BAB I Apendisitis Referat Ku

51
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. Antara usia 20-30 tahun. Resiko terjadinya apendisitis pada pria 8,6% dan untuk perempuan 6,7%. Apendiks vermiformis berbentuk tabung buntu berukuran sebesar jari kelingking yang terletak padadaerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum. Peradangan atau ruptur struktur ini merupakan penyebab penting kematian pada orang muda, walaupun frekuensinya kini lebih jarang menyebabkan kematian dibandingkan dengan masa sebelum ditemukannya antibiotik. Angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik. 1,2 Diagnosis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera dilakukam, keterlambatan penanganan menyebabkan penyulit perforasi dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum 1

description

app

Transcript of BAB I Apendisitis Referat Ku

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering

terjadi. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling

sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. Antara usia 20-30 tahun.

Resiko terjadinya apendisitis pada pria 8,6% dan untuk perempuan 6,7%.

Apendiks vermiformis berbentuk tabung buntu berukuran sebesar jari

kelingking yang terletak padadaerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum.

Peradangan atau ruptur struktur ini merupakan penyebab penting kematian

pada orang muda, walaupun frekuensinya kini lebih jarang menyebabkan

kematian dibandingkan dengan masa sebelum ditemukannya antibiotik.

Angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik. 1,2

Diagnosis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera

dilakukam, keterlambatan penanganan menyebabkan penyulit perforasi

dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi

dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi

permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks

disertai dengan material abses, maka akan memberikan manifestasi nyeri

local akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan memberikan 2

respons peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah

nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah.3

Etiologi apendisitis bersifat multifaktor. Apendisitis disebabkan

oleh adanya obstruksi, iskemi, dan infeksi. Obstruksi seringkali menjadi

pertanda penting dalam patogenesis apendisitis. Akan tetapi obstruksi

hanya ditentukan dalam 30-40% kasus. Berbagai hal yang dapat

menyebabkan terjadinya obstruksi pada apendisitis antara lain batu

1

(fecalith), makanan, mukus, parasit, tumor, bendaasing dan hiperplasia

limfoid.

WHO (World Health Organization) menyebutkan insidensi

apendisitis di Asia dan Afrika pada tahun 2004 adalah 4,8% dan 2,6%

penduduk dari total populasi.4 Menurut Departemen Kesehatan RI pada

tahun 2006, apendisitis menempati urutan keempat penyakit terbanyak di

Indonesia setelah dispepsia, gastritis dan duodenitis, dan penyakit sistem

cerna lain dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak 28.040.2

Kesulitan dalam mendiagnosis apendisitis masih merupakan

masalah dalam bidang bedah. Terdapat beberapa pasien yang menunjukan

gejala dan tanda apendisitis yang tidak khas, sehingga dapat menyebabkan

kesalahan dalam diagnosis dan keterlambatan dalam hal penanganannya.

Kedua hal tersebut dapat meningkatkan terjadinya perforasi, morbiditas,

dan negative apendectomy. Angka negative apendectomy di Amerika

Serikat sebesar 15,3% pada apendisitis akut.6

Oleh karena itulah penulis mengangkat apendisitis sebagai judul

referat agar dapat menambah wawasan dalam bagian bedah mengenai

apendisitis hingga penanganannya.

1.2 Tujuan Penulisan

a. Tujuan umum

Berdasarkan latar belakang diatas tujuan pembuatan referat ini adalah

sebagai berikut:

Untuk mengetahui tentang anatomi, dan fisiologis dari apendiks

Untuk mengetahui tentang penyakit apendisitis mulai dari definisi,

etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis diagnosa

penatalaksanaan, prognosis, komplikasi, serta teknik operasi dari

apendisitis.

2

.

b. Tujuan khusus

Sebagai salah satu syarat untuk memenuhui tugas referat di SMF

BEDAH di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya, Fakultas Kedokteran

Malahayati Bandar Lampung.

