referat apendisitis
-
Upload
neni-diyanti -
Category
Documents
-
view
83 -
download
6
description
Transcript of referat apendisitis
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
1
BAB I
PENDAHULUAN
Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di dunia. Di Amerika Serikat saja terdapat
70.000 kasus kejadian apendisitis setiap tahunnya. Kejadian apendisitis di Amerika Serikat
memiliki insiden 1-2 kasus per 10.000 anak per tahunnya antara kelahiran sampai anak
tersebut berumur 4 tahun. Kejadian Apendisitis meningkat menjadi 25 kasus per 10.000 anak
per tahunnya antara umur 10 dan umur 17 tahun di Amerika Serikat. Apabila dirata-ratakan,
maka didapatkan kejadian apendisitis 1,1 kasus per 1000 orang per tahun nya di Amerika
Serikat.
Menurut Sandy Craig, MD, radang usus buntu sangatlah jarang terjadi pada
kelompok neonatus. Kalaupun hal ini terjadi, biasanya diketahui setelah terdapat perforasi
pada neonatus tersebut. Kejadian apendisitis ini dapat terjadi di seluruh kelompok umur.
Diagnosa apendisitis pada kelompok usia muda biasanya sangat sulit dilakukan mengingat
penderita usia muda sulit melukiskan perasaan sakit yang dialaminya, sehingga kejadian
apendisitis pada usia muda lebih sering diketahui setelah terjadi perforasi. Berdasarkan jenis
kelamin, angka kejadian apendisitis pada pria 1,4 kali lebih besar dari pada kelompok wanita.
Di dunia internasional sendiri didapati kejadian apendisitis lebih rendah dalam budaya
aseupan tinggi serat diet. Serat pangan diperkirakan menurunkan viskositas kotoran,
mengurangi waktu transit usus, dan mencegah pembentukan fecaliths, yang mempengaruhi
individu untuk penghalang dari lumen appendiceal.
Peran ras, etnis, asuransi kesehatan, pendidikan, akses ke perawatan kesehatan dan
status ekonomi pada pengembangan dan pengobatan apendisitis masih diperdebatkan secara
luas sehingga masih belum ada bukti yang kuat antara hubungan kejadian apendisitis dengan
peran ras, etnis, asuransi kesehatan, dan lain-lain. Memahami manifestasi klinis khas
apendisitis adalah penting untuk membuat diagnosis dini dan akurat sebelum perforasi.
Variasi pada posisi usus buntu, umur pasien, dan derajat peradangan membuat presentasi
klinis apendisitis terkenal tidak konsisten. Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa letak
dari apendiks itu sendiri variabel.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
2
BAB II
ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI APENDIKS
A. ANATOMI APENDIKS1
Apendiks merupakan organ dengan struktur tubular yang rudimeter dan fungsi yang
jelas. Apendiks berkembang dari posteromedial caecum dengan panjang yang bervariasi
namun pada orang dewasa sekitar 5-15 cm dan diameter sekitar 0,5-0,8 cm. Apendiks
merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat diantara Illeum dan Colon ascendens.
Caecum terlihat pada terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan apendiks terlihat pada minggu
ke-8 kehamilan yaitu bagian ujung dari protuberans caecum. Dalam proses
perkembangannya, awalnya apendiks berada pada apeks caecum, tetapi kemudian berotasi
dan terletak lebih medial dekat plika ileocaecalis. Lumen apendiks sempit dibagian proksimal
proksimal dan melebar dibagian distal. Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh
peritoneum dan mesoapendiks (mesenter apendiks) yang merupakan lipatan peritoneum yang
berjalan kontinu sepanjang apendiks dan berakhir di ujung apendiks.
Pada apendiks terdapat 3 taenia coli (taenia libera, taenia mesocoli and taenia
omental) yang menyatu di persambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan
tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal 65,28% baik
intraperitoneal maupun retroperitoneal dimana apendiks berputar ke atas di belakang caecum.
Selain itu juga terdapat posisi pelvic (panggul) retroileal (dibelakang usus halus) 0,4%,
retrokolika, dan pre-ileal.
Vaskularisasi apendiks berasal dari arteri apendikularis yang berjalan di sepanjang
masoapendiks dan merupakan cabang trunkus mesenterik superior. Selain itu dari arteri
apendikular yang memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri
asesorius. Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocoli berjalan ke vena
mesentrik superior dan masuk ke sirkulasi portal.
Persarafan parasimpatis dari apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesenterica superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari nervus Thorakalis X.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
3
B. FISIOLOGI APENDIKS2
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Awalnya, apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, apendiks
dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin A (IgA).
Walaupun apendiks merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid
Tissue (GALT), imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu
mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencagah penetrasi enterotoksin dan
antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sisitem imun
tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna
dan seluruh tubuh.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
4
C. HISTOLOGI3
Komposisi histologi serupa dengan usus besar, terdiri dari empat lapisan yakni
mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan lapisan serosa. Permukaan dalam atau mukosa
secara umum sama seperti mukosa colon, berwarna kuning muda dengan gambaran nodular,
dan komponen limfoid yang prominen. Komponen limfoid ini mengakibatkan lumen dari
apendiks seringkali berbentuk irreguler (stelata) pada potongan melintang.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
5
BAB III
PEMBAHASAN
A. DEFINISI4
Apendisitis dikenal sebagai inflamasi dari lapisan dalam apendiks vermiformis yang
menyebar ke bagian lain dari apendiks. Selain diagnosis dan terapi obat-obtan yang kuat,
apendisitis menetap sebagai kegawatdaruratan klinis dan dan merupakan satu dari penyebab
tersering nyeri abdomen akut.
B. EPIDEMIOLOGI2
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.
Namun, dalam tiga perempat dasawarsa terkahir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal
ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan beserat dalam menu sehari-
hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari 1 tahun
jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
ketika itu insiden pada lelaki lebih tinggi.
C. ETIOLOGI2
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
6
D. PATOLOGI2
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya pertahanan tubuh berusaha
membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah
infiltrat apendiks. Didalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk
jaringan aprut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat
menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Suatu saat, organ ini dapat meradang
akut lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut.
