%.4
Gambar 2. Penyebaran infeksi dengue di dunia tahun 2005
http://news.bbc.co.uk/2/shared/spl/hi/health/03/travel_health/diseases/html/dengue.stm
Patogenesis
Patogenesis demam berdarah dengue diteliti sejak awal abad ini.
Penelitian pada manusia pada tahun 20-an baru membuktikan bahwa virus
dengue dapat membuat sakit. Patogenesis belum jelas. Saat itu masih
dipikirkan teori keganasan virus dan jumlah virus yang menginfeksi tubuh. Teori
ini berkembang dengan teori virulensi virus, sampai dengan penelitian
genotype, fenotype dan epidemiologi molekular dengue. Sayang belum ada
penanda virulensi dan model binatang yang tepat. 1
Sejak tahun 50-an berkembang teori imunopatoligi yang banyak
berpengaruh sampai saat ini. Dari pengamatan epidemiologis, klinis, laboratoris
muncul teori infeksi sekunder oleh virus lain yang berturutan, teori antigen-
antibodi dan aktivasi komplemen. Dari sini berkembang menjadi teori infection
enhancing antibody yang kemudian muncul peran endotoksemia dan peran sel
19
limfosit T. Teori trombosit endotel merupakan teori baru disamping yang telah
ada. Kemudian muncul teori mediator dan teori apoptosis. 1
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dengue dibagi menjadi tiga berdasarkan derajat
keparahan penyakit, yaitu: dengue klasik (classic dengue fever), demam
berdarah dengue, dan sindrom syok dengue.5
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal
penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodormal seperti nyeri kepala,
nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai
trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya
ruam (rash). Pada awal fase demam timbul ruam menyerupai urtikaria di muka,
leher, dada dan pada akhir fase demam (hari sakit ketiga atau keempat) ruam
akan menjadi makulopapular. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik
pertama kali, yaitu pada hari sakit ke 3-5 berlangsung selama 3-4 hari. Ruam
bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di
dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka.1,6
Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak,
disertai kenaikan suhu (39-400C), nyeri kepala hebat, nyeri di belakang bola
mata, punggung, otot, sendi, dan disertai rasa menggigil. Pada beberapa
penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau
bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada
semua pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomonik.6
Pada dengue klasik terdapat gejala yang disebut “Triade Dengue”.
Gambaran klinis ini lebih sering terjadi pada orang asing dewasa yang belum
mengalami virus ini sebelumnya. Gejala ini meliputi: Hipertermia sampai
Hiperpirexia 4 – 7 hari (“saddle [pelana] back curve” pada 60%), nyeri pada
seluruh tubuh (rasa “patah tulang”) & kepala (retro-orbital: dibelakang mata),
dan erupsi kulit morbilliform yaitu makulo-papular yang mulai timbul pada hari
ke 3 – 5. Pada dengue klasik terkadang disertai perdarahan ringan seperti
petikia dan epistaksis. Pada stadium konvolese erupsi / rash morbilliform ini
bisa sangat gatal sekali sampai pasien ingin “mandi es”. Pada stadium
konvalesen pasien merasa lemah atau kurang bersemangat berbulan-bulan. 5
20
Kurva 1. Ruam dan Demam pada Dengue Fever www.fk.uwks.ac.id/.../ Demam %20 Dengue %20dan%20 Demam %20Berdarah.pdf
Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan tidak
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering
ditemukan. Pada stadium dini sering timbul perubahan dalam indra pengecap.
