Referat ADHD
Click here to load reader
description
Transcript of Referat ADHD
BAB I
PENDAHULUAN
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguang psikiatrik pada
anak-anak yang sudah umum dan dapat diobati. Ditandai dengan adanya gangguan kejiwaan,
kurangnya atensi terhadap sesuatu, gangguan motorik, dan impulsif yang mempengaruhi
sekitar 3-7% dari anak usia sekolah (Curatolo et al, 2010).
ADHD pertama kali diketahui 100 tahun yang lalu sebagai gangguan masa kanak-
kanak ditemukan terutama pada anak laki-laki, dan pada awalnya digambarkan sebagai
"hiperaktif" atau "gangguan hiperkinetik dari masa kanak-kanak ". Perilaku abnormal ini
ditemukan sebagai hasil dari suatu kondisi biologis daripada hasil didikan orang tua yang
buruk (Curatolo et al, 2010).
Prevalensi ADHD secara global adalah sekitar 5,3 % terjadi pada anak dan 2,5 %
terjadi pada dewasa. Hal ini disebabkan oleh karena anak-anak yang mengalami ADHD pada
usia anak-anak akan memiliki kecemderungan sebesar 40-60 % untuk tetap berkembang
menjadi ADHD pada saat usia dewasa (Rohde et al, 2012).
Selain itu, diagnosis ADHD hanya diberikan jika setidaknya beberapa gejala perilaku
yang hadir sebelum usia 7 tahun, terjadi pada lebih dari satu fungsi pengaturan, dan
menyebabkan gangguan signifikan dalam fungsi sosial dan sekolah (Curatolo et al, 2010).
BAB II
ISI
Definisi
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguang psikiatrik pada
anak-anak yang sudah umum dan dapat diobati. Ditandai dengan adanya gangguan kejiwaan,
kurangnya atensi terhadap sesuatu, gangguan motorik, dan impulsif yang mempengaruhi
sekitar 3-7% dari anak usia sekolah (Curatolo et al, 2010).
Gangguan defisit atensi/hiperaktifitas (attention-deficit/hyperactivity disorder-ADHD)
adalah suatu keadan yang terdiri atas pola tidak menunjukkan atensi yang persisten dan/atau
perilaku yang impulsive serta hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada yang diharapkan
pada anak dengan usia dan dalam tingkat perkembangan yang sama. Kondisi dimana tidak
adanya atensi dan/atau hiperaktifias-impulsivitas harus sedikitnya mengganggu fungsi secara
sosial, dan akademik yang sesuai dengan perkembangan anak. Gangguan ADHD ini tidak
boleh tumpang tindih dengan diagnosis gangguan kejiwaan lain seperti skizofrenia, maupun
disebabkan oleh gangguan jiwa lain (Shaddock B, Kaplan HI, 2010).
Klasifikasi
Klasifikasi ADHD berikut dibagi berdasarkan presentasinya pada individu, berikut ini
dibagi menjadi tiga jenis (Roberts W, Milich R., 2013)
- Combined presentation: terdapat adanya enam atau lebih manifestasi klinis dalam
satu cluster.
- Predominantly Innattentive: terdapat enam atau lebih gejala inattentive, dengan 3-
5 gejala hiperaktivitas-impulsivitas.
- Innattentive presentation (Restrictive): terdapat gejala inattentive sejumlah enam
atau lebih, dengan kurang dari 2 gejala hiperaktivitas-impulsivitas.
- Predominently hiperaktif: terdapat gejala inattentive sejumlah kurang dari atau
sama dengan 5 dengan lebih dari 6 gejala hiperaktivitas-impulsivitas.
Epidemiologi
Prevalensi ADHD secara global adalah sekitar 5,3 % terjadi pada anak dan 2,5 %
terjadi pada dewasa. Hal ini disebabkan oleh karena anak-anak yang mengalami ADHD pada
usia anak-anak akan memiliki kecemderungan sebesar 40-60 % untuk tetap berkembang
menjadi ADHD pada saat usia dewasa (Rohde et al, 2012). Gejala ADHD sering mucul pada
usia 3 tahun, tetapi diagnosis umumnya belum ditegakkan sampai anak tersebut masuk ke
dalam lingkungan yang terstruktur seperti taman kanak-kanak dan sekolah dasar, dimana
pada kondisi itu mulai tampak gejala anak yang hiperaktif-impulsif dan kurang perhatian
terhadap pelajaran dibandingkan teman sebayanya yang normal (Shaddock B., Kaplan, H.I.,
2010).
