referat
-
Upload
isti-airlangga -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
description
Transcript of referat
REFERAT
DEMAM TIFOID
Disusun Oleh :
Sang Ayu Nyoman Yuli Sutarmini
( 05 – 106 ) / ( 10 – 252 )
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode 6 September – 6 November 2010
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia
Demam Tifoid
Definisi
Demam tifoid ialah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica , khususnya
turunannya yaitu Salmonella Typhi. Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia, dan
disebarkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh tinja.
Epidemiologi
Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk
penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang wabah.
Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan
dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Walaupun demam
tifoid tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang
lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui secara pasti.
Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering
bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu
kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan. Ada
dua sumber penularan S. Typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering
adalah pasien carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman per gram
tinja.
Didaerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang
tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah nonendemik.
Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S. typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu
merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman S. typhi berada didalam batu
empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang
menahun.
Etiologi
Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B
dan S. paratyphi C.
Patogenesis
Penularan kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi terjadi melalui makanan
dan minuman yang tercemar yang tertelan melalui mulut. Sebagian kuman, oleh asam
lambung, dimusnahkan dalam lambung. Kuman yang dapat melewati lambung selanjutnya
masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral
mukosa ( IgA ) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel ( terutama sel-M
) dan selanjutnya ke lamina propia. Dilamina propia kuman berkembang biak dan difagosit
oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di
dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum dan kemudian ke kelenjar
getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat didalam
makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah ( mengakibatkan bakteremia pertama yang
asimptomatik ) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan
limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang
biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk lagi ke dalam sirkulasi darah dan
mengakibatkan bakteremia kedua dengan tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
diekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu. Sebagian dari kuman ini
dikeluarkan melalui feses dan sebagian lainnya menembus usus lagi. Proses yang sama
kemudian terjadi lagi, tetapi dalam hal ini makrofag telah teraktivasi. Kuman salmonella di
dalam makrofag yang sudah teraktivasi ini akan merangsang makrofag menjadi hiperaktif
dan melepaskan beberapa mediator ( sitokin ) yang selanjutkan akan menimbulkan gejala
reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Sepsis dan syok septik dapat terjadi
pada stadium ini.
Di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan,
S.typhi di dalam makrofag dapat merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang dapat
menimbulkan hiperplasia dan nekrosis organ.
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah plague peyeri
yang mengalami hiperplasia dan nekrosis atau akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,
serosa usus dan dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya
komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan
organ lainnya.
Diagnosa
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari tidak terdiagnosis hingga
gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi hingga kematian.
Secara umum gejala klinis penyakit ini pada minggu pertama ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,
batuk dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari hingga malam hari. Dalam minggu
kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang
berselaput ( kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor ), hepatomegali, splenomegali,
meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis,
roseolae jarang ditemukan pada orang indonesia. Bradikardia relatif adalah peningkatan suhu
1 derajat celcius tidak diikuti dengan peningkatan denyut nadi 8 kali per menit.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan D arah P erifer L engkap
Pada pemeriksaan darah perifer lengkap dapat ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar
leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada
pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfepenia. Laju endap
darah pada demam tifoid dapat meningkat.
Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh.
Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. Pada uji widal terjadi
suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita tersangka demam tifoid. Akibat infeksi oleh S.typhi, pasien membuat antibodi
( aglutinin ) yaitu :
1. Aglutinin O, yaitu dibuat karena rangsangan antigen O ( berasal dari tubuh kuman )
2. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H ( berasal dari flagela kuman )
3. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi ( berasal dari simapi kuman )
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam tifoid. Makin tinggi titernya makin besar kemungkinan menderita demam tifoid.
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam kemudian
meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke empat dan tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan
aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6
bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal
bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan penyakit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal :
1. Faktor yang berhubungan dengan penderita :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid
b. Gangguan pembentukan antibodi
c. Saat pengambilan darah
d. Daerah endemik atau non-endemik
e. Riwayat vaksinasi
f. Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam
tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi
2. Faktor teknik :
a. Akibat aglutinasi silang
b. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen
c. Teknik pemeriksaan antar laboratorium
Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak
menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal :
1. Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah
mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
mungkin negatif.
