Referat CA Nasofaring (Rini)

16
BAB I PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor yang berasal dari sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring, disebut juga sebagai tumor Kanton (Canton Tumor). Menurut estimasi W!, sekitar "#$ dari kasus KNF di dunia terjadi di C%ina. &i 'ndonesia, KNF merupakan tumor ganas daera% kepala dan le%er yang terbanyak ditemukan. ampir #$ tumor ganas kepala dan le%er merupakan KNF, kemudian diikuti ole% tumor ganas %idung dan sinus paranasal ( "$), laring ( dan tumor ganas rongga mulut*tonsil, %ipofaring dalam presentase renda%. +erdasarkan data aboratorium -atologi natomik, tumor ganas nasofaring send selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubu% manusia bersa tumor ganas ser/iks uteri, tumor payudara, tumor geta% bening dan tumor kulit ,0,1 &iagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun 2ukup sulit dilakukan karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit3langit dan terletak di ba4a% dasar tengkorak serta ber%ubungan dengan banyak daera% penting di dalam tengk dan ke lateral maupun posterior le%er. 1 5angat men2olok perbedaan prognosis (angka berta%an %idup 6 ta% stadium a4al dengan stadium lanjut, yaitu 7 ,8$ untuk stadium ', 6 stadium '', 1",9$ untuk stadium ''', dan %anyak ,9 $ untuk stadium ':. ;ntu dapat berperan dalam pen2ega%an, deteksi dini dan re%abilitasi perlu diketa%u aspeknya, antaralain epidemiologi,etiologi, diagnostik, pemeriksaan serologi, %ostopatologi, terapi dan pen2ega%an, sertapera4atanpaliatif pasien yang pengobatannya tidak ber%asil. 1 2

description

Referat

Transcript of Referat CA Nasofaring (Rini)

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor yang berasal dari sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring, disebut juga sebagai tumor Kanton (Canton Tumor). Menurut estimasi WHO, sekitar 80% dari kasus KNF di dunia terjadi di China. Di Indonesia, KNF merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut; tonsil, hipofaring dalam presentase rendah. Berdasarkan data Laboratorium Patologi Anatomik, tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit. 1,2,3

Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun posterior leher. 3 Sangat mencolok perbedaan prognosis (angka bertahan hidup 5 tahun) dari stadium awal dengan stadium lanjut, yaitu 76,9% untuk stadium I, 56,0% untuk stadium II, 38,4% untuk stadium III, dan hanyak 16,4 % untuk stadium IV. Untuk dapat berperan dalam pencegahan, deteksi dini dan rehabilitasi perlu diketahui seluruh aspeknya, antara lain epidemiologi,etiologi, diagnostik, pemeriksaan serologi, hostopatologi, terapi dan pencegahan, serta perawatan paliatif pasien yang pengobatannya tidak berhasil. 3BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. DEFINISIKarsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring . Kanker Nasofaring (NPC) atau lebih dikenal sebagai kanker hidung terjadi saat sel kanker yang berkembang berasal dari nasofaring, yang terletak di area belakang rongga hidung dan di atas bagian belakang tenggorokan. Karena keunikannya, nasopharyngeal carcinoma(NPC) lebih sering dibahas terpisah dari kanker yang menyerang leher dan kepala. 1,2II.2. ANATOMI DAN FISIOLOGIFaring merupakan tabung/pipa fibromuskular yang mengerucut membentuk saluran nafas dan saluran pencernaan bagian atas. Secara anatomis, faring dibedakan menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan hipofaring/laringofaring. Nasofaring merupakan bagian teratas dari faring, sehingga sering juga disebut epifaring, terletak di antara basis cranial dan palatum molle, membuka ke arah depan hidung melalui koana posterior, menghubungkan rongga hidung dan orofaring. Diameter atas-bawah dan kiri-kanan masing-masing sekitar 3 cm, diameter depan-belakang sekitar 2-3 cm. 2,4,5