D. TANDA DAN GEJALA2,4
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum,
tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda rangsangan peritoneal. Rasa
nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi
m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila
meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika
apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing
karena rangsangan dindingnya.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
7
Gejala klinis apendisitis adalah terkenal tidak konsisten. Riwayat klasik anoreksia dan
nyeri periumbilikus diiukuti oleh gejala mual, nyeri kuadran kanan bawah, dan muntah terjadi
hanya pada 50% kasus. Bentuknya meliputi :
Nyeri abdomen : sangat sering
Mual : 61-92% pasien
Anorexia : 74-78%
Muntah : hampir selalu mengikuti onset nyeri; muntah yang didahului
oleh rasa nyeri kemungkinan obstruksi usus
Diare atau konstipasi : 18% pasien
Bentuk dari nyeri abdomen:
Biasanya muncul sebagai periumbilikal atau nyeri epigastrik, lalu migrasi ke kuadran
kanan bawah
Pasien biasanya berbaring, melenturkan pinggul mereka, dan menarik lutut mereka
untuk mengurangi gerakan dan untuk menghindari memburuknya rasa sakit mereka
Durasi gejala kurang dari 2 hari kira-kira sekitar 80% pada dewasa dan lebih lama
pada usia tua dan pada orang dengan perforasi
E. DERAJAT APENDISITIS4
Derajat apendisitis dapat dibagi menjadi early, suppurative, gangrenous, perforated,
phlegmonous, spontaneous resolving, recurrent, and chronic.
Tahap awal apendisitis
Pada tahap awal apendisitis, obstruksi lumen apendix menyebabkan edema pada
mukosa, ulserasi mukosa, diapedesis bakteri, distensi apendiks akibat akumulasi cairan, dan
meningkatkan tekanan intraluminal. Serabut saraf aferen visceral dirangsang, dan pasien
merasakan periumbilical atau epigastrium nyeri viseral ringan, yang biasanya berlangsung 4-
6 jam.
Apendisitis supuratif
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
8
Peningkatan tekanan intraluminal melebihi tekanan perfusi kapiler, yang berhubungan
dengan obstruksi limfatik dan drainase vena dan memungkinkan bakteri dan invasi cairan
dari dinding apendiks yang menegang. Penyebaran bakteri secara transmural menyebabkan
apendisitis supuratif akut. Ketika lapisan serosa apendiks meradang terjadi kontak dengan
peritoneum parietalis, pasien biasanya mengalami pergeseran klasik nyeri dari periumbilikus
ke kuadran kanan perut bagian bawah (RLQ), yang terus-menerus dan lebih parah daripada
nyeri viseral awal.
Gangren apendisitis
Terjadi intramural trombosis vena dan arteri, sehingga usus buntu menjadi gangren.
Usus buntu perforasi
Iskemi jaringan yang menetap sehingga menjadi infark pada apendiks dan perforasi.
Perforasi dapat menyebabkan peritonitis fokal atau general.
Apendisitis Phlegmonous atau abses
Usus buntu yang meradang atau perforasi dapat menyebar pada berdekatan omentum
yang lebih besar atau usus kecil, sehingga terjadi phlegmonous apendisitis atau abses fokal.
Apendisitis sembuh spontan
Jika obstruksi lumen apendiks dikeluarkan, apendisitis akut dapat sembuh dengan
sendirinya. Hal ini terjadi jika penyebab dari gejala adalah hiperplasia kelenjar limfoid atau
ketika sebuah fekalith dikeluarkan dari lumen.
Apendisitis berulang
Insidensi apendisitis berulang adalah 10%. Diagnosis diterima jika pasien mengalami
kejadian yang mirip dengan nyeri pada kuadaran kanan bawah pada saat yang berbeda,
setelah dilakukan apendektomi, dimana bukti secara histopatologi menunjukkan inflamsi
apendiks.
Apendisitis kronik
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
9
Apendisitis kronik terjadi pada 1% insidens dan dibuktikan dengan: (1) riwayat pasien
nyeri kuadran kanan bawah minimal selama 3 minggu tanpa adanya diagnosis alternatif; (2)
setelah apendektomi, pasien mengalami gejala yang hilang total; (3) secara histopatologi,
gejala dibuktikan dengan adanya inflamasi kronik pada dinding apendiks atau fibrosis pada
apendiks.
F. DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik4
Pemeriksaan fisik meliputi:
Nyeri lepas, nyeri pada perkusi, kaku, dan tegang : temuan paling spesifik
Nyeri kuadran kanan bawah: ditemukan pada 96% pasien namun tidak spesifik
Nyeri kuadran kiri bawah: mungkin manisfestasi utama pada pasien dengan situs
inversus atau pada pasien dengan apendiks yang memanjang ke kuadran kiri bawah
Pada bayi laki-laki atau anak-anak kadang kadang ditemukan inflamasi hemiskrotum
Pada wanita hamil, nyeri kuadaran kanan bawah dominan pada trimester pertama,
namun pada stengah dari kehamilan yang lanjut, quaran kanan atas atau nyeri pada
flank mungkin bisa terjadi
Tanda dibawah ini mungkin ditemukan pada sebagian kecil pasien:
Rovsing sign (nyeri kuadran kanan bawah dengan palpasi pada kuadran kiri bawah) :
curiga iritasi peritoneal
Obturator sign (nyeri kuadran kanan dengan rotasi internal atau eksternal dengan
pinggul kanan difleksikan) : curiga inflamasi apendiks yang terletak pada hemipelvis
kanan
Psoas sign (nyeri kuadran kanan bawah dengan melakukan ekstensi pada pinggul
kanan atau dengan memfleksikan pinggul kanan melawan tahanan) : curiga inflamasi
apendiks yang terletak di sepanjang otot psoas kanan
Dunphy sign (nyeri tajam pada kuadran kanan bawah yang dicetuskan dengan batuk
secara volunter): curiga peritonitis lokal
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
10
Posisi apendiks yang beragam, usia pasien, dan derajat inflamasi membuat gejala
klinis apendisitis terkenal tidak konsisten. Statistik melaporkan 1 dari 5 kasus apendisitis
adalah salah diagnosis, walaupun, apendiks normal ditemukan pada 15-40% pasien yang
melakukan apendektomi emergency.
Sebagai tambahan dalam riwayat nyeri abdomen, memperoleh cerita lengkap dari
riwayat penyakit sekitar gastroenterologik, genitouroinari, dan kondisi pneumologi, juga
mempertimbangkan riwayat ginekologi pada pasien wanita. Inflamasi apendiks yang dekat
dengan buli-buli atau ureter dapat menyebabkan gejala iritasi pada saat berkemih dan
hematuria atau piuria. Sistitis pada pasien laki-laki jarang tanpa adanya intrumentasi.
Mempertimbangkan kemungkinan adanya inflamasi apendiks pada pasien laki-laki dengan
gejala sistitis yang jelas. Juga mempertimbangkan kemungkinan apendisitis pada pasien
pediatri atau dewasa mumcul dengan gejala retensi urine akut.
Sangatlah penting mengingat posisi apendiks bervariasi. 100 pasien melakukan
MDCT (3 dimensional multidetector computed tomography), dasar dari apendiksb yang
berlokasi pada titik Mcburney hanya sekitar 4% pasien; dalam 36%, dasar apendiks sekiatr 3
cm; dalam 28%, sekitar 3-5 cm dari titik tersebut dan pada 36% pasien, dasar apendiks
adalah lebih dari 5 cm dari titik Mcburney.
