Referat CA Nasofaring

download Referat CA Nasofaring

of 15

Transcript of Referat CA Nasofaring

I. DefinisiCarcinoma nasofaring adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epitelial yang enderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.6Nasopharyngeal carcinoma merupakan tumor ganas yang timbul pada epitelial pelapis ruangan di belakang idung (nasofaring) dan ditemukan dengan frekuensi tinggi di Cina selatan.6II. EpidemiologiInsidens karsinoma nasofaring tertinggi didunia dijumpai pada pendududk daratan Cina bagian selatan khususnya suu Kanton di provinsu Guang Dong dengan angka rata-rata 30-50 /100.000 penduduk pertaun. Insiden karsinoma nasofaring juga banyak pada daerah Yunani Afrika bagian utara seperti Aljaair dan Tunisia, pada orang eskimo di Alasa dan Tana ijau diduga penyebabnya adala karena mereka memakan makanan yang diawetkan pada musi dingin dengan menggunakan nitrosamin.Di Indonesia freuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebi dari 100 kasus pertahun. RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60kasus Ujung Pandang 25kasus 5 kasus setahun di Denpasar, 11 kasus di Padang. Demikian pula angka-angka yang di dapatkan di Medan, Surabaya,Semarang dan lain-lain menunjukan bahwa tumor ganas ini dapat merata di Indonesia.III. EtiologiPenyebab dari karsinoma nasofaring ini adala gabungan antara geneti, faktor lingkungan dan virus Ebstein Barr.1. GenetikTentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain. Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring menderita keganasan pada organ lain.Analisa genetik pada populasu endemik berhubungan dengan HLA-A2, HLAB17 dan HLA-Bw26. Dimana orang dengan yang memiliki gen ini memiliki resiko dua kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring. Studi pada orang Cina dengan keluarga menderita karsinoma nasofaring dijumpai adanya kelemahan lokus pada regio HLA. Studi dari HLAA*0207 atau B*4601 tetapi tidak pada A*0201 memiliki resiko yang meningkat untuk terkena karsinoma nasofaring.72. LingkunganPaparan dari ikan asin dan makanan yang mengandung volatile nitrosamine merupakan penyebab karsinoma nasofaring. Konsumsi ikan asin selama masa anak-anak berubungan dengan resiko karsinoma nasofaring pada daerah Cina timur. Hal ini didukung dengan penelitian pada binatang tikus dumana tikus diberikan diet ikan asin mendapatkan karsinoma pada rongga hidung pada dosis tertentu.Paparan dari formaldehid pada udara dan debu kayu juga berhubungan dengan peningkatan insidensi karsinoma nasofaring. Laporan terakhir, pada wanita pekerja tekstil di Shanghai juga memiliki peningkatan insidensi karsinoma nasofaring disebabkan akumulasi debu kapas, asam, austic, dyeing process.Merokok juga berhubungan dengan peningkatan resiko karsinoma nasofaring.penelitian menunjukan adanya paparan jangka panjang dari bahan-bahan polusi memegang peranan dalam patogenesis karsinoma nasofaring.63. Virus Ebstein BarrSudah hampir dipastikan baha penyebab karsinoma nasofaring adalah visrus Epstein-Barr, karena pada semua nasofaring didapatkan titer anti-virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titter orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun.1Virus Ebstein Barr dapat menginfrksi manusia dalam bentuk bervariasi. Virus ini dapat menyebabkan infeksi mononukleosis dan dapat juga menyebabkan limfoma burkit dan dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. EBV-1 dan EBV-2 yang berhubungan dengan karsinoma nasofaring. Sebagian besar kasus karsinoma nasofaring pada orang-orang di ina selatan , Asia tenggara, Mediteranian, Afrika , dan pada orang Maerika Serikat berhubungan dengan infeksi EBV-1.