Gejala klinis lain yang sering terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran,
suara serak, batuk, epistaksis, nyeri tenggorok, nyeri perut, konstipasi, dan
disuria. Gejala tersebut biasanya menetap untuk beberapa hari. Demam
menghilang secara lisis, disertai keluarnya banyak keringat. Kelenjar limfa
servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus. Beberapa ahli
menyebutnya sebagai Castelani’s sign, sangat patognomonik dan merupakan
patokan yang berguna untuk membuat diagnosis banding. Manifestasi
perdarahan tidak sering dijumpai. Rush pada tahun 1789 melaporkan pasien
demam dengue dengan perdarahan yang kemudian meninggal. Bentuk
perdarahan lain yang dilaporkan adalah menoragi dan menstruasi dini, abortus
atau kelahiran bayi berat badan lahir rendah, mungkin sekali akibat perdarahan
uterus.6
Pada anak demam terjadi di semua kasus dengue, gejala yang paling
sering menjadi keluhan utama adalah radang tenggorokan, pilek (tidak berat),
batuk, dan gejala gastrointestinal yang hampir mirip dengan gejala-gejala
faringitis, influenza, dan ISPA. Manifestasi klinis pada anak yang lebih kecil
tidak jelas seperti pada yang sudah disebutkan di anak yang lebih besar dan
orang dewasa.7
21
Gambar 3. Gejala klinis demam dengue pada anak
http://news.bbc.co.uk/2/shared/spl/hi/health/03/travel_health/diseases/html/dengue.stm
Gambar 4. Manifestasi klinis infeksi dengue
http://news.bbc.co.uk/2/shared/spl/hi/health/03/travel_health/diseases/html/dengue.stm
22
Kelainan darah tepi demam dengue adalah jumlah leukosit normal pada
pra demam dan menjadi leukopenia selama periode demam, neutrofilia relatif
dan limfopenia, disusul oleh neutrofilia relatif dan limfositosis pada puncak
penyakit dan masa konvalesens. Eosinofil menurun atau menghilang pada
permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri
selama periode demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya
penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Serum biokimia dan enzim pada
umumnya normal, tetapi enzim hati dapat meningkat. Darah tepi menjadi
normal kembali dalam waktu 1 minggu. 6
Komplikasi demam dengue walaupun jarang ditemukan ialah orkhitis
atau ovaritis, keratitis, dan retinitis. Berbagai kelainan neurologis dilaporkan,
diantaranya menurunnya kesadaran, paralisis sensorium yang bersifat
sementara, meningismus, dan ensefalopati.6
Patofisiologi penting yang membedakan DD dengan DBD dan penyakit
lain adalah adanya gangguan hemostatis dan peningkatan permeabilitas
vaskular yang menyebabkan terjadinya perembesan plasma sehingga sangat
penting untuk mmencari tanda terjadinya kebocoran plasma, seperto efusi
pleura dan ascites. 1
Bagan 2. Interpretasi hasil lab pada infeksi dengue
http://news.bbc.co.uk/2/shared/spl/hi/health/03/travel_health/diseases/html/dengue.stm
23
Diagnosis Banding8
• Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari
demam dengue dan penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis.
Maka untuk membedakan dengan campak, rubela, demam chikungunya,
leptospirosis, malaria, demam tifoid, atau penyakit darah seperti ITP,
leukimia atau anemia aplastik, gejala penyerta lain harus ditanyakan seperti
batuk, pilek, diare, tipe demam, menggigil, pucat, ikterus, dan lainnya.
• Penyakit infeksi lain seperti sepsis, meningitis meningokokus.
Penyakit darah seperti trombositopenia purpura idiopatik, leukimia, atau anemia
aplastik.
Demam Dengue Manifestasi Klinis Demam Berdarah Dengue
(DD) (DBD)
++ Nyeri kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
+ Nyeri otot +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
+ Kejang +
0 Kesadaran menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji tourniquet positif ++
++++ Petekie +++
0 Perdarahan sal. Cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++
Keterangan : + : 25% ++ : 50% +++ : 75% ++++ : 100%
Tabel 1. Manifestasi klinis demam dengue dan demam berdarah dengue.
Hadinegoro SRH dan Satari HI, Demam Berdarah Dengue: Naskah lengkap. Cetakan ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2002. hal. 73-103
24
Tatalaksana
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan1:
• Tirah baring selama masa demam
• Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila
diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi <390C dianjurkan pemberian
parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) karena
dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
• Pada pasien dewasa, analgesik atau sedatif ringan kadang-
kadang diperlukan untuk mengurangi rasa sakit kepala, nyeri otot atau nyeri
sendi.
• Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah,
sirop, susu, selain air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2
hari.
• Monitor suhu, jumlah trombosit, serta kadar hematokrit sampai
normal kembali.
Pada pasien DD, saat suhu turun umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang
dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh
kemungkinan kita sulit membedakan DD dengan DBD pada fase demam.
Perbedaan akan tampak jelas pada suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada DBD terjadi tanda awal gagal sirkulasi (syok).
Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh
karena itu, orangtua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang
air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan,
perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dan kulit dingin, hal tersebut
merupakan tanda kegawatan sehingga harus segera ditangani di rumah sakit.
Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari tidak
perlu lagi diobservasi.1
Pencegahan
Pencegahan pada infeksi dengue adalah memberantas vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pemberantasan vektor dapat dilakukan dengan cara5:
25
• Fogging: Malathion.
• Kerja-sama dengan masyrakat untuk eliminasi tempat-tempat seperti kaleng &
ban bekas dimana larvae (jentik) berkembang.
• Abate/temephos di bak-bak untuk mematikan larvae.
• Bak mandi, tempayan & tempat penampungan air dikuras seminggu sekali
(perkembangan telur menjadi nyamuk 7-10 hari).
• Tidur dilindungi “mosquito net” yang diberi obat.
GIZI KURANG
Ialah ketidakseimbangan antara ketersediaan nutrisi dan energi dengan
kebutuhan tubuh untuk pertumbuhan, keseimbangan dan fungsi spesifik
Malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah yang mencakup keadaan gizi kurang
maupun gizi lebih. Secara umum gizi kurang disebabkan oleh kekurangan
energi atau protein dan dilapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus
yang menderita defisiensi murni ataupun defisiensi protein murni. Anak dengan
defisiensi protein biasanya disertai pula dengan defisiensi energi atau nutrient
lainnya. Karena itu istilah yang lazim dipakai adalah malnutrisi energi protein
(MEP) atau kekurangan energi protein (KEP).9,10
Gambar 5. Penyebab malnutrition (Source: UNICEF 1997) http://www.sikhspectrum.com/112006/zz.htm
26
Gambar 6. Siklus malnutrisi (Source: Andrew Tomkins and Fiona Watson,
Malnutrition and Infection, ACC/SCN, Geneva 1989)
http://www.sikhspectrum.com/112006/zz.htm
Gambar 7. Faktor kausal gizi sebagai input dan output
http://gizi.net/pedoman-gizi/kata%20pengantar.pdf
Faktor penyebab
Kurang gizi pada anak, bisa terjadi di usia Balita (Bawah Lima Tahun).
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kurang gizi pada anak. Pertama,
jarak antara usia kakak dan adik yang terlalu dekat ikut mempengaruhi. Kedua,
anak yang mulai bisa berjalan mudah terkena infeksi atau juga tertular oleh
penyakit-penyakit lain. Selain itu, yang ketiga adalah karena lingkungan yang
kurang bersih, sehingga anak mudah sakit-sakitan. Karena sakit-sakitan
tersebut, anak menjadi kurang gizi. Keempat, kurangnya pengetahuan orang
tua terutama ibu mengenai gizi. Kelima, kondisi sosial ekonomi keluarga yang
sulit. Faktor ini cukup banyak mempengaruhi, karena jika anak sudah jarang
makan, maka otomatis mereka akan kekurangan gizi. Keenam, selain karena
makanan, anak kurang gizi bisa juga karena adanya penyakit bawaan yang
memaksa anak harus dirawat. Misalnya penyakit jantung dan paru-paru
bawaan.(11)
27
Gambar 8. Peta kelaparan di dunia
http://www.feedingminds.org/handouts/l3_less1_in.pdf
Klasifikasi Malnutrisi
Terdapat dua tipe malnutrisi (12):
• Malnutrisi protein energi – akibat defisiensi beberapa atau
seluruh nutrisi
• Penyakit kekurangan mikronutrien – akibat defisiensi
mikronutrien spesifik
MEP dapat diklasifikasikan menjadi MEP ringan dan MEP berat. MEP
berat dibagi lagi menjadi marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwasiorkor.
Kasus-kasus kwashiorkor tidak terlepas dari adanya faktor kekurangan energi
dan pada kasus-kasus marasmus terdapat adanya kekurangan protein.9
28
System Welcome Trust Working Party membedakan berat badan dan oedema
sebagai berikut:13
1. Kwashiorkor
BB lebih dari 60% dari BB baku disertai oedem
2. Marasmus-Kwashiorkor
BB kurang dari 60% dari BB baku disertai oedema
3. Marasmus
BB kurang dari 60% dari BB baku tanpa disertai oedema
Undernutrition dipakai untuk keadaan defisiensi berbagai nutrisi yang
lebih khusus ditujukan kepada defisiensi energi yang sifatnya ringan.