Temuan pemeriksaan fisik yang paling spesifik pada apendisitis adalah nyeri tekan
lepas, nyeri pada perkusi, otot kaku dan tegang. Walaupun nyeri pada kuadaran kanan bawah
ditemukan pada 96% pasien, namun temuan ini tidak spesifik. Jarang, nyeri pada kuadaran
kiri bawah menjadi manifestasi utama pasien dengan situs inversus atau pada pasien dengan
apendiks yang memanjang meluas ke kuadaran kiri bawah. Nyeri pada palpasi kuadran kanan
bawah pada titik Mcburney adalah tanda yang paling penting pada pasien.
Pemeriksaan fisik yang cermat, tidak terbatas pada perut, harus dilakukan pada semua
pasien dengan dugaan apendisitis. Gastrointestinal (GI), genitourinari, dan sistem paru harus
dipelajari. Bayi dan anak laki-laki kadang-kadang tampak dengan hemiscrotum yang
meradang karena migrasi dari peradangan apendiks atau nanah melalui prosesus vaginalis
paten. Hal ini sering awalnya salah didiagnosis sebagai torsi testis akut. Selain itu, melakukan
pemeriksaan dubur pada pasien dengan gambaran klinis yang tidak jelas, dan melakukan
pemeriksaan pelvis pada semua wanita dengan nyeri perut.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
11
Menurut American College of Physicians Darurat (Acep) 2010 pada Update kebijakan
klinis, tanda-tanda dan gejala klinis harus digunakan untuk stratifikasi risiko pasien dan
memilih langkah selanjutnya untuk pengujian dan manajemen.
Accessory signs4
Dalam sebagian kecil pasien dengan apendisitis akut, beberapa tanda-tanda lain dapat
dicatat. Namun, ketidakhadiran mereka tidak menyingkirkan adanya apendisitis. Rovsing
sign (nyeri RLQ dengan palpasi LLQ) menunjukkan iritasi peritoneal dalam RLQ dipicu oleh
palpasi di lokasi yang jauh. Obturator sign (nyeri RLQ dengan rotasi internal dan eksternal
dari pinggul kanan tertekuk) menunjukkan bahwa usus buntu yang meradang terletak jauh di
dalam hemipelvis. Psoas sign (nyeri RLQ dengan perpanjangan pinggul kanan atau dengan
fleksi pinggul kanan melawan tahanan) menunjukkan bahwa peradangan terletak di
sepanjang jalannya otot psoas kanan.
Dunphy sign (nyeri tajam di RLQ ditimbulkan oleh rangsangan batuk) dapat
membantu dalam membuat diagnosis klinis peritonitis lokal. Demikian pula, nyeri RLQ pada
perkusi dari kuadran perut terpencil, atau perkusi pada tumit pasien, menunjukkan
peradangan peritoneum. Markle sign, nyeri yang timbul pada kuadran perut tertentu ketika
pasien berdiri lalu turun dari berdiri pada jari kaki lalu ke tumit, dipelajari di 190 pasien yang
menjalani operasi usus buntu dan ditemukan memiliki sensitivitas 74%.
Pemeriksaan rektal4
Tidak ada bukti dalam literatur medis bahwa pemeriksaan colok dubur (DRE)
memberikan informasi yang berguna dalam evaluasi pasien yang diduga apendisitis. Namun,
kegagalan untuk melakukan pemeriksaan dubur sering dikutip dalam klaim malpraktek. Pada
tahun 2008, Sedlak et al meneliti 577 pasien yang menjalani DRE sebagai bagian dari
evaluasi untuk pasien dugaan apendisitis dan tidak menemukan nilai yang berarti sebagai
sarana membedakan pasien dengan dan tanpa apendisitis.
Diagnostic Scoring4
Beberapa peneliti telah menciptakan sistem penilaian diagnostik untuk memprediksi
kemungkinan apendisitis akut. Dalam sistem ini, jumlah terbatas variabel klinis yang
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
12
ditimbulkan dari pasien dan masing-masing diberi nilai numerik; kemudian, jumlah nilai-nilai
tersebut digunakan. Yang paling terkenal dari sistem penilaian ini adalah MANTRELS skor,
yang tabulates migrasi nyeri, anoreksia, mual dan / atau muntah, nyeri di RLQ, nyeri lepas,
suhu tinggi, leukositosis, dan bergeser ke kiri (lihat Tabel 1).
Table 1. MANTRELS Score
Characteristic Score
M = Migration of pain to the RLQ 1
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBCs to the left 1
Total 10
Source: Alvarado.
RLQ = right lower quadrant; WBCs = white blood cells
Sistem penilaian klinis yang menarik karena kesederhanaan mereka; Namun, tak satu
pun telah terbukti secara prospektif untuk memperbaiki penilaian klinisi dalam pasien yang
dievaluasi di gawat darurat (ED) untuk sakit perut curiga usus buntu. The MANTRELS
score, pada kenyataannya, didasarkan pada populasi pasien rawat inap karena dicurigai usus
buntu, yang berbeda nyata dari penduduk terlihat di UGD.
Dalam meninjau catatan dari 150 pasien ED yang menjalani abdominopelvic
computed tomography (CT) scanning untuk menyingkirkan usus buntu, McKay dan
Shepherd menyatakan bahwa pasien dengan skor 0-3 MANTRELS bisa habis tanpa
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
13
pencitraan, bahwa orang-orang dengan skor 7 atau di atas 7 menerima konsultasi bedah, dan
orang-orang dengan skor 4-6 menjalani CT evaluasi. Para peneliti menemukan bahwa pasien
dengan skor MANTRELS dari 3 atau lebih rendah memiliki insiden 3,6% dari radang usus
buntu, pasien dengan skor 4-6 memiliki 32 % kejadian usus buntu, dan pasien dengan skor 7-
10 memiliki insiden 78% dari radang usus buntu.
Dalam studi lain, Schneider et al menyimpulkan bahwa skor MANTRELS tidak
cukup akurat untuk digunakan sebagai satu-satunya metode untuk menentukan kebutuhan
usus buntu pada populasi anak. [21] peneliti ini, mempelajari 588 pasien berusia 3-21 tahun
dan menemukan bahwa skor MANTRELS dari 7 atau lebih memiliki nilai prediktif positif
65% dan nilai prediksi negatif 85%.
Pemeriksaan Laboratorium2
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis appendisitis akut.
Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi.
Pada penderita dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apendisitis
akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya leukositosis 11.000-14.000/mm3,
dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran ke kiri hampir 75%. Jika jumlah
lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis.
