Referat Anemia

51
BAB I PENDAHULUAN Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% jumlah penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia. Kelainan ini mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi serta kesehatan fisik. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala dari berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari, anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas. Berdasarkan standar kompetensi dokter Indonesia yang dibuat oleh Divisi Standar Pendidikan Kolegium Dokter Indonesia, dokter umum diharapkan dapat menegakkan diagnosis anemia (defisiensi besi, megaloblastik, aplastik, hemolitik) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Untuk anemia defisiensi besi, dokter umum harus mampu melakukan penanganan. Untuk anemia megaloblastik,

Transcript of Referat Anemia

Page 1: Referat Anemia

BAB I PENDAHULUAN

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di

seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 30%

jumlah penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia. Kelainan ini

mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi serta

kesehatan fisik.

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan

gejala dari berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu penentuan penyakit

dasar juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui

penyebab yang mendasari, anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas.

Berdasarkan standar kompetensi dokter Indonesia yang dibuat oleh Divisi

Standar Pendidikan Kolegium Dokter Indonesia, dokter umum diharapkan dapat

menegakkan diagnosis anemia (defisiensi besi, megaloblastik, aplastik, hemolitik)

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Untuk anemia

defisiensi besi, dokter umum harus mampu melakukan penanganan. Untuk anemia

megaloblastik, aplastik, hemolitik, dokter umum hanya sampai tahap merujuk serta

mengetahui komplikasi penyakit tersebut. Oleh karena itu, dalam referat ini akan

dibahas mengenai keempat jenis anemia tersebut.

Page 2: Referat Anemia

BAB II ANEMIA 2.1 Definisi

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa

eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa

oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.

2.2 Kriteria

Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit

adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga

normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin,

usia, kehamilan dan ketinggian tempat tinggal.

Kriteria anemia menurut WHO adalah:

2.3 Klasifikasi Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin

Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu

gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi),

gangguan pematangan sel darah merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan

penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan darah atau hemolisis).

1. Hipoproliferatif Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini dapat disebabkan karena: a. Kerusakan sumsum tulang Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya: leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang. b.

Page 3: Referat Anemia

Defisiensi besi c.

Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat

Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal

d.

Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya: interleukin 1) e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid)

Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun

dapat pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada

defisiensi besi ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan

tersebut dapat dibedakan melalui pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat

besi.

2. Gangguan pematangan

Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang “rendah”,

gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang

abnormal. Gangguan pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:

a. Gangguan pematangan inti

Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik.

Penyebab dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi

vitamin B12, obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti

metotreksat, alkylating agent), dan myelodisplasia. Alkohol juga dapat

menyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini lebih disebabkan oleh

defisiensi asam folat.

Page 4: Referat Anemia

b. Gangguan pematangan sitoplasma

Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan

hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi

yang berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan

sintesa heme (misalnya pada anemia sideroblastik)

3. Penurunan waktu hidup sel darah merah

Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada

kedua keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan

darah dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan

peningkatan retikulosit yang bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya

peningkatan eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada

fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi besi.

Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupun

kronis. Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasien

datang bukan karena keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasi

yang ditimbulkan oleh pemecahan sel darah merah dalam jangka waktu lama,

seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang

disebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self

limiting)

Page 5: Referat Anemia

Gambar 1: klasifikasi anemia berdasarkan indeks eritrosit

c. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) = hemoglobin x 10 Hematokrit (N: 33 + 2%) C. Leukosit (N : 4500 – 11.000/mm3) D. Trombosit (N : 150.000 – 450.000/mm3)

Page 6: Referat Anemia

2. Sediaan Apus Darah Tepi a. Ukuran sel b. Anisositosis c. Poikolisitosis d.

Polikromasia 3. Hitung Retikulosit ( N: 1-2%) 4. Persediaan Zat

Besi

a. Kadar Fe serum ( N: 9-27µmol/liter ) b. Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 µmol/liter) c. Feritin Serum ( N ♀: 30 µmol/liter ; ♂: 100 µmol/liter) 5. Pemeriksaan Sumsum Tulang a. Aspirasi - E/G ratio - Morfologi sel - Pewarnaan Fe b. Biopsi - Selularitas - Morfologi I. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)

Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari kadar hemoglobin

dan hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat digunakan untuk menilai

abnormalitas ukuran eritrosit dan defek sintesa hemoglobin.

Page 7: Referat Anemia

Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai

makrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam

sintesa hemoglobin (hipokromia)

II. Sediaan Apus Darah Tepi (SADT)

SADT akan memberikan informasi yang penting apakah ada gangguan atau defek

pada produksi sel darah merah. Istilah anisositosis menunjukkan ukuran eritrosit

yang bervariasi, sedangkan poikilositosis menunjukkan adanya bentuk dari eritrosit

yang beraneka ragam.

III. Hitung Retikulosit

Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan etiologi anemia.

Normalnya, retikulosit adalah sel darah merah yang baru dilepas dari sumsum

tulang. Retikulosit mengandung residual RNA yang akan dimetabolisme dalam

waktu 24-36 jam (waktu hidup retikulosit dalam sirkulasi). Kadar normal

retikulosit 1-2% yang menunjukkan penggantian harian sekitar 0,8-1% dari jumlah

sel darah merah di sirkulasi.

Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilai

retikulosit akan disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasien

berdasarkan usia, gender, sarta koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulosit

prematur (polikromasia). Hal ini disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit

prematur lebih panjang sehingga dapat menghasilkan nilai retikulosit yang seolah-

olah tinggi.

Faktor koreksi untuk:

Ht 35% : 1,5

Ht 25% : 2,0

Ht 15% : 2,5

Page 8: Referat Anemia

Keterangan: RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang tidak adekuat RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan IV. Persediaan dan Penyimpanan Zat Besi Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan TIBC dikali 100 (N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan persen saturasi

transferin, terdapat suatu variasi diurnal dengan puncaknya pada pk 09.00 dan pk. 10.00.

Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun,

feritin juga merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baik

akut maupun kronis, kadarnya dapat meningkat.

V. Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada gangguan pada

sumsum tulang misalnya myelofibrosis, gangguan pematangan, atau penyakit

infiltratif. Peningkatan atau penurunan perbandingan dari suatu kelompok sel

(myeloid atau eritroid) dapat ditemukan dari hitung jenis sel-sel berinti pada

suumsum tulang (ratio eritroid dan granuloid).

