PTERIGIUM..docx

24
PTERIGIUM A. DEFENISI Pterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu Pteron” yang artinya sayap (wing). Pterigium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada konjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, umumnya bilateral di sisi nasal, biasanya berbentuk segitiga dengan kepala/apex menghadap kesentral kornea dan basis menghadap lipatan semilunar pada cantus. 1,2,3,4 B. EPIDEMIOLOGI Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat dengan ekuator yaitu daerah <37 0 lintang utara dan selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22 % di daerah dekat ekuator dan <2 % pada daerah di atas lintang 40 0 . 5 Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 40 o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36 o . Sebuah 1

Transcript of PTERIGIUM..docx

Page 1: PTERIGIUM..docx

PTERIGIUM

A. DEFENISI

Pterigium berasal dari bahasa Yunani yaitu “Pteron” yang artinya

sayap (wing). Pterigium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan

fibrovaskuler pada konjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan

kornea, umumnya bilateral di sisi nasal, biasanya berbentuk segitiga

dengan kepala/apex menghadap kesentral kornea dan basis menghadap

lipatan semilunar pada cantus.1,2,3,4

B. EPIDEMIOLOGI

Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah

iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan

kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat dengan

ekuator yaitu daerah <370 lintang utara dan selatan dari ekuator. Prevalensi

tinggi sampai 22 % di daerah dekat ekuator dan <2 % pada daerah di atas

lintang 400.5

Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada

lokasi geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang

dari 2% untuk daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis

lintang 28-36o. Sebuah hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan

daerah yang terkena paparan ultraviolet lebih tinggi di bawah garis lintang.

Sehingga dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di lintang atas dan

peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah.Pasien di bawah umur 15

tahun jarang terjadi pterigium. Prevalensi pterigium meningkat dengan

umur, terutama dekade ke 2 dan 3 kehidupan. Insiden tinggi pada umur

antara 20-49 tahun. Pterigium rekuren sering terjadi pada umur muda

dibandingkan dengan umur tua. Laki-laki 4 kali lebih berisiko daripada

perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah dan

riwayat paparan lingkungan di luar rumah.5,6

1

Page 2: PTERIGIUM..docx

C. ANATOMI KONJUNGTIVA

Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan

tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva

palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris).

Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu

sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea dilimbus.4

Sesuai dengan namanya, konjungtiva menghubungkan antara bola

mata dan kelopak mata. Dari kelopak mata bagian dalam, konjungtiva

terlipat ke bola mata baik dibagian atas maupun bawah. Refleksi atau

lipatan ini disebut dengan forniks superior dan inferior. Forniks superior

terletak 8-10 mm dari limbus sedangkan forniks inferior terletak 8 mm

dari limbus. Lipatan tersebut membentuk ruang potensial yang disebut

dengan sakkus konjungtiva, yang bermuara melalui fissura palpebra antara

kelopak mata superior dan inferior. Pada bagian medial konjungtiva, tidak

ditemukan forniks, tetapi dapat ditemukan karunkula dan plika semilunaris

yang penting dalam sistem lakrimal. Pada bagian lateral, forniks bersifat

lebih dalam hingga 14 mm dari limbus.7

Secara anatomi, konjungtiva terdiri atas 3 bagian:7,8

1. Konjungtiva Palpebra

Mulai pada mucocutaneus junction yang terletak pada

bagian posterior kelopak mata yaitu daerah dimana epidermis

bertransformasi menjadi konjungtiva. Dari titik ini, konjungtiva

melapisi erat permukaan dalam kelopak mata. Konjungtiva

palpebra dapat dibagi lagi menjadi zona marginal, tarsal, dan

orbital. Konjungtiva marginal dimulai pada mucocutaneus

junction hingga konjungtiva proper. Punktum bermuara pada

sisi medial dari zona marginal konjungtiva palpebra sehingga

terbentuk komunikasi antara konjungtiva dengan sistem

lakrimal. Kemudian zona tarsal konjungtiva merupakan bagian

dari konjungtiva palpebralis yang melekat erat pada tarsus.

2

Page 3: PTERIGIUM..docx

Zona ini bersifat sangat vaskuler dan translusen. Zona terakhir

adalah zona orbital, yang mulai dari ujung perifer tarsus hingga

forniks. Pergerakan bola mata menyebabkan perlipatan

horisontal konjungtiva orbital, terutama jika mata terbuka.

Secara fungsional, konjungtiva palpebra merupakan daerah

dimana reaksi patologis bisa ditemui.

2. Konjungtiva Bulbi

Menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera

dibawahnya. Konjungtiva bulbi dimulai dari forniks ke limbus,

dan bersifat sangat translusen sehingga sklera dibawahnya

dapat divisualisasikan. Konjungtiva bulbi melekat longgar

dengan sklera melalui jaringan alveolar, yang memungkinkan

mata bergerak ke segala arah. Konjungtiva bulbi juga melekat

pada tendon muskuler rektus yang tertutup oleh kapsula tenon.