Kombinasi antara kenaikan angka leukosit dan granulosit adalah yang dipakai untuk
pedoman menentukan diagnosa apendisitis akut.
Tes laboratorium bersifat kurang spesifik, sehingga hasilnya kurang dapat dipakai
sebagai konfirmasi penegakan diagnosa.
Apendisitis dan kehamilan4
Insiden apendisitis tidak mengalami perubahan pada kehamilan dibandingkan dengan
populasi umum, namun gejala klinis lebih beragam dibandingkan pada waktu-waktu lainnya.
Pada saat hamil, apendiks migrasi searah jarum jam menuju ke ginjal kanan, naik ke
atas krista iliaka pada 18 minggu masa gestasi. Nyeri kuadran kanan bawah dan nyeri yang
dirasakan pada trimester pertama, namun pada kehamilan lanjut, nyeri pada kuadaran kanan
atas atau pada flank area harus dipertimbangkan kemungkinan tanda-tanda adanya inflamasi
pada apendiks.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
14
Mual, muntah, dan anorexia sering tidak kompleks pada trimerter pertama, namun
gejala ini timbul berulang pada masa kehamilan lanjut harus dilihat sebagai hal yang
mencurigakan.
Pencitraan5
1. Radiografi
Radiografi abdominal menunjukkan hasil normal pada pasien dengan akut apendisitis.
Oleh karena itu, foto polos jarang digunakan untuk menegakkan diagnosis. Pada satu
penelitian, temuan foto polos dengan apendisitis akut diamati hanya mencapai 20% dari
pasien yang apendisitis.
Adanya kalsifikasi di apendiks dimana paling sering ditemukan di foto polos, hal ini
terjadi pada kurang dari 10% pasien.
Temuan lain pada foto polos adalah konveksi lumbal skoliosis, hilangnya tepi psoas
kanan, air-fluid levels di kuadran kanan bawah, udara pada apendiks, dan
pneumoperitoneum.
Barium enema dapat dilakukan dengan aman dan cepat dengan menggunakan teknik
single-colomn. Pengisian lengkap pada apendiks yang normal secara efektif menyingkirkan
diagnosis apendisitis; namun jika barium tidak terisi atau tidak lengkap mengisi di apendiks,
disertai dengan efek tekanan atau spasme di sekum, menjukkan apendisitis.
Tingkat kepercayaan
Konsensus dalam literatur adalah bahwa foto polos tidak sensitif dan nonspesifik.
Foto polos tidak dilakukan rutin, kecuali untuk mengevaluasi obstruksi dari udara bebas.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
15
Apendikolit dapat ditemukan pada individu tanpa apendisitis, dan pada foto polos
yang mempunyai tanda-tanda apendisitis, yang dapat dipantau pada penyakit abdomen yang
lain.
Meskipun akurasi diagnostik dari barium enema dilaporkan 80-100%, teknik ini
memiliki beberapa kelemahan, seperti gambaran apendiks yang tidak terisi, dimana dapat
ditemukan pada 15-30% pasien tanpa usus buntu.
2. CT Scan
CT Scan memeiliki keuntungan yaitu dari visualisasi langsung dari apendiks, serta
perapendiceal dan struktur intra abdomen. CT Scan dapat digunakan untuk mengevaluasi
apendiks yang abnormal dan normal, derajat keparahan dan perluasan pada daerah yang
berhubungan dengan proses inflamasi.
Keuntungan dari CT Scan adalah sensitivitas dan akurasi yang tinggi dibandingkan
dengan tehnik pencitraan yang lain, ketersediaan, noninvasif dan memiliki potensi untuk
mengetahui diagnosis alternatif selanjutnya. Dalam studi oleh Pickhardt et al, CT Scan di
konfirmasi sebagai tes yang bernilai untuk mengkonfirmasi apendisitis akut pada orang
dewasa. Selama penelitian ini dari 2871 pasien, 675 pasien telah menderita apendisitis.
Multidetektor CT Scan memiliki nilai sensitivitas 98,5%, spesifisitas 98%, nilai prediksi
negatif 99,5%, nilai prediksi positif 93,9%. CT Scan juga menyarankan diagnosis alternatif
pada 893 pasien tanpa apendisitis atau apendektomi. Kekurangannya termasuk paparan
radiasi, potensi reaksi anafilaksis jika kontras digunakan, panjang waktu akuisisi jika
menggunakan kontras oral, dan ketidaknyamanan pasien jikan menggunakan kontras melalui
rektal.
Temuan khas pada CT Scan berupa apendiks tidak terisi dengan distensi dan
penebalan dinding apendiks dan caecum, pembesaran nodus mesenterika, dan peradangan
periapendiceal atau cairan.
Tercatat dalam salah satu studi tanpa gejala yang melakukan CT Scan pelvis
ditemukan 42% dari individu memiliki ukuran apendiks lebih besar dari 6 mm dan 78%
apendiks tidak terisi setelah pemberian kontas oral. Dengan demikian, temuan CT Scan harus
berkorelasi dengan skenario klinis.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
16
Temuan apendisitis pada CT Scan
Dengan resolusi yang tinggi dari CT Scan, apendiks yang abnormal dapat di
observasi, dan variasi temuan dapat dievaluasi pada pasien dengan akut apendisitis.
Temuan spesifik CT Scan dari apendisitis berupa pembesaran apendiks (>10 mm
diameter luar), hyperenhancement dari dinding apendiks, penebalan dinding apendiks
(>3mm), tidak ada opasitas pada apendiks yang besar, peningkatan cairan intraluminal, lemak
disekitar wilayah periapendiks, dan adanya apendikolit dalam apendiks. Apendikolit dapat
dilihat di luar lumen apendiks, dalam peradangan massa atau dalam pengumpulan cairan.
Diameter apendiks sekitar 6-10mm biasanya samar-samar, dan terkait temuan lainnya yang
tercantum diatas diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis apendisitis.
Beberapa temuan sekunder sering ditemui pada apendisitis akut. Penebalan fokal
caecum dapat terjadi. Proses inflamasi dapat dilihat untuk memisahkan lumen caecal dari
dasar apendiks atau apendikolit. Medium kontras dapat diamati dalam caecum sampai ketitik
dari obstruksi apendiks.
Gangren apendisitis diakui sebagai pembesaran apendiks, dengan terkait gambaran
cairan dan loculated air di dalam lumen.
Apendisitis distal didiagnosis ketika CT Scan mengungkapkan apendiks yang terlibat
di distal apendiks dengan tampilan normal pada proksimal apendiks.