Underweight hanya dipakai untuk keadaan dengan berat badan yang lebih
rendah dari berat badan baku. 9
Type Appearance Cause
Acute
malnutrition
Wasting or
thinness
Acute inadequate nutrition leading to rapid
weight loss or failure to gain weight normally
I
n
a
d
e
q
u
a
t
e
n
u
t
r
i
t
Chronic malnutrition
29
i
o
n
o
v
e
r
l
o
n
g
p
e
r
i
o
d
o
f
t
i
m
e
l
e
a
d
30
i
n
g
t
o
f
a
i
l
u
r
e
o
f
l
i
n
e
a
r
g
r
o
w
t
h
Acute and Underweight A combination measure, therefore, it could
31
chronic
malnutrition
Stunting or
shortness
occur as a result of wasting, stunting, or both
Tabel 2: Tiga bentuk KEP pada anak
http://conflict.lshtm.ac.uk/page_115.htm
Gambar 9. Bentuk malnutrisi protein-energi pada anak
http://conflict.lshtm.ac.uk/page_115.htm
Wasting dan stunting ialah malnutrisi yang sangat berbeda. Stunting
ialah kronik dan faktor penyebab tidak diketahui. Stunting tidak menyebabkan
kegawatan dan banyak terjadi pada populasi di negara berkembang. Wasting
ialah akibat dari kekurangan makanan mendadak, yang reversibel dengan
pemberian makanan dan angka mortalitas relatif tinggi. Oleh karena itu,
wasting lebih diprioritas dalam kegawatdaruratan.14
Kurva 2. Angka kejadian malnutrisi ringan
http://www.sikhspectrum.com/112006/zz.htm
Malnutrisi Energi Protein (MEP, gizi buruk)
Defisiensi nutrisi tunggal adalah sebuah contoh dari undernutrisi atau
malnutrisi. Biasanya, ini merupakan defisiensi beberapa nutrisi. MEP,
contohnya, dimanifestasikan sebagai intake diet protein dan energi yang tidak
adekuat, baik karena intake diet dari dua nutrisi yang lebih sedikit dibutuhkan
pada pertumbuhan normal atau karena kebutuhan pertumbuhan lebih besar
daripada yang disuply oleh apa yang dibutuhkan adekuat untuk pertumbuhan.
32
Bagaimanapun, PEM hampir selalu bersamaan dengan defisiensi nutrisi yang
lain.15
Gambaran klinis MEP sangat bervariasi dalam derajat beratnya dan
lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita serta gambaran klinis
lain yang menyertai akibat defisiensi vitamin dan mineral. MEP berat sering
disertai dengan hambatan pertumbuhan.9
MEP ringan/ sedang9
Istilah lain adalah gizi kurang atau undernutrition. Keadaan ini seringkali
pada masa menyusui berkisar umur 9 bulan dan 2 tahun. Gambaran yang
mencolok adalah adanya gagal tumbuh, seringkali terkena infeksi, adanya
anemia, berkurangnya aktivitas jasmani, serta hambatan perkembangan mental
dan psikomotor sedangkan perubahan rambut dan kulit jarang ditemukan.
Gagal tumbuh
Ditandai oleh adanya hal berikut:
1) Perlambatan atau terhentinya pertumbuhan linier
2) Perlambatan/terhentinya kenaikan berat badan bahkan terhenti
3) Berkurangnya ukuran LLA
4) Pematangan/ usia tulang terhambat
5) Rasio berat badan terhadap tinggi badan berkurang atau normal
6) Tebal lipatan kulit berkurang atau normal
Pola gagal tumbuh dapat bervariasi tergantung dan bagaimana terjadinya
kekurangan masukan makanan. Pada kekurangan masukan makanan yang
akut, seperti pada gastroenteritis dan campak, maka berat badan menurun
banyak sekali sedangkan tinggi badan tidak, sehingga rasio berat badan
terhadap tinggi badan menjadi berkurang. Pada keadaan masukan makanan
kurang dan berlangsung dalam waktu lama, baik kenaikan berat badan maupun
tinggi badan keduanya berkurang sehingga rasio berat badan terhadap tinggi
badan tetap normal atau tidak berubah.
