referat

36
BAB I PENDAHULUAN Multiple sclerosis adalah penyakit demielinisasi dari central nervous system (otak dan atau medula spinalis). Degenerasi mielin di multiple sclerosis adalah karena proses autoimun. Beberapa faktor seperti keturunan dan pengaruh lingkungan, mungkin termasuk infeksi virus, juga tampaknya berperan. 1 Multiple sclerosis merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling sering menyerang dewasa muda. Secara global, diperkirakan prevalensi rata-rata multiple sclerosis adalah 30 per 100 000. Secara regional, prevalensi diperkirakan rata-rata multiple sclerosis adalah terbesar di Eropa (80 per 100 000), diikuti oleh Mediterania Timur (14,9), Amerika (8.3), Pasifik Barat (5), Asia Tenggara (2,8), dan Afrika (0,3). 2,3 Penyakit ini lebih sering ditemukan pada area dengan suhu sedang dibandingkan daerah iklim tropis. Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki (1,5:1). Penyakit dapat terjadi pada segala usia, walaupun onset pertama jarang terjadi pada anak-anak dan orang usia lanjut. Biasanya usia munculnya gejala antara 20-40 tahun. 4 Gejala awal multiple sclerosis adalah pandangan kabur, diplopia, distorsi warna merah-hijau, atau bahkan kebutaan pada satu mata. Kebanyakan pasien multiple

description

referat

Transcript of referat

Page 1: referat

BAB I

PENDAHULUAN

Multiple sclerosis adalah penyakit demielinisasi dari central nervous

system (otak dan atau medula spinalis). Degenerasi mielin di multiple sclerosis

adalah karena proses autoimun. Beberapa faktor seperti keturunan dan pengaruh

lingkungan, mungkin termasuk infeksi virus, juga tampaknya berperan.1

Multiple sclerosis merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling

sering menyerang dewasa muda. Secara global, diperkirakan prevalensi rata-rata

multiple sclerosis adalah 30 per 100 000. Secara regional, prevalensi diperkirakan

rata-rata multiple sclerosis adalah terbesar di Eropa (80 per 100 000), diikuti oleh

Mediterania Timur (14,9), Amerika (8.3), Pasifik Barat (5), Asia Tenggara (2,8),

dan Afrika (0,3).2,3

Penyakit ini lebih sering ditemukan pada area dengan suhu sedang

dibandingkan daerah iklim tropis. Penyakit ini lebih sering terjadi pada

perempuan daripada laki-laki (1,5:1). Penyakit dapat terjadi pada segala usia,

walaupun onset pertama jarang terjadi pada anak-anak dan orang usia lanjut.

Biasanya usia munculnya gejala antara 20-40 tahun.4

Gejala awal multiple sclerosis adalah pandangan kabur, diplopia, distorsi

warna merah-hijau, atau bahkan kebutaan pada satu mata. Kebanyakan pasien

multiple sclerosis mengalami kelemahan otot pada kaki mereka dan kesulitan

dalam koordinasi dan keseimbangan. Gejala ini mungkin cukup berat sehingga

mengganggu berjalan atau bahkan berdiri. Dalam kasus terburuk, multiple

sclerosis dapat menghasilkan kelumpuhan. Kebanyakan orang dengan multiple

sclerosis juga menunjukkan parestesia, sementara perasaan sensoris yang

abnormal seperti mati rasa dan sensasi kebas atau baal. Beberapa juga mungkin

mengalami rasa sakit seperti nyeri ekstremitas dan neuralgia trigeminal tipikal.4,5

Page 2: referat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiMultiple sclerosis adalah suatu peradangan yang terjadi di otak dan

sumsum tulang belakang yang menyerang daerah substansia alba dan

merupakan penyebab utama kecacatan pada dewasa muda. Penyebabnya

dapat disebabkan oleh banyak faktor, terutama proses autoimun. Focal

lymphocytic infiltration atau sel T bermigrasi keluar dari lymph node ke

dalam sirkulasi menembus sawar darah otak (blood brain barrier) secara

terus-menerus menuju lokasi dan melakukan penyerangan pada antigen

myelin pada sistem saraf pusat seperti yang umum terjadi pada setiap infeksi.

Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi, kerusakan pada myelin

(demielinisasi), neuroaxonal injury, astrogliosis, dan proses degenerative.

Substansi lemak yang dikenal sebagai mielin (mengelilingi dan

membungkus serat saraf dan sebagai fasilitator konduksi dari transmisi

impuls saraf) mengalami kerusakan secara intermiten (demielinisasi).

Demielinisasi menyebabkan ‘scar’ dan mengerasnya (sclerotik=skleros

(Mesir) dari serat saraf pada otak, medulla spinalis, batang otak, dan nervus

optikus, yang menyebabkan hantaran impuls saraf menjadi lambat dan

akibatnya terjadi kelemahan, gangguan sensorik, nyeri dan gangguan

penglihatan.

Akibat demielinisasi neuron menjadi kurang efisien dalam potensial

aksi. Transmisi impuls yang disampaikan oleh neuron yang terdemyelinisasi

akan menjadi buruk. Akibat 'kebocoran' impuls tersebut, terjadi kelemahan

dan kesulitan dalam mengendalikan otot atau kegiatan sensorik tertentu di

berbagai bagian tubuh.