Gambar 1 : Anatomi hidung dan nasofaring

Bagian atas nasofaring dibentuk oleh bassiphenoid dan basiocciput. Dinding posterior dibentuk oleh arkus atlas yang dilapisi otot-otot dan fascia prevertebral. Dasar nasofaring dibentuk oleh palatum molle anterior dan ismus orofaring. Dinding anterior dibentuk oleh ostium posterior nasal atau choanae dan margin posterior septum nasalis. Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius, orifisium ini dibatasi oleh torus tubarius pada bagian posterior. Ke arah postero-superior dari torus tubarius terdapat Fossa Rosenmuller yang merupakan lokasi tersering KNF. 2,4,5,6Area nasofaring sangat kaya akan saluran limfatik, terutama drainase ke kelenjar limfe faringeal posterior paravertebral servikal (disebut juga kelenjar limfe Rouviere, sebagai kelenjar limfe terminal pertama drainase KNF), kemudian masuk ke kelenjar limfe kelompok profunda servikal, terutama meliputi: rantai kelenjar limfe jugularis interna, rantai kelenjar limfe nervi asesorius (terletak dalam segitiga posterior leher), rantai kelenjar limfe arteri dan vena transversalis koli (di fosa supraklavikular). 2Vaskularisasi nasofaring berasal dari percabangan level I atau II arteri karotis eksterna, masing-masng adalah arteri faringeal asendens, cabang terkecil arteri karotis eksterna; arteri palatina asendens; arteri faringea, salah satu cabang terminal dari arteri maksilaris interna; dan arteri pterigoideus, juga salah satu cabang akhir arteri maksilaris interna2.Untuk persarafan nasofaring, saraf sensorik berasal dari nervi glossofaringeal dan vagus. Saraf motorik dar nervus vagus, mempersarafi sebagian otot faring dan palatum mole. 2Adapun fungsi nasofaring yaitu sebagai saluran udara yang berperan menghangatkan dan melembabkan udara di hidung yang menuju ke laring dan trakea; melalui tuba eustachii, nasofaring berperan sebagai ventilasi dari telinga tengah dan menyeimbangkan tekanan udara antara kedua sisi membran timpani. Fungsi ini penting untuk proses pendengaran; nasofaring berperan dalam proses menelan, refleks muntah, dan berbicara, sebagai ruang resonansi dalam proses bersuara dan berbicara; dan sebagai drainase untuk mukus yang disekresikan oleh hidung dan kelenjar nasofaring.II.3 EPIDEMIOLOGIKNF merupakan penyakit multifaktorial. Insidens dan distribusi geografi keganasan ini tergantung pada beberapa faktor seperti genetik, lingkungan, diet, dan pola hidup. 6KNF jarang ditemukan di negara-negara barat, tetapi endemik di China. Insidens tertinggi dilaporkan dari Provinsi Guangdong, Cina Selatan, di mana KNF merupakan keganasan ketiga yang paling sering terjadi, dengan angka insidens 15-50 per 100000. Insidens yang tinggi juga ditemukan di Hong Kong dan Singapura, dengan insiden intermediat ditemukan pada orang-orang Eskimo Alaska dan daerah Mediterania. 3,6Insidens KNF di Amerika Utara adalah 0.25%, di mana 18% di dalamnya adalah ras China-Amerika. Keturunan China yang hidup di Amerika mempunyai insidens yang lebih kecil dibanding yang hidup di China. KNF jarang di India dan negara sekitarnya, kecuali negara-negara Asia Tenggara di mana didominasi oleh orang-orang Mongoloid. Orang-orang Indonesia cenderung rentan mengalami KNF, terbukti dengan meratanya frekuensi pasien KNF di tiap daerah, dengan pasien dari ras Cina relatif lebih banyak dari suku bangsa lainnya. Untuk negara-negara lain, insidens KNF sangat rendah, yaitu kurang dari 1 per 100000.KNF dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya menyerang usia 30-60 tahun, menduduki 75-90%.2 Pada anak-anak dan orang dewasa usia kurang dari 30 tahun, KNF lebih sering ditemukan daripada tumor ganas lain pada saluran nafas.KNF lebih sering ditemukan pada laki-laki. 1. 