1.3 Manfaat

Referat ini dapat menjadi sumber informasi dan ilmu pengetahuan

yang bisa menambah wawasan penulis khususnya dan para pembaca

umunya terutama mengenai apendisitis.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah yang dibahas dalam referat ini yaitu mencangkup

anatomi apendiks, fisiologi apendiks, definisi apendisitis, patofisiologi

apendisitis, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, diagnosis

apendisitis, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding dan

penatalaksanaan.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apendik

2.1.1 Anatomi Apendiks

Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer

patch (analog dengan Bursa Fabricus) membentuk produk

immunoglobulin. Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti

tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya

terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat

Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula

appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm.

Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. 

Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di

ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera,

taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal

appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara

umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.4

Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks

(mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada

daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang

a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal.

Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh

appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. Struktur

apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu4

a. mukosa,

b. submukosa,

c. muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler)

d. serosa.

4

Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson

yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral

abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan

submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastic membentuk

jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan

submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis

collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta

lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner

circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh

pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks.

Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari appendiks.1

Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi

minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat

antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan

menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup

ileosekal.1

Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab

rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks

terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak

dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks

penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal,

yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral

kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.4

Jenis posisi:

Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontoriun sacri

Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya

retroperitoneal.

Antecaecal : appendiks berada di depan caecum.

Paracaecal : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.

5

Pelvic descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor

Retrocaecal : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke

atas ke belakang caecum.

Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan

parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri

mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan

simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral

pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan appendiks

berasal dari arteri Appendikularis, cabang dari a.Ileocecalis, cabang dari a.

Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan arteri tanpa kolateral.

Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,

appendiks akan mengalami gangren.5

Secara histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama

seperti usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular

submucosa oleh mucosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah

dinding otot yang utama. Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang

terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung menjadi

satu di mesoappendiks. Jika apendik terletak retroperitoneal, maka

appendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa.5

Gambar 1. Anatomi Apendiks

6

2.1.2 Fisiologi Apendik

Selama bertahun-tahun apendiks itu keliru diyakini organ vestigial

dengan fungsi tidak dikenal. kini diakui bahwa apendiks adalah organ

kekebalan yang aktif berpartisipasi dalam sekresi immunoglobulin,

terutama imunoglobulin A. Meskipun tidak ada peran yang jelas untuk

apendiks dalam pengembangan penyakit manusia, hubungan terbalik

antara apendectomi dan pengembangan kolitis ulseratif telah dilaporkan,

menunjukkan efek melindungi dari apendektomi untuk apendisitis sebelum

usia 20 tahun.2

Apendiks dapat berfungsi sebagai reservoir untuk rekolonisasi usus

dengan bakteri sehat. Satu studi retrospektif menunjukkan bahwa

Apendektomi sebelumnya mungkin memiliki hubungan terbalik dengan

recurent infeksi C.Difficile. Namun dalam penelitian retrospektif lain,

Apendektomi tidak mempengaruhi tingkat infeksi C.Difficile. Peran

apendiks di recolonizing usus besar masih harus dijelaskan.2

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu

normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.

Lendir dalam apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk

apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai

perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks

tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa

disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna

dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri

secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan

lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat

dan terutama rentan terhadap infeksi.6

2.2 Apendisitis

7

2.2.1 Definisi Apendisitis

Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling

umum dalam kedokteran kontemporer, dengan tingkat kejadian tahunan

sekitar 100 per 100.000 penduduk. Risiko seumur hidup untuk apendisitis

adalah 8,6% untuk laki-laki dan 6,7% untuk perempuan, dengan insiden

tertinggi pada dekade kedua kehidupan.2 Pengertian apendisitis

berdasarkan kamus kedokteran Dorland yaitu Apendisitis adalah

merupakan suatu peradangan pada apendiks.