Page 3: referat

B. Epidemiologi

Multiple sclerosis merupakan salah satu gangguan neurologis yang

paling sering menyerang dewasa muda. Secara global, diperkirakan

prevalensi rata-rata multiple sclerosis adalah 30 per 100 000. Secara regional,

prevalensi diperkirakan rata-rata multiple sclerosis adalah terbesar di Eropa

(80 per 100 000), diikuti oleh Mediterania Timur (14,9), Amerika (8.3),

Pasifik Barat (5), Asia Tenggara (2,8), dan Afrika (0,3).2,3

Kejadian multiple sclerosis (yakni, jumlah kasus baru per tahun) adalah

4-6 per 100.000 penduduk per tahun. Dalam populasi etnis campuran, insiden

dan prevalensi tertinggi adalah pada orang keturunan Eropa. Terdapat juga

bukti bahwa orang yang dilahirkan pada daerah yang berisiko tinggi multiole

sclerosis akan membawa risiko tersebut jika mereka pindah ke area dengan

risiko rendah dan sebaliknya, tetapi hanya jika perpindahan terjadi pada usia

remaja.1,4

C. Etiologi

Penyebab dari multiple sclerosis tetap tidak diketahui, walaupun

kegiatan penelitian dibidang ini sudah banyak dilakukan. Hipotesis yang tidak

terhitung banyaknya sudah diajukan. Sebagian besar multiple sclerosis di

Eropa adalah tipe HLA-A3, B7, DW2 dan DR2. Selama serangan akut, jumlah

Page 4: referat

sel-sel supresor dalam darah perifer berkurang. Penelitian eksperimental

mendukung teori dari infeksi slow virus atau reaksi autoimun. Walaupun titer

campak yang meningkat sering terdapat pada pasien multiple sclerosis, tetapi

virus campak tidak dapat dianggap sebagai virus yang bertanggung jawab

untuk penyakit ini.

Patogenesis dari multiple sclerosis sebagian komplemen dan sebagian

berlawanan dengan mekanisme autoimun, teori ini didukung oleh model

percobaan ensefalomielitis alergika eksperimental pada binatang. Pada tahun-

tahun terakhir ini, perjalanan penyakit yang berulang telah ditemukan pada

binatang percobaan. Suatu sensitisasi yang terlambat terhadap protein

sensefalitogenik dari SSP telah diperlihatkan terjadi melalui reaksi imun

seluler. Limfosit yang tersensitisasi merupakan karier yang paling penting dari

proses ini.5

Peran mekanisme imun pada patogenesis multiple sclerosis didukung

beberapa temuan, seperti adanya sel inflamasi kronik pada plak aktif dan

hubungan kondisi ini dengan gen spesifik pada kompleks histokompatibilitas

mayor (major histocompatibility, MHC). Banyak gangguan autoimun yang

ternyata berhubungan dengan kelompok gen ini.2

Hubungan dengan MHC merupakan salah satu bukti pengaruh

komponen genetik dalam etiologi multiple sclerosis, begitu pula adanya kasus

pada keluarga, dan temuan peningkatan kejadian pada kasus kembar identik

(monozigot) dibandingkan kembar nonidentik (dizigot). Akan tetapi, belum

ditemukan gen tunggal yang penting untuk terjadinya multiple sclerosis.3

Fokal area dari destruksi mielin di dalam multiple sclerosis terjadi dengan

latar belakang suatu proses radang yang didominasi oleh penyusupan dari T-

limfosit, hematogen makrofag, aktivasi dari lokal mikroglia, dan adanya

sedikit B-limfosit atau sel-sel plasma. Proses peradangan ini berhubungan

dengan peningkatan berbagai cytokines di dalam lesi multiple sclerosis,

mencakup interleukin-1,2,4,6,10,12, gamma-interferon (c-IFN), tumor

necrosis alfa factor (TNF-a), dan transforming growth beta faktor (TGF-b).6

Page 5: referat

D. Gejala klinis

Sindrom klinis pada multiple sclerosis secara klasik ditemukan adanya

gangguan yang bersifat relaps dan remisi yang mengenai sistem saraf dengan

onset pada usia muda, dengan variasi gambaran klinis yang ditemukan sering

beragam, variasi ini termasuk dalam hal onset usia, manifestasi awal, frekuensi,

berat ringannya penyakit dan gejala sisa relaps, tingkat progresifitas dan

banyaknya gejala neurology yang timbul 1,2,3

Variasi gambaran klinis ini menggambarkan banyaknya atau luasnya

daerah system saraf yang rusak (multiple sclerosis plak). Secara umum seorang

dokter mencurigai suatu kasus multiple sclerosis bila ditemukan gejala :

Pasien mendapat 2 serangan dari gangguan neurologi (tiap serangan lebih

dari 24 jam dan berlangsung lebih dari 1 bulan), atau

Perkembangan gejala yang progresif secara perlahan selama periode

paling sedikit 6 bulan

Gejala atau simptom yang timbul pada MS dapat berupa

1. Gangguan penglihatan

Sebagian besar pasien menderita gangguan penglihatan sebagai gejala-

gejala awal. Dapat terjadi kekaburan penglihatan, lapang pandang yang abnormal

dengan bintik buta (skotoma) baik pada satu maupun pada kedua mata. Salah satu

mata mungkin mengalami kebutaan total selama beberapa jam sampai beberapa

hari. Gangguan-gangguan visual ini mungkin diakibatkan oleh neuritis saraf

optikus. Selain itu, juga ditemukan diplopia akibat lesi pada batang otak yang

menyerang nukleus atau serabut-serabut traktus dari otot-otot ekstraokular dan

nistagmus.

Neuritis Optika adalah gangguan penglihatan yang paling sering terjadi

14-23% kasus dan 50%, biasanya muncul secara akut atau subakut dan unilateral

dengan diikuti rasa nyeri pada mata terutama dengan adanya gerakan bola mata.

Neuritis Optika bilateral sangat jarang terjadi, bila ditemukan biasanya asimetris

dan lebih berat pada satu mata. Neuritis optika bilateral biasanya terjadi pada anak

dan ras Asia.

Page 6: referat

2. Gangguan sensorik

Gangguan sensorik merupakan gejala awal yang paling sering ditemukan

pada multiple sclerosis (21-55%) dan berkembang/timbul hamper pada semua

pasien multiple sclerosis. Hipestesi (baal), parestesi (kesemutan), disestesi (rasa

terbakar) dan hiperestesi adalah gejala yang tersering.Gangguan ini dapat timbul

disemua daerah distribusi, satu atau lebih dari satu anggota gerak,,wajah atau

badan (trunkal).Pasien sering datang dengan keluhan rasa baal atau kesemutan

dimulai pada satu kaki yang merambat keatas (ascending) pada satu sisi kemudian

kesisi yang lain (kontra sisi).