Infeksi
Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadinya
infeksi, khususnya gastroenteritis, campak dan pneumonia. Penyebab lain
33
seringnya terjadi dan rentannya terhadap infeksi pada anak dengan gizi kurang
adalah karena berkurangnya cadangan metabolisme.
Anemia
Jenis makanan yang mengakibatkan kurang gizi umumnya kurang
mengandung besi, asam folat dan berbagai vitamin, sehingga pada
kebanyakan anak dengan gizi kurang disertai oleh adanya anemia ringan
sampai sedang. Gambaran sumsum tulang menunjukkan adanya hipoplasia
dan pada kebanyakan kasus juga gambaran defisiensi dan anemia
megaloblastik
Aktivitas Jasmani
Berkurangnya aktivitas tampak pada kebanyakan kasus MEP. Anak
tampak lesu dan tidak bergairah dan pada anak yang lebih tua terjadi
penurunan produktivitas kerja.
Keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor
Keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor merupakan
karakteristik MEP. Kemampuan bicara dan berjalan umumnya lebih lambat dari
anak normal. Kelainan ini umumnya segera pulih pada terapi nutrisi yang
sdekuat.
Perubahan warna kulit dan rambut
Umumnya terjadi pada kasus yang berat. Kadang terdapat rambat yang kasar,
disamping ukuran antropometri yang berkurang di beberapa daerah
berkembang.
Perubahan Anatomi (pada marasmus)
1) Traktus digestif
Seluruh traktus digestif mulai dari mulut sampai rektum terkena.
Permukaan mukosanya licin dan tipis, fungsi sekresinya dilemahkan.
Penurunan dari ekskresi asam lambung mengakibatkan pertumbuhan
bakteri di duodenum. Peristaltik melambat. Traktus digestif merupakan
sistem organ yang kehilangan banyak massa selama marasmus. Sehingga,
34
renutrisi enteral awal bukan kontraindikasi tetapi didahului karena beberapa
nutrisi penting untuk penyembuhan mukosa intestinal yang digunakan
langsung dari lumen. Volume hepar biasanya menurun, sama halnya
dengan organ yang lain. Fungsi sintesis hepar biasanya dipelihara,
walaupun sintesa protein menurun yang direfleksikan melalui penurunan
kadar albumin dan prealbumin. Glukoneogenesis menurun yang kemudian
meningkatkan resiko hipoglikemia. Fungsi deoksifikasi hepar dipertahankan
dengan perubahan struktur sel hepar. Sehingga, obat-obat yang
dimetabolisme di hepar sebaiknya diperhatikan dan LFT dimonitor.
2) Sistem endokrin
Gangguan utama diperhatikan pada tiroid, insulin dan sistem growth
hormone. Sebagaimana pada keadaan stres, respon adrenergik diaktifkan.
Respon ini berfungsi pada marasmus dan tidak pada kwashiorkor. Protein
otot diubah menjadi asam amino yang digunakan untuk sintesa lipoprotein
di hepar. Lipoprotein ini membantu mobilisasi trigliserid dari hepar. Pada
marasmus yang serius, derajat signifikan hipotalamus, dengan penurunan
dari ukuran tiroid dan pantulan dari fungsi otak dan perkembangan
psikomotor terjadi. Kadar insulin rendah dan menyokong untuk tingkat
tertentu dari intoleransi glukosa, terutama selama kwashiorkor. Sehingga,
diet tinggi karbohidrat tidak sesuai. Kadar growth hormone didahului sesuai
dengan batasan normal, tetapi secara progresif menurun bersamaan
dengan waktu, yang menjelaskan penghentian secara linier pertumbuhan
pada marasmus.
3) Sistem hematopoetik
Anemia normokrom atau hipokrom biasanya terjadi, dengan ukuran
eritrosit yang normal, defisiensi Fe dan asam folat, parasit intestinal, malaria
dan penyakit kronis lainnya mengeksaserbasi anemia. Bagaimanapun,
simpanan besi terdapat di hepar. Sehingga, suplemen besi sebaiknya tidak
diberikan dahulu. Pemberian Fe oral sangat tidak diterima oleh traktus
digestif. Sel-sel darah lain (seperti trombosit, leukosit) juga terpengaruh,
tetapi secara umum terbatas pada konsekuensi klinis. Mekanisme
pembekuan darah juga menurun kecuali pada kasus serius defisiensi
vitamin K.