2.2.2 Klasifikasi apendisitis

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut

dan apendisitis kronik.4

1. Apendisitis akut.

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang

didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan

tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang

peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar

dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium

disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang

muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam

nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan

lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri

somatik setempat.5

2. Apendisitis kronik.

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika

ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2

minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan

mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah

fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total

lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa ,

8

dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara

1-5%.

2.2.3 Etiologi dan Predisposisi

Perkembangan resiko seumur hidup apendisitis adalah 8.6% untuk

laki-laki dan 6.7% untuk perempuan, dengan insiden tertinggi pada dekade

ke dan ketiga kehidupan. Angka apendektomi untuk apendisitis menurun

sejak tahun 1950 dibanyak negara. Di Amerika Serikat, mencapai tingkat

terendah sekitar 15 per 10000 penduduk pada tahun 1990. Namun sejak itu

mengalami peningkatan angka kejadian apendisitis nonperforasi. Alasan

untuk ini tidak jelas, tetapi telah diduga peningkatan terjadi akibat

penggunaan pencitraan diagnostik yang meningkatkan angka deteksi

apendisitis ringan sehingga dapat mendeteksi lebih dini.2

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak

kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Diagnosa apendisitis pada

kelompok usia muda biasanya sangat sulit dilakukan mengingat penderita

usia muda sulit melukiskan perasaan sakit yang dialaminya, sehingga

kejadian apendisitis pada usia muda lebih sering diketahui setelah terjadi

perforasi. Insidens tertiggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu

menurun. Insidens pada laki-laki dan wanita umumnya sebanding, kecuali

umur 20-30 tahun, insidens laki-laki lebih tinggi.4

Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berperan

sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor

yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan

limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan

sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis

adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.

Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya

9

sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman

flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis

akut.6

Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat

mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat

menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. (5,8) Frekuensi

obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit

ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan

apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis

gangrenous dengan rupture. Penyebab lain yang diduga dapat

menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit

seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran

kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap

timbulnya apendisitis. 1

2.2.4 Patofisiologi

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur

karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi

lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya

dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang

distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun

elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal

hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan

intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit

makhluk hidup yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang

cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.

10

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks

mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan

invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah

(edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah

intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut

fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas

dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda

setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.

Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan

bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai

peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.

Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian

arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan

gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding

yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local

yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat

menjadi abses atau menghilang.

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang

dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam

waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan

membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum,

usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular.

Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat

mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh

dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan

mengurai diri secara lambat.

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih

panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan

11

daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.

Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada

gangguan pembuluh darah.

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi

mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks,

omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti

vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses

peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi

perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah

selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan

dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar

istirahat (bedrest).

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,

tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan

dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan

berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang

akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

Gambar 2. Infeksi apendisitis

12

2.2.5 Manifestasi Klinis

a. Gejala

Apendisitis biasanya dimulai dengan rasa sakit periumbilikalis dan

menyebar yang kemudian nyeri terlokalisir ke perut kuadran kanan

bawah. Nyeri perut kuadran kanan bawah adalah salah satu tanda yang

paling sensitif dari apendisitis, nyeri lokasi atipikal atau nyeri yang

minimal merupakan gejala awal. Variasi lokasi anatomi dari Apendix

dapat menjelaskan gejala yang berbeda dari fase nyeri somatik yang

terjadi.2

Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang

merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.

Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu

makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan

bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih

jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak

disertai nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita

memerlukan obat pencahar. Tindakan tersebut sangat berbahaya karena

dapat mempermudah adanya perforasi. Bila terdapat perangsangan

peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau

batuk. Bila letaknya apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya

terlindungi oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah menjadi tidak

begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih

ke arah perut sisi kanan dan nyeri timbul saat penderita berjalan karena

kontraksi M.psoas major yang menegang dari dorsal.5

.