Deteksi phlegmons, abses dan peradangan kuadran kanan bawah dengan caecum
sangat sugestif tetapi tidak pathognomonic untuk akut apendisitis. Perforasi apendisitis
biasanya disertai dengan pericaecal phhlegmon atau pembentukan abses. Udara bebas
intraabdomen dapat dilihat dibawah difragma kanan atau di retroperitoneal pada pasien yang
perforasi. Temuan CT Scan termasuk udara ekstraluminal, ditandai penebalan ileocaecal,
lokal limfadenopati, peritonitis, dan obstruksi usus halus.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
17
Tingkat Kepercayaan
Teknik konvensional dan heliks CT Scan telah mendokumentasikan dengan akurasi
tinggi (96-98%), sensitivitas (96-100%), spesifisitas (95-97%), nilai prdiksi positif (97-99%),
dan nilai prediksi negatif (88-100%).
Studi awal dievaluasi berurutan (nonhelikal) CT Scan dalam mendiagnosis
apendisitis. Pada tahun 1993, Malone mengevaluasi nonenhaced, Sequential CT pada 211
pasien dan dilaporkan dengan hasil sensitivitas 87% dan spesifisitas 97%. Dengan
penambahan kontras intravena dan oral menghasilkan peningkatan kepekaan 96-98%.
Dengan demikian, beurutan CT Scan dengan penggunaan kontras oral dan intravena
sangat akurat. Namun, pemeriksaan ini juga memakan waktu dan mahal; yang terbaik adalah
digunakan untuk presentasi samar-samar ketika CT Scan heliks tidak tersedia.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendiks Normal
Apendisitis
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
18
Pada tahun 1997, Lane et al mengevaluasi heliks CT Scan tanpa menggunakan
kontras dan menunjukkan sensitivitas 90% dan spesifisitas 97%. Penelitian lain dari heliks
CT Scan tanpa kontras pada orang dewasa dengan dugaan apendisitis telah menunjukkan
sesitivitas 91-96% dan spesifisitas 92-100% untuk pemeriksaan ini.
Dalam sebuah penelitian terhadap 2.004 pasien anak, Kaiser at al menemukan bahwa
sensitivitas nonenhanced CT adalah 66%. Sensitivitas meningkat menjadi 90% dengan
pengguanaan kontras intravena.
Dalam sebuah studi tahun 2005 dari 112 pasien anak, Hoecker dan Bilman
menemukan bahwa unenhanced CT mencapai sensitivitas 87,5%, spesifisitas 98,7%, nilai
prediksi positif 91,3%, dan nilai prediksi negatif 90,8%.
Pada tahun 1997, Rao et al menemukan bahwa fokus (perut bagian bahwa dan
panggul bagian atas) heliks CT dengan 3% Gastrografin yang dimasukkan ke dalam colon
(tanpa kontras intravena) memiliki sensitivitas 98% dan spesifisitas 98%.
Dua studi pada heliks CT scan dengan rectal kontras pada anak-anak menunjukkan
sensitivitas 95-97%.
Studi dari 173 orang dewasa dengan menggunakan heliks CT Scan dengan kontras
intravena, tetapi tidak dengan kontras rektal atau oral, memiliki sensitivitas 100%, spesifisitas
97%, nilai prediksi positif 95%, dan nilai prediksi negatif 100%.
CT Scan memiliki akurasi diagnostik yang tinggi dalam mendeteksi komplikasi,
terutama pada pasien yang diduga perforasi apendiks. CT Scan juga dapat digunakan untuk
memandu bedah atau perkutan abses drainase.
Positif Palsu atau Negatif Palsu
Beberapa temuan CT Scan yang sugestif atau sering menyertai apendisitis akut tidak
spesifik dan dapat diamati dengan kondisi kuadran kanan bawah lainnya, seperti penyakit
Crohn, Kolitis Ulseratif, Pankreatitis, Perforasi Ulkus Duodenum dan Kolesistitis. Salah tafsir
dari tanda-tanda ini sebagai indikasi apendisitis dapat menyebabkan positif palsu.
Sebaliknya, tanda-tanda tertentu dapat keliru. Tanpa opasitas caecal yang optimal,
perut yang membuncit, apendisitis bisa salah menjadi linkaran usus kecil. Jarang, suatu
lumen apendiks diisi dengan apendikolit dapat menyerupai lumen yang opak pada CT Scan.
Apendisitis distal dapat berpotensi menjadi penyebab intrepretasi negatif palsu.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
19
3. Magnetic Resonance Imaging
Sebuah studi oleh Incesu et al menggambarkan enhancement signifikan dari apendiks
yang meradang dan lemak sekitarnya pada gadolinium enhanced, superesi lemak, T1-
weighted, spin-echo images. Enhancement ringan dapat dilihat pada apenndiks yang normal
dan usus. Dengan menggunakan tehnik saturasi lemak, tampak perbedaan kontras antara
apendisitis dengan lemak disekitarnya. Supresi lemak, T2-weight, potongan aksial dan
koronal dapat membantu untuk mendeteksi dan mengevaluasi apendisitis dan komplikasinya.
Pada studi lain, Hormann et al menyarankan unenhanced, aksial, T2-weighted, spim-
echo imanging lebih sensitif untuk mendiagnosis akut apendisitis. Para penulis memperoleh
aksial, T1, turbo, spin-echo sequences, aksial dan koronal, T2-wighted, turbo, spin-echo
seqeunces; dan aksial, fat-suppressed, short inversion-time, inversion-recovery, turbo, spin-
echo squences.
Pada studi, T2-weighted, ultraturbo, spin-echo images, akut apendisitis menunjukkan
hiperintensitas sentral yang nyata dan hiperintesitas jaringan periapendikal yang nyata, serta
dinding yang menebal dengan sedikit hiperintensitas.
Agen kontras berbasis gadolinium (gadopentetate dimeglumine [Magnevist],
gadobenate dimeglumine [MultiHance], gadodiamide [Omniscan], gadoversetamide
[OptiMARK], gadoteridol [ProHance]) telah dikaitkan dengan pegembangan fibrosis
sistemik nefrogenik (NSF) atau nephrogenic fibrosing dermopathy (NFD). Penyakit ini
terjadi pada pasien dengan stadium akhir penyakit ginjal yang berat setelah diberi agen
kontras berbasis gadolinum untuk meningkatkan MRI atau MRA scan.
NSF/NFD adalah penyakit yang melemahkan dan terkadang dapat menjadi fatal.
Karateristiknya terdiri dari bercak merah atau gelap pada kulit; rasa terbakar, gatal, bengkak,
pengerasan, dan pengencangan kulit; bintik-bintik kuning pada bagian putih mata; kekauan
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
20
sendi dengan kesulitan bergerak atau meluruskan tangan atau kaki; nyeri yang mendalam di
pinggul atau costae; dan kelemahan otot.
