referat

20
REFERAT DEMAM TIFOID Disusun Oleh : Sang Ayu Nyoman Yuli Sutarmini ( 05 – 106 ) / ( 10 – 252 ) Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Periode 6 September – 6 November 2010

description

demam

Transcript of referat

Page 1: referat

REFERAT

DEMAM TIFOID

Disusun Oleh :

Sang Ayu Nyoman Yuli Sutarmini

( 05 – 106 ) / ( 10 – 252 )

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

Periode 6 September – 6 November 2010

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Indonesia

Page 2: referat

Demam Tifoid

Definisi

Demam tifoid ialah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica , khususnya

turunannya yaitu Salmonella Typhi. Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia, dan

disebarkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh tinja.

Epidemiologi

Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk

penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang wabah.

Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan

dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Walaupun demam

tifoid tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang

lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui secara pasti.

Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering

bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu

kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan. Ada

dua sumber penularan S. Typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering

adalah pasien carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman per gram

tinja.

Didaerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang

tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah nonendemik.

Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S. typhi

dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu

merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman S. typhi berada didalam batu

empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang

menahun.

Page 3: referat

Etiologi

Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B

dan S. paratyphi C.

Patogenesis

Penularan kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi terjadi melalui makanan

dan minuman yang tercemar yang tertelan melalui mulut. Sebagian kuman, oleh asam

lambung, dimusnahkan dalam lambung. Kuman yang dapat melewati lambung selanjutnya

masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral

mukosa ( IgA ) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel ( terutama sel-M

) dan selanjutnya ke lamina propia. Dilamina propia kuman berkembang biak dan difagosit

oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di

dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum dan kemudian ke kelenjar

getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat didalam

makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah ( mengakibatkan bakteremia pertama yang

asimptomatik ) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan

limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang

biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk lagi ke dalam sirkulasi darah dan

mengakibatkan bakteremia kedua dengan tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk dalam kandung empedu, berkembang biak, dan

diekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu. Sebagian dari kuman ini

dikeluarkan melalui feses dan sebagian lainnya menembus usus lagi. Proses yang sama

kemudian terjadi lagi, tetapi dalam hal ini makrofag telah teraktivasi. Kuman salmonella di

Page 4: referat

dalam makrofag yang sudah teraktivasi ini akan merangsang makrofag menjadi hiperaktif

dan melepaskan beberapa mediator ( sitokin ) yang selanjutkan akan menimbulkan gejala

reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,

instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Sepsis dan syok septik dapat terjadi

pada stadium ini.

Di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan,

S.typhi di dalam makrofag dapat merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang dapat

menimbulkan hiperplasia dan nekrosis organ.

Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah plague peyeri

yang mengalami hiperplasia dan nekrosis atau akibat akumulasi sel-sel mononuklear di

dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,

serosa usus dan dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya

komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan

organ lainnya.

Diagnosa

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang

timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari tidak terdiagnosis hingga

gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi hingga kematian.

Secara umum gejala klinis penyakit ini pada minggu pertama ditemukan keluhan dan

gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala,

pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,

batuk dan epistaksis.

Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah

meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari hingga malam hari. Dalam minggu

kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang

berselaput ( kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor ), hepatomegali, splenomegali,

meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis,

Page 5: referat

roseolae jarang ditemukan pada orang indonesia. Bradikardia relatif adalah peningkatan suhu

1 derajat celcius tidak diikuti dengan peningkatan denyut nadi 8 kali per menit.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan D arah P erifer L engkap

Pada pemeriksaan darah perifer lengkap dapat ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar

leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi

sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada

pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfepenia. Laju endap

darah pada demam tifoid dapat meningkat.

Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh.

Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.

Uji Widal

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. Pada uji widal terjadi

suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin.

Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan

diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah menentukan adanya aglutinin dalam serum

penderita tersangka demam tifoid. Akibat infeksi oleh S.typhi, pasien membuat antibodi

( aglutinin ) yaitu :

1. Aglutinin O, yaitu dibuat karena rangsangan antigen O ( berasal dari tubuh kuman )

2. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H ( berasal dari flagela kuman )

3. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi ( berasal dari simapi kuman )

Page 6: referat

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis

demam tifoid. Makin tinggi titernya makin besar kemungkinan menderita demam tifoid.

Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam kemudian

meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke empat dan tetap tinggi selama

beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan

aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6

bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal

bukanlah pemeriksaan untuk menentukan kesembuhan penyakit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal :

1. Faktor yang berhubungan dengan penderita :

a. Pengobatan dini dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid

b. Gangguan pembentukan antibodi

c. Saat pengambilan darah

d. Daerah endemik atau non-endemik

e. Riwayat vaksinasi

f. Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam

tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi

2. Faktor teknik :

a. Akibat aglutinasi silang

b. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen

c. Teknik pemeriksaan antar laboratorium

Kultur darah

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak

menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal :

1. Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah

mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil

mungkin negatif.

2. Volume darah yang kurang ( diperlukan kurang lebih 5 cc darah ), bila darah yang

dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya secara

bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu ( oxgall ) untuk

pertumbuhan kuman.

Page 7: referat

3. Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah

pasien. Antibodi ( agluinin ) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat

negatif.

4. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, di mana pada saat itu aglutinin

semakin meningkat.

Tatalaksana

Pengobatan

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu :

1. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan

2. Diet dan terapi penunjang ( simptomatik dan suportif ), dengan tujuan

mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal

3. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran

kuman.

A. Istirahat dan perawatan

Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah

baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang

air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan.

Dalam perawatan perlu sekali di jaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan

perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus

dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan

dijaga.

Page 8: referat

B. Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam

tifoid, karena makanan yang kurang akan menyebabkan menurunnya keadaan umum

dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

C. Pemberian antimikroba

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah :

a. Kloramfenikol

b. Tiamfenikol

c. Ampisilin dan amoksisilin

d. Kotrimoksazol

e. Sefalosporin generasi ke 3

f. Golongan fluorokuinolon

Kloramfenikol

Dosis diberikan 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan

sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuskular tidak di anjurkan oleh karena

hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.

Tiamfenikol

Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol,

akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih

rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam

rata-rata menurun pada hari ke 5 sampai hari ke 6.

Kotrimoksazol

Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa

adalah 2 x 2 tablet ( 1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprin )

diberikan selama 2 minggu.

Ampisilin dan amoksisilin

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan

kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/KgBB dan digunakan

selama 2 minggu.

Page 9: referat

Sefalosporin generasi ke 3

Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke 3 yang tebukti efektif untuk demam tifoid

adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan

selama ½ jam per infus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.

Golongan fluorokuinolon

1. Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

2. Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

3. Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

4. Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

5. Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke 3 atau menjelang hari ke 4. Hasil

penurunan demam sedikit lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan

fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik fluorokuinolon yang

dikembangkan kemudian.

Kombinasi obat antimikroba

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja antara lain

toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, septik syok, dimana pernah terbukti ditemukan 2

macam organisme dalam kultur darah selain kuman salmonella.

Kepekaan salmonella terhadap antibiotik :

1. Ampisilin , amoksisilin, sulfametoksazol, trimetoprin kepekaannya 95,12 %

2. Sisanya seperti kloramfenikol kepekaannya 100 %

Kortikosteroid

Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang

mengalami syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.

Page 10: referat

Komplikasi

1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis

2. Komplikasi ekstraintestinal :

a. Kardiovaskular : Kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis, dan

tromboflebitis

b. Darah : Anemia hemolitik, trombositopenia, KID

c. Paru : Pneumonia, empiema, pleuritis

d. Hepatobilier : hepatitis , kolesistitis

e. Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, spondilitis, artritis

f. Neuropsikiatrik / tifoid toksik

Perdarahan intestinal

Pada plague peyeri usus yang terinfeksi ( terutama ileum terminalis ) dapat

terbentuk tukak / luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila

luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan.

Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain

karena faktor luka perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah

(KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar 25 % penderita demam tifoid dapat

mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Tetapi

perdarahan yang hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Bila transfusi

yang diberikan dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi biasanya perdarahan ini

merupakan suatu proses yang self limiting, maka tindakan pembedahannya tidak

diperlukan.

Perforasi usus

Terjadi pada sekitar 3 % dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada

minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum

demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perorasi

Page 11: referat

mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang

kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising

usus melemah pada 50 % penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena

adanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat,

tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri

dapat menyokong adanya perforasi.

Bila pada gambaran foto polos abdomen 3 posisi ditemukan udara pada

rongga peritoneum, maka hal ini merupakan nilai yang cukup menentukan

terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid.