IV. Klasifikasi HistopatologiGambaran histopatologi karsinoma nasofaring9Seara histologis WHO membagi klasifikasi karsinoma nasofaring atas 3 tipe :1. Keratinizing squamous cell arcinomaDiferensiasi sel skuamosa baik dengan adanya embatan interseluler dan/atau keratinisasi di atasnya merupakan 25% dari seluruh karsinoma nasofaring2. Differentiated non keratinizing arcinomaDiferensiasi sel tumor dengan rangkaian maturasi yang teradi di dalam sel.tidak atau sedikit berkeratin, merupakan 20% dari seluruh karsinoma nasofaring3. Undifferntiated arinomaSel-sel tumor memiliki inti vesikuler yang ouval atau bulat dan nucleolus yang menonjol, batas sel tidak terlihat, dan tumor menunjukan gambaran sinsitialMerupakan 55% dari seluruh karsinoma nasofaringTumor tipe 2 dan tipe 3 biasanya lebih radiosensitif fan memiliki hubungan yang kuat frngan virus Epstein BarrKeganasan pada nasofaring ini memiliki ciri mikroskopik tampak sel-sel ganas pada potongan jaringan, sel tersebut tidak dapat dibedakan apakah membentuk struktur epitel maupun asinus kelenjar. Tampak selspindel panjang-panjang seperti fibroblas, di sekitarnya terdapat limfosit.10V. StadiumVI. Manifestasi klinisGejala karsinoma nasofaring tidak spesifik, sehingga sulit untuk didiagnosis hingga ke stadium lanjut. Pada stadium awal gejala tersering didapatkan adalah: Kongesti hidung Tuli unilateral Benjolan pada leher Epistaksis Obstruksi hidung Penurunan nafsu makanGejala pada stadium lanjut : Nyeri kepala Diplopia Nyeri, paralisis pada wajah Pembengkakan pada leher (limfadenopati) Sukit nmenelan Air liur disertai darah Tinitus Nyeri telinga Rhinore purulen disertai darahVII. PatofisiologiKarsinoma nasofaring umumnya disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang penyebab pastinya belum jelas. Faktor yang berperan untuk terjadinya karsinoma nasofaring ini adalah faktor makanan seperti mengkonsumsi ikan asin, sedikir makan syur dan buah segar, sering mengkonsumsi makanan yang diaetkan. Faktor lain non makanan seperti debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu, virus Ebstein Barr, dan genetik.GenetikWalaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonol dan memiliki agregasi familial. Analisis kolerasi menunjukan HLA(human leukocyte antigen) dan gen pengode enim sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen. Analisa genetik pada populasiendemik berhubungan dengan HLA-A2, HLAB17 dan HLA-Bw26. Dimana orang dengan memiliki gen ini, memiliki resiko dua kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring. Studi pada orang Cina dengan keluarga menderita karsinoma nasofaring dijumpai adanya kelemaan lokus pada regio HLA.Faktor lingkunganSejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di berbagai daerah di Asia dan Amerika Utara, telah dikonfirmasi baha ikan asin dan makanan lainnya yang diawetkan mengandung sejumlah besar nitrosodimethamine (NDMA), nitrospurrolidine (NPYR) dannitrospiperidine (NP1P) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring. Selain itu pengkonsumsi alkohol dan perokok juga merupakan salah satu faktor yang diperkirakan menginisiasi terjadinya karsinoma nasofaring. Di mana alkohol dan asap rokok ditemukan kandungan formaldehyde yang diteliti merupakan faktor resiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan kembali infeksi dari EBV.Infeksi Virus Epstein BarrSelain itu juga terbukti ineksi virus Epstein Barr juga dihubungkan dengan terjadinya karsinoma nasofaring terutama pada tipe karsinoma nasofaring non-keratinisasi. Hal inibdibuktikan dengan adanya kenaikan titer antigen EBV dalam penderita karsinoma nasofaring non keratinisasi dan kenaikan titer pun berbanding luas dengan stadium kanker nasofaring dimana semakin berat stadium karsinoma nasofaring ditemukan titer antibodi EBV yang semakin tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi ole EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini apabila dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum 100% pasien karsinoma nasofaring.EBNA-1 adalah protein nuklear yang berfperan mempertahanka genom virus, tentang pengaruh EBV yang sebagian besarhanya ditemukan pada kanker nasofaring tipe non-keratinisasi belum dapat dijelaskan hingga saat iniVirus Epstein Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. Infeksi virus ini dapat terjadi pada dua tempat utama yaitu sel eptel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d(CD21 atau R2). Glikoprottein (gp350/220) pada kapsil EBV berikatan dengan protein D21 dipermukaan limfosit B3.aktivitas ini merupakan rangkaian yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selajutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu, sampai saat ini dijumpai mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR (polimeric Immunoglobulin Receptor). Sel yang terinveksi virus dapat menimbukan beberapa kemungkinan yaitu: sel menjadi mati bila sel terinfeksi dengan virus dan virus mengadakan replikasi, atau virus epstein barr yang menginfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformasi sel menjadi ganas dan terbentuklah sel kanker. Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein trans membran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosikenase yang dipercai dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen LMP1.protein transmembran LMP1 menjadi perantara untuk sinyal TNF (tumor nerosis fator) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal.Karsinoma nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya KNF adlah Fossa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya.penyebaran KNF berupa Penyebaran ke anteriorBerhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Sering hanya sebelah dan secara progresif berhambat hebat. Penyebaran ke lateralPada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius dimana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustacius dan akan menganggu pendengaran, menyebabkan tekanan negatif di dalam kavum timpani, sehingga terjadi otitis media transudatif. Bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustacius dapat meredakan sementara. Menurunnya kemampuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di dalam telinga. Penyebaran ke atasTumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fosa medialis, disebut penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudaian ke sinus kavernosus dan Fossa kranii media dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior (nI-nVI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan neurlagia trigeminal. Penyebaran ke belakang Tumor meluas ke belakang seara ekstrakranial menembus facial pharyngobasilaris yaitu