Etiologi
ADHD memiliki etiologi yang cukup kompleks. Berbagai macam factor genetic dan
lingkungan secara bersama-sama mengakibatkan gangguan neurobiologis. Gen yang
mengatur sistem neurotransmitter terlibat dalam ADHD. Studi genpada penderita ADHD
telah menghasilkan bukti substansial yang melibatkan beberapa gen penyebab gangguan,
dengan studi meta-analisis mendukung peran gen coding untuk DRD4, DRD5, SLC6A3,
SNAP-25, dan HTR1B. Studi deteksi genom pada alel potensial ADHD telah menunjukkan
hubungan pada kromosom 5p13, 6q12, 16p13, 17p11 dan 11q22-25 (Curatolo et al, 2010).
Faktor lingkungan pre-, peri- dan postnatal memainkan peran penting dalam penyebab
ADHD. Faktor Prenatal berhubungan dengan gaya hidup ibu selama kehamilan. Misalnya,
paparan alcohol dan merokok saat kehamilan. Faktor perinatal seperti pada bayi BBLR dan
komplikasi persalinan. Faktor postnatal, gizi buruk dan kekurangan gizi dalam ADHD
kemungkinan juga berpengaruh (Curatolo et al, 2010).
Patofisiologi
Salah satu faktor penyebab ADHD adalah adanya pengaruh genetik. Pada ADHD
terjadi disregulasi neurotransmiter tertentu didalam otak yang membuat seseorang lebih sulit
untuk memiliki atau mengatur stimulus-stimulus internal dan eksternal. Beberapa
neurotransmiter, termasuk dopamine dan norepinephrine, mempengaruhi produksi,
pemakaian, pengaturan neurotransmiter lain juga beberapa struktur otak. Adanya peningkatan
ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron daerah limbik dan lobus prefrontal dikatakan
mengendalikan fungsi eksekutif perilaku. Fungsi eksekutif bertanggung jawab pada ingatan,
pengorganisasian, menghambat perilaku, mempertahankan perhatian, pengendalian diri dan
membuat perencanaan masa depan. Hal ini menyebabkan kemudahan mengalami gangguan
dan ketiadaan perhatian dari sudut pandang fungsi otak adalah kegagalan untuk
“menghentikan” atau menghilangkan pikiran-pikiran internal yang tidak diinginkan atau
stimulus-stimulus kuat. (Elvira SD, Hadisukanto G, 2010)
Selain faktor genetic yang berperan, ada juga pengaruh dari faktor lingkungan.
Misalnya, paparan alkohol prenatal diketahui menginduksi anomali structural otak, terutama
di cerebellum. Anak-anak yang terpapar alcohol sebelum lahir dapat menjadi hiperaktif,
impulsif, dan berada pada peningkatan risiko berbagai gangguan kejiwaan. Kemudian ada
juga pengaruh dari ibu yang merokok. Ibu merokok menghasilkan 2,7 kali lipat peningkatan
risiko ADHD, dan hubungan dosis-respons antara ibu yang merokok selama kehamilan dan
kejadian anak hiperaktif telah ditemukan. Hal ini mungkin karena efek pada reseptor
nicotinic, yang memodulasi aktivitas dopaminergik. Gangguan dopaminergik seperti yang
dijelaskan pada paragraph sebelumnya berpengaruh pada kejadian ADHD (Curatolo et al,
2010).
Manifestasi Klinis ADHD
Meskipun ADHD biasanya didiagnosis selama tahun-tahun sekolah, ada
kecenderungan untuk diidentifikasi pada usia prasekolah. Manifestasi perilaku ADHD,
seperti tingginya tingkat aktivitas, kontrol penghambatan yang buruk , dan perhatian pendek,
yang normatif pada anak-anak prasekolah yang sehat. Namun, dalam kasus klinis, mereka
lebih jelas dan mengakibatkan tingginya tingkat perilaku genting dan cedera fisik, diatur
dilakukan di banyak pengaturan, termasuk rumah dan ruang kelas, dan kinerja yang buruk di
prasekolah. Anak-anak prasekolah dengan ADHD sering menderita kondisi lain
komorbiditas, paling sering, gangguan pemberontak oposisi (ODD), gangguan komunikasi,
dan gangguan kecemasan, dan mereka yang memiliki penyakit penyerta lebih terganggu
dibandingkan dengan ADHD saja. Kebanyakan anak-anak prasekolah ADHD hadir dengan
ADHD gabungan subtype. Subtipe impulsif dominan hiperaktif lebih sering terjadi pada
anak-anak prasekolah dibandingkan anak yang lebih tua, dimana hiperaktif cenderung
menurun dengan bertambahnya usia. Meskipun kecenderungan gejala hiperaktif menurun dan
gejala kekurangan perhatian menjadi lebih jelas dengan pertambahan usia, lintasan hiperaktif
dan kurangnya perhatian pada anak usia dini secara signifikan berhubungan dengan satu sama
lain. Kebanyakan diagnosis ADHD terdeteksi pada anak-anak usia sekolah, sebagai kasus
biasanya diidentifikasi dan dirujuk karena kesulitan akademik. Secara singkat, anak usia
sekolah dengan ADHD cenderung terganggu dalam hal prestasi akademik, interaksi keluarga
dan hubungan teman sebaya, dan mengalami peningkatan tingkat komorbiditas psikiatrik.