13

Gambar 3. Apendisitis pada kehamilan

Apendisitis juga berhubungan dengan gejala gastrointestinal seperti

mual, muntah, dan anoreksia. Gejala gastrointestinal yang berkembang

sebelum timbulnya rasa sakit menyarankan etiologi berbeda seperti

gastroenteritis. Banyak pasien mengeluhkan sensasi obstipasi sebelum

timbulnya rasa sakit dan merasa buang air besar yang akan meredakan

nyeri perut mereka. Diare dapat terjadi dalam hubungan dengan

perforasi, terutama pada anak-anak.2

Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya

sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa

melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul

muntah-muntah dan anak menjadi lemah serta letargi. Karena gejala yang

tidak khas tadi sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi,

80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.5

Pada kehamilan keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut,

mual, dan muntah. Beberapa yang perlu diperhatikan ialah pada

14

kehamilan trimester pertama sering juga mual muntah. Pada kehamilan

lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan

tidak dirassakan di perut kanan bawah tetapi ke regio limbal kanan.

b. Tanda

Di awal gejala, tanda-tanda vital dapat minimal berubah. suhu

tubuh dan denyut nadi mungkin normal atau sedikit meningkat.

Perubahan lebih besar yang terjadi dapat menunjukkan bahwa komplikasi

telah terjadi sperti telah terjadi perforasi atau diagnosis lain harus

dipertimbangkan.2

Temuan fisik ditentukan oleh adanya iritasi peritoneal dan

dipengaruhi oleh apakah organ tersebut telah pecah ketika pasien pertama

diperiksa. pasien dengan apendisitis biasanya bergerak perlahan dan lebih

memilih untuk berbohong telentang karena iritasi peritoneal. pada palpasi

perut, ada nyeri tekan dengan maksimum pada atau dekat titik

McBurney. pada palpasi dalam, satu dapat sering merasa resistensi otot

(menjaga) di fosa iliaka kanan, yang mungkin lebih jelas bila

dibandingkan dengan sisi kiri. ketika tekanan dari tangan memeriksa

dengan cepat lega, pasien merasa sakit tiba-tiba, yang disebut nyeri lepas.

Nyeri tidak langsung (tanda Rovsing) dan tidak langsung melambung

nyeri misalnya nyeri di kuadran kanan bawah ketika kuadran kiri bawah

adalah teraba merupakan indikator kuat dari iritasi peritoneal. Nyeri lepas

bisa sangat tajam dan tidak nyaman bagi pasien. Oleh karena itu

dianjurkan untuk memulai dengan pengujian untuk tidak langsung

melakukan nyeri lepas dan melakukan nyeri perkusi langsung.2

Variasi anatomi di posisi apendiks yang meradang menyebabkan

penyimpangan dalam temuan fisik biasa. dengan apendiks retrocecal,

temuan perut kurang mencolok, dan nyeri dapat paling menonjol di

panggul. ketika apendiks hang ke dalam panggul, perut temuan mungkin

sama sekali tidak ada, dan diagnosis mungkin terlewatkan. nyeri dubur

sisi kanan dikatakan untuk membantu dalam situasi ini. bt nilai diagnosis

rendah. rasa sakit dengan perpanjangan kaki kanan (tanda psoas)

15

menunjukkan fokus iritasi dalam kedekatan otot psoas kanan. sama,

peregangan internus obturator melalui rotasi internal dari paha tertekuk

(obturator sign) menunjukkan peradangan dekat otot.2

2.2.6 Pemeriksaan Fisisk

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila

suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat

perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1’C

1. Inspeksi

Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil

bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada

inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering

terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan

perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses

appendikuler.

2. Palpasi

Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-

tanda peritonitis lokal yaitu:

a. Nyeri tekan di Mc. Burney

b. Nyeri lepas

c. Defans muscular lokal.

Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum

parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular

mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang. Nyeri rangsangan

peritoneum tidak langsung.

d. Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

e. Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan

(Blumberg)

16

f. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas

dalam, berjalan, batuk, mengedan. Appendisitis infiltrat atau

adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di

perut kanan bawah.

