Referat

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden kanker paru (karsinoma paru) dilaporkan meningkat di seluruh dunia. Seiring dengan itu angka kematian akibat kanker paru meningkat dengan cepat. Keadaan ini tidak hanya terjadi di negara berkembang. Di negara maju pun peningkatan insiden ini sangat nyata. 1 Di Amerika Serikat pada tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru kanker paru (merupakan 13% dari semua kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat kanker). 2 Di Inggris dan Wales insiden kanker paru ialah 47,4 per 100.000 populasi. Data dari Office for National Statistics (ONS) menunjukkan total 34.897 insiden kasus kanker paru di Inggris dan Wales pada tahun 2008. Ini merupakan kanker kedua terbanyak pada laki-laki setelah kanker prostat, dan pada wanita setelah kanker payudara. Prognosis kanker paru sangat buruk dengan mortalitas 40,1 per 100.000 populasi. 3 Buruknya prognosis kanker paru mungkin berkaitan erat dengan jarangnya penderita datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam stadium awal penyakit. 4 Di Indonesia kanker paru menduduki peringkat keempat kanker terbanyak. Di rumah sakit kanker Dharmais Jakarta tahun 1998, kanker paru menduduki peringkat ketiga sesudah kanker payudara dan kanker leher rahim. Sistem pencatatan yang belum baik di Indonesia menyebabkan prevalensi pasti kanker paru belum 1

description

Karsinoma Paru

Transcript of Referat

Page 1: Referat

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Insiden kanker paru (karsinoma paru) dilaporkan meningkat di seluruh dunia. Seiring

dengan itu angka kematian akibat kanker paru meningkat dengan cepat. Keadaan ini tidak hanya

terjadi di negara berkembang. Di negara maju pun peningkatan insiden ini sangat nyata.1 Di

Amerika Serikat pada tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru kanker paru

(merupakan 13% dari semua kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian

(merupakan 28% dari seluruh kematian akibat kanker).2 Di Inggris dan Wales insiden kanker

paru ialah 47,4 per 100.000 populasi. Data dari Office for National Statistics (ONS)

menunjukkan total 34.897 insiden kasus kanker paru di Inggris dan Wales pada tahun 2008. Ini

merupakan kanker kedua terbanyak pada laki-laki setelah kanker prostat, dan pada wanita setelah

kanker payudara. Prognosis kanker paru sangat buruk dengan mortalitas 40,1 per 100.000

populasi.3 Buruknya prognosis kanker paru mungkin berkaitan erat dengan jarangnya penderita

datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam stadium awal penyakit.4

Di Indonesia kanker paru menduduki peringkat keempat kanker terbanyak. Di rumah sakit

kanker Dharmais Jakarta tahun 1998, kanker paru menduduki peringkat ketiga sesudah kanker

payudara dan kanker leher rahim. Sistem pencatatan yang belum baik di Indonesia menyebabkan

prevalensi pasti kanker paru belum diketahui tapi klinik paru dan tumor di rumah sakit

merasakan benar peningkatan kasus kanker paru.2

Kanker paru dalam arti luas ialah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan

yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor diparu).4

Sembilan puluh persen tumor paru primer merupakan tumor ganas dan sekitar 95% tumor ganas

ini berasal dari epitel bronkus yaitu karsinoma bronkogenik.5,6

Pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru ialah foto rontgen

toraks secara posterior-anterior (PA) dan lateral. Studi dari Mayo Clinic USA menemukan 61%

tumor paru terdeteksi dalam pemeriksaan rutin dengan foto rontgen dada biasa.2 Pada foto toraks,

lesi jinak tumor paru akan tampak seperti “coin” lesion pada foto toraks.5

1

Page 2: Referat

Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan

diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup

yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya.4

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang penyakit karsinoma paru.

2. Untuk memahami gambaran radiologi pada penyakit karsinoma paru, terutama gambaran

foto rontgen.