Gangguan sensorik dapat naik keatas dengan suatu level sensorik dan

biasanya diikuti dengan gangguan keseimbangan, kelemahan, gangguan BAK,

konstipasi dan munculnya tanda Lhermitte’s bila kepala difleksikan secara pasif,

timbul parestesi sepanjang bahu, punggung dan lengan. Hal ini mungkin

disebabkan akson yang mengalami demyelinisasi sensitivitasnya meningkat

terhadap tekanan ke spinal yang diakibatkan fleksi kepala.

3. Gangguan kognitif

Masalah kognitif seperti kesulitan berkonsentrasi, gangguan memori, dan

gangguan mental terdapat pada 40-70 % pasien multiple sclerosis. Banyak

penderita multiple sclerosis meninggalkan pekerjaannya akibat masalah diatas.

Pada ± 10% kasus, disfungsi mental berat dan demensia dapat tejadi. Gangguan

ini mungkin berhubungan dengan depresi yang dilaporkan ditemukan pada 25-

50% kasus multiple sclerosis.

Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa depresi pada multiple

sclerosis bukan karena masalah psikologi,umur atau lamanya menderita penyakit

tetapi dipengaruhi oleh jumlah lesi yang ditemukan pada gambaran MRI

(Swirsky-Sacchetti T et al 1992). Atrofi otak, pembesaran ventrikel dan

menipisnya korpus kalosum juga penyebab gejala gangguan kognitif diatas.

 

4. Gangguan Gerakan Bola Mata

Gangguan gerakan bola mata sering terjadi pada pasien MS biasanya

berhubungan dengan gangguan saraf penggerak bola mata, Nervus cranial VI,III

Page 7: referat

dan jarang pada nervus VI. Nistagmus adalah gejala yang paling sering muncul

(Dell’Osso, Daroff, Troost, 1990) berupa “jelly like nystagmus” berupa gerakan

cepat dengan amplitudo kecil. Internuklear ophtalmoplegia (INO) juga sering

ditemukan, dan bila ditemukan bilateral biasanya didapatkan juga adanya

nistagmus vertical dan upward gaze.

5. Gangguan Motorik

Gejala awal motorik ditemukan pada 32-41% kasus multiple sclerosis dan

lebih dari 60% kasus multiple sclerosis mempunyai gejala motorik. Gangguan

motorik terjadi akibat terlibatnya traktus piramidalis yang menyebabkan

kelemahan, spastisitas, gangguan gerakan tangkas, dan hiperrefleks. Gangguan ini

dapat timbul akut atau kronik progresif dengan kelemahan satu atau lebih anggota

gerak, kelemahan otot wajah, kekakuan tungkai yang dapat menyebabkan

gangguan dalam berjalan dan keseimbangan atau terjadi suatu spastisitas. Latihan

atau panas biasanya menyebabkan gejala memburuk.

Hemiparesis yang diakibatkan lesi kortikospinal dapat terjadi pada

multiple sclerosis meski frekuensinya lebih kecil. Demikian juga lesi di medula

spinalis dapat menyebabkan sindroma Brown-Sequard atau mielitis transversa

yang mengakibatkan paraplegi (umumnya tidak simetris), level sensorik dan

gangguan miksi-defekasi. Refleks patologis dan/atau hiperrefleksia bilateral

dengan atau tanpa kelemahan motorik merupakan manifestasi yang lebih sering

dan merupakan tanda lesi kortikospinal bilateral. Yang khas, meskipun kelemahan

hanya pada satu sisi, refleks patologis selalu bilateral. Spastisitas dapat

menyebabkan gejala kram otot pada pasien multiple sclerosis. Kelelahan atau

fatigue merupakan gejala non spesifik pada multiple sclerosis dan terjadi pada

hampir 90% pasien multiple sclerosis. Kelelahan dapat merupakan kelelahan fisik

pada waktu exercise berlebihan ataupun pada temperatur panas maupun

kelelahan/kelambatan mental.

6. Gangguan Cerebelum

Gangguan cerebellum menimbulkan gangguan keseimbangan, gangguan

koordinasi dan “slurred speech”. Bisa juga terjadi tremor intensi pada anggota

Page 8: referat

gerak kepala. Berjalan terganggu karena adanya ataksia trunkus. Nistagmus,

gerakan saccadic, dismetria okuli, scanning speech dapat terjadi. Gejala

cerebellum biasanya bercampur dengan gejala traktus piramidalis.

7. Gangguan Berkemih, BAB dan disfungsi seksual

Gangguan berkemih merupakan salah satu gejala multiple sclerosis yang

sering ditemukan. Pada saat awal terjadi “urgency dan frekuensi” kemudian

terjadi inkontinensia urin. Konstipasi lebih sering ditemukan (39-53%)

dibandingkan inkontinensia alvi. Hal diatas merupakan masalah yang serius bagi

penderita multiple sclerosis karena dapat menyebabkan infeksi pada saluran

kemih.

Gangguan seksual terjadi pada lebih dari 70% pasien multiple sclerosis.

Disfungsi seksual merupakan gabungan dari berbagai masalah yang timbul baik

masalah motorik dan sensorik maupun masalah psikologis penderita.

8. Manifestasi lainnya

Nyeri jarang terjadi pada multiple sclerosis, walaupun beberapa pasien

dapat mengalami neuralgia trigeminal tipikal akibat plak di batang otang dan pada

kasus lain dapat terjadi nyeri ekstremitas. Terdapat peningkatan insidensi epilepsi

pada pasien multiple sclerosis.

Multiple sclerosis diklasifikasikan menjadi 2 kategori mayor

1. Relaps Remisi (Relapsing remitting)

2. Progresifitas Kronis (Chronic Progressive) multiple sclerosis yang terbagi

menjadi :

Progresifitas primer (Primary progressive)

Progresifitas Sekunder (Secondary Progressive)

Relaps Progresif (Progressive Relapsing)

Klasifikasi ini digunakan dalam memperkirakan prognosis pasien dan sebagai

pedoman dalam pemberian terapi.

1. Relaps-Remisi (Relapsing Remitting)

Page 9: referat

Merupakan periode perburukan neurology yang akut dari multiple sclerosis

(relaps, serangan, atau eksaserbasi) yang diikuti oleh periode pulihnya sebagian

atau seluruh gejala progresifitas penyakit yang ada (remisi).