BAB III Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering ditemukan terutama di negara berkembang. Penyebabnya antara lain: o

Faktor nutrisi: rendahnya asupan besi total dalam makanan atau bioavailabilitas

besi yang dikonsumsi kurang baik (makanan banyak serat, rendah daging, dan

rendah vitamin C).

o Kebutuhan yang meningkat, seperti pada bayi prematur, anak dalam pertumbuhan, ibu hamil dan menyusui. o

Page 9: Referat Anemia

Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, colitis kronik, atau achlorhydria. o Kehilangan besi akibat perdarahan kronis, misalnya: perdarahan tukak peptik, keganasan lambung/kolon, hemoroid, infeksi cacing tambang, menometrorraghia, hematuria, atau hemaptoe. A. Metabolisme Besi

Total besi dalam tubuh manusia dewasa sehat berkisar antara 2 gram (pada

wanita) hingga 6 gram (pada pria) yang tersebar pada 3 kompartemen, yakni 1).

Besi fungsional, seperti hemoglobin, mioglobin, enzim sitokrom, dan katalase,

merupakan 80 % dari total besi yang terkandung jaringan tubuh. 2). Besi cadangan,

merupakan 15-20% dari total besi dalam tubuh, seperti feritin dan hemosiderin. 3).

Besi transport, yakni besi yang berikatan pada transferin.

Sumber besi dalam makanan terbagi ke dalam 2 bentuk:

1. Besi heme, terdapat dalam daging dan ikan. Tingkat absorpsinya tinggi (25%

dari kandungan besinya dapat diserap) karena tidak terpengaruh oleh faktor

penghambat.

2. Besi non-heme, berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tingkat absorpsi rendah (hanya

1-2% dari kandungan besinya yang dapat diserap). Mekanisme absorpsinya sangat

rumit dan belum sepenuhnya dimengerti. Absorpsi sangat dipengaruhi oleh adanya

faktor pemacu absorpsi (meat factors, vitamin C) dan faktor penghambat (serat,

phytat, tanat).

Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase: o Fase Luminal: besi dalam makanan diolah oleh lambung (asam lambung menyebabkan heme terlepas dari apoproteinnya) hingga siap untuk diserap. o

Page 10: Referat Anemia

Fase Mukosal: proses penyerapan besi di mukosa usus. Bagian usus yang berperan

penting pada absorpsi besi ialah duodenum dan jejunum proksimal. Namun

sebagian kecil juga terjadi di gaster, ileum dan kolon. Penyerapan besi dilakukan

oleh sel absorptive yang terdapat pada puncak vili usus. Besi heme yang telah

dicerna oleh asam lambung langsung diserap oleh sel absorptive, sedangkan untuk

besi nonheme mekanisme yang terjadi sangat kompleks. Setidaknya terdapat 3

protein yang terlibat dalam transport besi non heme dari lumen usus ke sitoplasma

sel absorptif. Luminal mucin berperan untuk mengikat besi nonheme agar tetap

larut dan dapat diserap meskipun dalam suasana alkalis duodenum. Agar dapat

memasuki sel, pada brush border sel terjadi perubahan besi feri menjadi fero oleh

enzim feri reduktase yang diperantarai oleh protein duodenal cytochrome b-like

(DCYTB). Transpor melalui membrane difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT-1 atau Nramp-2). Sesampainya di sitoplasma sel usus, protein sitosol (mobilferrin) menangkap besi feri. Sebagian besar besi akan disimpan dalam bentuk feritin dalam mukosa sel usus, sebagian kecil diloloskan ke dalam kapiler usus melalui basolateral transporter (ferroportin atau IREG 1). Besi yang diloloskan akan mengalami reduksi dari molekul fero menjadi feri oleh enzim ferooksidase, kemudian berikatan dengan apotransferin dalam kapiler usus.

Gambar 4: proses absorbsi besi

o Fase corporeal: meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel yang membutuhkan, dan penyimpanan besi di dalam tubuh.

Page 11: Referat Anemia

Dalam sirkulasi, besi tidak pernah berada dalam bentuk logam bebas,

melainkan berikatan dengan suatu glikoprotein (β-globulin) pengikat besi yang

diproduksi oleh hepar (transferin). Besi bebas memiliki sifat seperti radikal bebas

dan dapat merusak jaringan. Transferin berperan mengangkut besi kepada sel yang

membutuhkan terutama sel progenitor eritrosit (normoblas) pada sumsum tulang.

Permukaan normoblas memiliki reseptor transferin yang afinitasnya sangat tinggi

terhadap besi pada transferin. Kemudian besi akan masuk ke dalam sel melalui

proses endositosis menuju mitokondria. Disini besi digunakan sebagai bahan baku

pembentukan hemoglobin.

Kelebihan besi di dalam darah disimpan dalam bentuk feritin (kompleks besi-

apoferitin) dan hemosiderin pada semua sel tubuh terutama hepar, lien, sumsum

tulang, dan otot skelet. Pada hepar feritin terutama berasal dari transferin dan

tersimpan pada sel parenkimnya, sedangkan pada organ yang lain, feritin terutama

terdapat pada sel fagosit mononuklear (makrofag monosit) dan berasal dari

pembongkaran eritrosit. Bila jumlah total besi melebihi kemampuan apoferitin

untuk menampungnya maka besi disimpan dalam bentuk yang tidak larut

(hemosiderin). Bila jumlah besi plasma sangat rendah, besi sangat mudah

dilepaskan dari feritin, tidak demikian pada hemosiderin. Feritin dalam jumlah

yang sangat kecil terdapat dalam plasma, bila kadar ini dapat terdeteksi

menunjukkan cukupnya cadangan besi dalam tubuh.

Page 12: Referat Anemia

Gambar 5: distribusi besi dalam tubuh B. Sintesis Hemoglobin

Sintesis hemoglobin dimulai sejak stadium pronormoblas, namun hanya

sedikit sekali rantai hemoglobin yang terbentuk. Begitu pula pada stadium

normoblas basofil. Baru pada stadium normoblas polikromatofil sitoplasma sel

mulai dipenuhi dengan hemoglobin (± 34%). Sintesa ini terus berlangsung hingga

retikulosit dilepaskan ke peredaran darah.

Pada tahap pertama pembentukan hemoglobin, 2 suksinil Ko-A yang berasal dari siklus krebs berikatan dengan 2 molekul glisin membentuk molekul pirol. Empat pirol bergabung membentuk protoporfin IX, yang selanjutnya akan bergabung dengan besi membentuk senyawa heme. Akhirnya setiap senyawa heme akan bergabung dengan rantai polipeptida panjang (globin) sehingga terbentuk rantai hemoglobin. Rantai hemoglobin memiliki beberapa sub unit tergantung susunan asam amino pada polipeptidanya. Bentuk hemoglobin yang paling banyak terdapat pada orang dewasa adalah hemoglobin A (kombinasi 2 rantai α dan 2 rantai β). Tiap sub unit mempunyai molekul heme, oleh karena itu dalam 1 rantai hemoglobin memerlukan 4 atom besi.