2

Page 3: Referat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Karsinoma paru ialah tumor yang berasal dari epitel pernapasan (bronkus, bronkiolus,

alveolus).7 Pada karsinoma paru, 90% merupakan tumor paru primer dan 95% dari tumor paru

primer ini merupakan karsinoma bronkogenik.6

B. Etiologi

Penyebab pasti karsinoma paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan

dari suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama di samping adanya

faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.2

Beberapa kepustakaan telah melaporkan bahwa etiologi karsinoma paru sangat

berhubungan dengan kebiasaan merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang

dihisap per hari dengan tingginya insiden karsinoma paru. Dikatakan bahwa satu dari sembilan

perokok berat akan menderita karsinoma paru. Beberapa penelitian terakhir mengatakan bahwa

perokok pasif juga berisiko terkena karsinoma paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama

25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko karsinoma paru dua kali lipat dibandingkan

dengan yang tidak terpapar dan perempuan yang hidup dengan suami atau pasangan perokok

juga terkena risiko karsinoma paru sebesar 2-3x lipat. Diperkirakan 25% karsinoma paru dari

bukan perokok berasal dari perokok pasif.2

Polusi udara merupakan faktor risiko karsinoma paru. Pasien karsinoma paru lebih banyak

di daerah urban yang banyak polusi udaranya dibandingkan dengan yang tinggal di daerah rural.2

Faktor genetik juga merupakan penyebab terjadinya karsinoma paru. Perubahan atau

mutasi beberapa gen seperti proto oncogen, tumor supressor gene dan gene encoding enzym

berperan dalam terjadinya karsinoma paru. karsinoma paru terjadi didasari perubahan pada gen

supressor tumor dalam genom (onkogen). Inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara

menghilangkan (delesi) atau penyisipan (insersi) susunan pasangan basanya sehingga tampil gen

erbB1 dan atau neu/erbB2 yang berperan sebagai anti apoptosis. Perubahan tampilan gen ini

menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat

pertumbuhan yang otonom.2

3

Page 4: Referat

Diet juga berperan dalam kejadian karsinoma paru. Beberapa penelitian melaporkan bahwa

rendahnya konsumsi terhadap betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya

risiko terkena karsinoma paru.2

C. Klasifikasi

Pembagian praktis karsinoma paru untuk tujuan pengobatan:2

1. Small cell lung cancer (SCLC)

2. Non small cell lung cancer (NSCLC/karsinoma skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel

besar)

WHO(1999) membuat klasifikasi histologis untuk karsinoma paru dan pleura sebagai berikut:2

1. Tumor epitelial:

a. Jinak: papiloma, adenoma

b. Lesi prainvasif: displasia skuamosa / karsinoma in situ, hiperplasia adenomatosa

atipik, hiperplasia sel neuroendokrin paru difus

c. Ganas :

i. Karsinoma sel skuamosa: papiler, sel jernih, basaloid

ii. Small cell carcinoma: combined small cell carcinoma

iii. Adenokarsinoma

a) Asinar

b) Papiler

c) Bronkoalveolar: nonmusinosa, musinosa, musinosa campuran

d) Karsinoma padat dengan formasi musin

e) Adenokarsinoma dengan subtipe campuran

iv. Karsinoma sel besar

v. Karsinoma adenoskuamosa

vi. Karsinoma dengan sarkomatoid pleomorfik atau unsur sarkomatosa

vii. Tumor karsinoid

2. Lain-lain: tumor jaringan lunak

3. Tumor mesotelial

4. Penyakit limfoproliferatif

5. Tumor sekunder

4

Page 5: Referat

6. Unclassified tumors

7. Lesi seperti tumor

D. Patologi

Patologi karsinoma paru dibagi menjadi Small Cell Lung Cancer (SCLC) dan Non Small Cell

Lung Cancer (NSCLC).(2)

1. Small Cell Lung Cancer (SCLC)

Gambaran histologi SCLC yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir

semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa nukleoli.