Frekuensi : ± 85 %

2. Progresifitas Primer (Primary Progressive)

Multiple sclerosis dengan perburukan penyakit yang perlahan dan berlanjut

sejak awal serangan tanpa adanya relaps atau remisi.,tetapi progresifitas yang

ada berbeda dari waktu ke waktu biasanya mendatar atau perburukan minimal .

Frekuensi : Jarang. ± 10 %

 

3. Progresifitas Sekunder (Secondary Progressive)

Multiple sclerosis dengan awalnya mengalami relaps remisi kemudian

penderita mengalami perburukan secara tetap tanpa mengalami perbaikan

minimal (remisi) atau menetap.

Frekuensi : 50 % multiple sclerosis Relaps remisi berkembang menjadi bentuk

ini

 

4. Relaps Progresif (Progressive Relapsing)

Multiple sclerosis dengan perburukan penyakit yang terus menerus sejak awal

serangan diikuti oleh kekambuhan (serangan akut baru) tanpa atau dengan

perbaikan.

Frekuensi : Jarang.± 5 %

 

Pembagian lain yang tidak lazim digunakan adalah :

1. multiple sclerosis benigna (Benign multiple sclerosis)

Penderita multiple sclerosis lama tetapi tanpa atau dengan sedikit gangguan

neurology

2. multiple sclerosis malignan (Malignant multiple sclerosis)

Penderita multiple sclerosis yang sering kambuh dan tidak pernah pulih

sempurna.

Page 10: referat

E. Patogenesis 2,5

Penyebab multiple sclerosis belum diketahui, saat ini seluruh dunia

masih melakukan penelitian untuk mencari penyebab pasti penyakit multiple

sclerosis. Kerusakan myelin pada multiple sclerosis mungkin terjadi akibat

respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh terutama focal lymphocytic

infiltration (sel T secara terus-menerus bermigrasi menuju lokasi dan

melakukan penyerangan seperti yang layak terjadi pada setiap infeksi). Sitem

kekebalan tubuh ini seharusnya melindungi tubuh dari serangan organisme

berbahaya (bakteri dan virus). Banyak jenis multiple sclerosis yang

menampakkan gejala penyakit kekebalan tubuh, dimana tubuh menyerang

sel-sel dan jaringan-jaringannya sendiri (dalam kasus multiple sclerosis, yang

diserang adalah Myelin).

Satu teori menyebutkan bahwa virus, yang mungkin sudah menetap

lama dalam tubuh, mungkin memainkan peranan penting dalam

perkembangan penyakit ini dan mungkin mengganggu sistem kekebalan atau

secara tidak langsung mengubah proses sistem kekebalan tubuh. Banyak

penelitian yang sudah mencoba mengidentifikasi virus multiple sclerosis. Ada

satu dugaan bahwa kemungkinan tidak ada virus multiple sclerosis,

melainkan hanya ada virus-virus biasa, seperti virus campak ( rubella ) dan

herpes, yang menjadi pemicu timbulnya penyakit multiple sclerosis. Pada

penderita multipel sklerosis ternyata serum dan cairan serebrospinal

mengandung berbagai antibodi campak serta ada bukti yang menyatakan

bahwa zat anti tersebut dihasilkan dalam otak.

Virus-virus ini mengaktifkan sel darah putih (limposit) dalam aliran

darah menuju ke otak dengan melemahkan mekanisme pertahanan otak (yaitu

substansi yang melindungi darah atau otak). Kemudian, di dalam otak, sel-sel

ini mengaktifkan unsur-unsur lain dari sistem kekebalan tubuh dengan satu

cara yang pada akhirnya membuat sel-sel tersebut menyerang dan

menghancurkan myelin. Pada awalnya, setiap peradangan yang terjadi

berangsur menjadi reda sehingga memungkinkan regenerasi selaput mielin.

Pada saat ini, gejala awal multiple sclerosis masih berupa episode disfungsi

neurologis yang berulang kali membaik. Walaupun demikian, dengan

Page 11: referat

berselangnya waktu, sitokina yang disekresi oleh sel T akan mengaktivasi

sejumlah mikroglia, dan astrosit sejenis fagosit yang bermukim pada jaringan

otak dan sumsum tulang belakang, dan menyebabkan disfungsi sawar otak

serta degenerasi saraf kronis yang berkelanjutan.

Kerusakan myelin (demyelinasi) menyebabkan gangguan kemampuan

serabut syaraf untuk menghantarkan pesan ke dan dari otak. Lokasi terjadinya

kerusakan myelin (plak atau lesi) tampak seperti area (parut/luka) yang

mengeras: pada multiple sclerosis, parut-parut/luka-luka ini tampak pada otak

dan tulang belakang.

Penyebab lain multiple sclerosis belum diketahui, saat ini seluruh dunia

masih melakukan penelitian untuk mencari penyebab pasti penyakit multiple

sclerosis. Masih dipertanyakan apakah meningkatnya kasus pada keluarga

diakibatkan oleh predisposisi genetik (tidak terdapat pola herediter) atau

disebabkan karena sering kontak dengan agen infeksi (mungkin virus) pads

masa kanak-kanak yang entah dapat menyebabkan multipel sklerosis pads

waktu mulai menginjak masa dewasa muda.

Penyelidikan migrasi menunjukkan bahwa jika orang dewasa pindah

dari tempat dengan risiko tinggi ke tempat dengan risiko rendah, mereka tetap

mempunyai risiko tinggi untuk menderita multipel sklerosis. Tetapi jika

migrasi terjadi sebelum mencapai usia 15 tahun, maka individu tersebut

mempunyai risiko yang rendah sesuai dengan tempat tinggalnya yang baru.

Data-data Ini sesuai dengan teori yang menyatakan virus mungkin merupakan

penyebabnya dengan periode laten yang panjang antara paparan awal dengan

awitan (onset penyakit). Mekanisme kerjanya mungkin merupakan reaksi

autoimun yang menyerang mielin.