Setiap atom besi akan berikatan dengan 1 molekul oksigen (2 atom O2).

Gambar 6: pembentukan hemoglobin C. Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi dan Patogenesis

Page 13: Referat Anemia

Berdasarkan beratnya kekurangan besi dalam tubuh, defisiensi besi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan: 1. Deplesi besi (iron depleted state)

Terjadi penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan untuk eritropoiesis

belum terganggu. Pada fase ini terjadi penurunan serum feritin, peningkatan

absorpsi besi dari usus, dan pengecatan besi pada apus sumsum tulang berkurang.

2. Iron deficient Erythropoiesis

Cadangan besi dalam tubuh kosong, tetapi belum menyebabkan anemia secara

laboratorik karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi, sumsum tulang

melakukan mekanisme mengurangi sitoplasmanya sehingga normoblas yang

terbentuk menjadi tercabik-cabik, bahkan ditemukan normoblas yang tidak

memiliki sitoplasma (naked nuclei). Selain itu kelainan pertama yang dapat

dijumpai adalah penigkatan kadar free protoporfirin dalam eritrosit, saturasi

transferin menurun, total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Parameter lain

yang sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum.

Gambar 7: Gambaran apus sumsum tulang penderita anemia defisiensi besi 3. Anemia defisiensi besi

Bila besi terus berkurang eritropoiesis akan semakin terganggu, sehingga kadar

hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit. Akibatnya terjadi anemia

Page 14: Referat Anemia

hipokrom mikrositer. Pada saat ini terjadi pula kekurangan besi di epitel, kuku, dan

beberapa enzim sehingga menimbulkan berbagai gejala.

Beberapa dampak negatif defisiensi besi, disamping terjadi anemia, antara lain: 1. Sistem neuromuskuler

Terjadi penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase

yang menyebabkan gangguan glikolisis sehingga terjadi penumpukan asam laktat

yang mempercepat kelelahan otot.

2. Gangguan perkembangan kognitif dan non kognitif pada anak Terjadi karena gangguan enzim aldehid oksidase dan monoamin oksidase, sehingga mengakibatkan penumpukan serotonin dan katekolamin dalam otak. 3.Defisiensi besi menyebabkan aktivitas enzim mieloperoksidase netrofil berkurang sehingga menurunkan imunitas seluler. Terutama bila mengenai ibu hamil, akan meningkatkan risiko prematuritas dan gangguan partus. D. Gejala Anemia defisiensi besi Digolongkan menjadi 3 golongan besar:

1. Gejala Umum anemia (anemic syndrome)

Dijumpai bila kadar hemoglobin turun dibawah 7 gr/dl. Berupa badan lemah, lesu,

cepat lelah, dan mata berkunang-berkunang. Pada anemia defisiensi besi

penurunan Hb terjadi secara bertahap sehingga sindrom ini tidak terlalu mencolok.

2. Gejala khas defisiensi besi, antaralain: • Koilonychia (kuku seperti sendok, rapuh, bergaris-garis vertikal) • Atrofi papil lidah • Cheilosis (stomatitis angularis) • Disfagia, terjadi akibat kerusakan epitel hipofaring sehingga terjadi pembentukan web • Atrofi mukosa gaster, sehingga menyebabkan aklorhidria

Page 15: Referat Anemia

Kumpulan gejala anemia hipokrom-mikrositer, disfagia, dan atrofi papil lidah, disebut Sindroma Plummer Vinson atau Paterson Kelly. 3. Gejala akibat penyakit dasar Misalnya gangguan BAB pada anemia karena Ca-colon E. Pemeriksaan Laboratorium Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai adalah: 1. Kadar hemoglobin dan indek eritrosit: • Anemia hipokrom mikrositer (penurunan MCV dan MCH) • MCHC menurun pada anemia defisiensi besi yang lebih berat dan berlangsung lama • Bila pada SADT terdapat anisositosis, merupakan tanda awal terjadinya defisiensi besi

• Pada anemia hipokrom mikrositer yang ekstrim terdapat poikilositosis (sel cincin, sel pensil, sel target) 2. Konsentrasi besi serum menurun dan TIBC meningkat TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung dari:

Konsentrasi besi serum memiliki siklus diurnal, yakni mencapai kadar puncak pada pukul 8-10 pagi. 3. Penurunan kadar feritin serum

Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis anemia

defisiensi besi yang paling kuat, cukup reliabel dan praktis. Angka serum feritin

yang normal belum dapat menyingkirkan diagnosa defisiensi besi, namun feritin

serum >100 mg/dl sudah dapat memastikan tidak ada defisiensi.

4. Peningkatan protoporfirin eritrosit Angka normalnya <30 mg/dl. Peningkatan protoporfirin bebas >100 mg/dl menunjukkan adanya defisiensi besi.

Page 16: Referat Anemia

5. Peningkatan reseptor transferin dalam serum (normal 4-9 µg/dl), dipakai untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia pada penyakit kronis. 6. Gambaran apus sumsum tulang menunjukkan jumlah normoblas basofil yang meningkat, disertai penurunan stadium berikutnya.

Terdapat pula

mikronormoblas (sitoplasma sedikit dan bentuk tidak teratur. Pengecatan sumsum

tulang dengan Prussian blue merupakan gold standar diagnosis defisiensi besi yang

akan memberikan hasil sideroblas negatif (normoblas yang mengandung granula

feritin pada sitoplasmanya, normal 40-60%).

7. Pemeriksaan mencari penyebab defisiensi, misalnya pemeriksaan feses, barium enema, colon in loop, dll. F. Diagnosis

Tiga tahap mendiagnosa suatu anemia defisiensi besi: 1). Menentukan adanya

anemia 2). Memastikan adanya defisiensi besi 3). Menentukan penyebab

defisiensi. Secara laboratoris dipakai kriteria modifikasi Kerlin untuk menegakkan

diagnosa:

→ anemia hipokrom mikrositer pada SADT ATAU MCV <80 fl dan MCH < 31% dengan satu atau lebih kriteria berikut: 1. Terdapat 2 dari parameter di bawah ini: • Besi serum <50 mg/dl • TIBC >350 mg/dl • Saturasi ttransferin <15% 2. Feritin serum <20 mg/dl 3.Pengecatan sumsum tulang dengan biru prussia menunjukkan sideroblas negatif 4. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200mg/hari selama 4 minggu terdapat kenaikan Hb >2 gr/dl G. Terapi 1. Terapi kausal, untuk mencari penyebab kekurangan besi yang diderita. Bila tidak dapat menyebabkan kekambuhan. 2. Pemberian preparat besi: •

Page 17: Referat Anemia

Oral: merupakan pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman, terutama sulfas

ferosus. Dosis anjuran 3x200mg/hari yang dapat meningkatkan eritropoiesis

hingga 2-3 kali dari normal. Pemberian dilakukan sebaiknya saat lambung kosong

(lebih sering menimbulkan efek samping) paling sedikit selama 3-12 bulan. Bila

terdapat efek samping gastrointestinal (mual, muntah, konstipasi) pemberian

dilakukan setelah makan atau osis dikurangi menjadi 3x100mg. Untuk

meningkatkan penyerapan dapat diberikan bersama vitamin C 3x100 mg/hari.