2,3,4,6II.4 ETIOLOGITerjadinya KNF mungkin multifaktorial dan proses karsinogenesisnya mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNFada 4, yaitu Genetik, walaupun KNF tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap KNF pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap KNF, mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar KNF. Tahun 2002, RS Kanker Universitas Zhongshan memakai 382 buah petanda mikrosatelit polimorfisme 22 helai autosom genom manusia melakukan pemeriksaan genom total terhadap keluarga insidens tinggi KNF berdialek Guangzhao di propinsi Guangdong, gen kerentanan KNF ditetapkan berlokasi di p41511-q12. Penelitian geneteika molecular dan biologi molecular mutakhir menemukan KNF menunjukkan frekuensi tinggi kehilangan heterozigositas (LOH) kromosom terutama paa 1p, 3p, 9p, 9q, 11q, 13q, 14q, 16q, dan 19p, dan telah mengidentifikasikan region delesi minimal LOH yang berkaitan, terkesan di dalam region dengan frekuensi LOH tinggi mungkin terdapat gen supresor tumor yang berpearan penting dalam pathogenesis KNF. Penelitian di atas menunjukkan kromosom pasien KNF menunjukkan ketidakstabilan, hingga lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan timbulnya penyakit; Virus, Virus Eipstein-Barr (EBV) merupakan virus herpes yang dikaitkan dengan KNF. Metode imunologi membuktikan EBV membawa antigen spesifik seperti antigen capsid virus (VCA), antigen membrane (MA), antigen dini (EA), antigen nuklir (EBNA) dan lain-lain. EBV dikaitkan dengan KNF dengan alasan sebagai berikut: Di dalam serum pasien KNF ditemukan antibodi terkait EBV (termasuk VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll) dengan frekuensi postif maupun rataa-rata titer geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan penerita kanker jenis lain (termasuk kanker kepala leher) dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor. Selain itu titer antibody dapat meurun bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali meningkat bila penyakitnya rekuren atau memburuk. Di dalam sel KNF dapat dideteksi zat petanda EBV seperti DNA virus dan EBNA. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung EBV, ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat, gambaran pembelahan inti juga banyak. Dilaporkan EBV di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia1,2,4,5,6; Lingkungan, menurut laporan luar negeri, orang Cina generasi pertama yang bermigrasi ke Amerika Serikat, memilik angka kematian akibat KNF 30 kali lebih tinggi dari penduduk kulit putih setempat, sedangkan pada generasi kedua turun menjadi 15 kali, pada generasi ketiga belum ada angka pasti, tapi secara keseluruhan cenderung menurun. Sedangkan orang kulit putih yang lahir di Asia Tenggara, angka kejadian KNF meningkat. Sebabnya selain pada sebagian orang terjadi perubahan pada hubungan darah, jelas faktor lingkungan juga berperan penting. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Nikel sulfat dalam air minum atau makanan dapat memacu efek karsinogenesis pada proses timbulnya KNF; Diet, Ho dari Hong Kong pertama kali melaporkan bahwa ikan asing Cina, makanan yang terkenal di Cina Selatan, utamanya yang berasal dari Kanton, merupakan salah satu faktor etiologi KNF. Teori ini didasarkan fakta bahwa insidens tertinggi KNF terjadi pada nelayan Hong Kong yang dietnya terdiri dari ikan asin yang banyak dam mengalami defisiensi vitamin yang berasal dari sayuran dan buah. Ikan asin ini juga terkenal di kalangan emigran Cina, dan beberapa negara Asia Tenggara. Nitrosamin yang dikandung oleh ikan asin kemudian diketahui menginduksi karsinoma squamosa, adenokarsinoma dan tumor lain di nasal dan kavum paranasal atau nasofaring. 1,2,4,5,6II.5 KLASIFIKASI