Penyelidikan lain mengajukan kemungkinan adanya faktor-faktor

genetik sehingga ada orang-orang yang lebih rentan terhadap serangan

berbagai virus yang bereaksi lambat pada Sistem saraf pusat. Virus lambat ini

mempunyai masa inkubasi yang lama dan mungkin hanya berkembang dalam

kaitannya dengan status imun yang abnormal atau terganggu

Sklerosis ditandai dengan adanya bercak kerusakan mielin yang

tersebar diikuti dengan gliosis dan substansia alba sistem persarafan. Bercak-

Page 12: referat

bercak berwarna kekuning-kuningan dan keras yang ditemukan pada otopsi

dipakai sebagai sumber nama penyakit ini. Sifat perjalanan penyakit

merupakan serangkaian serangan pada berbagai bagian sistem saraf pusat.

Setiap serangan memperlihatkan derajat remisi tertentu tetapi secara

menyeluruh gambarannya adalah ke arah yang buruk.

F. Diagnosis

Kriteria diagnostik yang umum dipakai adalah kriteria McDonald yang

merupakan kriteria multiple sclerosis dengan konsep asli tahun 2001 dan

revisi terakhir tahun 2010. Kriteria McDonald menekankan adanya pemisahan

menurut waktu atau disseminated in time (dua serangan atau lebih) dan

pemisahan oleh ruang atau disseminated in space (dua atau lebih diagnosa

topis yang berbeda). Seseorang dinyatakan definite menderita multiple

sclerosis bila terjadi pemisahan waktu dan ruang yang dibuktikan secara klinis

atau bila bukti secara klinis tidak lengkap tetapi didukung oleh pemeriksaan

penunjang (MRI, LCS atau VEP).

Pemisahan secara waktu maksudnya adalah terjadinya dua serangan

atau lebih dimana jarak antara dua serangan minimal 30 hari dan satu episode

serangan minimal berlangsung 24 jam. Sedangkan pemisahan oleh ruang

adalah terdapatnya dua atau lebih gejala neurologis obyektif yang

mencerminkan dua lesi yang diagnosis topiknya berbeda.

Kriteria definite (disseminated in space) MRI harus meliputi 3 dari 4

kriteria:

1. adanya 1 lesi yang besar atau minimal 9 lesi yang kecil

2. minimal 1 lesi infratentorial

3. minimal 1 lesi juxtakortikal

4. minimal 3 lesi periventrikel.

Selain itu pada MRI dapat terlihat gambaran atrofi korteks yang

didahului oleh pembesaran ventrikel.

Pemeriksaan oligoclonal band dari cairan serebrospinalis (LCS)

sangat membantu diagnosis multiple sclerosis. Sensitifitas pemeriksaan ini

dikatakan dapat mencapai 95% dan bila terdapat peningkatan oligoclonal

Page 13: referat

band pada LCS maka hanya dibutuhkan 2 lesi pada MRI untuk memenuhi

kriteria disseminated in space.

Pemeriksaan VEP (visual evoked potential) merupakan pemeriksaan

penunjang yang cukup sensitif (dibandingkan pemeriksaan evoked potential

lain) untuk multiple sclerosis dimana terjadi pemanjangan latensi VEP yang

disebabkan adanya demyelinisasi pada nervus optikus. VEP secara dini dapat

mendeteksi kelainan meskipun pada pasien multiple sclerosis yang secara

klinis belum terdapat gejala klinis neuritis optik.

Diagnosis multiple sclerosis ditegakkan dengan melakukan

pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosa. Pemeriksaan yang sering

dilakukan adalah neuroimaging, terutama MRI, analisa cairan otak dan

pemeriksaan evoked potensial 1,2,3,4,5,6,

Pemeriksaan darah pada penderita multiple sclerosis tidak ada yang

spesifik, biasanya dilakukan pemeriksaan asam folat dan B12 untuk

Page 14: referat

menyingkirkan penyebab lain yaitu defisiensi asam folat dan B12, dan

melihat adanya tanda-tanda infeksi 5.

MRI selama 10 tahun terakhir merupakan modalitas pilihan dalam

penegakan diagnose. Plak multiple sclerosis biasanya ditemukan di daerah

periventrikular, korpus kalosum, sentrum semi ovale, struktur substansia alba

lain dan ganglia basalis. Gambaran khas plak multiple sclerosis adalah

demielinisasi berbentuk oval atau linier, biasanya tegak lurus permukaan

ventrikel. Plak ini hanya ditemukan pada sustansia alba dan beberapa pada

korpus kalosum

G. PrognosisPrognosis untuk seseorang dengan multiple sclerosis tergantung pada

subtipe penyakit; jenis kelamin individu, ras, umur, gejala awal, dan derajat

kerusakan. Harapan hidup dari penderita multiple sclerosis, untuk tahun-

tahun awal, saat ini hampir sama halnya dari pada orang normal. Hal ini

disebabkan terutama karena peningkatkan metoda dari pencegahan progresif

penyakit, seperti fisioterapi dan terapi bicara, bersama-sama dengan

penanganan yang menangani komplikasi umum, seperti radang paru-paru dan

infeksi saluran kemih. Meskipun demikian, setengah kematian dari pasien

dengan multiple sclerosis adalah secara langsung berhubungan dengan

komplikasi dari penyakit, sementara 15% lebih berhubungan dengan bunuh

diri.

Secara umum sangatlah sulit untuk meramalkan prognosis multiple

sclerosis. Setiap individu memiliki variasi kelainan, tetapi sebagian besar

pasien dengan multiple sclerosis bisa mengharapkan 95% harapan hidup

normal. Beberapa penelitian telah menunjukankan pasien yang mempunyai

sedikit serangan di tahun pertama setelah diagnosis, interval yang lama antar

serangan, pemulihan sempurna dari serangan, dan serangan yang

berhubungan dengan saraf sensoris (misalnya., baal atau perasaan geli)

cenderung untuk memiliki prognosis yang lebih baik. Pasien yang sejak awal

memiliki gejala tremor, kesukaran dalam berjalan, atau yang mempunyai

serangan sering dengan pemulihan yang tidak sempurna, atau lebih banyak

Page 15: referat

lesi yang terlihat oleh MRI scan sejak dini, cenderung untuk mempunyai

suatu tingkat penyakit yang lebih progresif.