Parenteral,misal preparat ferric gluconate atau iron sucrose (IV pelan atau IM).

Pemberian secara IM menimbulkan nyeri dan warna hitam pada lokasi suntikan.

Indikasi pemberian parenteral:

a. Intoleransi terhadap preparat oral b. Kepatuhan berobat rendah c. Gangguan pencernaan, seperti kolitis ulseratif (dapat kambuh

dengan pemberian besi)

d. Penyerapan besi terganggu, seperti gastrektomi

e. Kehilangan darah banyak

f. Kebutuhan besi besar yang harus dipenuhi dalam jangka waktu

yang pendek, misalnya ibu hamil trimester 3 atau pre operasi.

Dosis yang diberikan dihitung menurut formula:

Kebutuhan besi (mg) = {(15 – Hbsekarang ) x BB x 2,4} + (500 atau 1000)

3. Diet, terutama yang tinggi protein hewani dan kaya vitamin C. 4. Transfusi diberikan bila terdapat indikasi yaitu: • Terdapat penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung •

Page 18: Referat Anemia

Gejala sangat berat, misalnya pusing sangat menyolok • Pasien memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat, misalnya kehamilan trimester akhir atau pre operasi

Dalam pengobatan, pasien dinyatakan memberikan respon baik apabila

retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke 10, dan

kembali normal pada hari ke 14 pengobatan. Diikuti dengan kenaikan Hb 0,15

gr/dl/hari atau 2 gr/dl setelah 3-4 minggu pengobatan

BAB IV ANEMIA MEGALOBLASTIK) A. Definisi

Anemia megaloblastik adalah anaemia yang disebabkan abnormalitas

hematopoesis dengan karakteristik dismaturasi nukleus dan sitoplasma sel mieloid

dan eritroid sebagai akibat gangguan sintesis DNA.1

B. Etilogi 1. Defisiensi asam folat a. Asupan Kurang - Gangguan Nutrisi : Alkoholisme, bayi prematur, orang tua, hemodialisis, anoreksia nervosa.1 -

Malabsorbsi : Alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi parsial,

reseksi usus halus, Crohn’s disease, skleroderma, obat anti konvulsan (fenitoin,

fenobarbital, karbamazepin), sulfasalazine, kolestiramin, limfoma intestinal,

hipotiroidisme.1 ,2

b. Peningkatan kebutuhan : Kehamilan, anemia hemolitik, keganasan, hipertiroidisme,

dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif (anemia pernisisosa, anemia

sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik, mielofibrosis).1, 2

Page 19: Referat Anemia

c. Gangguan metabolisme folat : penghambat dihidrofolat reduktase (metotreksat,

pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprin), akohol, defisiensi enzim.1,2

d. Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkohol, hepatoma.1

e. Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6

merkaptopurin, azatioprin, dll), antagonis pirimidin (5 flourourasil, sitosin

arabinose, dll), prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.

2 f. Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom Lesch-Nyhan.2 2. Defisiensi vitamin B12 (kobalamin) a. Asupan Kurang : vegetarian

b. Malabsorbsi

- Dewasa : Anemia pernisiosa, gastrektomi total/prsial, gastritis atropikan, tropikal

sprue, blind loop syndrome (operasi striktur, divertikel, reseksi ileum), Crohn's

disease, parasit (Diphyllobothrium latum), limfoma intestinal, skleroderma, obat-

obatan (asam para amino salisilat, kolkisin, neomisin, etanol, KCl).

- Anak-anak: Anemi pernisiosa, ganguan sekresi faktor intrinsik lambung, Imerslund-Grasbeck syndrome.

c. Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas protein pembawa

kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan NO yang berlangsung lama

C. Patofisiologi

Absorbsi kobalamin di ileum memerlukan faktor intrinsik (FI) yaitu

glikoprotein yang disekresi lambung1. Faktor intrinsik akan mengikat 2 melekul

kobalamin1. Proses Absorbsi kobalamin adalah sebagai berikut3 :

- Pada ileum, kobalamin berikatan dengan FI, membetuk IF-Cbl complex - Kemudian IF-Cbl complex berikatan dengan cubilin, reseptor lokal pada

Page 20: Referat Anemia

membarana apikal sel epitel ileum, kemudian berikatan dengan megalin. - Kobalamin masuk ke dalam sel ileum secara endositosis diikuti degradasi IF - Kobalamin berikatan dengan transkobalamin (TC II) membentuk, TC II-Cbl complex, untuk disekresikan ke vena porta

- Kemudian TC II-Cbl complex diuptake oleh sel, pada sel hepatosit dan sel epitel

pada tubulus proksimal ginjal, berikatan dengan TC II receptor dan kobalamin

dilepaskan ke dalam sel

- Dalam sel ini, kobalamin dirubah menjadi bentuk koenzim, koenzim inilah yang

berperan dalm sintesin DNA, methyl-Cbl dan 5'-deoxyadenosyl-Cbl berperan

dalam mengkonversi homosistein ke metionin, dan metilmalonil CoA ke suksinil

CoA.

Page 21: Referat Anemia

Gambar 2 : Proses absorbsi dan transpor kobalamin

Pada orang dewasa, faktor intrinsik dapat berkurang karena adanya atropi

lambung (gastritis atropikan), gangguan imunologis (antibodi terhadap faktor

intrinsik lambung) yang mengakibatkan defisiensi kobalamin. Defisiensi

kobalamin menyebabkan defisiensi metionin intraseluler, kemudian menghambat

pembentukan folat tereduksi dalam sel. Folat intrasel yang berkurang akan

menurunkan prekursor tidimilat yang selanjutnya akan menggangu sintesis DNA.

Model ini disebut

methylfolate trap hypothesis karena defisiensi kobalamin mengakibatkan penumpukan 5-metil tetrahidrofolat1.