35
4) Sistem imun
Penurunan imunitas dan infeksi biasanya berhubungan dengan
marasmus. Atrofi tymus merupakan karakteristik dari marasmus, dan
jaringan yang memproduksi limfosit T juga berpengaruh. Jaringan limfosit B,
seperti Plaques Peyeri, lien dan tonsil, relatif menurun. Imunitas selular juga
terkena, dengan karakteristik anergi tuberkulin. Pada marasmus, AIDS
terjadi, dengan penurunan sekresi IgA dan penurunan sistem pertahanan
lokal nonspesifik, seperti integritas mukosa dan produksi limfokin.
Bakteriemia, kandidiasis dan infeksi pneumonia carinii sering terjadi.
Penyembuhan imunitas pada umumnya cepat, kecuali terjadi campak.
5) Sistem saraf pusat dan perifer
Jaringan otak biasanya melemah selama marasmus. Atrofi otak dengan
penurunan fungsi cerebral hanya terjadi pada keadaan marasmus yang
parah. Pengaruh pada otak menjadi penting jika malnutrisi terjadi selama
satu tahun pertama atau selama janin. Iritabilitas dan apatis merupakan
karakteristik marasmus, tetapi cepat diperbaiki dengan penyembuhan.
6) Sistem kardiovaskular
Serat otot jantung tipis dan kontraksi miofibril melemah. Cardiac output,
terutama pada fungsi sitolik, menurun bersamaan dengan penurunan berat
badan. Bradikardi dan hipotensi biasanya terjadi pada malnutrisi yang
parah. Ketidakseimbangan elektrolit terjadi selama marasmus mengubah
gambaran EKG. Dengan penurunan fungsi jantung, peningkatan volume
intravaskuler selama rehidrasi atau transfusi darah dapat menyebabkan
insufisiensi jantung yang signifikan. Dengan metabolisme yang cepat,
energi dan elektrolit mengubah fase inisial renutrisi, periode ini juga
merupakan periode resiko tinggi untuk aritmia atau cardiac arrest.
Penilaian status gizi 9
Cara penilaian status gizi dilakukan berdasarkan:
1. Anamnesis
Ditanyakan tentang riwayat nutrisi selama dalam kandungan, saat
kelahiran, keadaan waktu lahir (BB dan PB), penyakit dan kelainan yang
diderita, imunisasi, data keluarga, riwayat kontak dengan penderita
penyakit menular.
36
2. Pemeriksaan fisik
Diperhatikan bentuk tubuh serta perbandingan bagian kepala, tubuh dan
anggota gerak. Keadaan mental anak (compos mentis, cengeng, apatis).
Pada kepala diperhatikan rambut (warna, tekstur, mudah dicabur), wajah
(seperti anak sehat, orang tua susah, moon – face), mata – sinar mata
(biasa, apatis, sayu), bulu mata (biasa, lurus, panjang dan jarang), gejala
defisiensi vitamin A, mulut (stomatitis, noma).
Toraks diperhatikan bentuknya (seperti gambang, rakhitis). Abdomen
(biasa, buncit, asites, hepatomegali, splenomegali). Ekstremitas
(oedema, hipotrofi otot). Kulit (tanda perdarahan, hiperkeratosis,
dermatosis dan crazy pavement).
3. Antropometri
Yang sering dipakai adalah BB (indikator terbaik), PB, lingkar kepala,
LLA dan lipatan kulit. Berat badan nerupakan indikator tunggal terbaik
untuk menilai keadaan gizi dan tumbuh kembang anak. Tinggi badan
merupakan indikator kedua yang penting. Lingkar kepala mencerminkan
volume intrakranial yang digunakan untuk menilai pertumbuhan otak.
Lingkar lengan atas mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan
otot dan tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh
dibandingkan berat badan. Lipatan kulit dibawah triceps dan subscapula
merupakan refleksi tumbuh kembang jaringan lemak bawah kulit dan
kecukupan energi.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin seperti kadar Hb dan protein serum (albumin,
globulin) serta pemeriksaan kimia darah lain bila perlu (hormon,
perbandingan asam amino esensial dengan non-esensial, lipid dan
kolesterol).