Sekitar 3 mm dari limbus, konjungtiva bulbi menyatu dengan

kapsula tenon dan sklera.

3. Konjungtiva Forniks

Merupkan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan

konjungtiva bulbi. Lain halnya dengan konjungtiva palpebra

yang melekat erat pada struktur sekitarnya konjungtiva forniks

ini melekat secara longgar dengan struktur di bawahnya yaitu

fasia muskulus levator palpebra superior serta muskulus rektus.

Karena perlekatannya bersifat longgar, maka konjungtiva

forniks dapat bergerak bebas bersama bola mata ketika otot-

otot tersebut berkontraksi.

3

Page 4: PTERIGIUM..docx

Gambar 2. Konjugtiva8

Konjungtiva di vaskularisasi oleh arteri ciliaris anterior dan arteri

palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama

banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya

membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang sangat banyak.

Pembuluh limfe konjungtiva tersusun didalam lapisan superfisial dan

profundus dan bergabung dengan pembuluh lemfe palpebra membentuk

pleksus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan

nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus. Saraf ini memiliki serabut nyeri

yang relatif sedikit.4

Secara histologis konjungtiva terdiri atas epitel dan stroma. Lapisan

epitel konjungtiva terdir atas 2-5 lapisan sel epitel silindris bertingkat,

superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, diatas

caruncula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata

terdiri atas sel-sel epitel skuamous bertingkat. Sel-sel superfisial

mengandung sel-sel goblet bulat dan oval yang mensekresi mukus. Mukus

yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk

dispersi lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-sel epitel basal

berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan di dekat limbus

dapat mengandung pigmen. Lapisan stroma di bagi menjadi 2 lapisan yaitu

4

Page 5: PTERIGIUM..docx

lapisan adenoid dan lapisan fibrosa. Lapisan adenoid mengandung jaringan

limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam

folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang

sampai setelah bayi berumur 2-3 bulan. Hal ini menjelaskan konjungtivitis

inklusi pada nenonatus bersifat papilar bukan folikular dan mengapa

kemudian menjadi folikular. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan

penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan

gambaran reaksi papilar pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun

longgar pada bola mata. Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar krause dan

wolfring), yang struktur fungsinya mirip kelenjar lakrimal terletak di

dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas,

sisanya di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak di tepi tarsus atas.7

D. ETIOLOGI

Hingga saat ini etiologi pasti pterigium masih belum diketahui

secara pasti. Beberapa faktor resiko pterigium antara lain adalah paparan

ultraviolet, mikro trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus.

Selain itu beberapa kondisi kekurangan fungsi lakrimal film baik secara

kuantitas maupun kualitas, konjungtivitis kronis dan defisiensi vitamin A

juga berpotensi menimbulkan pterigium. Selain itu ada juga yang

mengatakan bahwa etiologi pterigium merupakan suatu fenomena iritatif

akibat pengeringan dan lingkungan dengan banyak angin karena sering

terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan

yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir. Beberapa

kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan

berdasarkan penelitian menunjukkan riwayat keluarga dengan pterigium,

kemungkinan diturunkan autosom dominan.2,3,4,5

E. KLASIFIKASI PTERIGIUM

5

Page 6: PTERIGIUM..docx

Pterigium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan

tipe, stadium, progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh

darah episklera , yaitu:

1. Berdasarkan Tipenya pterigium dibagi atas 3 :

- Tipe I : Pterigium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus

atau menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm

dari kornea. Stocker’s line atau deposit besi dapat dijumpai pada

epitel kornea dan kepala pterigium. Lesi sering asimptomatis,

meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien yang

memakai lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.

- Tipe II : di sebut juga pterigium tipe primer advanced atau

ptrerigium rekuren tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh

pterigium sering nampak kapiler-kapiler yang membesar. Lesi

menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau rekuren

setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan

astigmat.

- Tipe III: Pterigium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona

optik. Merupakan bentuk pterigium yang paling berat.

Keterlibatan zona optik membedakan tipe ini dengan yang lain.

Lesi mengenai kornea > 4 mm dan mengganggu aksis visual.

Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat

berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke

forniks dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola

mata serta kebutaan

2. Berdasarkan stadium pterigium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu:

Stadium I : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea

Stadium II : jika pterigium sudah melewati limbus dan belum

mencapai pupil, tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.

6

Page 7: PTERIGIUM..docx

Stadium III : jika pterigium sudah melebihi stadium II tetapi tidak

melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal

(diameter pupil sekitar 3-4 mm).

Stadium IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil

sehingga mengganggu penglihatan.