Small Cell Lung Cancerjuga disebut “oat cell carcinoma” karena bentuknya mirip

dengan bentuk biji gandum.Sel kecil ini cenderung berkumpul sekelilinh pembuluh darah

halus menyerupai pseudoroset.Sel-sel yang bermitosis banyak sekali ditemukan begitu

juga gambaran nekrosis.

2. Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)

a. Karsinoma sel skuamosa atau karsinoma bronkogenik

Karsinoma sel skuamosa berciri khas proses keratinisasi dan pembentukan “bridge”

intraselular, studi sitologi memperlihatkan perubahan yang nyata dari diplasia

skuamosa ke karsinoma insitu.

b. Adenokarsinoma

Khas dengan bentuk formasi glandular dan kecenderungan ke arah pembentukan

konfigurasi papilari.Biasanya membentuk musin, sering tumbuh dari bekas

kerusakan jaringan paru (scar).

c. Karsinoma bronkoalveolar

Merupakan subtipe dari adenokarsinoma, meliputi permukaan alveolar tanpa

menginvasi atau merusak jaringan paru.

d. Karsinoma sel besar

Suatu subtipe yang gambaran hisyologisnya dibuat secara ekslusi. Karsinoma sel

besar termasuk NSCLC tapi tidak ada gambaran diferensiasi skuamosa atau

glandular, sel bersifat anaplastik, tak berdiferensiasi, biasanya disertai oleh infiltrasi

sel neutrofil.

E. Gambaran Klinis

5

Page 6: Referat

Pada fase awal kebanyakan karsinoma paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila

sudah menampakkan gejala berarti pasien sudah dalam stadium lanjut. Gejala-gejala karsinoma

paru dapat bersifat lokal (tumor tumbuh setempat) seperti batuk baru atau batuk lebih hebat pada

batuk kronis, hemoptisis, mengi, kadang terdapat kavitas seperti abses paru dan atelektasis.

Gejala invasi lokal dapat berupa nyeri dada, dispneu karena efusi pleura, invasi ke perikardium

akan terjadi tamponade atau aritmia, sindrom vena cava superior, suara serak dan sindrom

pancoast.2

F. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak

dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium

penyakit berdasarkan sistem TNM.4

Pemeriksaan radiologi untuk mencari tumor ganas bermacam-macam antara lain

bronkoskopi invasif dan CT Scan thoraks. Tetapi, pemeriksaan radiologi seperti foto

thoraks PA, lateral, dan fluoroskopi masih mempunyai nilai yang diagnostik yang tinggi

meskipun kadang-kadang dalam ukuran yang kecil tumor itu tidak terlihat. Meskipun

begitu, kelainan lain akan sangat dicurigai sebagai akibat tumor ganas, misalnya kelainan

emfisema setempat, atelektasis, peradangan sebagai komplikasi tumor atau akibat bronkus

terjepit, dan pembesaran kelenjar hilus yang unilateral. Efusi pleura yang progresif dan

elevasi diafragma juga perlu dipertimbangkan sebagai akibat tumor ganas.8

1. Atelektasis

Gambaran perselubungan padat akibat hilangnya aerasi yang disebabkan sumbatan

bronkus oleh tumor, dapat terjadi secara segmental, lobaris, atau hemitoraks. Gambaran

atelektasis secara radiologis tidak berbeda dengan atelektasis yang disebabkan oleh

penyumbatan bronkus lainnya (Gambar 1 dan Gambar 2).8

6

Page 7: Referat

Gambar 1. Atelektasis paru kiri tengah (parahiler).8

Gambar 2. Posisi lateral, di daerah proyeksi atelektasis tampak bayangan bulat.8

2. Massa hilus

Pembesaran hilus unilateral merupakan manifestasi dini secara radiologi karsinoma paru.