Defisiensi kobalamin yang berlangsung lama mengganggu perubahan

propionat menjadi suksinil CoA yang mengakibatkan gangguan sintesis myelin

pada susunan saraf pusat. Proses demyelinisasi ini menyebabkan kelainan medula

spinalis dan gangguan neurologis. Sebelum diabsorbsi asam folat (pteroylglutamic

acid) harus diubah menjadi monoglutamat. Bentuk folat tereduksi (tetrahidrofolat,

FH4) merupakan koenzim aktif. Defisiensi folat mengakibatkan penurunan FH4

intrasel yang akan mengganggu sintesis tidimilat yang selanjutnya akan

menggangu sintesis DNA.

Disamping defisiensi kobalamin dan asam folat, obat-obatan juga dapat

mengganggu sintesis DNA. Metotreksat menghambat kerja eznim dihirofolat

reduktase, yang mereduksi dihidrofilat menjadi tetrahidrofolat, sedangkan 5-

flourourasil menhambat kerja timidilat sintetase yang berperan dalam sintesis

pirimidin5.

Page 22: Referat Anemia

Gambar 3 : Sintesis Pirimidin

Dua vitamin ini berperan sebagai koenzim, kekurangan kobalamin maupun

asam folat dapat menyebabkan kegagalan pematangan dan pembelahan inti3.

Selanjutnya sel-sel eritroblastik pada sumsum tulang gagal berproliferasi dengan

cepat, sehingga menghasilkan sel darah merah yang lebih besar dari normal. Sel

eritrosit ini mempunyai membran yang tipis dan seringkali berbentuk tidak teratur,

besar, dan oval, berbeda dengan bentuk bikonkav yang biasa.

Penyebab terbentuknya sel abnormal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

ketidakmampuan sel-sel untuk mensintesis DNA dalam jumlah yang memadai

akan memperlambat reproduksi sel-sel, tetapi tidak mengahalangi kelebihan

pembentukan RNA oleh DNA dalam sel-sel yang berhasil diproduksi. Akibatnya,

jumlah RNA dalam setiap sel akan melebihi normal, menyebabkan produksi

hemoglobin sitoplasmik dan bahan-bahan lainnya berlebihan, yang membuat sel

mejadi besar4.

E. Tanda dan Gejala Klinik Pada umumnya terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.

Page 23: Referat Anemia

Pada defisiensi B12 terdapat 3 manifestasi utama : 1. Anemia megalobalstik

2. Glositis

3. Neuropati

Gangguan neurologis terutama mengenai substansia alba kolumna dorsalis dan

lateralios medula spinalis, kortekserebri dan degenerasi saraf perifer sehingga

disebut subacute combine degeneration / combined system disease. Dapat

ditemukan gangguan mental, depresi, gangguan memori, gangguyan kesadaran,

delusi, halusinasi, paranoid, skizopren. Gejala neurologis lainnya adalah :

opthalmoplegia, atoni kandung kemih, impotensi, hipotensi ortostatik (neuropati

otonom), dan neuritis retrobulbar.

b. Pada defisiensi asam folat, manifestasi utama : 1. Anemia megaloblastik 2. Glositis Pada anemia megaloblastik, kadang ditemukan subikterus, petekie dan perdarahan retina, hepatomegali, dan splenomegali. E. Diagnosis

Guna menegakkan diagnosis anemia megalobalstik, perlu menelusuri

pemeriksaan fisik, laboratorium darah juga sumsusm tulang2. Bisanya penderita

datang berobat karena keluhan neuropsikiatri, keluhan epigastrik, diare dan biukan

oleh keluhan aneminya. penyakit biasanya terjadi perlahan-lahan. Keluhan lain

berupa rambut cepat memutih, lemah badan, penurunan berat badan. Pada

defisiensi B12, diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan dari onset gejala,

biasanya didapatkan triad : lemah badan, sore tongue, parestesi sampai gangguan

berjalan1. Pada Anemia megaloblastik ditemukan :

- Gejala : Anemia, ikterus ringan, glositis, stomatitis, purpura, neuropati. - SADT : eritrosit yang besar berbentuk lonjong, trombosit dan lekosit aga menurun, hipersegmentasi netrofil, Giant stab-cell, retikulosit menurun. - Sumsum tulang hiperseluler dengan sel-sel eritroblast yang besar (megaloblast), Giant steb-cell. - Pada anemia pernisiosa, schilling test positif. G. Diannosis Banding

Page 24: Referat Anemia

- Leukemia akut

- Anemia hemolitik (pada krisi hemolitik)

- Eritroleukemia

- Penyakit hati yang berat

- Hipotiroidisme

- Nefritis kronisH. Terapi 1. Suportif : - transfusi bila ada hipoksia - suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa 2. Defisiensi B12 : Pemberian sianokobalamin atau hidroksokobalamin. 3. Defisiensi asam folat : Pemberian asam folat 1mg/hari selama 2-3 minggu,

kemudian dosis pemeliharaan 0,25-0,5 mg/hari

4. Terapi penyakit dasar

5. Menghentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik.

BAB V Anemia Aplastik A.Definisi

Anemia anaplastik merupakan anemia yang ditandai dengan pansitopenia

(penurunan jumlah sel-sel darah yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit) dan

hiposelularitas dari sumsum tulang. Anemia aplastik merupakan kegagalan

hemopoiesis yang jarang ditemukan namun berpotensi membahayakan jiwa B. Epidemiologi

Insidesi anemia aplastik didapatkan bervariasi di seluruh dunia dan berkisar

antara 2 sampai 6 kasus per satu juta penduduk per tahun. Anemia aplastik

yang didapat umumnya uncul pada usia 15 sampai 25 tahun dan puncak

insiden kedua yaitu setelah usia 60 tahun. Pada umumnya resiko bagi pria

dan wanita untuk menderita anemia aplastik adalah sama. C. Etiologi

Penyebab anemia aplastik pada umumnya adalah idiopatik (kurang lebih pada 75% kasus), namun selain itu anemia aplastik juga dapat disebabkan oleh: a. Didapat

Page 25: Referat Anemia

1. Radiasi 2. Bahan Kimia : benzen, arsen 3. Obat-obatan : klorampenikol, obat-obat kemoterapi (6-merkaptopurin, vinkristin, busulfan), fenilbutazon, antikonvulsan, senyawa sulfur, emas. 4. Infeksi: virus hepatitis (non-A, non-B, non-C), Epstein Barr Virus, Parvovirus B19, HIV, sitomegalovirus 5. Kelainan Imunologis : eosinophillic fascitis 6. Kehamilan d. Kelainan Kongenital atau Bawaan 1. Sindroma Fanconi 2. Sindroma Shwachman- Diamond 3. Kongenital Diskeratosis D. Klasifikasi Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

E. Patofisiologi Karakteristik dari anemia aplastik adalah hiposelular dari sumsum tulang yang digantikan oleh jaringan lemak. Anemia aplastik dihipotesiskan sebagai suatu penyakit autoimun terhadap sel benih hematopoietik. Menurut penelitian, supresi dari sel-sel hemopoiesis disebabkan oleh sel T sitotoksik yang teraktivasi. Sel T ini akan menghasilkan interferon gamma (IFN-γ) dan tumor necrosis factor (TNF) yang

bersifat menginhibisi langsung sel- sel hemopoietik.