Komorbiditas yang paling umum adalah ODD, gangguan kecemasan, dan gangguan belajar.
Prevalensi gejala kekurangan perhatian terus meningkat, sebagai prevalensi gejala hiperaktif
terus menurun selama tahun-tahun sekolah. Sekitar 1/3 dari anak-anak dengan ADHD
memiliki fungsi yang relatif utuh di usia dewasa. Namun, sebagai suatu kelompok, orang
dewasa yang tumbuh dengan ADHD memiliki hal yang lebih buruk dalam hal prestasi
akademik dan pencapaian, peringkat kerja dan prestasi kerja, praktek-praktek seksual
beresiko dan kehamilan yang tidak diinginkan, hubungan dan masalah perkawinan,
pelanggaran lalu lintas dan mobil kecelakaan, dan penyakit penyerta kejiwaan (Cherkasova,
2013).
Diagnosis
Berdasarkan PPDGJ III, gangguan hiperkinetik dimasukkan dalam satu kelompok
besar yang disebut sebagai gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada
masa kanak dan remaja. Gangguan ini terdiri atas beberapa jenis, yaitu (Maslim, 2013):
- Gangguan aktivitas dan perhatian
- Gangguan tingkah laku hiperkinetik
- Gangguan hiperkinetik lainnya
- Gangguan hiperkinetik YTT
Selanjutnya untuk pedoman diagnosis ADHD berdasarkan PPDGJ III, terdiri dari
berbagai komponen, yaitu (Maslim, 2013):
- Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri ini
menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu
situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik)
- Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannyatugas dan
ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai.Anak-anak ini seringkali
beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain,rupanya kehilangan minatnya terhadap
tugas yang satu, karenaperhatiannya tertarik kepada kegiatan lainnya.
- Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan,khususnya dalam situasi
yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini, tergantung dari situasinya. olok ukur
untuk penilaiannya adalahbahwa suatu aktivitas disebut berlebihan dalam konteks apa
yangdiharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak-anaklain yang sama
umur dan IQ nya.
- Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidak diperlukan bagisuatu diagnosis,
namun demikian dapat mendukung penegakkandiagnosis. Kecerobohan dalam
hubungan-hubungan sosial,kesembronoan dalam situasi yang berbahaya dan sikap
yang secaraimpulsif melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan
denganmencampuri urusan atau mengganggu kegiatan orang lain, terlampaucepat
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkapdiucapkan orang, atau tidak
sabar menunggu gilirannya),kesemuanya ini merupakan ciri khas dari anak-anak
dengangangguan ini.
- Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah dicatat
secara terpisah bila ada; namun demikian tidak boleh dijadikan bagian dari diagnosis
aktual mengenai gangguanhiperkinetik yang sesungguhnya.
- Gejala-gejala gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteriaeksklusi ataupun
kriteria inklusi untuk diagnosis utamanya, tetapiada tidaknya gejala-gejala itu
dijadikan dasar untuk sub divisi utamagangguan tersebu
Tatalaksana
Tatalaksana ADHD dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu terapi fakrmakologi dan terapin
non farmakologi baik untuk anak-anak maupun dewasa. Pengobatan secara farmakologi
paling sering dilakukan dan biasanya terdiri dari obat stimulant seperti methylphenidate,
dexmethylphenidate, garam amphetamine dan lisdexamfetamine dimesylate (LDX). Namun,
obat golongan non-stimulan seperti atomoxetine, clonidine dan guanfacine juga efektif
dalam mengobati ADHD. Selain obat-obatan, ada juga pengobatan secara non-farmakologis
(Kevin M Antshel et al, 2011).