Gambar 4. Titik McBurney

3. Auskultasi

Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena

ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis

perforata.

Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan

pada jam 9-12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri

terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pada apendisitis pelvika

tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri

terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak

dianjurkan.

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan

pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.

Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi

atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas,

tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan

untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan

m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan

17

gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang,

pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.

a. Psoas sign.

Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien

dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada

saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. Dasar

anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan

kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver

(pemeriksaan).

b. Tes Obturator.

Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien

difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral,

pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda

bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam.

Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks di pelvis

yang kontak dengan otot obturator internus yang meregang saat

dilakukan manuver.

Colok Dubur

Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi

bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada pada apendisitis pelvika.

Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci

diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang

lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan

dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan

atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.bila

apendiks yang meradang menempel di M.Psoas Major, dintadakan tersebut

akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah

apendiks yang meradang kontak dengan M.Obturator Internus yang

18

merupakan dinding panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan

nyeri pada apendisitis pelvika.7

Gambar 4. Pemeriksaan colok dubur

Sistem skor Alvarado 

Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya

berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi

antara anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk

mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah

pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka appendiktomi negatif

sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%.3

Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan

medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan

cara untuk menurunkan insidensi apendiktomi negatif, salah satunya

adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem

skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang

invasif.4

19

Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang

didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium.

Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai

derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini

menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan

atau vomitus, nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas

tekan, temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari

75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis mempunyai nilai 2

dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga

kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10.4

Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut:

Gejala dan tanda SkorNyeri berpindah 1

Anoreksia 1Mual muntah 1

Nyeri fossa iliaca kanan 2Nyeri lepas 1

Peningkatan suhu >37,3 ‘c 1Jumlah leukosit >10x103/L 2

Jumlah neutrofil > 75% 1

Tabel 1. Alvarado skor

Total skor: 10

Keterangan Alavarado score :

Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point

Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:

1 – 4 dipertimbangkan appendicitis akut

5 – 6 possible appendicitis tidak perlu operasi

7 – 9 appendicitis akut perlu pembedahan

Penanganan berdasarkan skor Alvarado :

1 – 4 : observasi

20

5 – 6 : antibiotic

7 – 10 : operasi dini.6

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan

kasus appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi,

Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak

adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. C-reaktif

protein meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.

b. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan

bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam

menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau

batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan

appendisitis.

2. Abdominal X-Ray

Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau

pemeriksaan fisik meragukan. Digunakan untuk melihat adanya fecalit

sebagai penyebab appendisitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama

pada anak-anak.

Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi

komplikasi (misalnya peritonitis) tampak:

a. Scoliosis ke kanan

b. Psoas shadow tak tampak

c. Bayangan gas usus kananbawah tak tampa

d. Garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak

e. 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak

21

f. Appendicogram hasil positif bila : non filling, partial filling,

mouse tail, cut off.

3. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan

pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya

abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis

banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

Ultrasonografi dinilai murah bisa dilakukan dengan cepat, tidak

memerlukan media kontras, dan dapat digunakan pada pasien hamil.

Sonografis pada apendiks diidentifikasi sebagai buta-akhir dengan

lingkaran usus nonperistaltic berasal dari sekum. Diagnosis

sonografi apendisitis akut telah dilaporkan sensitivitas 55% sampai

96% dan spesifisitas 85% sampai 98%. Ultrasonografi juga sama

efektif pada anak-anak dan ibu hamil, meskipun penerapannya

terbatas pada akhir kehamilan. Meskipun begitu ultrasonografi

memiliki keterbatasan, terutama sifat hasilnya bergantung kepada

keahlian operator. Dalam populasi orang dewasa, ultrasonografi

tetap terbatas dalam penggunaannya.2

4. Barium enema

Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke

colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan

komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada jaringan sekitarnya

dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram

memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai

metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis

khronis. Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding

mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan

usus oleh fekalit.