Berdasarkan klasifikasi histopatologi menurut WHO, KNF dibagi menjadi tipe 1 karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi, tipe 2 gambaran histologinya karsinoma tidak berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang lebih ke arah diferensiasi baik, tipe 3 karsinoma tanpa diferensiensi adalah sangat heterogen, sel ganas membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas. Jenis KNF yang banyak dijumpai adalah tipe 2 dan tipe 3. Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa diferisiensi mempunyai sifat radiosensitif dan mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus Epstein-Barr. 7,8II.6 PATOFISIOLOGIRongga nasofaring diselaputi selapis mukosa epitel tipis, terutama berupa epitel skuamosa, epitel torak besilia berlapis semu dan epitel transisional. Di dalam lamina propria mukosa sering terdapat sebukan limfosit, di submukosa terdapat kelenjar serosa dan musinosa. KNF adalah tumor ganas yang berasal dari epitel yang melapisi nasofaring. 2Infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan KNF. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita KNF. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa KNF, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Dari semua antigen yang diekspresikan oleh EBV pada KNF, latent membrane protein-1 (LMP-1) merupakan faktor penting yang berkontribusi dalam pathogenesis KNF sebab LMP-1 ini menginduksi pertumbuhan selular dan mempengaruhi mekanisme pengontrolan pertumbuhan seluler. LMP-1 merupakan onkogen viral dari EBV yang mengubah sel fibroblast embrio tikus. LMP-1 juga diketahui menginduksi reseptor faktor pertumbuhan epidermis dan gen A20 yang berperan dalam menghentikan apopotosis pada sel epitel yang dimediasi oleh p-53.2 Lokasi predileksi KNF adalah dinding lateral nasofaring (terutama di resesu faringeus) dan dinding superoposterior. Tingkat keganasan KNF tinggi, tumbuh infiltratif, dapat langsung menginfiltrasi berekspansi ke struktur yang berbatasan: ke atas dapat langsung merusak basis cranial, juga dapat melalui foramen sfenotik, foramen ovale, foramen spinosum, kanalis karotis internal atau sinus sphenoid dan selula etmoidal posterior, lubang saluran atau retakan alamiah menginfiltrasi intracranial, mengenai saraf cranial; ke anterior menyerang rongga nasal, sinus maksilaris, selula etmoidales anterior, kemudian ke dalam orbita, juga dapat melalui intrakranium, fisura orbitalis superior atau kanalis pterigoideus, resesus pterigopalatina lalu ke orbita; ke lateral tumor dapat menginfiltrasi celah parafaring, fossa intratemporal dan kelompok otot mengunyah; ke posterior menginfiltrasi jaringan lunak prevertebra servikal, vertebra servikal; ke inferior mengenai orofaring, bahkan laringofaring. 2II.7 DIAGNOSIS