2. Volume darah yang kurang ( diperlukan kurang lebih 5 cc darah ), bila darah yang
dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya secara
bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu ( oxgall ) untuk
pertumbuhan kuman.
3. Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah
pasien. Antibodi ( agluinin ) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat
negatif.
4. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, di mana pada saat itu aglutinin
semakin meningkat.
Tatalaksana
Pengobatan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu :
1. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan
2. Diet dan terapi penunjang ( simptomatik dan suportif ), dengan tujuan
mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal
3. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran
kuman.
A. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah
baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang
air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan.
Dalam perawatan perlu sekali di jaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus
dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan
dijaga.
B. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam
tifoid, karena makanan yang kurang akan menyebabkan menurunnya keadaan umum
dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.
C. Pemberian antimikroba
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah :
a. Kloramfenikol
b. Tiamfenikol
c. Ampisilin dan amoksisilin
d. Kotrimoksazol
e. Sefalosporin generasi ke 3
f. Golongan fluorokuinolon
Kloramfenikol
Dosis diberikan 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan
sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuskular tidak di anjurkan oleh karena
hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.
Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol,
akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih
rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam
rata-rata menurun pada hari ke 5 sampai hari ke 6.
Kotrimoksazol
Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa
adalah 2 x 2 tablet ( 1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprin )
diberikan selama 2 minggu.
Ampisilin dan amoksisilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan
kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/KgBB dan digunakan
selama 2 minggu.
Sefalosporin generasi ke 3
Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke 3 yang tebukti efektif untuk demam tifoid
adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan
selama ½ jam per infus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.
Golongan fluorokuinolon
1. Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
2. Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
3. Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
4. Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
5. Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke 3 atau menjelang hari ke 4. Hasil
penurunan demam sedikit lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan
fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik fluorokuinolon yang
dikembangkan kemudian.
Kombinasi obat antimikroba
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja antara lain
toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, septik syok, dimana pernah terbukti ditemukan 2
macam organisme dalam kultur darah selain kuman salmonella.
Kepekaan salmonella terhadap antibiotik :
1. Ampisilin , amoksisilin, sulfametoksazol, trimetoprin kepekaannya 95,12 %
2. Sisanya seperti kloramfenikol kepekaannya 100 %
Kortikosteroid
Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang
mengalami syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.
Komplikasi
1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis
2. Komplikasi ekstraintestinal :
a. Kardiovaskular : Kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis, dan
tromboflebitis
b. Darah : Anemia hemolitik, trombositopenia, KID
c. Paru : Pneumonia, empiema, pleuritis
d. Hepatobilier : hepatitis , kolesistitis
e. Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, spondilitis, artritis
f. Neuropsikiatrik / tifoid toksik
Perdarahan intestinal
Pada plague peyeri usus yang terinfeksi ( terutama ileum terminalis ) dapat
terbentuk tukak / luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila
luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan.
Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain
karena faktor luka perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah
(KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar 25 % penderita demam tifoid dapat
mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Tetapi
perdarahan yang hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Bila transfusi
yang diberikan dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi biasanya perdarahan ini
merupakan suatu proses yang self limiting, maka tindakan pembedahannya tidak
diperlukan.
Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3 % dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada
minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum
demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perorasi
mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising
usus melemah pada 50 % penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena
adanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat,
tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri
dapat menyokong adanya perforasi.
Bila pada gambaran foto polos abdomen 3 posisi ditemukan udara pada
rongga peritoneum, maka hal ini merupakan nilai yang cukup menentukan
terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid.
Penatalaksanaan
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman
S.typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobik pada
flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas denga kombinasi
kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat diberikan
gentamisin/metronidazol. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta
penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric tube. Transfusi darah dapat diberikan
bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal. Sebaiknya sebelum
dilakukan tindakan pembedahan maka keadaan umum penderita diperbaiki dahulu.
Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan
sebanyak 5 ml/KgBB/jam dengan faktor hemostasis dalam batas normal. Jika
penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32 % bahkan ada yang
melaporkan sampai 80 %.
Hematologik
Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia,
peningkatan protrombin time, peningkatan partial tromboplastin time, peningkatan
fibrin degradation products sampai koagulasi intravaskular diseminata ( KID ) dapat
ditemukan pada kebanyakan penderita. Trombositopenia saja sering dijumpai pada
penderita demam tifoid. Hal ini mungkin terjadi karena menurunnya produksi
trombosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi
trombosit di sistem retikuloendotelia. Obat-obatan juga memegang peranan.
Penyebab KID pada demam tifoid belum jelas. Hal-hal yang sering
dikemukakan adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi,
dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin, dan histamin menyebabkan
vasokonstriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya mengakibatkan
perangsangan mekanisme koagulasi, oleh karena itu KID dapat bermanifestasi secara
klinis atau hanya sekedar penemuan hasil laboratorium.
Tanda-tanda perdarahan akibat KID :
1. Perdarahan > 3 hari, berlangsung lebih hebat dan berwarna lebih segar
2. Adanya petekie, ekimosis, hematoma, dan darah yang meleleh pada tempat infus
3. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopenia, fibrinogen, plasma
menurun, FDP meningkat.
Bila terjadi KID, dapat diberikan transfusi darah, substitusi trombosit dan atau
faktor-faktor koagulasi. Ada yang mengatakan bahwa heparin kurang bermanfaat
pada demam tifoid.
Manifestasi hepatobilier
Hepatitis tifosa dan pankreatitis tifosa
Manifestasi kardiovaskular
Manifestasi neurospikiatrik / tifoid toksik
Pencegahan
Preventif dan kontrol penularan
Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid :
1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid maupun
kasus karier tifoid
2. Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S.typhi akut maupun karier
3. Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi
Vaksinasi
Indikasi vaksinasi :
1. Hendak mengunjungi daerah endemik, resiko terserang demam tifoid semakin tinggi
untuk daerah berkembang ( amerika latin, asia, afrika )
2. Orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid
3. Petugas laboratorium / mikrobiologi kesehatan
Jenis vaksin :
1. Vaksin oral Ty21a ( vivotif Berna ), belum beredar di indonesia
2. Vaksin parenteral VICPS ( Typhim Vi / Pasteur Merieux ), vaksin kapsul polisakarida
Kontraindikasi :
1. Orang yang memiliki alergi
2. Orang yang memiliki imunitas yang rendah
Efeksamping :
1. Vaksin oral Ty21a : demam ( 0-5% ) dan sakit kepala ( 0-5% )
2. Vaksin parenteral ViCPS : demam ( 0,25% ), malaise ( 0,5% ), sakit kepala ( 1,5% ),
rush ( 5% ), nyeri lokal ( 17% ).
Efektivitas :
Serokonversi ( peningkatan titer antibodi 4 kali ) setelah vaksinasi dengan ViCPS
terjadi secara cepat yaitu sekitar 15 hari – 3 minggu dan 90 % bertahan selama 3 tahun.
Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemik ( Nepal ) dan sebesar 60% untuk
daerah hiperendemik.
Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh,
jumlah dan virulensi Salmonella serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada
anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007:
1752-1756.
2. http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever
3. http://www.google.co.id/images?hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en
US:official&channel=s&q=demam
%20tifoid&um=1&ie=UTF8&source=og&sa=N&tab=wi&biw=1024&bih=410
4. http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefoxa&rls=org.mozilla
%3AenUS%3Aofficial&channel=s&biw=1024&bih=410&tbs=isch
%3A1&sa=1&q=salmonella+tiphy&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=
5. http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefoxa&rls=org.mozilla
%3AenUS%3Aofficial&channel=s&biw=1024&bih=410&tbs=isch
%3A1&sa=1&q=pemeriksaan+widal&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=
6. http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefoxa&rls=org.mozilla
%3AenUS%3Aofficial&channel=s&biw=1024&bih=410&tbs=isch
%3A1&sa=1&q=kultur+darah&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=