Hal ini terjadi akibat tumor primer pada hilus tersebut atau pembesaran hilus. Pembesaran hilus

oleh karena metastasis dari luar paru dapat menyebabkan kelenjar menjadi lebih besar dan

menyebar di sisi kiri dan kanan. Karsinoma paru sentral manifestasinya bertambahnya opasitas

pada region hilus.8

7

Page 8: Referat

3. Nodul soliter pada paru

Bercak kalsifikasi dalam nodul sering dinyatakan sebagai proses jinak. Bila ada kalsifikasi

maka kita perlu lakukan CT Scan toraks untuk memastikan adanya nodul di dalamnya.

Bayangan nodul pada paru berukuran beberapa milimeter sampai 4 cm atau lebih dan tidak

mengandung kalsifikasi harus diutamakan pada kecurigaan sebagai karsinoma bronkogen

terutama usia diatas 40 tahun (Gambar 3 dan Gambar 4,). 8

Gambar 3. Tumor paru nodul soliter; bayangan bulat di paru kanan atas. 8

Gambar 4. Bayangan nodul soliter di paru kiri tengah8

8

Page 9: Referat

Bayangan nodul sering menjadi masalah perdebatan dalam hal menentukan keganasan. Ada

pendapat yang mengatakan bahwa sifat nodul yang ganas batasnya tidak jelas, berbenjol-benjol

atau adanya nodul-nodul kecil sekitarnya sebagai gambaran satelit atau adanya gambaran kaki-

kaki infiltrasi yang berasal dari nodul tersebut (Gambar 5). 8

Gambar 5. Tumor paru nodul soliter; tomogram memperlihatkan bentuk nodul dengan

kaki-kaki (pseudopodi) 8

4. Pneumonitis yang tidak sembuh

Peradangan paru sering disebabkan aerasi yang tidak sempurna akibat sumbatan sebagian

bronkus dan pengobatan dengan antibiotik umumnya tidak memberi hasil sempurna atau berulang

kembali peradangannya. Sering setelah peradangan berkurang terlihat gambaran massa yang

sangat dicurigai sebagai keganasan. 8

5. Efusi pleura

Adanya gambaran cairan dalam rongga pleura yang cepat bertambah (progresif) atau

bersamaan ditemukan bayangan massa dalam paru perlu dipertimbangkan sebagai keganasan paru

yang sudah bermetastasis ke pleura. Biasanya cairan pleura itu terdiri atas cairan darah. 8

9

Page 10: Referat

6. Elevasi diafragma

Letak tinggi diafragma sesisi dengan bayangan masa tumor yang diakibatkan kelumpuhan

nervus frenikus dapat diperlihatkan pada pemeriksaan fluoroskopi dimana pergerakan diafragma

berkurang atau tak ada sama sekali. 8

7. Perselubungan dengan destruksi tulang sekitarnya

Suatu perselubungan padat terutama di puncak paru dengan gambaran destruksi tulang iga

atau korpus vertebra sekitarnya merupakan tumor ganas primer pada paru (sulcus superior) lanjut

yang dikenal sebagai tumor Pancoast yang secara klinis disertai dengan sindrom Horner (Gambar

6). 8

Gambar 6. Tumor pancoast, perselubungan padat di paru kanan atas dengan destruksi tulang iga I-

II kanan. 8

8. Metastasis paru

Paru merupakan salah satu alat tubuh yang sering dihinggapi anak sebar tumor ganas asal

tempat lain. Penyebaran dapat bersifat hematogen dan limfogen. 8

10

Page 11: Referat

a. Metastasis hematogen

Tumor ganas anak yang sering bermetastasi ke paru adalah tumor Wilms,

neuroblastoma, sarkoma osteogenik, sarkoma Ewing; sedangkan tumor ganas dewasa adalah

karsinoma payudara, tumor ganas saluran cerna, ginjal, dan testis. Gambaran radiologis dapat

bersifat tunggal (soliter) atau ganda (multipel) dengan bayangan bulat berukuran beberapa

milimeter hingga sentimeter, batas tegas. Bayangan tersebut dapat mengandung bercak

kalsifikasi, misalnya pada anak sebar sarkoma osteogenik dan kavitas dapat terbentuk

meskipun jarang (5%) yang disebabkan nekrosis iskemik (Gambar 7). 8

Gambar 7. Metastatis paru, bayangan bulat tersebar di kedua lapangan paru.8

.