II.7.1. Manifestasi Klinis

Gejala nasofaring dibagi dalam 4 kelompok utama yaitu gejala pada hidung dan nasofaring, berupa obstruksi nasal, sekret, dan epistaksis; gangguan pada telinga terjadi akibat tempat asal tumor dekat dengan muara tuba eustachi (Fossa Rosenmuller) dan menimbulkan obstruksi sehingga dpat terjadi penurunan pendengaran, otitis media serous maupun supuratif, tinnitus, gangguan keseimbangan, rasa tidak nyaman dan rasa nyeri di telinga. Adanya otitis media serosa yang unilateral pada orang dewasa meningkatkan kecurigaan akan terjadinya KNF; gangguan oftalmoneurologik terjadi karena nasofaring behubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang, sehingga gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut KNF. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI, dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopialah yang membawa pasien lebih dulu ke dokter mata. Gejala mata lain berupa penurunan reflex kornea, eksoftalmus dan kebutaan (berkaitan dengan saraf otak II). Neuralgia terminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti. Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foremen jugulare yang relatif jauh dari nasofaring, sering disebut sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Ada juga yang dikenal dengan trias Trotter yaitu tuli konduktif, neuralgia temporoparietal ipsilateral dan paralisis palatal terjadi secara kolektif akibat KNF; metastasis di leher, merupakan gejala yang paling jelas manifestasinya berupa benjolan di leher yang kemudian mendorong pasien berobat. Benjolan biasanya ditemukan antara mandibula dan mastoid. Untuk metastasis lanjutan, gejala melibatkan tulang, paru-paru, hepar dan lain-lain. 3,4Berdasarkan frekuensi sering ditemukannya pada pasien, gejala dan tandaKNF berturut-turut yaitu limfadenopati pada leher (60-90%), hilangnya pendengaran, obstruksi nasal, epistaksis, kelumpuhan N. Kranialis, nyeri kepala, otalgia, nyeri pada leher, dan penurunan berat badan. 4II.7.2 Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisis, tanda yang paling sering ditemukan adalah benjolan pada leher (80%), umumnya bersifat bilateral, di mana kelenjar limfe yang terlibat paling sering adalah nodus limfe jugulodigastrik, atas dan tengah pada rantai servikal anterior. Selain itu, kelumpuhan saraf kranial ditemukan pada 25% pasien KNF. Indirect nasopharyngoscopy perlu dilakukan untuk menilai tumor primer. Dapat juga digunakan nasopharyngoscopy direct berupa endoskopi.1,2, 7,9II.7.3 Pemeriksaan Penunjang

CT Scan kepala dan leher dilakukan untuk menilai besarnya tumor, ada tidaknya erosi dari basis cranial,dan limfodenopati servikal yang terjadi. Potongan koronal memperlihatkan persebaran tumor dari fissura petroclinoid atau foramen laceru ke sinus cavernosus. Potongan axial menunjukkan persebaran ke retrofaringeal, paranasofaringeal, dan fossa intratempolar. 1,3,7,9Foto thoraks posisi AP dan lateral berfungsi untuk menilai adanya metastasis ke paru-paru.Pemeriksaan darah rutin, termasuk hitung darah lengkap (CBC) serta ureum, kreatinin, elektrolit, fungsi hepar, Ca, PO4, alkalin fosfat. Fungsi liver mungkin abnormal pada kasus metastasis hepar. Asam urat mungkin meningkat pada pasien dengan pertumbuhan tumor yang cepat.1,9Pemeriksaan titer EBV termasuk antibodi IgA dan IgG terhadap antigen kapsid viral (VCA), antigen dini (EA), dan antigen nuklir sebaiknya dilakukan. Titer ini berhubungan dengan beratnya penyakit dan berkurang dengan pengobatan. Sedangkan titer DNA EBV penting dalam prognosis penyakit. Lo dalam beberapa tulisan menyebutkan bahwa titer DNA EBV berkaitan erat dengan stadium, respon pengobatan, relaps dan survival dari pasien KNF.1,3,7,9Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu di hidung dan di mulut. Biopsi di hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya. Biopsi mulut dilakukan dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar.3Sesuai dengan klasifikasi WHO, KNF dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan gambaran histopatologiknya yaitu Karsinoma sel squamosa (berkeratinisasi), terdapat jembatan interseluler dan keratin, dapat dilihat dengan mikroskop cahaya; Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, terdapat tanda differensiasi, tetapi tidak ada differensiasi skuamosa; Karsinoma tidak berdiferensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nukleo;us yang menonjol, dan dinding sel tidak tegas, tumor tampak lebih berbentuk sinsitium daripada bentuk susunan batu bata. 3,5,9,10Untuk penentuan stadium digunakan sistem TNM menurut UICC dan AJCC (2002).