Supresi hematopoietik oleh IFN-γ dan TNF juga merangsang reseptor Fas

pada sel hemopoietik CD34 sehingga menghasilkan tiga proses. Pertama,

perangsangan reseptor Fas akan menginduksi terjadinya apoptosis. Kedua, akan

terjadi induksi produksi dari nitric oxide synthetase dan nitrit oksida oleh sumsum

tulang sehingga terjadilah sitotoksisitas yang diperantarai oleh sistem imun.

Ketiga, perangsang reseptor Fas akan mengaktivasi jalur intraseluler yang

menyebabkan penghentian siklus sel.

Page 26: Referat Anemia

Selain itu, sel T sitotoksik juga menghasilkan interleukin-2 (IL-2) yang

beeerfungsi mengaktifkan klon-klon sel T yang kemudian juga akan mengeluarkan

TNF dan IFN- γ dan menginhibisi sel-sel hemopoietik.

Gambar 10: patofisiologi anemia aplastik F. Tanda dan Gejala Klinis Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau perlahan-

lahan (berminggu-minggu atau berbulan-bulan)

Anamnesa:

Dapat ditemukan keluhan:

1. Trombositopenia (manifestasi awal) : perdarahan gusi, GIT, epistaksis,

menoragia, petekie, perdarahan retina

2. Anemia : lemah, pucat, dyspnea, jantung berdebar

3. Leukopenia : sering terkena infeksi

4. Sistemik: sakit kepala, demam, penurunan berat badan, nafsu makan menurun

Pemeriksaan fisik

Page 27: Referat Anemia

5. Petekie, ekimosis

6. Perdarahan retina

7. Perdarahan serviks

8. Darah pada feses

9. Pucat pada kulit dan mukosa membran

10. Cafe au lait spot dan perawakan yang pendek (Fanconi syndrome)

G. Pemeriksaan Laboratorium 1. Sediaan apus darah tepi Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenia anemia adalah normokrom normositer. Kadang-kadang ditemukan

pula adanya

makrositosis, anisositosis dan poikilositosis. Persentase retikulosit umumnya

normal atau rendah. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis

relatif terdapat lebih dari 75% kasus.

2. Sumsum tulang

Diharuskan dilakukan biopsi sumsum tulang pada setiap tersangka kasus anemia

aplastik. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan keadaan hiposelularitas dan

peningkatan jaringan lemak.

Gambar 11: Sediaan apus sumsum tulang anemia aplastik 3. Faal hemostasis

Page 28: Referat Anemia

Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan memburuk karena trombositopenia 4. Pemeriksaan etiologi virus H. Diagnosa

Diagnosa dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria dibawah ini:

1. jumlah granulosit < 500/ µL

2. Jumlah platelet <20.000/ µL

3. Hitung retikulosit < 40 x 109/L

4. Selularitas sumsum tulang <25%

I. Terapi 1. Menghindari kontak dengan toksin/ obat penyebab

2. Umum: menghindari kontak dengan penderita infeksi, isolasi, menggunakan

sabun antiseptik, sikat gigi lunak, obat pelunak buang air besar, pencegahan

menstruasi: obat anovulatoir

3. Transfusi: 1. PRC 2.

Trombosit: profilaksis pada penderita dengan trombosit <10.000-

20.000/mm3. Bila terdapat infeksi, perdarahan, demam, maka diperlukan transfusi

pada kadar trombosit yang lebih tinggi.

3.

Granulosit : tidak bermanfaat sebagai profilaksis. Dapat dipertimbangkan

pemberian 1 x 1010 neutrofil selama 4-7 hari pada infeksi bakterial yang tidak

berespon dengan pemberian antibiotik

4. Penanganan infeksi

Page 29: Referat Anemia

5. Transplantasi sumsum tulang

Merupakan terapi terpilih untuk usia muda 9-40 tahun dengan anemi aplastik berat

dan HLA cocok

6. Imunosupresif a. ATG (Anti Thymocyte Globulin)

Dosis : 10-20 mg/kgBB/hari, diberikan selama 4-6 jam dalam larutan NaCl dengan

filter selama 8-14 hari, lakukan skin test terlebih dahulu. Untuk mencegah serum

sickness, diberikan Prednison 40mg/m2/hari selama 2 minggu, kemudian

dilakukan tappering off.

Efek samping: demam, menggigil, rash, trombositopenia, serum sickness, hipotensi. Catatan : 4. jika trombosit <50.000/mm3 sebelum dan sesudah ATG, perlu transfusi suspensi trombosit 5. Jika ada serum sickness : metilprednisolon 10/mg/kgBB/hari IV atau kortikosteroid yang setara b. Cyclosporin A Dosis : 3-7mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, penyesuaian dosis dilakukan setiap minggu untuk mempertahankan kadar dalam darah 400-800 mg/ml. Pengobatan diberikan minimal selama 3 bulan, bila ada respon, diteruskan

sampai respon maksimal, kemudian dosis diturunkan dalam beberapa bulan.

c. Kombinasi ATG dan Cyclosporin A

7. Stimulasi hematopoiesis dan regenerasi sumsum tulang

– rh GM-CSF (rekombinan Human Granulocyte-Macrophage Colony

Stimulating Factor)

– Androgen : testosteron/ metil testosteron ; 1-2 mg/kgBB/ hari

– Kortikosteroid : prednison 1-2 mg/kgBB/hari diberikan maksimum 3 bulan

J. Prognosis

Page 30: Referat Anemia

Tergantung pada tingkatan hipoplasia, makin berat prognosis makin jelek.

Pada umumnya penderita meninggal karena infeksi, perdarahan atau akibat dari

komplikasi transfusi.

Prognosa dari anemia aplastik akan menjadi buruk bila ditemukan 2 dari 3

kriteria berupa jumlah neutrofil <500/uL, jumlah platelet <20,000/uL, and

corrected reticulocyte count <1% (atau absolute reticulocyte count <60,000/uL).