sepanjang fossa posterior (termasusk di dalamnya foramen spinosum, foramen ovale dll) dimana di dalamnya terdapat nervus kranialis IX-XII, disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu nVII-nXII beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada nIX-NXII disebut sindroma retroparotidean atau disebut juga sindrome jugular jakson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan tumor karena letaknya yang tinggi dalam sistem anatomi tubuh,Gejala yang muncul umumnya antara lain : 1) trismus, ) homer syndrome (akibat kelumpuhan simpatikus servikalis), 3) afonia, 4) gangguan menelan Penyebaran ke kelenjar getah beningPenyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama sulitnya menghentikan proses metastasis suatu karsinoma.pada KNF, penyebaran ke kelenjar getah bening sangat mudah terjadi akibat banyak stroma kelenjar getah bening diawali pada nodus kimfatik yang terletak di lateral retropharyngeal yaitus nodus rounvier. Didalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karena sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya.kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter. Gejala akibat metastase jauhSel sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang, hati,paru.VIII. Diagnosis Persoalan diagnostik sudah dapat dipeahkan dengan pemeriksaan CT-scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk terinfeksi virus Epstein Barr telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tjoko Setiyo dari Fakultas Kedokteran Indonesia Uiversitas Indonesia Jakarta mendapatlam dari 41 pasien karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) sensitif IgA VCA adalah 97,5% dan spesifitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 180 dengan terbanyak titer 160. igA anti EA sensitivsnya 100% tetapi spesifisitasnya hanya 30% sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan. Titer yang didapat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak pada titer 160.IX. Diagnosis banding1. Hiperplasia adenoidBiasanya terdapat pada anak-anak, arang pada orang dewasa. Hiperplasia ini terjadi karena infeksi berulang. Pada foto polos bahkan terlihat suatu massa jaringan lemak pada atap nasopharing, umumnya berbatas tegas dan umumnya simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda-tanda infiltrasi seperti tampak pada karsinoma2. Angiofibroma juvenilBiasanya ditemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala menyerupai KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasanya tidak infiltratif. Pada foto polos akan didapat suatu massa pada atap nasofaring yang berbatas tegas. Proses dapat meluas seperti pada penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkan destruksi tulang hanya erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada pelengkungan kearah depan dari dinding belakang sinus maxilaris yang dikenal sebagai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vaskular maka arteri grafik carotis externa sangat diperlukan sebab gambarannya sangat karakteristik. Kadang kadang sulit pula membedakan angiofibroma juvenil dengan polip hidung pada foto polos.3. Tumor sinus sphenoidalisTumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya tumor sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien datang untuk pemeriksaan pertama.4. NeurofibromaKelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga menyerupai keganasan dinding lateral nasofaring. Secara CT-scan pendesakan ruang pada faring ke arah medial dapat membantu membedakan kelompok tumor ini dengan KNF5. Tumor kelenjar parotisTumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak dalam mengenai ruang parafaring dan menonjol ke arah lumen nasofaring. Pada sebagian kasus terlihat pendesakan parafaring ke arah medial yang tampak pada pemeriksaan CT-scan.6. ChordomaWalaupun tanda utama kordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat KNF pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan untuk membedakannya. Dengan foto polos dapat dilihat kalsifikasi atau destruksi terutama di daerah clivus. CT-scan dapat membantu melihat apakah ada pembesaran kelenjar cervical bagian atas karena chordoma umumnya tidak memperhatikan kelainan pada kelenjar tersebut sedangkan KNF sering bermetastasis ke kelenjar gerah bening7. Meningioma basis kraniiWalaupun tumor ini agak jarang tetapi gambaranya kadang-kadang menyerupai KNF dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii. Gambaran CT-scan meningioma cukup karakteristik yaitu sedikit hiperdens sebelum penyuntikan zat kontras dan akan menjadi sangat hiperdens setelah pemberian zat kontras intravena. Pemeriksaan arteriografi juga sangat membantu diagnosis tumor ini.X. Pemeriksaan penunjang1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yaitu untuk mendeteksi adanya antibodi IgA untuk virus Epstein Barr.Titer IgA anti VCA sangat sensitif untuk kanker nasofaring tetapi kurang spesifik. Sebaliknya IgA anti EA sangat spesifik untuk kanker nasofaring tetapi kurang sensitif. Pemeriksaan ini juga berguna untuk mengevaluasi penderita pasca pengobatan untuk mengetahui kemungkinan berulangnya kanker tersebut.2. Radiologis Pemeriksaan radiologis pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan penunjang diagnostik yang penting. Yujuan utama pemeriksaan radiologis tersebut adalah : Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada daerah nasofaring Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut Mencari dan menentukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis karsinoma nasofaring, antara lain :a. Foto polosAda beberapa posisi denagn foto polos yang perlu dibuat dalam mencari kemungkinan adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu posisi waters, lateral dan AP. Pemeriksaan dengan menggunakan foto-foto tersebut akan menunjukan massa jaringan lunak didaerah nasofaring.b. CT scan dan MRI CT scan dan MRI daerah kepala dan leher dilakukan untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan. MRI sensitivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring dan kemungkinan penyebarannya yang menyusup ke jaringan atau nodus limfe.c. Biopsi nasofaringBiopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut.Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi. Biopsi dari mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat massa tumor melalui kaca tersebut atau memakain nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan lebih jelas terlihat. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan analgesia topical dengan xylocain 10%. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokkan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.