T = Tumor Primer Tx= Tumor primer yang belum dapat dipastikanT0

= Tidak tampak tumorT1= Tumor berada di nasofaringT2= Tumor meluas ke jaringan lunak T2a = Tanpa perluasan parafaringeal

T2b = Dengan perluasan parafaringealT3= Tumor menyerang struktur tulang dan/atau sinus paranasalT4= Tumor dengan extensi intracranial dan/atau keterlibatan CNs, fossa infratemporal, hipofaring, atau orbita.

N

= Pembesaran kelenjar getah bening regional

Nx

= Pembesaran getah bening tidak dapat dinilai

N0= Tidak ada pembesaran

N1= Metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula

N2

= Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula

N3= Metastasis di kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 cm, atau terletak di dalam fossa klavikula.

N3a = Lebih besar dari 6 cmN3b = Ekstensi untuk fosa supraklavikula

M

= Metastase jauh

Mx= Metastatis jauh tidak dapat dinilaiM0= Tidak ada metastasis jauhM1 = Terdapat metastasis jauhII.7.4 Stadium

StadiumTNM

Stadium 0T1sN0M0

Stadium IT1N0M0

Stadium II AT2aN0M0

Stadium II BT1N1M0

T2aN1M0

T2bN0, N1M0

Stadium IIIT1N2M0

T2a, T2bN2M0

T3N2M0

Stadium IvaT4N0, N1, N2M0

Stadium IvbSemua TN3M0

Stadium IvcSemua TSemua NM1

II. 8 DIAGNOSIS BANDING1. Polip NasalPolip nasal merupakan lesi abnormal yang berasal dari mukosa nasal atau sinus paranasal. Polip merupakan hasil akhir dari berbagai proses penyakit di kavum nasi. Polip hidung mengandung banyak cairan, berwarna putih keabu-abuan. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.3,92. Limfoma Non-HodgkinSering pada pemuda dan remaja, pembesaran kelenjar limfe leher, dapat mengenai banyak lokasi, secara bersamaan dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe naksila, inguinal, mediastinum, dll. Konsistensi tumor agak lunak dan mudah digerakkan. 2,93. TB NasofaringUmumnya pada orang muda, dapat timbul erosi, ulserasi dangkal atau benjolan granulomatoid, eksudat permukaan banyak dan kotor, bahkan mengenai seluruh nasofaring. Khususnya perlu ditegaskan apakah terdapat TB dan kanker bersama-sama, atau apakah terjadi reaksi tuberkuloid akibat KNF. 24. TB Kelenjar Limfe LeherLebih banayak pada pemuda dan remaja. Konsistensi agak keras, dapat melekat dengan jaringan sekitarnya membentuk massa, kadang terdapat nyeri tekan atau undulasi, pungsi aspirasi jarum menemukan materi mirip keju. 25. Angiofibroma NasofaringSering ditemukan pada orang muda, pria jauh lebih banyak dari wanita. Dengan nasofaringoskop tampak permukaan timor licin, warna mukosa menyerupai jaringan normal, kadang tampak vasodilatasi di permukaannya, konsistensi kenyal padat. Bila secara klinis dicurigai penyakit ini, biopsi tidak dianjurkan karena mudah terjadi perdarahan masif. 2II.9 PENATALAKSANAANTerapi KNF unik karen a dua alasan, pertama lokasi tumornya yang sulit dijangkau mengakibatkan tindakan bedah menjadi lebih sulit dan dilakukan. Alasan berikutnya yaitu bahwa KNF ini lebih radiosensitif. Terapi terhadap KNF berprinsip pada individiualisasi dan tingkat keparahan: pasien stadium I/II dengan radioterapi eksternal sederhana atau radioterapi eksteral ditambah brakiterapi kevum nasofaring; pasien stadium III/IV dengan kombinasi radioterapi dan kemoterapi; pasien dengan metastasi jauh harus bertumpu pada kemoterapi dan radioterapi paliatof.2,8,9 Radioterapi hingga sekarang masih merupakan terapi utama dan pengobatan tambahan yang dapat diberikan berupa bedah diseksi leher, pemberian tetrasiklin, interferon, kemoterapi, dan vaksin antivirus.3Sumber radiasi menggunakan radiasi Co-60, radiasi energy tinggi atau radiasi X energi tinggi dari akselerator linier, terutama dengan radiasi luar isosentrum, dibantu brakiterapi intrkavital, bila perlu ditambahi radioterapi stereotaktik. Wang melakukan penyinaran sebanyak 4500 rad pada tumor primer dan leher bagian atas, kemudian dilanjutkan dengan tambahan 1500 rad teroisah untuk tumor primer dan kelenjar leher bagian atas. Akhirnya untuk kelenjar leher bagian bawah yang tidak terkena tumor diberikan dosis 5000 rad.2,9Kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi adjuvant (tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembagkan, yang terbaik sampai saat iniadalah kombinasi dengan Cis-platinum.3Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhada benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi seta tidak ditemukan adanya metastasis jauh. 3II.10 PENCEGAHANPemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan risiko tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, merubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya, penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat meningkatkan keadaan sosial ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA secara massal di masa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini. 3II.11 PROGNOSISDiagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena nasofaring tersembunyi di belakang langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher. Oleh karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, seringkali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama. Perbedaan prognosis (angka bertahan hidup 5 tahun) dari stadium awal dengan stadium lanjut sangat mencolok, yaitu 76,9% untuk stadium I, 56 % untuk stadium II, 38,4% untuk stadium III, dan hanya 16,4% untuk stadium IV. Tidak seperti keganasan kepala leher yang lainnya, KNF mempunyai risiko terjadinya rekurensi sehingga follow up jangka panjang diperlukan. Kekambuhan tersering terjadi kurang dari 5 tahun, 5-15% kekambuhan seringkali terjadi antara 5-10 tahun. Sehigga pasien KNF perlu difollow-up setidaknya 10 tahun setelah terapi. 3BAB III