Gambar 2. Pterigium stadium 1 Gambar 3. Pterigium stadium 2

Gambar 4.Pterigium stadium 3 Gambar 5. Pterigium stadium 4

3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterigium dibagi menjadi 2

yaitu:

- Pterigium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa

infiltrat di kornea di depan kepala pterigium (disebut cap

dari pterigium)

- Pterigium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya

menjadi bentuk membran, tetapi tidak pernah hilang.

4. Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterigium

dan harus diperiksa dengan slit lamp pterigium dibagi 3 yaitu:

- T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat

- T2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagian

terlihat

- T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas. 3,5,9

7

Page 8: PTERIGIUM..docx

F. PATOFISIOLOGI

Terjadinya pterigium sangat berhubungan erat dengan paparan

sinar matahari, walaupun dapat pula disebabkan oleh udara yang kering,

inflamasi, dan paparan terhadap angin dan debu atau iritan yang lain. UV-

B merupakan faktor mutagenik bagi tumor supressor gene p53 yang

terdapat pada stem sel basal di limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti

TGF-β dan VEGF (vascular endothelial growth factor) menyebabkan

regulasi kolagenase, migrasi sel, dan angiogenesis.10

Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat

jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami

degenerasi elastoid (degenerasi basofilik) dan proliferasi jaringan granulasi

fibrovaskular di bawah epitel yaitu substansi propia yang akhirnya

menembus kornea. Kerusakan kornea terdapat pada lapisan membran

Bowman yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan

sering disertai dengan inflamasi ringan. Kerusakan membran Bowman ini

akan mengeluarkan substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan

pterigium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi

displasia.5,10

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada

keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada

permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan

konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan

membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga

ditemukan pada pterigium dan oleh karena itu banyak penelitian yang

menunjukkan bahwa pterigium merupakan manifestasi dari defisiensi atau

disfungsi localized interpalpebral limbal stem cell. Pterigium ditandai

dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi fibrovaskuler

yang ditutupi oleh epitel. Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen

abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan

basofilia dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin,

Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas.

8

Page 9: PTERIGIUM..docx

Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic,

hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area

hiperplasia dari sel goblet 2,5,6

G. GAMBARAN KLINIK

Gejala klinis pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa

keluhan sama sekali. Beberapa keluhan yang sering dialami pasien seperti

mata sering berair dan tampak merah, merasa seperti ada benda asing,

dapat timbul astigmatisme akibat kornea tertarik, pada pterigium lanjut

stadium 3 dan 4 dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam

penglihatan menurun. 9

Pterigium memiliki tiga bagian :

i. Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri atas zona abu-

abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area

9

apeks

corpus

collum

Page 10: PTERIGIUM..docx

ini menginvasi dan menghancurkan lapisan Bowman pada

kornea. Garis zat besi (iron line/Stocker’s line) dapat dilihat

pada bagian anterior kepala. Area ini juga merupakan area

kornea yang kering.

ii. Bagain whitish.Terletak langsung setelah cap, merupakan

sebuah lapisan vesikuler tipis yang menginvasi kornea seperti

halnya kepala.

iii. Bagian badan atau ekor, merupakan bagian yang mobile (dapat

bergerak), lembut, merupakan area vesikuler pada konjungtiva

bulbi dan merupakan area paling ujung. Badan ini menjadi

tanda khas yang paling penting untuk dilakukannya koreksi

pembedahan10.

H. DIAGNOSIS

Anamnesis

Pada anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata

merah, gatal, mata sering berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga

ditanyakan adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja

di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar mathari yang tinggi,

serta dapat pula ditanyakan riwayat trauma sebelumnya.1,9

Pemeriksaaan fisik

Pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular

pada permukaan konjuntiva. Pterigium dapat memberikan gambaran yang

vaskular dan tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan flat.

Perigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi

kr kornea nasal, tetapi dapt pula ditemukan pterigium pada daerah

temporal. 6

Pemeriksaan penunjang

10

Page 11: PTERIGIUM..docx

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterigium

adalah topografi kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa

astigmtisme ireguler yang disebabkan oleh pterigium.6

I. PENATALAKSANAAN

1. Konservatif

Penanganan pterigium pada tahap awal adalah berupa tindakann

konservatif seperti penyuluhan pada pasien untuk mengurangi iritasi

maupun paparan sinar ultraviolet dengan menggunakan kacamata anti UV

dan pemberian air mata buatan/topical lubricating drops.6,9

2 . Tindakan operatif

Adapun indikasi operasi menurut Ziegler and Guilermo Pico, yaitu:

Menurut Ziegler :

i. Mengganggu visus

ii. Mengganggu pergerakan bola mata

iii. Berkembang progresif

iv. Mendahului suatu operasi intraokuler

v. Kosmetik

Menurut Guilermo Pico :

1. Progresif, resiko rekurensi > luas

2. Mengganggu visus

3. Mengganggu pergerakan bola mata

4. Masalah kosmetik

5. Di depan apeks pterigium terdapat Grey Zone

6. Pada pterigium dan kornea sekitarnya ada nodul pungtat

7. Terjadi kongesti (klinis) secara periodik

Pada prinsipnya, tatalaksana pterigium adalah dengan tindakan

operasi. Ada berbagai macam teknik operasi yang digunakan dalam

penanganan pterigium di antaranya adalah:1,3,11

1. Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva

dengan permukaan sklera. Kerugian dari teknik ini adalah

11

Page 12: PTERIGIUM..docx

tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan yang dapat

mencapai 40-75%.

2. Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang

terbuka, diman teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva

relatif kecil.

3. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas

eksisi untuk memungkinkan dilakukannya penempatan flap.

4. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka

bekas eksisi untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva

yang kemudian diletakkan pada bekas eksisi.

5. Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya

diambil dari konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai

dengan ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau

difiksasi dengan bahan perekat jaringan (misalnya Tisseel VH,

Baxter Healthcare, Dearfield, Illionis).

Gambar 3. Teknik Operasi Pterigium

J. DIAGNOSIS BANDING

Pterigium harus dapat dibedakan dengan pseudopterigium.

Pseudopterigium terjadi akibat pembentukan jaringan parut pada

konjungtiva yang berbeda dengan pterigium, dimana pada

pseudopterigium terdapat adhesi antara konjungtiva yang sikatrik dengan

12

Page 13: PTERIGIUM..docx

kornea dan sklera. Penyebabnya termasuk cedera kornea, cedera kimiawi

dan termal. Pseudopterigium menyebabkan nyeri dan penglihatan ganda.

Penanganan pseudopterigium adalah dengan melisiskan adhesi, eksisi

jaringan konjungtiva yang sikatrik dan menutupi defek sklera dengan graft

konjungtiva yang berasal dari aspek temporal.8

Selain itu pterigium juga didagnosis banding dengan pinguekulum yang

merupakan lesi kuning keputihan pada konjungtiva bulbi di daerah nasal

atau temporal limbus. Tampak seperti penumpukan lemak bisa karena

iritasi ataupun karena kualitas air mata yang kurang baik. Pada umumnya

tidak diperlukan terapi tetapi pada kasus tertentu dapat diberikan steroid

topikal.3,5

K. KOMPLIKASI

Komplikasi pterigium meliputi sebagai berikut:6,12

1. Astigmat

Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterigium adalah

astigmat karena pterigium dapat menyebabkan perubahan bentuk

kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh pterigium serta

terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada kornea yang

berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran itu

sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat “tear meniscus” antara puncak

kornea dan peninggian pterigium. Astigmat yang ditimbulkan oleh

pterigium adalah astigmat “with the rule” dan iireguler astigmat.

2. Kemerahan

3. Iritasi

4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea

5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan

dan menyebabkan diplopia.

Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:

1. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea,

graft konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi

retina.

13

Page 14: PTERIGIUM..docx

2. Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau

nekrosis sklera dan kornea

3. Pterigium rekuren

L. PROGNOSIS

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik.

Kebanyakan pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi.

Pasien dengan pterigium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft

dengan konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion6

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of

Pterygium. Opthalmic Pearls.2010

14

Page 15: PTERIGIUM..docx

2. Caldwell, M. Pterygium. [online]. 2009 [cited 2015 December 20].

Available from : www.eyewiki.aao.org/Pterygium

3. Suharjo. Ilmu kesehatan Mata edisi 1. Yogyakarta. Bagian Ilmu Penyakit

Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.2007. hal 40-41

4. Voughan & Asbury. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC. 2010.

Hal 119.

5. Laszuarni. Prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter

Spesialis Mata. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. 2009.

6. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2013 [cited 2015 December 20]

http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview

7. Tasman, W and Jaeger, E.A. Pathology of Conjunctiva. In : Duane’s

Ophtalmology. New York : Lippincott William and Wilkins. 2007.

8. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook

Atlas. New York : Thieme Stutgart. 2000

9. Anton,dkk. Pterigium. [online] 2011. [ cited 2015 December 19].

Available from: www.inascrs.org/pterygium/

10. Drakeiron. Pterigium. [online]2015. [cited 2015 December 19]. Avaible

from : http://drakeiron.wordpress.com/info-pterigium.

11. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to

Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In:

External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of

Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366

12. Maheswari, sejal. Pterydium-inducedcornealrefractive changes.[online]

2007. [cited 2015 December 19]. Aviable from :

http//www.ijo.in/article.asp?issn

13. Subramanian,R. Pterygium. [online] 2008. [cited 2015 December 20].

Aviable from : http://www.eophtha.com/eophtha/ejo40.html

15

Page 16: PTERIGIUM..docx

16