H. Diagnosis bandingDiagnosa banding utama untuk menjadi pertimbangan tergantung pada

manifestasi neurologis dalam kasus:

Defisit saraf kranial mungkin saja berhubungan dengan berbagai jenis lesi

fokal, seperti sebuah tumor dermoid basis kranii, suatu tumor dari

serebelopontine angel, suatu tumor di foramen magnum, suatu optik

glioma atau sphenoid wing meningioma dengan atrofi saraf optik, suatu

brainstem astrocytoma, brainstem encephalitis, dan lain-lain.

Suatu hemiplegia mungkin saja berhubungan dengan suatu tumor otak

atau stroke

Kejang paraparesis mungkin saja berhubungan dengan suatu tumor saraf

tulang belakang atau cervical spondylotic myelopathy.

Paraparesis berulang mungkin saja berhubungan dengan suatu malformasi

vaskular pada saraf tulang belakang.

Gejala dari serebellar dan traktus piramidal, dan mungkin juga gejala dari

batang otak, mungkin saja berhubungan dengan suatu massa atau bentuk

malformasi batang otak atau craniocervical junction. Beberapa gejala

sering misdiagnosed sebagai multipel sklerosis. Bentuk malformasi

vaskuler batang otak, juga dapat menyebabkan gejala neurologis yang

berubah-ubah dengan onset usia pertengahan atau usia tua.

Keterlibatan dari berbagai area dari sistem saraf pusat mungkin saja

berhubungan dengan penyakit sistemik seperti sistemik lupus

erythematosus, sarcoidosis, penyakit vaskuler, toxic

encephalomyelopathy, hypothyroidism, atau funicular myelosis.

Keterlibatan mata dan sistem saraf pusat mungkin saja berhubungan

dengan suatu vaskulitis atau intoksikasi. Uveitis ditemukan bersama-sama

dengan kelainan neurologis dalam uveoencephalomyelitis (Vogt-

Koyanagi-Harada syndrom), suatu hal yang jarang, kiranya adalah

sindrom virus dimana terjadi uveitis, gangguan gaya berjalan,

Page 16: referat

leukodermia, munculnya uban, encephalitis, dan tanda meningeal yang

berubah-ubah.

Behcet’s disease dapat menyebabkan apththous ulcer, manifestasi okular,

dan manifestasi saraf pusat, terutama brainstem encephalitis.

I. Penatalaksanaan

Secara umum, bila diagnosis multiple sclerosis telah dipastikan, maka

pasien harus diberitahu. Beberapa pasien akan menanyakan apakah mereka

mengalami multiple sclerosis setelah suatu episode tunggal, ketika diagnosis

multipel sklerosis masih berupa kemungkinan. Pada keadaan ini, yang terbaik

dilakukan adalah diskusi yang menyeluruh. Walaupun kemungkinan multiple

sclerosis tidak dapat disangkal, tetapi pasien harus disadarkan bahwa mungkin

penyakit yang dideritanya merupakan penyakit tunggal yang tidak akan relaps.

Pasien dapat memperoleh keuntungan dengan membaca mengenai multiple

sclerosis atau kontak dengan kelompok pendukung. Akan tetapi, dokter

memiliki peran edukatif yang berkesinambungan, terutama dalam

mengarahkan pasien dalam terapi yang mahal tetapi belum tentu efektif,

seperti manipulasi diet dan penggunaan oksigen hiperbarik.

Pengobatan yang diakui terbaik, disamping pengobatan

nonfarmakologik, saat ini adalah dengan interferon beta berupa injeksi

Betaseron 250 mcg subkutan selang sehari. Penelitian Benefit yang dilaporkan

awal oktober 2005 menunjukan, bahwa selama lima tahun terjadi penurunan

angka kejadian multiple sclerosis hingga 50% dengan dua tahun pengobatan

pada kasus yang sebelumnya adalah kemungkinan multipel sklerosis.

Walaupun belum ada terapi kuratif untuk multiple sclerosis, namun

terdapat tiga aspek penting dalam tatalaksana: tatalaksana relaps akut,

modifikasi perjalanan penyakit, kontrol gejala.

Tatalaksana Relaps Akut

Relaps pada seorang pasien yang cukup berat dan mengakibatkan

keterbatasan fungsi, misalnya karena kelemahan anggota gerak atau gangguan

visual, dapat diterapi dengan kortikosteroid. Saat ini kortikosteroid diberikan

Page 17: referat

dalam bentuk metilprednisolon dosis tinggi baik secara intravena maupun oral

(500 mg – 1 g per hari selama 3 – 5 hari). Pengobatan ini dapat memperbaiki

penyembuhan tetapi bukan derajat penyembuhan dari eksaserbasi. Steroid

jangka panjang belum terbukti mempengaruhi keadaan perjalanan penyakit

alamiah.

Modifikasi Perjalanan Penyakit

Bukti adanya dasar autoimun pada multiple sclerosis telah menarik uji klinis

obat–obat imunosupresan, seperti azatioprin, metotreksat, dan siklofosfamit,

yang mencoba mengubah prognosis jangka panjang penyakit. Akan tetapi, efek

samping dari obat ini lebih banyak daripada keuntungannya. Sekarang mulai

digunakan obat imunoterapi yang lebih baru dengan tujuan mengubah

kecepatan progresivitas multiple sclerosis, atau setidaknya mengurangi

kecepatan relaps, tanpa efek samping yang berat, misalnya interferon beta dan

glatiramer asetat. Obat tersebut memberi harapan untuk memberikan proteksi

terhadap relaps (setidaknya reduksi frekuensi relaps sampai 30%) dan sedikit

penurunan kecepatan progresi penyakit.

Kontrol Gejala

Terapi simtomatik dengan obat untuk komplikasi multipel sklerosis adalah

sebagai berikut :

Spastisitas, spasme fleksor – baklofen (oral atau intratekal), dantrolen,

tizanidin, diazepam, walaupun obat – obat dapat meningkatkan

kelemahan dan menyebabkan rasa kantuk. Pendekatan lain meliputi

injeksi toksin botulinum pada otot yang terkena.

Tremor serebelar – jika ringan dapat berespons dengan pemberian

klonazepam, isoniazid, atau gabapentin.