Stimulan
Bagi sebagian besar pasien dengan ADHD, stimulan tetap pilihan pertama untuk
terapi obat. Methylphenidate dapat mengurangi gejala ADHD sepanjang hari dan memiliki
kepatuhan yang lebih besar. Dexmethylphenidate dan transdermal methylphenidate juga juga
memiliki manfaat ini. Beberapa studi menunjukkan bahwa pengobatan dengan stimulan dapat
membantu untuk mengurangi kemungkinan komorbiditas psikiatrik lainnya selama masa
remaja, termasuk penggunaan rokok dan penyalahgunaan zat (Kevin M Antshel et al, 2011).
Namun, Yang paling umum efek samping stimulan (penurunan nafsu makan, masalah
dengan tidur). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sulit untuk memprediksi mana anak-
anak dengan ADHD akan memiliki efek samping, efek samping kardiovaskular yang serius
telah diidentifikasi dengan menggunakan stimulan (Kevin M Antshel et al, 2011)
Kesimpulannya, obat stimulan yang sering menjadi pilihan pertama untuk manajemen
pengobatan ADHD. Penelitian telah menunjukkan bahwa obat stimulan adalah pengobatan
yang efektif untuk banyak gejala yang berhubungan dengan ADHD (Kevin M Antshel et al,
2011).
Non stimulan
Beberapa anak mungkin tidak merespon obat stimulan, atau mungkin tidak dapat
mentolerir obat stimulan karena efek samping (misalnya kehilangan nafsu makan). Dengan
demikian, beberapa obat non-stimulan juga dapat digunakan untuk terapi farmakoterapi
ADHD. Obat yang disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk
pengobatan ADHD yaitu selektif norepinefrin reuptake inhibitor (SNRI), atomoxetine,
bentuk long-acting dari guanfacine, dan bentuk long-acting dari clonidine. Clonidine dan
guanfacine juga telah disetujui oleh FDA untuk pemberian bersama obat stimulant. A-2-
adrenergik agonis clonidine dan guanfacine telah lama diketahui mengobati ADHD (Kevin M
Antshel et al, 2011).
Pada orang dewasa, pendekatan pengobatan gabungan biasanya terdiri dari
farmakoterapi dan intervensi psikososial. Namun, tidak seperti ADHD anak, ada beberapa
bukti bahwa intervensi CBT yang berkhasiat. CBT gabungan antara terapi kognitif dan
perilaku. Terapi kognitif-perilaku mencakup prosedur kognitif dan perilaku, dan memiliki
inti tiga dasar: 1) aktivitas kognitif mempengaruhi perilaku; 2) aktivitas kognitif dapat
dipantau dan dimodifikasi dan 3) perubahan perilaku dapat diproduksi oleh perubahan
kognitif (Kevin M Antshel et al, 2011).
Terapi Non Farmakologi
Pelatihan orang tua dalam manajemen perilaku
Hal ini berguna untuk merekam bagaimana orang tua dan orang dewasa lainnya
bereaksi terhadap perilaku, dan apa interaksi berikutnya terjadi sebagai akibat dari reaksi
tersebut. Orang tua harus mendekati anak agar selalu terjadi kontak dengan anak.
Intervensi sekolah
akuntabilitas yang lebih besar dari anak untuk guru dan lain-lain, termasuk
lebih cepat, sering dan menonjol umpan balik untuk kinerja, dan peningkatan
penataan lingkungan kelas dan mengajar materi semuanya telah terbukti bermanfaat
bagi anak dengan ADHD di sekolah.
Terapi nutrisi ADHD
Vitamin dan supplement (Millichap JG & Yee MM, 2012) :
Besi
Beberapa anak dengan ADHD telah ditemukan memiliki zat besi yang rendah
dalam darah mereka. Tidak jelas mengapa, tetapi penyedia layanan kesehatan anak Anda
mungkin ingin melakukan tes darah sederhana untuk memeriksa besi rendah. Jangan
pernah memberikan suplemen zat besi pada anak Anda kecuali Anda diminta untuk
melakukannya oleh penyedia layanan kesehatan anak Anda.
Seng
Beberapa studi menunjukkan bahwa tingkat seng yang rendah pada anak-anak
dengan ADHD. Namun terlalu dini untuk merekomendasikan suplemen zinc. Juga seng
dapat berinteraksi dengan beberapa obat stimulan anak.
Megavitamins
Satu studi menemukan megavitamins terapi dapat terjadi kerusakan pada hati.