Penatalaksanaan

Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman

S.typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobik pada

flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas denga kombinasi

kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat diberikan

gentamisin/metronidazol. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta

penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric tube. Transfusi darah dapat diberikan

bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal. Sebaiknya sebelum

dilakukan tindakan pembedahan maka keadaan umum penderita diperbaiki dahulu.

Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan

sebanyak 5 ml/KgBB/jam dengan faktor hemostasis dalam batas normal. Jika

penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32 % bahkan ada yang

melaporkan sampai 80 %.

Hematologik

Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia,

peningkatan protrombin time, peningkatan partial tromboplastin time, peningkatan

fibrin degradation products sampai koagulasi intravaskular diseminata ( KID ) dapat

ditemukan pada kebanyakan penderita. Trombositopenia saja sering dijumpai pada

penderita demam tifoid. Hal ini mungkin terjadi karena menurunnya produksi

trombosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi

trombosit di sistem retikuloendotelia. Obat-obatan juga memegang peranan.

Page 12: referat

Penyebab KID pada demam tifoid belum jelas. Hal-hal yang sering

dikemukakan adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi,

dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin, dan histamin menyebabkan

vasokonstriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya mengakibatkan

perangsangan mekanisme koagulasi, oleh karena itu KID dapat bermanifestasi secara

klinis atau hanya sekedar penemuan hasil laboratorium.

Tanda-tanda perdarahan akibat KID :

1. Perdarahan > 3 hari, berlangsung lebih hebat dan berwarna lebih segar

2. Adanya petekie, ekimosis, hematoma, dan darah yang meleleh pada tempat infus

3. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopenia, fibrinogen, plasma

menurun, FDP meningkat.

Bila terjadi KID, dapat diberikan transfusi darah, substitusi trombosit dan atau

faktor-faktor koagulasi. Ada yang mengatakan bahwa heparin kurang bermanfaat

pada demam tifoid.

Manifestasi hepatobilier

Hepatitis tifosa dan pankreatitis tifosa

Manifestasi kardiovaskular

Manifestasi neurospikiatrik / tifoid toksik

Pencegahan

Preventif dan kontrol penularan

Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid :

1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid maupun

kasus karier tifoid

2. Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S.typhi akut maupun karier

3. Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi

Page 13: referat

Vaksinasi

Indikasi vaksinasi :

1. Hendak mengunjungi daerah endemik, resiko terserang demam tifoid semakin tinggi

untuk daerah berkembang ( amerika latin, asia, afrika )

2. Orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid

3. Petugas laboratorium / mikrobiologi kesehatan

Jenis vaksin :

1. Vaksin oral Ty21a ( vivotif Berna ), belum beredar di indonesia

2. Vaksin parenteral VICPS ( Typhim Vi / Pasteur Merieux ), vaksin kapsul polisakarida

Kontraindikasi :

1. Orang yang memiliki alergi

2. Orang yang memiliki imunitas yang rendah

Efeksamping :

1. Vaksin oral Ty21a : demam ( 0-5% ) dan sakit kepala ( 0-5% )

2. Vaksin parenteral ViCPS : demam ( 0,25% ), malaise ( 0,5% ), sakit kepala ( 1,5% ),

rush ( 5% ), nyeri lokal ( 17% ).

Efektivitas :

Serokonversi ( peningkatan titer antibodi 4 kali ) setelah vaksinasi dengan ViCPS

terjadi secara cepat yaitu sekitar 15 hari – 3 minggu dan 90 % bertahan selama 3 tahun.

Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemik ( Nepal ) dan sebesar 60% untuk

daerah hiperendemik.

Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh,

jumlah dan virulensi Salmonella serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada

anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%.

Page 14: referat

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007:

1752-1756.

2. http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever

3. http://www.google.co.id/images?hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en

US:official&channel=s&q=demam

%20tifoid&um=1&ie=UTF8&source=og&sa=N&tab=wi&biw=1024&bih=410

4. http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefoxa&rls=org.mozilla

%3AenUS%3Aofficial&channel=s&biw=1024&bih=410&tbs=isch

%3A1&sa=1&q=salmonella+tiphy&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=

5. http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefoxa&rls=org.mozilla

%3AenUS%3Aofficial&channel=s&biw=1024&bih=410&tbs=isch

%3A1&sa=1&q=pemeriksaan+widal&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=

6. http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefoxa&rls=org.mozilla

%3AenUS%3Aofficial&channel=s&biw=1024&bih=410&tbs=isch

%3A1&sa=1&q=kultur+darah&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=