Fatique (sering terjadi bersamaan dengan relaps) – amantadin, selegilin,

atau obat antinarkolepsi modafinil.

Gangguan kandung kemih – obat antikolinergik, misalnya oksibutinin

atau tolterodin; pasien harus pula dilatih untuk melakukan kateterisasi

intermiten mandiri. Infeksi saluran kemih harus ditangani segera.

Page 18: referat

Depresi – obat trisiklik dan kelompoknya dalam dosis kecil, misalnya

amitriptilin atau dotiepin;selective serotonin reuptake inhibitor ( SSRI ),

misalnya sertralin.

Impotensi – inhibitor fosfodiesterase tipe 5, misalnya sildenafil,

papaverin intrakavernosa, atau prostaglandin. Prostaglandin dapat pula

diberikan secara topikal melalui uretra.

Nyeri, gejala paroksismal termasuk kejang – karbamazepin, gabapentin.

Peran kanabis dalam tatalaksana nyeri dan spastisitas pada multipel

sklerosis masih kontroversial.

Eksaserbasi bisa adalah didefinisikan sebagai episode serangan gejala

sementara, kadang-kadang disebut juga sebagai serangan atau kambuh lagi.

Sebagian besar episode relaps menunjukan suatu derajat pemulihan secara

spontan, tetapi pengobatan adalah ditujukan untuk episode relaps yang

mempunyai suatu dampak parah terhadap fungsi. Steroid merupakan

pengobatan pilihan untuk episode relaps, biasanya metil-prednisolon diberikan

dengan oral atau intravena. Sebelumnya steroid diberikan, infeksi harus

disingkirkan karena steroid mempunyai efek imunosupresan dan bisa

memperburuk infeksi.

Modifikasi pengobatan penyakit adalah bertujuan untuk

memperlambat progresivitas penyakit. Dua jenis imunomodulator agen yang

saat ini digunakan sebagai suatu pengobatan lini pertama adalah beta

interferon dan glatiramer asetat. Beta Interferon sudah dibuktikan efektif

untuk Relapsing-Remitting multiple sclerosa dan Secondary Progressive

multiple sclerosa. Saat ini tidak ada bukti untuk peningkatan hasil pengobatan

terhadap Primary Progresive multiple sclerosa. Penghentian pengobatan

mungkin saja diperlukan oleh karena intoleran pada efek samping, seperti saat

suatu kehamilan direncanakan, atau ketika tidak lagi efektif. Glatiramer adalah

pengobatan yang sesuai untuk mengurangi frekuensi relaps pada pasien

dengan Relapsing-Remitting multiple sclerosa dan tidak digunakan untuk

Primary Progresive Multiple Sclerosa dan Secondary Progressive Multiple

Page 19: referat

Sclerosa. Kriteria untuk menghentikan glatiramer adalah sama seperti beta

interferon.

Sejumlah pengobatan tersedia untuk menangani gejala-gejala dan

komplikasi multipel sklerosis kronis, masing-masing dengan obat-obatan yang

spesifik. Tentu saja, pengobatan gejala, bersama-sama dengan pengobatan

suportif dan rehabilitasi, adalah satu kesatuan bagian terbesar penanganan

multipel sklerosis.

Interferon

Sejak 1993, pengobatan yang mempengaruhi sistem kekebalan, terutama

interferon, digunakan untuk penatalaksanaan multipel sklerosis. Interferon

adalah suatu protein yang membawa pesan ke tempat dimana sel-sel dari

sistem kekebalan dibentuk dan untuk berkomunikasi satu sama lain. Terdapat

berbagai jenis yang berbeda dari interferon, seperti alfa, beta, dan gamma.

Semua interferon mempunyai kemampuan untuk mengatur sistem kekebalan

dan memainkan suatu peranan penting dalam melindungi tubuh dari infeksi

virus. Setiap interferon bekerja dengan cara yang berbeda, tetapi memiliki

fungsi yang hampir sama. Beta interferon ditemukan bermanfaat dalam

penanganan dari multipel sklerosis. Interferon beta-1b (Betaseron®) adalah

interferon pertama disetujui untuk mengelola Relapsing Remitting Multiple

Sclerosa pada tahun 1993. Pada tahun 1996, interferon beta-1a (Avonex®)

mendapatkan persetujuan dari FDA untuk Relapsing Remitting Multiple

Sclerosa.

Secara keseluruhan, pasien yang diterapi dengan interferon mengalami

lebih sedikit relaps atau suatu interval yang lebih panjang dari relaps. Uji

klinis juga telah memperlihatkan efek terhadap memperlambat akumulasi

kerusakan. Efek samping paling umum adalah suatu sindrom menyerupai-

influensa meliputi demam, kelelahan, kelemahan, dan gangguan fungsi otot.

Sindrom ini cenderung menurun seiring dengan berjalannya terapi. Efek

samping umum yang lain adalah reaksi lokal tempat injeksi, perubahan dalam

jumlah sel darah, dan kelainan dari fungsi hati. Test fungsi hati dan hitung

Page 20: referat

jumlah sel darah direkomendasikan untuk pasien yang menerima interferon

beta-1b.

Uji klinis dari obat beta interferon pada pasien dengan serangan

pertama dari multipel sklerosis menunjukkan bahwa dalam populasi pasien

ini, obat-obatan ini dapat menunda dari serangan kedua. Avonex® diberikan

secara intramuskuler sekali seminggu, Betaseron® diberikan secara subkutan

setiap selang sehari, dan Rebif® diberikan secara subkutan tiga kali setiap

minggunya.

Interferon beta yang ada meliputi:

Interferon beta-1b (Betaseron®) digunakan untuk penatalaksanaan bentuk

relaps dari multipel sklerosis, untuk mengurangi frekuensi dari relaps

klinis. Pasien dengan multipel sklerosis yang telah menunjukan efektifitas

meliputi pasien yang telah memiliki satu episode klinis pertama dan yang

mempunyai gambaran MRI yang konsisten dengan multipel sklerosis.