Perjalanan penyakit bervariasi, 25% penderita bertahan hidup selama 4

bulan, 25% selama 4-12 bulan, 35% selama lebih dari 1 tahun, 10-20% mengalami

perbaikan spontan (parsial/komplit)

BAB VI Anemia Hemolitik Anemia hemolitik adalah anemia yang disebakan adanya peningkatan destruksi eritrosit yang melebihi kemampuan kompensasi eritropoiesis sumsum tulang. Sel darah merah usianya sekitar 120 hari tetapi pada anemia hemolitik usianya berkurang. Lisis dari sel darah merah normal terjadi di makrofag sumsum tulang, hati

dan lien. A. Etiologi dan Klasifikasi

Pada prinsipnya anemia hemolisis dapat terjadi karena 1) Defek molekular

hemoglobinopati atau enzimopati 2) Abnormalitas struktur dan fungsi membran-

membran 3) faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi.

Berdasarkan etiologinya anemia hemolisis dapat dikelompokkan menjadi : 1. Anemia hemolisis herediter, yang termasuk kelompok ini adalah: a) Defek enzim / enzimopati 1. Defek jalur Embden Meyerhof 3. Defisiensi piruvat kinase 4. Defisiensi glukosa fosfat isomerase

Page 31: Referat Anemia

5. Defisiensi fosfogliserat kinase 2. defek jalur heksosa monofosfat 6. Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) 7. Defisiensi glutation reduktase b) Hemoglobinopati - Thalasemia - Anemia Sickle cell - Hemoglobinopati lain c) Defek membran (membranopati) : sferositosis herediter 2. Anemia hemolisis didapat, yang termasuk kelompok ini adalah: a) Anemia hemolisis imun, misalnya ; idiopatik, keganasan, obat-obatan, kelainan autoimun, transfusi.

b) Mikroangiopati, misalnya ; Trombotik Trombositopenia Purpura (TTP), Sindroma

Uremik Hemolitik (SUH), Koagulasi Intravaskular (KID), preeklampsia,

eklampsia, hipertensi maligna, katup prostetik.

c) Infeksi, misalnya ; infeksi malaria, infeksi babesiosis, infeksiClos tr idium B. Patofisiologi Defisiensi isozim piruvat kinase yang ditemukan dalam sel darah merah menimbulkan anemia hemolitik. Piruvat kinase adalah enzim kunci dalam glikolisis.

Enzim ini mengkatalisis langkah akhir dan merupakan satu dari dua enzim yang

menghasilkan ATP. Defisiensi enzim ini pada sel darah merah menyebabkan

penimbunan zat antara glikolisis, termasuk 2,3-BPG. Peningkatan kadar 2,3-BPG

menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, dan secara parsial

mengkompensasi penurunan kemampuan darah mengangkut oksigen akibat

penurunan jumlah sel darah merah. Jumlah sel darah merah menurun karena

penurunan pembentukan ATP mempengaruhi pompa kation di membran sel. Ca2+

masuk ke dalam sel, sementara K+ dan H2O keluar dari sel. Sel eritrosit

mengalami dehidrasi dan difagositosis oleh sel-sel di limpa. Umur eritrosit jadi

Page 32: Referat Anemia

lebih memendek. Seiring dengan penurunan jumlah eritrosit, jumlah retikulosit

meningkat. Retikulosit berkembang menjadi sel darah merah baru.5

Defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase dapat mengakibatkan anemia

hemolitik, hemolisis disebabkan oleh spesies oksigen reaktif. Selengkapnya dapat

dijelaskan pada gambar berikut :

Gambar 9 : Glikolisis 1. Pemeliharaan integritas integritas membran eritrosit bergantung pada kemapuan eritrosit menghasilkan ATP dan NADPH dari glikolisis. 2. NADPH dihasilkan dari jalur pentosa fosfat

3. NADPH digunakan untuk mereduksi glutation teroksidasi menjadi glutation

tereduksi, glutation penting untuk menyingkirkan H2O2 dan peroksida lemak yang

terbentuk oleh spesies oksigen reaktif (ROS)

4. pada eritrosit individu yang sehat, pembentukan ion superoksida yang terjadi terus menerus dari oksidasi nonenzimatik hemoglobin merupakan sumber spesies oksigen reaktif. Sistem pertahan glutation terganggu akibat defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, infeksi, obat-obatan tertentu, dan glikosida

purin pada buncis fava.

Page 33: Referat Anemia

5. Akibatnya terbentuk badan Heinz (kumpulan hemoglobin yang mengalami

pengikatan silang) pada membran sel dan menyebabkan sel mengalami stres

mekanis sewaktu sel mencoba untuk mengalir melalui kapiler yang sempit. Kerja

ROS pada membran sel serta sters mekanis akibat berkurangnya daya lentur

(deformabilitas) menimbulkan hemolisis.

Pendeknya usia sel darah merah tidak selalu menyebabkan anemia karena

adanya kompensasi dengan peningkatan sel darah merah oleh sumsum tulang. Jika

destruksi sel darah masih dalam kapasitas sumsum tulang untuk meningkatkan

output, maka akan terjadi suatu keadaan hemolitik tanpa anemia. Ini disebut

sebagai

compensated haemolytic disease. Sumsum tulang bisa meningkatkan outputnya

sebanyak 6 hingga 8 kali lipat dengan meningkatkan proposi sel untuk eritropoiesis

(erythroid hyperplasia) dan dengan menambah volume untuk aktivitas sumsum

tulang. Ditambah dengan pelepasan prematur sel darah merah immatur

(retikulosit). Sel tersebut lebih besar dari sel yang matur dan mewarnai dengan biru

muda pada apus darah tepi. Hasil tersebut disebut sebagaipolychromasia.

Retikulosit dapat dihitung secara akurat sebagai persentase dari semua sel darah

merah pada apus darah dengan menggunakan pewarnaan supravital untuk RNA

residual. (cth; methylene biru)

C. Lokasi Hemolisis 1. Hemolisis Ekstravaskular

Pada kebanyakan kondisi hemolitik, destruksi sel darah merah adalah di

ekstravaskular. Sel darah merah disingkirkan dari sirkulasi oleh makrofag di RES,

khususnya lien.

2. Hemolisis Intravaskular

Apabila sel darah merah terdestruksi dalam sirkulasi, hemoglobin terlepas

dan akan terikat pada haptoglobin plasma tetapi mengalami saturasi. Hb plasma

Page 34: Referat Anemia

bebas yang banyak ini akan difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan masuk ke urin,

walaupun sebagian kecil direabsorbsi oleh tubulus renal. Dalam sel tubular renal,

Hb pecah dan terdeposit di sel sebagai haemosiderin. Sebagian Hb plasma yang

bebas dioksidasi menjadi methemoglobin, yang berpecah lagi menjadi globin dan

ferrihaem.

Hemopexin plasma mengikat ferrihaem namun jika kapasitas pengikatannya

melebihi maka ferrihaem bersatu dengan albumin membentuk methaemalbumin.

Hati berperan penting dalam mengeliminasi Hb yang terikat dengan haptoglobin

dan haemopexin dan sisa Hb bebas.