22

Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada

appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks

dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum;

pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan appendicitis.

(Schwartz 2000).

Gambar 5. Pengisian penuh dengan kontras pada apendiks,

apendiks normal

Gambar 6. Gambaran foto oblique superior kanan abdomen dengan barium enema

single kontras. Tampak Sekum (C) dan appendix yang mengalami

osifikasi dan kontur yang ireguler (tanda panah)

23

5. CT-scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga

dapat menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi

abses.

6. Laparoscopi

Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang

dimasukan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara

langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.

Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada

appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan

pengangkatan appendiks.

Gambar 7. Posisi laparoskopi dan bedah insisi

2.2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis diffrential akut apendisitisis dasarnya diagnosis perut

akut. Sebuah gambaran klinis dapat dihasilkan dari berbagai proses akut

dalam rongga peritoneum yang menghasilkan perubahan fisiologis yang

sama seperti apendisitis akut. Faktor utama: lokasi anatomi dari Apendix

meradang yaitu, tahap proses (tidak rumit atau rumit), usia pasien, dan

jenis kelamin pasien.2

24

Nyeri abdomen dan gejala yang meniru apendisitis akut bisa yang

disebabkan oleh banyak kelainan patologi, khususnya yang melibatkan

traktus gastrointestinalis dan genitourinarius serta organ ginekologi,

berikut kemungkinan diagnosisnya:

a. Gastroenteritis

Keadaan yang paling lazim dikelirukan dengan apendisitis adalah

gastroenteritis pada orang dewasa serta limfadenitis mesenterika pada anak

dan dewasa muda. Keadaan gastrointestinal lain yang bisa dikelirukan

dalam apendisitis acuta adalah ulkus peptikum perforata, divertikulitis

kolon, obstruksi usus, karsinoma kolon perforata, divertikulitis meckel dan

enteritis regionalis. Usia pasien membantu mengurangi kemungkinan ini

karena divertikulitis dan karsinoma usus besar jarang terlihat pada pasien

muda. Pembukaan udara bebas intraabdomen pada posisi tegak biasa

terjadi pada perforasi gaster, duodenum dan kolon, tetapi jarang terjadi

pada perforasi apendiks.2

b. Limfadenitis mesenterica

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai

dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan

disertai dengan perasaan mual-muntah.

c. Ileitis akut

Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak

jarang anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi,

appendiktomi insidental diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang

membingungkan.

d. DHF

Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni,

leukopeni, rumple leed (+), hematokrit meningkat.6

e. Peradangan pelvis

Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang

kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau

25

adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat

kontak sexual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri

perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada

colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.6

f. Kehamilan ektopik

Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak

menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan

perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan

mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vagina

didapatkan nyeri dan penonjolan di cavum Douglas, dan pada

kuldosentesis akan didapatkan darah.

g. Diverticulitis

Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi

kadang-kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan

dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan

gejala-gejala appendisitis.

h. Batu ureter atau batu ginjal

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal

kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto

polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit

tersebut.6

2.2.9 Penatalaksanaan

Pengobatan nyeri dan antibiotika harus ditunda selama fase awal

evaluasi pasien yang dicurigai menderita apendisitis akut. Tindakan

tersebut memungkinkan penilaian pasien yang lebih tepat dan

menghindarkan kemungkinan penekanan tanda dan gejala klinis. Interval

dari perawatan di rumah sakit sampai operasi, harus digunakan tidak hanya

untuk mengulangi pemeriksaan fisik pada interval yang sering tetapi juga

untuk menilai keadaan kesehatan umum pasien, serta kemungkinan

26

penyakit lain yang bersamaan, khususnya diabetes dan masalah jantung

atau paru pada orang tua.

Appendiktomi

a. Cito : akut, abses & perforasi

b. Elektif : kronik

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah

apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan

apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses

atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan

sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak

masalah.