Tingkat Kepercayaan
Fat-suppressed, gadolinium-enhanced MRI scans memiliki sensitivitas 97% dan
akurasi 95% untuk mendeteksi akut apendisitis; walaupun tehnik ini tidak rutin dilakukan
untuk mendiagnosis akut apendisitis. Unenhanced MRI scanning juga digunakan untuk
mengevaluasi apendisitis dengan akurasi 100%.
Sebuah studi, menilai akurasi MRI pada 51 pasien ibu hamil dengan suspek
apendisitis yang dengan ultrasonografi tidak terdiagnosis. Sensitivitas, spesifisitas, nilai
prediksi positif dan negatif dan akurasi dari MRI masing-masing adalah 100%, 93,6%,
91,4%, 100% dan 94,0%.
Positif Palsu dan Negatif Palsu
Hasil negatif palsu pda MRI biasanya dari keterbatasan tehnik yang terkait, seperti
saturasi lamak yang tidak efisien yang menyebabkan peningkatan dinding apendiks yang
menjadi kabur oleh lemak mesenterika.
Penyakit inflamasi dari usus, seperti ileal divertikular abses dan inflamasi ileal
segmen dari penyakit Chorn dapat menyerupai apendisitis, dapat dilaporkan sebagai positif
palsu dari enhanced MRI.
4. Ultrasonografi
USG adalah modalitas yang tersedia secara luas dan murah yang memiliki potensi
untuk pencitraan yang sangat akurat pada pasien yang diduga menderita apendisitis akut.
Keuntungan dari USG adalah noninvasive, waktu akuisisi singkat, kurangnya paparan
radiasi, dan potensi untuk diagnosis penyebab lain dari sakit perut, terutama pada wanita usia
subur. Banyak pihak percaya bahwa USG harus menjadi tes pencitraan awal pada wanita
hamil dan pada pasein anak, karena paparan radiasi yang sangat tidak diinginkan pada
kelompok ini.
Pada suatu studi kasus, pada 1.228 anak dengan suspek apendisitis, dengan awalnya
penggunaan USG kemudian CT Scan jika hanya temunnya samar-samar. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, sensitivitas 98,6%, spesififisitas 90,6%. Tingkat negatif apendektomi
8,1%. Tingakat missed apendisitis 0,5%.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
21
Temuan Ultrasonografi
Temuan mayor ultrasonografi pada apendisitis akut pada kuadran kanan bawah
meliputi:
o Aperistaltik, non kompresibel, blind-end, struktur sausage-shaped yang timbul dari
dasar sekum
o Perbedaan lapisan dinding apendiks
o Diameter lapisan luar lebih besar dari 6 mm
o Adanya target appearance
o Apendicolith
o Kumpilan cairan pada periapendikal
o Ekogenik, prominent lemak pericecal
Apendiks Normal
Pada apendiks normal jarang diamati dengan menggunakan skala abu-abu USG, tetapi
struktur ini dapat divisualisasikan sebagai blind-ended, tubular, kompresi lingkaran usus yang
tersambung dengan sekum dan memiliki diameter 6 mm, terutama pada pasien yang kurus.
Criteria penciteraan yang paling penting untuk evaluasi appendicitis adalah diameter
luarnya, walaupun telah dilaporkan overlap diameter appendix normal dan yang inflamasi,
nilai ambang 6-7 mm biasa yang digunakan, appendix normal memiliki diameter terluar 6
mm, dikelilingi oleh lemak homogen non inflamasi.6
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
22
Apendisitis Supuratif
Ultrasonografi longitudinal dapat melihat apendiks yang tidak perforasi, apendiks
yang inflamasi yang dicirikan dengan aperistaltik, non kompresibel, blind-ended, struktur
tubular dengan dinding berlapis yang muncul dari dasar cecum. Ketika peradangan ringan
dan visualisasi yang optimal, 5 lapisan dinding apendiks yang berbeda dapat diindentifikasi.
Dengan USG tranversal, apendiks yang abnormal tampil sebagai target appeearance,
dan pada diamater luar melebihi 6 mm pada kuadran kanan bawah. Ketebalan dinding luar
yang melebihi 3 mm dievaluasi sebagai hal yang patologis.
Apendikolit, yang diidentifikasi sebagai fokus echogenik intraluminal dengan
bayangan posterior, yang dapat dideteksi olaeh USG sekitar 30% dari pasien yang menderita
apendisitis akut.
Gangren Apendisitis
Hilangnya general atau fokal ekogenik lapisan submukosal dari dinding apendiks,
serta prominent, sekitarnya, lemak ekogenik, konsisten dengan gangren apendisitis.
Perforasi Apendisitis
Diagnosis perforasi apendisitis, USG skala abu-abu juga merupakan alat diagnostik
yang berharga, meskipun fakta bahwa perforasi apendisitis tidak dapat divisualisasikan dalam
kuadran kanan bawah. Ketidakteraturan dan kerusakan kontur apendiks dengan adanya cairan
periapendiceal dan hiperekoik, lemak pericecal menonjol adalah diagnosis perforasi.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
23
Gelembung gas terjadi dalam kumpulan cairan dalam kasus perforasi atau sebagai akibat dari
organisme pembentuk gas. Sebuah perforasi lokal dari ujung apendiks juga menunjukkan
kantung das pada sisi yang perforasi.
Phlegmon Periapediceal dan Abses
Phlegmon muncul sebagai pengumpulan cairan lokal, yang berdinding yang
berdekatan dengan omentum dan usus kecil. Abses apendiks muncul sebagai kompleks,
massa hipoekoik yang berdekatan dengan apendiks. Pada pasien ini, apendiks yang inflamasi
mungkin tidak dapat dilihat.
Alternatif penyakit
Pemeriksaan USG juga berguna untuk mendiagnosis patologi alternatif, seperti abses
tubo-ovarian, torsio ovarium, kista ovarium, atau adenitis mesenterik, terutama pada wanita
usia subur. Pembentukan diagnosis alternatif tidak terkecuali apendisitis. Namun, manfaat
ganda ketika apendisitis dapat dilihat dengan USG dan diagnosis alternatif dibuat.
Temuan Ultrasonografi Color Doppler
Ultrasonografi Color Doppler bermanfaat dalam mengevaluasi kondisi peradangan
dari saluran usus. Pada apendiks yang normal jarang ditemukan hiperemia ringan pada
pemeriksaan Doppler Ultrasonografi. Namun, pada apendiks yang meradang menunjukkan
aliran lebih besar dari pada apendiks yang normal, dan warna yang melingkar pada dinding
apendiks yang inflamasi dapat dilihat pada ultrasonografi warna doppler yang merupakan
indikatot kuat apendisitis akut.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
24
Tampilan yang mengalir pada Doppler ultrasonografi telah dilaporkan sugestif dari
apendiks yang patologis, tetapi tidak adanya aliran tidak dapat dibedakan dari yang normal
dan abnormal apendiks. Vaskularisasi perifer dari mesenterium dan omentum yang inflamasi
dapat dilihat, namun deteksi hiperemia pada dinding apendiks tidak memungkinkan pada
pasien dengan apendisitis gangren kerena nekrosis vaskular yang berdekatan dengan dinding
apendiks yang telah meradang.