b. Metastasis limfogen

Anak sebar limfogen sering menyebabkan pembesaran kelenjar mediastinum yang

dapat meningkatkan penekanan pada trakea, esofagus, dan vena kava superior dengan

bermacam keluhannya. Anak sebar juga bisa menetap di saluran limfe peribronkial atau

perivaskuler yang secara radiologis memberi gambaran garis-garis berdensitas tinggi yang

halus seperti rambut. Contoh keganasannya yaitu karsinoma tiroid dan kelenjar air liur dapat

menetap di paru selama bertahun-tahun dengan keadaan umum yang baik.

11

Page 12: Referat

G. Diagnosis

Langkah pertama diagnosis karsinoma paru ialah secara radiologis dengan menentukan

apakah lesi intra torakal tersebut sebagai tumor jinak atau ganas. Bila ada fasilitas Positron

Emission Tomography (PET) dapat dibedakan antara tumor jinak dan ganas serta untuk

menentukan staging penyakit. Kemudian tentukan apakah letak lesi sentral atau perifer, yang

bertujuan untuk menentukan bagaimana cara pengambilan jaringan tumor. Lesi yang letaknya

perifer, pengambilan jaringan tumor menggunakan kombinasi bronkoskopi dengan biopsi,

sikatan, bilasan, transtorakal biopsi atau aspirasi dan tuntunan USG atau CT-scan akan

memberikan hasil yang lebih baik. Lesi yang letak sentral, langkah pertama sebaiknya dengan

pemeriksaan sitologi sputum diikuti bronkoskopi fleksibel. Secara radiologis dapat ditentukan

ukuran tumor (T), kelenjar getah bening (N) dan metastasis ke organ lain (M).2

Pada tahun 2009 International Union Against Cancer dan American Joint Committee on

Cancer menyusun sistem klasifikasi TNM terbaru untuk karsinoma paru yang mencakup

NSCLC, SCLC, dan karsinoid bronkopulmoner sebagaimana tercantum pada Tabel 1.9

Tabel 1. Seventh Edition of the TNM Classification of Lung Cancer Compared With the Sixth

Edition.9

Tumor Designation Prior System(Sixth Edition)

New System(Seventh Edition)

Five-YearSurvival Rate (%)

Size≤ 2 cm> 2 but ≤ 3 cm> 3 but ≤ 5 cm > 5 but ≤ 7 cm > 7 cm Pleural or pericardial invasion Visceral pleura Parietal pleura Mediastinal pleura Parietal pericardiumCentral airway invasionTumor extending into mainstem

bronchus > 2 cm from carina Tumor extending into mainstem

T1T1T2T2T2

T2T3T3T3

T2

T3

T1aa

T1ba

T2aa

T2ba

T3a

T2ab or T2bC

T3T3T3

T2ab or T2bC

T3

77d

71d

58d

49d

35d

NAe

NAe

NAe

NAe

NAe

NAe

12

Page 13: Referat

bronchus ≤ 2 cm from carina Tumor extending to carinaLung atelectasis Tumor causing atelectasis of

less than entire lung Tumor causing atelectasis of

entire lungSoft tissue invasionChest wall and superior sulcus Diaphragm Mediastinum Heart or great vessels Trachea EsophagusOsseous invasion Rib Vertebral body Nerve invasionPhrenic nerve Recurrent laryngeal nerveSatellite nodulesSame lobe Same lung, different lobeLymph node designationNo lymphadenopathy Ipsilateral, peripheral, or hilar–

interlobar zone involvement Ipsilateral upper,

aorticopulmonary, lower, or subcarinal zone involvement

Supraclavicular or contralateral upper, aorticopulmonary, lower, hilar–interlobar, or peripheral zone involvement