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi

dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula,

massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-

bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan

secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi

rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum,

massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera

menjadi abses yang jelas batasnya.

Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah.

Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli

bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin

gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat

berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi

dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu

pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.

Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau

mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus

halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna,

dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi

27

diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa

periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk

mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,

dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa

dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan

sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil

diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah

tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal,

penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan

kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil

mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini

ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri,

dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya

dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan,

karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum.

Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat

penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis

sederhana tanpa perforasi.

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut,

tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih

banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu

minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila

dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum.

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak

kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak

membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.

Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat

maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif

pada periapendikular infiltrat :

28

1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum

douglassi.

2. Diet lunak bubur saring

3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi.

Antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan

anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu

kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses,

dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8

minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala

apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak

menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan

membatalakan tindakan bedah.

1. Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja.

2. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda.

Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus

dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya

diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7

massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga

mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus

segera dibuka dan didrainase. Caranya dengan membuat insisi

pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah

maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara

ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik

diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila

apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan

karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar.

Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan

dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan

selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drain

dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci

tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari

29

post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari

penderita di RT.

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu

tentang :

• LED

• Jumlah leukosit

• Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :

1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri

abdomen

2. Pemeriksaan fisik :

a. Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan

suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler).

b. Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat.

c. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa

tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.

d. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

1. Bila LED telah menurun kurang dari 40

2. Tidak didapatkan leukositosis

3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang

massa sudah tidak mengecil lagi. Bila LED tetap tinggi,

maka perlu diperiksa :

a. Apakah penderita sudah bed rest total

b. Pemakaian antibiotik penderita

c. Kemungkinan adanya sebab lain.

30

Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau

tidak ada perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa

periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah

drainase.4

Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai

melalui insisi Mc Burney (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993). Tindakan

pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis

berupa apendektomi yang dicapai melalui laparotomi

(Raffensperger,1990; Mantu, 1994; Ein, 2000).

Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi :

1. Cutis

2. Sub cutis

3. Fascia Scarfa

4. Fascia Camfer

5. Aponeurosis MOE

6. MOI

7. M. Transversus

8. Fascia transversalis

9. Pre Peritoneum

10. Peritoneum

Gambar 8. Pangangkatan apendiks

31

2.2.10 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik

berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah

mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan

apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan

timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda

terjadinya suatu perforasi adalah :

a. Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen

menyeluruh

b. Suhu tubuh naik tinggi sekali.

c. Nadi semakin cepat.

d. Defance Muskular yang menyeluruh

e. Bising usus berkurang

f. Perut distended

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :

a. Pelvic Abscess

b. Subphrenic absess

c. Intra peritoneal abses lokal.

d. Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk

kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan

kematian.

2.2.11 Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas

dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan

meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan

berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.

32

BAB IIIKESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering

terjadi. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling

sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. Antara usia 20-30 tahun.

Diagnosis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera dilakukam,

keterlambatan penanganan menyebabkan penyulit perforasi dan

pembentukan masa periapendikular.

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut

dan apendisitis kronik. Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi

bakteria. Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen

apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus

disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing

askaris dapat pula menyebabkan sumbatan.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,

tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan

dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan

berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang

akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang

didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium.

Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai

derajat keparahan apendisitis.

Pengobatan nyeri dan antibiotika harus ditunda selama fase awal

evaluasi pasien yang dicurigai menderita apendisitis akut. Tindakan

33

tersebut memungkinkan penilaian pasien yang lebih tepat dan

menghindarkan kemungkinan penekanan tanda dan gejala klinis. Interval

dari perawatan di rumah sakit sampai operasi, harus digunakan tidak

hanya untuk mengulangi pemeriksaan fisik pada interval yang sering tetapi

juga untuk menilai keadaan kesehatan umum pasien, serta kemungkinan

penyakit lain yang bersamaan, khususnya diabetes dan masalah jantung

atau paru pada orang tua.

34