5. Pemeriksaan radiologi
Untuk menilai umur biologik contoh umur tulang.
Penatalaksanaan Malnutrisi 9,15
Manajemen marasmus sedang dapat diatasi tanpa harus dirawat di RS
tetapi pada marasmus berat atau dengan komplikasi disyaratkan untuk dirawat.
Pada kasus ini, manajemen dibagi atas fase intensif inisial yang diikuti oleh
37
fase konsolidasi (rehabilitasi). Karena banyak pasien dengan kasus marasmus
sedang dapat diterapi dengan rawat jalan. Rehabilitasi nutrisi sebaiknya
termasuk makanan yang sesuai untuk intake >100-150 kkal/ kg/ hari. Terapi
lain atau aksi preventif sebaiknya termasuk rehidrasi yang menggunakan
larutan WHO pada kasus bersamaan dengan diare, suplemen mikronutrien
(seperti Fe, vitamin A).
Gambar 10. Algoritma penanganan malnutrisi
http://fex.ennonline.net/21/malnutrition.aspx
Komplikasi Malnutrisi 15,-6
Anak-anak malnutrisi lebih rentan terkena infeksi, khususnya sepsis,
pneumonia dan gastroenteritis. Hipoglikemia sering terjadi setelah periode
puasa berat dan juga terjadi tanda-tanda sepsis. Apnue dapat terjadi
bersamaan dengan hipoglikemia. Hipotermia dapat menggambarkan infeksi
(dengan bradikardia), dapat manandakan penurunan metabolisme untuk
membentuk energi. Bradikardia dan output jantung yang lemah merupakan
predisposisi anak-anak dengan malnutrisi menjadi gagal jantung yang dipicu
dengan pengisian cairan akut. Defisiensi vitamin juga melengkapi malnutrisi.
Defisiensi vitamin A sering pada masa perkembangan dan penyebab penting
dari respon imun dan meningkatkan morbiditas (infeksi, kebutaan) dan
mortalitas (campak). Tergantung usia dan lamanya malnutrisi, seperti anak
dapat menderita penghentian pertumbuhan permanen (malnutrisi di uterus,
bayi dan remaja) dan pertumbuhan terhambat (malnutrisi di uterus).
Beberapa komplikasi dapat menuju ke sekuele permanent. Sekuele
yang panjang dengan beberapa masalah perkembangan dapat terjadi. Jika ada
gangguan pertumbuhan maka anemia defisiensi besi dapat terjadi, retardasi
fisik dan mental dapat menjadi permanen.
DAFTAR PUSTAKA
38
1. Hadinegoro SRH dan Satari HI, Demam Berdarah Dengue: Naskah
lengkap. Cetakan ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. hal. 73-103
2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, et al, ed. Kapita
Selekta Kedokteran: Demam berdarah dengue. Jilid 2. Edisi ketiga.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI. hal 419-27.
3. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Cetakan pertama. Jakarta: EGC.
2006. hal 12-39.
4. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
5. www.fk.uwks.ac.id/.../ Demam %20 Dengue %20dan%20 Demam %20Berdarah.pdf
6. Soedarmo SSP, Garna H. Hdinegoro SRS, dan Satari H, ed. Buku Ajar
Infeksi dan Pediatri Tropis: Infeksi virus dengue. Edisi kedua. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2002. hal 155-81.
7. http://www.expat.or.i d/medical/dengue.html
8. Sastroasmoro S, ed. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu
Kesehatan Anak: Campak. Cetakan pertama. Jakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM. 2007. hal. 153-5.
9. Markum. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta: FKUI. 199. hal
163-71.
10.www.google.com/wikipedia/marasmus . marasmus – wikipedia the free
encyclopedia
11.http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid996638532,62208 ,
12.http://fex.ennonline.net/21/malnutrition.aspx
13.Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, et al. Diagnosis Fisis
pada Anak. Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto. 2003. hal 32-34
14.http://conflict.lshtm.ac.uk/page_115.htm
15.Behrman et al. Nelson Textbook of Pediatric 17th edition. Philadelphia:
Saunders. 2004: p.170-3.
16.www.emedicine.com – marasmus: article by Mario Gehri, MD.
39