KESIMPULAN

.Diagnosis dini CA Nasofaring menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena letak dari nasofaring itu sendiri yang tersembunyi di belakang langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher. Oleh karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, seringkali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.BAB IV

DAFTAR PUSTAKA1. Brennan B. Review Nasopgaryngeal Carcinoma. Orphanet Journal of Rare Disease [serial on line]. 2006 [cited 1 November 2011]. Available from URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1559589/pdf/1750-1172-1-23.pdf2. Desen W. Tumor kepala dan leher. Dalam: Desen W, editor. Buku ajar onkologi klinis Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; 263-78.3. Efiaty A. Karsinoma nasofaring. Dalam: Nurbaiti,Jenny,Ratna, editor. Buku ajar ilmu kesehatan THT kepala & leher Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; 182-87.4. Dhingra PL. Disease of Pharynx. Disease of Ear, Nose and Throat 4th edition. New Delhi: Elsevier, 2007; 223-7, 232-5.5. Chen Y, Yao K, Wang B, Qing J,Liu G, Potent Dendritic Cell Vaccine Loaded with Latent Membrane Protein 2A (LMP2A), Cellular & Molecular Immunology, Volume 5 Number 5 October 20086. Chen X, Liang S, Zheng W, Liao Z, Shang T, Meta-analysis of nasopharyngeal carcinoma microarray data explores mechanism of EBV-regulated neoplastic transformation, BMC Genomics 2008, 9:3227. Hasibuan R, A. H. pharingologi. Jakarta: Samatra Media Utama, 2004.h. 70-81.8. Cheng Her.,2001.,Nasopharyngeal Cancer and the South East Asian Patient., http://www.aafp.org/afp/20010501/1776.pdf., January 20th ,2005.

9. Susworo, R.Kanker nasofaring :epidemiologi dan pengobatan mutakhir. Tinjauan pustakaartikel. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran. No. 144, 2004.h. 16-18.15