Tingkat Kepercayaaan
Sejumlah penelitian menyatakan sensitifitas 75-90%, spesifisitas 86-100%. Akurasi
87-96%, nilai prediksi positif 91-94%, dan nilai prediksi negatif 89-97% untuk mendiagnosis
apendisitis akut.
Lima studi lain yang dilakukan pada anak-anak sepakat meyatakan sensitivitas
keseluruhan mencapai 95-95% dan spesifisitas berkisar 47-96%. Satu studi yang lain
menemukan sensitivitas 35% dan spesifisitas 98% pada pasien anak dengan perforasi
apendisitis.
Positif Palsu dan Negatif Palsu
Beberapa jebakan utama yang terlibat dalam overdiagnosis apendisitis dengan
mengguanakan USG, termasuk salah tafsif dari illeus terminal sebagai apendisitis dan salah
tafsir dari apendiks normal sebagai apendiks yang inflamasi.
Apendiks dapat menjadi inflamasi sekunder sebagai hasil dari berbagai proses
inflamasi. Dalam kasus neoplasma intrinsik, apendiks dapat membesar dan nonkompresibel.
Beberapa temuan USG positif palsu dapat dihasilkan dari penyembuahan spontan apendisitis.
Usus yang berisi cairan dan distensi fekal dan gas menggangu visualisasi daerah apendiks.
Sekitar 30% dari apendisitis tidak terdeteksi dengan USG yang dilaporkan sebagai apendiks
retrocecal. Masalah ini mungkin sebagian diatasi dengan memindai pada bidang koronal
untuk memvisualisasikan posterior sekum.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
25
Apendiks yang berisi gas dapat mempersulit diagnostik dan dapat menjadi salah
interpretasi sebagai usus halus atau gas pada abses periapendiceal,
Positif palsu dapat terjadi pada pasien dengan penyakit Crohn.
5. Pencitraan Nuklir
Indium-111 (111 In) penglabelan leukosit sangat sensitif dan spesifik dalam
mendeteksi apendisitis, dengan akurasi keseluruhan 91-95%. Namun, indium mahal, waktu
optimal untuk pencitraan panjang (17-24 jam setelah injeksi), dan teknik ini tidak selalu
tersedia.
Beberapa teknik yang ada untuk penglabelan leukosit dengan teknesium-99m (99m
Tc), sebuah isotop murah dan tersedia. Dalam teknik ini, darah diambil, dan neutrofil dan
makrofag diberi label dengan 99m Tc, yang diberikan secara intravena. Kemudian, gambar
nuklir perut dan panggul diperolrh serial lebih dari 4 jam. Serapan lokal bahan tracer di
kuadran kanan bawah menunjukkan radang apendiks.
Pada satu studi menyatakan pemindai leukosit dengan 99m Tc albumin koloid label
sensitivitas teknik ini mencapai 89%.
Studi lain mengguanakan Tc 99m hexamethylproleneamine oxime label leukosit
untuk memindai apendisitis dan melaporkan sensitivitas menjadi 81% dan akurasi menjadi
89%.
99m Tc serapan imunoglobulin manusia juga telah diusulkan sebagai metode yang
akurat dan aman dalam mendeteksi apendisitis akut.
Teknik skintigrafi biasanya selesai dalam waktu 5 jam, jangka waktu yang dapat
menunda pengobatan operatif lebih lama dari delay yang disebabkan oleh pengguanan USG
dan CT Scan.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
26
o Positif Palsu dan Negatif Palsu Pada Sonografi dan CT Scan6
o Adenitis Mesenterika
Adenitis mesenterika telah dilaporkan sebagai penyebab nyeri abdomen
kuadran kanan bawah paling sering kedua setelah appendicitis, terhitung 2- 14 %
diagnosis pada pasien dengan curiga appendicitis. Didefinisikan sebagai inflamasi
jinak self limiting pada limfonodus mesenterika sebelah kanan tanpa teridentifikasi
proses inflamasi yang mendasari, sering terjadi pada anak-anak dibandingkan
dewasa.sonografi dan CT menunjukkan adenopati berkelompok. karena adenopati
juga sering terjadi dengan appendicitis, appendix normal harus di lihat pada
penciteraan sebelum menetapkan diagnosis adenitis mesenterika.
o Infeksi Enterocolitis
Infeksi enterocolitis dapat menyebabkan geja ringan mirip gastroenteritis virus
umum, tetapi bisa juga secara klinis dengan presentasi yang tidak bisa dibedakan
dengan appendicitis. Presentasi terakhir ini dapat terjadi pada ileocecitis bakteri yang
disebabkan oleh Yersinia, Campylobacter, Salmonella spp. Studi penciteraan
menunjukkan penebalan mural ileum terminal dan sekum tanpa peradangan lemak
sekitarnya dan adenopati mesenterika sedang.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
27
o Epiploic Appendages
Epiploic appendages adalah tonjolan adipose kecil dari permukaan serosa
kolo. Epiploic appendages bisa terjadi melalui puntiran dan inflamasi sekunder,
menyebabkan nyeri abdomen fokal yang menstimulasi appendicitis ketika lokasinya
di kuadran kanan bawah. Epiploic appendages adalah penyakit self limiting yang telah
dilaporkan sekitar 1% pada pasien yang secara klinis suspect appendicitis. sonografi
dan CT menggambarkan massa lemak yang terinflamasi yang berdekatan dengan
kolon dengan karakteristik cincin yang menipis pada dasar peritoneal visceral yang
tebal dan penebalan focus sentral yang disebabkan oleh thrombus pembuluh darah
atau perubahan hemoragic pada CT.
o Infark Omentum
Infark omentum memiliki patofisiologi dan presentasi klinik yang mirip
dengan epiploic appendicitis, dengan jaringan lemak yang mengalami infark di bagian
kanan segmen omentum. penciteraan menunjukkan massa lemak terinflamasi
berbentuk seperti cake lebih besar dari epiploic appendicitis dan tidak ada cincin yang
menipis pada CT. beberapa kasus sulit membedakan epiploic appendagitis dari infark
omentum.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
28
o Diverticulitis Kolon
Diverticulitis kolon bagian kanan bisa secara klinis menyerupai appendicitis atau
cholecystitis.dibandingkan dengan divertikel sigmoid, divertikel kolon bagian kanan biasanya
adalah true diverticula, yang mengantung keluar di dinding kolon yang terdiri dari semua
lapisan dinding.hal ini dapat menjelaskan karakter benign self limiting dari diverticulitis
bagian kanan. Temuan sonografi dan CT terdiri dari perubahan inflamasi pada lemak
pericolic dengan penebalan segmental dinding kolon pada level divetriculum terinflamasi.