C. Bukti hemolisis

Peningkatan destruksi sel darah merah menyebabkan;

4. peningkatan bilirubin serum (unconjugated)

5. kelebihan urobilinogen urin ( akibat pemecahan bilirubin di intestinal)

6. penurunan haptoglobin plasma

7. kenaikan LDH serum

Peningkatan produksi sel darah merah menyebabkan ; 1. retikulositosis 2. hiperplasia eritroid dari sumsum tulang Pada beberapa anemia hemolitik terdapat sel darah merah abnormal seperti ; 1. sferosit 2. sickle sel 3. fragmen sel darah merah D. Tanda dan Gejala Klinis Dapat asimptomatik, maupun akut dan berat. Pada bentuk berat dan akut, pada umumnya berupa : 1. Mendadak mual, panas badan, muntah, menggigil, nyeri perut, pinggang dan ekstrimitas, lemah badan, sesak nafas, pucat 2. Gangguan kardiovaskuler 3. BAK warna merah/gelap

Bentuk kronis, keluhan lemah badan berlangsung dalm periode beberapa

minggu sampai bulan. Bentuk asimptomatik biasanya tanpa gejala. Bentuk sedang

Page 35: Referat Anemia

berat : pucat, subikterik, splenomegali, petekhie, purpura (Sindrom Evan’s),

hemolisis kongenital. Dapat terjadi komplikasi berupa kolelitihiasis/kolesistitis,

hepatitis pasca transfusi, hemokromatosis.

F. Diagnosis Banding - Anemia pernisiosa - Anemia defisiensi Fe stadium awal

- Anemia pasca perdarahan masif

- Eritroleukemi

- Anemia aplastik

- Myelofibrosis

G. Terapi 1. Tergantung etiologi a) Anemia Hemolitik autoimun : - Glukokortikoid : Prednison 40 mg/m2 luas permukaan tubub (LPT)/hari. Respon biasanya terlihat setelah 7

hari, retikulosit meningkat, Hb

meningkat 2-3 gr %/minggu. Bila Hb sudah mencapai 10 gr%, dosis steroid dapat

diturunkan dalam 4-6 minggu sampi 20 mg/m2 LPT/bari; kemudian diturunkan

salam 3-4 bulan. Beberapa kasus memerlukan prednison dosis pemeliharaan 5-10

mg selang sehari

- Splenoktomi : pada kasus yang tidak berespon dengan pemberian glukokortikoid - Imunosupresif : pada kasus gagal steroid dan tidak memungkinkan splenoktomi - Azatioprin : 80 mg/m2/hari, atau

Page 36: Referat Anemia

- Siklofosfamid : 60-75 mg/m2/hari -

Obat imunosupresif diberikan selama 6 bulan. kemudian tappering off, biasanya

dikombinasikan dengan Prednison 40 mg/m2 LPT/hari. Dosis prednison

diturunkan bertahap dalam waktu 3 bulan

- Obat imunosupresif intravena : 0,4 gr/kgBB/hari sampai 1 gr/kgBB/hari selama 5 hari - Danazol : 600-800 mg/hari, bila ada respon, dosis diturunkan menjadi 200-400 mg/hari. - Diberikan bersama dengan Prednison. -

Plasmaferes’s

b) Obati penyakit dasar : SLE, infeksi, malaria, keganasan

c) Stop obat-obat yang diduga menjadi penyebab

d) Kelainan congenital, misalnya:Talas emia

• Transfusi berkala, pertahankan Hb 10 gr %

• Desferal untuk mencegah penumpukan besi :

• Diberikan bila serum Feritin mencapai 1000 μg/dL biasanya setelah

transfusi labu ke 12 • Dosis inisial 20 mg/kgBB, diberikan 8-12 jam infus SC di dinding anterior abdomen, selama 5 hari/minggu. • Diberikan bersama dengan 100-200 mg vitamin C per oral untuk meningkatkan ekskresi Fe • Pada keadaan pemunpukan Fe bcrat, terutama disertai komplikasi

Page 37: Referat Anemia

jantung dan endokrin, deferoxamine diberikan 50 mg/kgBB secara infus kontinue IV. • Sferositosis herediter. • Splenektomi, umur optimal 6-7 thn, Kl limfopeni, hipogamaglobulinemi 2. Bila perlu transfusi darah : washed red cell (pada hemolitik autoimun) atau packed red cell 3. Pada hemolisis kronik diberikan Asam Folat 0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik 4. HUS (Hemolytic Uremic Syndrome) : Adanya Triad : Hemolitik mikroangiopati, trombositopeni, GGA • Terapi suportif, perhatikan kesimbangan cairan, transfusi (pertahankan Hb 9 gr %), jangan beri suspensi trombosit • Dialisis 5. TTP (Thrombotic Thrombocytopenic Purpura) Adanya pentad : gangguan neurologik, anemia hemolitik, trombositopenia. gangguan fungsi ginjal, demam.

Terapi : Kortikosteroid, prednison 200 mg/hari atau metil prednisolon 0,75 mg/kg

IV tiap 12 jam, bila tidak ada respon, dilakukan plasmaferesis denuan FFP 3-4

L/hari

Page 38: Referat Anemia

Adamson WJ et al, 2005, Anemia and Polycythemia in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th edition ; NewYork : McGraw Hill. Adamson, John W, 2005, Iron Deficiency and Other Hypoproliferative Anemias in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th edition ; NewYork : McGraw Hill. Bakta I Made, dkk, 2006, Anemia Defisiensi Besi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI. Cotran et al, 1999, Red Cell and Bleeding Disorders in Robbins Pathologic Basis Of Disease 6th edition ; USA : Saunders. Guyton and Hall, 1997, Sel-Sel Darah Merah, Anemia dan Polisitemia dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi IX, Jakarta : EGC. Mansen T J et al, 2006, Alteration of Erythrocyte function in Pathophysiology : The Biologic Basis for Disease in Adults and Children 5th edition ; USA : Mosby. Marks, Dawn B. Biokomia Kedokteran Dasar, Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC; 2000. Murray, Robert K. Biokimia harper, 24ed. Jakarta: EGC; 1999. Supandiman I dan Fadjari H, 2006, Anemia Pada Penyakit Kronis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI. Supandiman I dkk, 2003, Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi medik ; Bandung : Q Communication . Transcellular transport of cobalamin (Cbl; vitamin B12) in an ileal cell : Expert Reviews in Molecular Medicine, Accession download from http://www.expertreviews.org. Weiss G and Goodnough, 2005, Anemia of Chronic Disease, download from www.nejm.org on june 22, 2006. Widjanarko A dkk, 2006, Anemia Aplastik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV ; Jakarta : FKUI.

Page 39: Referat Anemia