Metastatic disease designationContralateral lung metastases Pleural or pericardial

dissemination Distant metastases

T4

T2

T3

T3T3T4T4T4T4

T3T4

T3T4

T4M1

N0N1

N2

N3

M1T4

M1

T4

T2ab or T2bC

T3

T3T3T4T4T4T4

T3T4

T3T4

T3T4

N0N1

N2

N3

M1aM1a

M1b

NAe

NAe

NAe

NAe

NAe

NAe

NAe

NAe

NAe

NAe

NAe

NAe

NAe

28f

22f

56g

38g

22g

6g

3h

2h

1h

Note—Cells in bold indicate a change in the designation from the sixth edition. NA

13

Page 14: Referat

indicates not applicable.aT designation is listed for tumors completely surrounded by lung. Designation can

increase depending on presence and extent of invasion.bT2a designation if tumor measures ≤ 5 cm in long-axis diameter.cT2b designation if tumor measures > 5 cm but ≤ 7 cm in long-axis diameter.dSurvival based on patients staged pathologically with complete resection of tumor

(R0) and no nodal or extranodal metastatic disease (N0M0).eIndividual survival statistics not calculated due to limited information. As a group,

5-year survival rate in patients pathologically staged with a T3 and T4 designation

(excluding those with tumors > 7 cm or satellite nodules), any R, any N, and M0 was 31% and 22%, respectively.

fSurvival based on patients staged pathologically with complete or incomplete resection of tumor (any R), any nodal disease (any N), and M0.

gSurvival based on patients staged pathologically with any tumor designation (any T) and M0.

hSurvival based on patients staged clinically with any T and any N.

Sistem staging juga mengalami revisi seperti yang terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Revisions to Stage Groupings in the Seventh Edition of the TNM Classification for Lung Tumors Compared With the Sixth Edition.9

Stage in Seventh Edition

Stage inSixth

Edition

N0 N1 N2 N3

T1a

T1b

T2a

T2b

T3 (> 7 cm)

T3 (invasion)

T3 (satellite

nodule, same

lobe)

T1

T1

T2

T2

T2

T3

T4

I A

I A

I B

II A

II B (I B)

II B

III B (III A)

II A

II A

II A (II B)

II B

III A (II B)

III A

III A (III B)

III A

III A

III A

III A

III A

III A

III A (III B)

III B

III B

III B

III B

III B

III B

III B

14

Page 15: Referat

T4 (invasion)

T4 (ipsilateral

nodule,

different lobe)

M1a (pleural

or pericardial

dissemination)

M1a

(contralateral

lung nodules)

M1b (distant

metastatic

disease)

T4

M1

T4

M1

M1

III A (III B)

III A (IV)

IV (III B)

IV

IV

III A (III B)

III A (IV)

IV (III B)

IV

IV

III B

III B (IV)

IV (III B)

IV

IV

III B

III B (IV)

IV (III B)

IV

IV

Note—Cells in bold indicate a change in the stage from the sixth edition. Adjacent stage in parenthesesrepresents staging from the sixth edition.

H. Penatalaksanaan

Fundamental biologis NSCLC dengan SCLC beda sehingga pengobatannya juga harus

dibedakan.

1. Pengobatan NSCLC

a. Terapi Bedah

Terapi bedah ialah pilihan pertama pada stadium I dan II pada pasien dengan sisa

cadangan parenkim parunya yang adekuat. Reseksi paru biasanya ditoleransi dengan baik

bila prediktif “post reseksi FEV” yang didapat dari pemeriksaan spirometri preoperatif dan

kuantitatif ventilasi perfusi scanning melebihi 1000 ml. Luasnya penyebaran intra toraks

yang ditemui saat operasi menjadi pegangan luas prosedur operasi yang dilaksanakan.