o Penyakit Crohn
Penyakit crohn sering menyebabkan gejala berkepanjangan, tapi sampai 1/3
pasien dengan penyakit crohn ileocaecal menunjukkan gejala awal yang akut yang
misdiagnosis sebagai appendicitis. Pada fase aktif akut dari penyakit crohn
ileocaecal, penciteraan menunjukkan penebalan dinding usus transmural, sering
predominan pasa lapisan submukosa, dengan perubahan inflamasi yang sering pada
lemak sekitar.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
29
o Intususepsi Ileocecal
Intususepsi ileocecal perdominan terjadi pada anak kecil dengan riwayat
gastroenteritis dan menunjukkan gejala pada kuadran kanan bawah. Pembesaran
limfonodus mesenterika atau hyperplasia limfoid pada ileum distal sering ditetapkan
sebagai point pasti untuk intususepsi. Penciteraan menunjukkan konfigurasi usus
didalam usus dengan massa seperti target pada sonografi yang terdiri dari cincin
konsentik multiple berhubungan dengan invaginasi lapisan dinding usus.
o Kondisi Ginekologis
Kondisi ginekologis seperti penyakit inflamasi pelvis atau perdarahan kista
ovari fungsional dapat menyebabkan nyeri pelvis akut yang bisa menstimulasi
appendicitis. Pada evaluasi kelainan ini, sonografi transvaginl adalah superior untuk
pendekatan transabdominal karena dekatnya transduser ke organ genital. Pada
penyakit inflamasi pelvis, temuan penciteraan bervariasi menurut keparahan penyakit
dan mungkin bisa normal pada kondisi awal. Pada stadium lebih lanjut, temuan bisa
termasuk pembesaran organ genital internal dengan kontur yang tidak jelas dan
cairan bebas pelvis.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
30
G. TATALAKSANA2
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat da merupakan satu-satunya
pilihan yang baik adalah appendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak
diperlukan pemeberian antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis
perforata. Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan
abses atau perforasi.
Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparaskopi. Bila
apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita
yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan
laboratorium dan ultrasonografi dapat dilakukan bila dalam observasi masih terdapat
keraguan. Bila tersedia laparaskop, tindakan laparaskopi diagnostik pada kasus meragukan
dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
31
H. DIGANOSA BANDING2
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding, seperti:
Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih
ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan
leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
Demam Dengue
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif
untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit meningkat.
Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah
pada pertengahan siklus menstruasi.
Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih
tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika
ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul
nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga
pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.
Endometriosis ovarium eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis
berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
32
Urolitiasis pielum/ ureter kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan
gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.
Penyakit saluran cerna lainnya
Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis
Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis,
divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis,
karsinoid, dan mukokel apendiks.
I. KOMPLIKASI2
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa
massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
J. PROGNOSIS4
Angka kematian keseluruhan mencapai 0,2-0,8% disebabkan komplikasi penyakit
daripada intervensi bedah. Angka kematian pada anak-anak mencapai 0,1% sampai 1%, pada
pasien yang lebih tua dari 70 tahun, meningkat menjadi 20%, terutama karena keterlambatan
diagnosis dan terapi.
Perforasi apendiks dikaitkan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas
dibandingkan apendisitis yang tidak perforasi. Resiko kematian pada apendisitis akut tetapi
tidak gangren kurang dari 0,1%, namun resiko meningkat menjasi 0,6% pada apendisitis
gangren. Tingkat perforasi bervariasi dari 16 sampai 40%, dengan frekuensi tertinggi terjadi
pada kelompok usia muda (40-70%) dan pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun (55-70%),
dimana ynag umum terjadi adalah misdiagnosis dan diagnosis tertunda. Komplikasi tejadi
pada 1-5% pasien dengan apendisitis, dan infeksi luka pasca operasi terhitubg hampir
sepertiga dari morbiditas terkait.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
33
BAB IV
KESIMPULAN
Apendisitis merupakan inflamasi dari lapisan dalam apendiks vermiformis yang
menyebar ke bagian lain dari apendiks. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur.
Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun. Insidens pada lelaki dan perempuan
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika itu insiden pada lelaki lebih
tinggi.
Penyebab apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. Histolytica.
Gambaran klinisnya berupa nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Diagnosis dapat ditegakan melaui anamnesis, pemeriksaan fisik pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Dengan pemeriksaan radiologi dapat digunakan pencitaan radiografi, ultrasonografi,
CT scan, MRI dan Nuklir. Namun harus diperhatikan secara klinis, apendicitis bisa meniru
berbagai penyakit yang dapat menyebabkan diagnosis false negative. Sebaliknya berbagai
macam penyakit awalnya di diagnosis salah sebagai appendicitis.misdiagnosis ini dapat
menyebabkan pengobatan yang terlambat pada pasien dengan appendicitis atau pengambilan
appendix normal pada pasien dengan nyeri abdomen akibat penyebab lain.diagnosis yang
cepat dan tepat diperlukan untuk meminimalisir morbiditas.
Tatalaksana apendisitis adalah apendektomi dengan cara laparastomi atau dapat
dengan cara laparaskopi. Pemberian antibiotik hanya pada apendisitis gangrenosa dan
perforata. Keterlambatan diagnosis dan terapi dapat menyebabkan perforasi apendisitis yang
dapat menyebabkan kematian.
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara
Apendisitis Rahma, Lisa, Tanty
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Faiz, O, et al. Anatomy At Glance. Edisi ketuga. England : Oxford;2011.
2. Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta : EGC; 2012.
3. Eroschenko, Viktor P. Atlas Histologi di Fiore Edisi 9. Jakarta. EGC. 2003
4. Craig, Sandy, et al. Appendicitis. Cited 18 July 2014. Avaible from :
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview
5. Incesu, Lutfi. Imaging Appendicitis. Cited 18 July 2014. Avaible from :
http://emedicine.medscape.com/article/363818-overview
6. Vrisman, Adriaan, et al. Mimic of Appendicitis: Alternative Nonsurgical Diagnoses
With Sonography and CT. Cited 22 July 2014. Avaible from :
http://www.ajronline.org/doi/full/10.2214/AJR.05.0085
Kepanitraan Klinik Ilmu RadilogiRSUD Ciawi Periode 7 Juli – 2 Agustus 2014Universitas Terumanagara