Interferon beta -1a(Rebif®) digunakan untuk penatalaksanaan pasien

dengan bentuk relaps dari multipel sklerosis untuk mengurangi frekuensi

klinis dari relaps dan menghambat akumulasi kerusakan fisik. Keefektifan

dari Rebif® dalam kronis progresif multipel sklerosis belum dapat

dibuktikan.

IFN beta-1a (Avonex®) digunakan untuk penanganan pasien dengan

bentuk relaps dari multipel sklerosis untuk memperlambat akumulasi

kerusakan fisik dan mengurangi frekuensi klinis dari relaps. Pasien dengan

multipel sklerosis yang telah dibuktikan efektivitasnya adalah meliputi

pasien yang telah mengalami suatu episode klinis pertama dan mempunyai

gambaran MRI konsisten dengan multipel sklerosis. Keamanan dan

efektivitas pada pasien dengan kronis progresif multipel sklerosis belum

dapat ditetapkan.9

Glatiramer Asetat

Glatiramer Asetat (Copaxone) adalah suatu obat yang bertujuan untuk

mengurangi frekuensi relaps dalam Relapsing Remitting Multiple

Page 21: referat

Sclerosis. Glatiramer Asetat adalah suatu bahan sintetis campuran asam

amino yang menyerupai suatu komponen protein dari myelin. Hal ini

kemungkinan bahwa reaksi sistem imunologi yang merusak myelin dalam

multipel sklerosa dapat diblok oleh glatiramer asetat. Sebuah reaksi dapat

terjadi dengan segera setelah injeksi dari glatiramer asetat, dapat terjadi

pada satu dari 10 pasien. Reaksi tersebut dapat meliputi kemerahan, nyeri

dada atau sesak, jantung berdebar-debar, kecemasan, hipoventilasi. Reaksi

biasanya muncul dalam 30 menit dan tidak memerlukan penanganan.

Beberapa pasien mungkin saja berhadapan dengan resiko lipoatrophi,

inflamasi dan destruksi jaringan di bawah kulit di tempat injeksi.

Glatiramer Asetat adalah digunakan untuk mengurangi frekuensi dari

relaps pada pasien dengan Relapsing-Remitting Multiple Sclerosa.

Natalizumab

Natalizumab (Tysabri®) adalah suatu obat yang sudah disetujui oleh FDA

untuk pengobatan multipel sklerosis. Natalizumab adalah satu antibodi

monoklonal yang melawan VLA-4, suatu molekul yang memerlukan sel-

sel imun untuk melekat pada sel-sel lain, menembus sawar darah otak dan

memasuki otak. Proses ini terjadi melalui pembuluh darah dalam waktu

bulanan. Ini memberikan suatu tanda peringatan untuk suatu penyakit yang

berpotensi berakibat fatal, Progresive Multifocal Leukoencephalopathy

(PML), suatu infeksi virus dari otak yang biasanya menyebabkan kematian

atau cacat yang berat. Untuk alasan inilah hanya pasien yang telah

menandatangani inform konsen untuk pengobatan dengan program

pengobatan ini yang boleh menjalani pengobatan ini.

Natalizumab digunakan sebagai monoterapi untuk pengobatan dari

pasien dengan relaps multipel sklerosis untuk mencegah progresifitas

penyakit dan mengurangi frekuensi relaps klinis. Keamanan dan efektifitas

natalizumab pada penggunaan lebih dari dua tahun tidak diketahui. Karena

natalizumab meningkatkan resiko dari PML, maka dari itu secara umum

hanya direkomendasikan untuk pasien yang tidak merespon, atau tidak

Page 22: referat

mampu mentoleransi efek samping bentuk pengobatan lain dari multipel

sklerosis.

Mitoxantrone

Mitoxantrone ( Novantrone® ) juga disetujui oleh FDA untuk pengobatan

dari multipel sklerosis. Mitoxantrone adalah suatu obat kemoterapi yang

memiliki resiko dari efek samping yang berhubungan dengan jantung atau

kanker berat. Oleh karena efek samping serius ini, dokter cenderung untuk

mencadangkan penggunaannya hanya untuk kasus yang buruk dari

multipel sklerosis.

Mitoxantrone adalah digunakan untuk mengurangi kerusakan saraf

dan frekuensi relaps klinis pada pasien dengan secondary, progresif,

progresif relapsing, atau Relapsing-Remitting Multiple sclerosa yang

mengalami perburukan keadaan ( sebagai contoh, pasien yang status

sarafnya secara signifikan abnormal atau sering relaps ). Mitoxantrone

tidak digunakan dalam penanganan dari pasien dengan primer progresif

multiple sclerosa.

Pasien dengan multipel sklerosis tahap lanjut mungkin

membutuhkan keterlibatan tim neurorehabilitasi. Pasien dengan penyakit

yang berat membutuhkan penanganan menyeluruh yang sesuai untuk

pasien paraplegia, terutama perawatan yang teliti pada daerah yang

mengalami tekanan. Perburukan gangguan berkemih mungkin

memerlukan kateterisasi uretra atau suprapubik.3

Tim dari berbagai multidisiplin biasanya meliputi spesialis penyakit saraf,

urologi, ilmu pengobatan mata, neuropsikologi, dan pekerjaan sosial.2

Perlunya pembedahan pada kasus ekstrem yaitu:

Tenotomi untuk terapi spastisitas dan spasme fleksor

Stimulasi kolumna dorsalis untuk rasa nyeri

Talamotomi stereotaktil untuk ataksia serebelar berat.3

Page 23: referat

DAFTAR PUSTAKA

1. Mumenthaler, Mark. Mattle, Heinrich. Taub, Elsan. Neurology fourth

edition. Switzerland: Thieme.2004.

2. Price, Wilson. Patofisiologi. Jakarta : EGC: 2005.

3. Atlas of Multiple Sclerosis. In http://www.who.int

4. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi edisi ke-8. Jakarta: Erlangga

Medical Series.2005.

5. Suzanne c.smeltzer& brenda G.bare. 2003.Buku ajar keperawatan medikal

bedah Brunner& suddarth edisi 8 . Jakarta : penerbit buku kedokteran

EGC

6. Multiple Sclerosis : What is Multiple Sclerosis, available from :

http/www.Multiple Sclerosis.org