Lobektomi atau pneumonektomi tetap sebagai standar di mana segmentektomi dan reseksi

baji bilobektori atau reseksi sleeve jadi pilihan pada situasi tertentu.2

Survival pasien yang dioperasi pada stadium I mendekati 60%, pada stadium II 26-37%

dari IIa 17-36,3%. Pada stadium IIIa masih ada kontroversi mengenai keberhasilan operasi

bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding toraks terdapat metastasis. 2

15

Page 16: Referat

Pada stadium IIIb dan IV tidak dioperasi combined modality therapy yaitu gabungan

radiasi, kemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas) dilaporkan memperpanjang

survival dari studi-studi yang masih berlangsung. 2

b. Radioterapi

Pada beberapa kasus yang inoperable, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif

dan bisa juga sebagai terapi adjuvant atau paliatif pada tumor dengan komplikasi seperti

mengurangi efek obstruksi atau penekanan terhadap pembuluh darah atau bronkus. 2

Pasien dengan metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor sudah merambat

sebatas sayatan operasi maka radiasi post operasi dianjurkan untuk diberikan. Radiasi

preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar misalnya pada reseksi lebih komplit pada

pancoast tumor atau stadium IIIb dilaporkan bermanfaat dari beberapa sentra kanker. Radiasi

paliatif pada kasus sindrom vena cava superior atau kasus dengan komplikasi dalam rongga

dada akibat kanker seperti hemoptisis, batuk refrakter, atelektasis, mengurangi nyeri akibat

kanker seperti hemoptisis, batuk refrakter, atelektasis, mengurangi nyeri akibat metastasis

kranium dan tulang, juga amat berguna. 2

c. Kemoterapi

Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari stadium IIIa dan

untuk pengobatan paliatif. Kemoterapi neoadjuvant diberikan mulai dari stadium II dengan

sasaran lokoregional tumor dapat direseksi lengkap. Cara pemberian diberikan setelah terapi

lokal. Terapi definitif dengan pembedahan, radioterapi atau keduanya diberikan di antara

siklus pemberian kemoterapi. 2

Kebanyakan obat sitostatistik mempunyai aktivitas cukup baik pada NSCLC dengan

tingkat respons antara 15-33%, walaupun demikian penggunaan obat tunggal tidak mencapai

remisi komplit. Kombinasi beberapa sitostatik telah banyak diteliti untuk meningkatkan

tingkat respons yang akan berdampak pada harapan hidup. 2

Mula-mula resimen CAMP yang terdiri dari siklofosfamid, doksorubisin, metotreksat

dan prokarbasin, tingkat respons regimen ini 26%. Beberapa protokol resimen lainnya

kemudian dikembangkan dan diperbandingkan dengan CAMP seperti CAP memberikan

tingkat respons 26%.2

16

Page 17: Referat

2. Pengobatan SCLC

Small cell lung cancer dibagi menjadi dua yaitu limited-stage disease yang diobati dengan

tujuan kuratif (kombinasi kemoterapi dan radiasi) denagn angka keberhasilan terapi sebesar 20%

serta extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respon terapi inisial

sebesar 60%-70% dan angka respon terapi komplit sebesar 20-30%.2

I. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada karsinoma paru antara lain obstruksi jalan nafas, gagal

nafas, perdarahan, abses, atelektasis, nyeri kanker, efusi pleura, aritmia, sindrom vena kava

superior, sindrom Horner, disfonia, sindrom pancoast, metastasis ke organ (otak, tulang, hepar,

limfatik) dan sindrom paraneoplastik (penurunan berat badan, anoreksia, demam, leukositosis,

anemia, hiperkoagulasi, hiperkalsemia, demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer).7

J. Prognosis

1. Small cell lung cancer (SCLC)

Perubahan terapi dalam 15-20 tahun belakangan ini kemungkinan hidup rata-rata (medial

survival time) yang tadinya kurang dari 3 bulan meningkat menjadi 1 tahun. Pada kelompok

limited disease kemungkinan hidup rata-rata naik menjadi 1-2 tahun, sedangkan 20% daripada

tetap hidup dalam 2 tahun. Pasien SCLC 30% meninggal karena komplikasi lokal dari tumor,

70% meninggal karena karsinomatosis, 50% bermetastasis ke otak.

2. Non small cell lung cancer (NSCLC)

Hal penting pada prognosis karsinoma paru ini adalah menentukan stadium dari penyakit.

Bila dibandingkan dengan jenis lain dari NSCLC, karsinoma skuamosa tidaklah seburuk yang

lainnya pada pasien yang dilakukan tindakan bedah, kemungkinan hidup 5 tahun setelah operasi

adalah 30%. Pasien karsinoma skuamosa 75% meninggal akibat komplikasi torakal, 25%

meninggal karena komplikasi ekstra torakal dan 2% diantaranya meninggal karena gangguan

saraf sentral. Pasien adenokarsinoma dan karsinoma sel besar 40% meninggal akibat komplikasi

torakal, 55% meninggal akibat komplikasi ekstra torakal, 15% bermetastasis ke otak dan 8-9%

meninggal karena kelainan sistem saraf sentral.

17

Page 18: Referat

BAB III

KESIMPULAN

Karsinoma paru merupakan penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang

berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru). Sembilan

puluh persen tumor paru primer merupakan tumor ganas dan sekitar 95% tumor ganas ini berasal

dari epitel bronkus yaitu karsinoma bronkogenik.

Penyebab pasti karsinoma paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan

dari suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama di samping adanya

faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Kebiasaan merokok, polusi udara,

genetik dan diet merupakan faktor risiko terjadinya karsinoma paru.

Pembagian praktis karsinoma paru ialah small cell lung cancer (SCLC) dan non small cell

lung cancer (NSCLC).

Gejala klinis karsinoma paru dapat bersifat lokal (tumor tumbuh setempat) seperti batuk

baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis, hemoptisis, mengi, kadang terdapat kavitas seperti

abses paru dan atelektasis.

Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak

dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium

penyakit karsinoma paru berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi untuk karsinoma

paru mencakup pemeriksaan bronkoskopi invasif dan CT Scan thoraks, foto thoraks PA,

lateral, dan fluoroskopi.

Diagnosis karsinoma paru ialah secara radiologis untuk menentukan ukuran yumor

(T), kelenjar getah bening (N) dan metastasis ke organ lain (M). Klasifikasi TNM dan

staging untuk karsinoma paru menggunakan klasifikasi TMN terbaru tahun 2009.

Komplikasi yang dapat terjadi pada karsinoma paru antara lain obstruksi jalan nafas, gagal

nafas, perdarahan, abses, atelektasis, nyeri kanker, efusi pleura, aritmia serta metastasis ke organ

lain seperti otak, tulang, hepar dan limfatik.

Terapi pada karsinoma paru paling sering merupakan terapi kombinasi dari

pembedahan, radiasi dan kemoterapi. Prognosis pasien dengan karsinoma paru ialah buruk.

18

Page 19: Referat

DAFTAR PUSTAKA

1. Suprijono A, Chodidjah, Cahyono AT. Kanker paru merupakan faktor risiko terjadinya efusi pleura di rumah sakit dr. Moewardi Surakarta. Majalah ilmiah sultan agung 2012;50(126).

2. Amin Z. Kanker paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta: interna publishing; 2009.hal.2254-62.

3. The diagnosis and treatment of lung cancer (update). Wales: National Collaborating Centre for Cancer; 2011.

4. Perhimpunan dokter paru indonesia. Kanker paru pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia; 2003.

5. Maitra A, Kumar V. Paru dan saluran napas atas. Dalam: Hartanto H, Darmaniah N, Wulandari N, editor. Buku ajar patologi robbins. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007.hal.509-70.

6. Wilson LM. Tumor ganas paru. Dalam: Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editor. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.hal.843-9.

7. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Panduan pelayanan medik. Jakarta: interna publishing; 2006.

8. Kusumawidjaja K. Tumor ganas paru. Dalam: Ekayuda I, editor. Radiologi diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Gaya baru; 2005.

9. Kligerman S, Abbott G. a radiologic review of the new TNM classification for lung cancer. AJR 2010; 194:562–573

19