Jangan gunakan megavitamins sampai penelitian lebih lanjut dapat dilakukan.
Omega-3 dan -6 Asam Lemak Suplemen
Satu studi yang disebut studi Oxford-Durham melihat menggunakan suplemen
diet pada 117 anak, sekitar 38 di antaranya memiliki gejala ADHD.
Makanan sehat yaitu (Millichap JG & Yee MM., 2012) :
- Ikan
- Sayuran
- Tomat
- Buah Segar
- Biji-bijian
- susu rendah lemak
Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada penderita ADHD antara lain kecemasa,
gangguan emosi dan kerpibadia, gangguan belajar dan pada kondisi yang lebih lanjut dapat
menyebabkan gangguan bipolar pada pasien (Canu, 2010).
Prognosis
Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa adolescence, sedangka gejala impulsive
dan emosi yang labil akan menetap. Anak dengan ADHD pada waktu dewasa sering masih
mempunyai gejala agresif dan menjadi pecandu minuman keras/alkoholisme). Prognosis
lebih baik bila didapatkan fungsi intelektual yang tinggi, dukungan yang kuat dari keluarga,
teman-teman yang baik, diterima di kelompoknya dan diasuh oleh gurunya serta tidak
mempunyai satu atau lebih komorbid gangguan psikiatri (Mullichap, 2010)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Gangguan defisit atensi/hiperaktifitas (attention-deficit/hyperactivity disorder-ADHD)
adalah suatu keadan yang terdiri atas pola tidak menunjukkan atensi yang persisten dan/atau
perilaku yang impulsive serta hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada yang diharapkan
pada anak dengan usia dan dalam tingkat perkembangan yang sama. Kondisi dimana tidak
adanya atensi dan/atau hiperaktifias-impulsivitas harus sedikitnya mengganggu fungsi secara
sosial, dan akademik yang sesuai dengan perkembangan anak.
ADHD dipengaruhi oleh faktor genetik dan juga faktor lingkungan yang saling
berkaitan. Penanganan ADHD dibedakan menjadi farmakologis dan non-farmakologis.
Terapi farmakologis dibagi menjadi obat-obatan stimulan dan non-stimulan, sedangkan terapi
non farmakologis terdiri dari terapi intervensi perilaku dan juga terapi nutrisi.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association, 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Disorder 5ed.
Washington DC: American Psychiatric Publishing
Canu WH, 2010. ADHD Comorbidities: Handbook for ADHD Complications in Children
and Adults by Thomas Brown. Journal of Attention Disorders. 14(2): 194-195.
Available from
http://libres.uncg.edu/ir/asu/f/Canu_Will_2010_ADHD_Comorbidities.pdf[Accessed
on April 15th 2015]
Cherkasova M, Sulla EM, Dalena KL, et al,2013. Developmental Course of Attention Deficit
HyperactivityDisorder and its Predictors. J Can Acad Child Adolesc Psychiatry.
22(1): 47-55. Avalaibale from
http://www.cacap-acpea.org/uploads/documents/Developmental_Course_Cherkasova.
pdf[Accessed on April 15th 2015]
Curatolo P, D’Agati E, Moavero R, 2010. The neurobiological basis of ADHD. Italian
Journal of Pediatrics. 36:79. Available from
http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1824-7288-36-79.pdf [Accessed on April
14th 2015]
Elvira SD, Hadisukanto G,2010. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Antshel KM, Hargrave TM, Simonescu M, et al, 2011. Advances in understanding and
treating ADHD. BMC Medicine. 9:72.Available from
http://www.biomedcentral.com/1741-7015/9/72[Accessed on April 15th 2015]
Maslim R, 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Nuh Jaya
Mullichap JG,2010. Attention Deficit Hyperactivity Disorder Handbook 2nd edition. New
York: Springer Science Media
Roberts W, Milich R, 2013. Examining the Changes to ADHD in the DSM-5: One Step
Forward and Two Steps Back. The ADHD Report Vol. 21:4. Available from
http://guilfordjournals.com/doi/abs/10.1521/adhd.2013.21.4.1[Accessed on April 15th
2015]
Rohde A., Verin R., Polanczyk G. The Management of ADHD in Children, Young People
and Adults: Epidemiology of ADHD. Journal of Cutting Edge Psychiatry in Practice.
Available from http://www.cepip.org/sites/default/files/CEPiP.2012.1.pdf[Accessed
on April 15th 2015]
Sadock BJ, Kaplan HI, 2010. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara